FAKULTAS FARMASI
DISUSUN OLEH:
1. ANDAM DEWI PERTIWI 2014001194
2. HAFIZH ARSYKA 2014001228
3. VICTORYA ANGGRAENY 2014001277
4. ANGGI ANGGAR KUSUMAH 2014001291
5. ROSSY HARDIYANTI 2014001339
LEMBAR PERSETUJUAN
Disusun Oleh:
_____________________ _____________________
Drs. Riza Sultoni, Apt, MM Dr. Masruchin, Apt., MM
PembimbingPKPA Pembimbing PKPA
Direktorat Bina Produksi dan Fakultas Farmasi
Distribusi Kefarmasian Universitas Pancasila
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
anugrah sehat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di DIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN khususnya di DIREKTORAT BINA
PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN yang dilaksanakan pada
tanggal 31 agustus sampai dengan 11 september 2015 serta menyelesaikan
pembuatan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dengan sebaik-baiknya.
1
Dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Wahono Sumaryono, Apt. Selaku Rektor Universitas Pancasila.
2. Prof. Dr. Shirly Kumala, M.Biomed., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila.
3. Dra. Lungguk Hutagaol, M.Pd.,M.Farm., Apt., selaku Ketua Program
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
4. Anwar Wahyudi, SE, M.Kes. Selaku Ketua Sub Bagian Tata Usaha
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
5. Dra. Nur Ratih Purnama, M.Si. Selaku Kepala Sub Direktorat Produksi
dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
6. Dra. Vita Picola Haloho, Apt. Selaku Kepala Sub Direktorat Produksi
Kosmetika dan Makanan.
7. Dita Novianti S. A., S.Si, Apt, MM. Selaku Kepala Sub Direktorat
Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat
8. Seluruh Kepala Seksi masing-masing Sub Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian
9. Seluruh staf Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
10. Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan laporan
Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
Penulis berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu. Dalam penyusunan laporan PKPA ini, kami menyadari masih
terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
mengharapkan saran dankritik yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa
yang akan datang. Semoga laporan PKPA ini dapat memberikan banyak manfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia kefarmasian.
Jakarta, 10 september 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
2
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Tujuan ................................................................................................................3
3
3.5 Tinjauan Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian .....18
3.5.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional ........18
3.5.2 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan ..................................19
3.5.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus ..............................................
3.5.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat .......................22
3.5.5 Subbagian Tata Usaha ............................................................................23
3.5.6 Kelompok Jabatan Fungsional ...............................................................23
BAB 1V PEMBAHASAN
4.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional .................25
4.2 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan ...........................................27
4.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan
Sediaan Farmasi Khusus .................................................................................29
4.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat ................................30
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .....................................................................................................32
5.2 Saran ................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................34
LAMPIRAN..........................................................................................................35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.............................................................................................................36
4
Lampiran 2.............................................................................................................37
Lampiran 3.............................................................................................................38
Lampiran 4.............................................................................................................39
Lampiran 5.............................................................................................................40
Lampiran 6.............................................................................................................41
Lampiran 7.............................................................................................................42
Lampiran 8.............................................................................................................43
Lampiran 9.............................................................................................................44
Lampiran 10...........................................................................................................45
Lampiran 11...........................................................................................................46
Lampiran 12 ... 47
BAB I
PENDAHULUAN
5
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu cita-cita bangsa Indonesia dan merupakan
salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan, sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Hal ini didukung oleh Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dinyatakan bahwa
pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan
perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan
terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender, nondiskriminatif, dan
norma-norma agama. Upaya pemerintah dalam mewujudkan cita-cita
tersebut dibuktikan dengan pembentukan lembaga pemerintahan yang
bergerak di bidang kesehatan, yakni Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara; dijelaskan bahwa Kementerian Kesehatan berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Kesehatan mempunyai
tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan
untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan memiliki susunan
organisasi dengan fungsi khusus di masing-masing bagiannya. Bagian-
bagian tersebut meliputi: Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal,
Inspektorat jenderal, Badan-badan, Staf Ahli, dan Pusat-pusat.
Salah satu bagian yang memiliki fungsi besar dalam susunan
organisasi Kementerian Kesehatan yakni Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, dijelaskan bahwa
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
6
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di
bidang pembinaan dan alat kesehatan. Susunan organisasi pada Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, terdiri dari: Sekretariat
Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Kefarmasian.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Tugas
tersebut secara teknis dilaksanakan oleh empat subdirektorat, yakni:
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional,
Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan, Subdirektorat Produksi
dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi
Khusus, serta Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, pengertian Apoteker adalah sarjana farmasi yang
telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker. Untuk menjadi lulusan Apoteker yang profesional dan siap
kerja, dibutuhkan suatu pelatihan yang berkaitan dengan pekerjaan
kefarmasian. Dalam hal ini, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
Program Profesi Apoteker menyelenggarakan kegiatan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) untuk memberikan pelatihan kepada mahasiswa
agar mendalami peran Apoteker di berbagai institusi fasilitas kefarmasian,
salah satunya yakni di Lembaga Pemerintahan.
Fakultas Farmasi bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian untuk melaksanakan PKPA bagi mahasiswa Apoteker yang
berlangsung sejak tanggal 31 Agustus 11 September 2015. PKPA
dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Setelah terlaksananya PKPA ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
peran Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
7
dan memberi kesadaran betapa pentingnya Apoteker terlibat dan berperan
aktif dalam Lembaga Pemerintahan demi mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia, yakni kesehatan yang rata dan menyeluruh bagi semua rakyat
Indonesia.
1.2 Tujuan
Tujuan umum dari PKPA ini adalah mempersiapkan mahasiswa program
profesi apoteker untuk menjadi apoteker yang siap bekerja di Lembaga
Pemerintahan, khususnya di Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, serta memahami peran apoteker dalam masing-masing bagian
yang menyertainya.
Secara khusus, tujuan dari pelaksanaan PKPA pada Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian, meliputi:
1. Mengetahui struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian pada hirarki Kementerian Kesehatan.
2. Memahami fungsi dan tugas, serta ruang lingkup Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
3. Mengetahui produk-produk dan pelayanan yang dihasilkan oleh
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
4. Mengetahui tata cara pelaksanaan secara teknis dalam menjalankan
tiap tugas di masing-masing subdirektorat pada Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
BAB II
TINJAUAN UMUM
8
Kementerian Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah di bidang
kesehatan yang dipimpin oleh menteri kesehatan. Menteri kesehatan pada
kabinet kerja presiden Joko Widodo adalah Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Farid
Moeloek, SpM (K). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berlokasi di
Jalan H.R.Rasuna Said Blok X.5 Kav. 4-9, Jakarta 12950.
9
2.1.4 Susunan Organisasi
Kementerian Kesehatan memiliki struktur organisasi yang terdiri
atas: (lampiran 1)
1. Sekretariat Jenderal;
2. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan;
3. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan;
4. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak;
5. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
6. Inspektorat Jenderal;
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;
8. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan;
9. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi;
10. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat;
11. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan;
12. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan
Desentralisasi;
13. Staf Ahli Bidang Mediko Legal;
14. Pusat Data dan Informasi;
15. Pusat Kerja Sama Luar Negeri;
16. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan;
17. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;
18. Pusat Komunikasi Publik;
19. Pusat Promosi Kesehatan;
20. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan
21. Pusat Kesehatan Haji.
10
2. Meningkatnya Pengendalian Penyakit, dengan sasaran yang akan
dicapai adalah:
a. Persentase kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan
lingkungan sebesar 40%.
b. Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I) tertentu sebesar 40%.
c. Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang
berpotensi wabah sebesar 100%.
d. Menurunnya prevalensi merokok pada pada usia = 18 tahun
sebesar 5,4%.
3. Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang
terakreditasi sebanyak 5.600.
b. Jumlah kab/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang
terakreditasi sebanyak 481 kab/kota.
4. Meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi
dan alat kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebesar
90%.
b. Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alat kesehatan
yang diproduksi di dalam negeri sebanyak 35 jenis.
c. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT diperedaran yang
memenuhi syarat sebesar 83%.
5. Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas dan Pemerataan Tenaga
Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah Puskesmas yang minimal memiliki 5 jenis tenaga
kesehatan sebanyak 5.600 Puskesmas.
b. Persentase RS kab/kota kelas C yang memiliki 4 dokter
spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang sebesar 60%.
c. Jumlah SDM Kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya
sebanyak 56,910 orang.
6. Meningkatnya sinergitas antar Kementerian/Lembaga, dengan
sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Meningkatnya jumlah kementerian lain yang mendukung
pembangunan kesehatan.
11
b. Meningkatnya persentase kab/kota yang mendapat predikat
baik dalam pelaksanaan SPM sebesar 80%.
7. Meningkatnya daya guna kemitraan dalam dan luar negeri,
dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program
kesehatan sebesar 20%.
b. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan
sumber dayanya untuk mendukung kesehatan sebanyak 15.
c. Jumlah kesepakatan kerja sama luar negeri di bidang
kesehatan yang diimplementasikan sebanyak 40.
8. Meningkatnya integrasi perencanaan, bimbingan teknis dan
pemantauan-evaluasi, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah provinsi yang memiliki rencana lima tahun dan
anggaran kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber
sebanyak 34 provinsi.
b. Jumlah rekomendasi monitoring evaluasi terpadu sebanyak
100 rekomendasi.
9. Meningkatnya efektivitas penelitian dan pengembangan
kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI sebanyak 35
buah.
b. Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan
pengembangan kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola
program kesehatan dan atau pemangku kepentingan sebanyak
120 rekomendasi.
c. Jumlah laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang
kesehatan dan gizi masyarakat sebanyak 5 laporan.
10. Meningkatnya tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih,
dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan
kerugian negara =1% sebesar 100%.
11. Meningkatnya kompetensi dan kinerja aparatur Kementerian
Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Meningkatnya persentase pejabat struktural di lingkungan
Kementerian Kesehatan yang kompetensinya sesuai
persyaratan jabatan sebesar 90%.
12
b. Meningkatnya persentase pegawai Kementerian Kesehatan
dengan nilai kinerja minimal baik sebesar 94%.
12. Meningkatkan sistem informasi kesehatan integrasi, dengan
sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Meningkatnya persentase Kab/Kota yang melaporkan data
kesehatan prioritas secara lengkap dan tepat waktu sebesar
80%.
b. Persentase tersedianya jaringan komunikasi data yang
diperuntukkan untuk akses pelayanan e-health sebesar 50%.
13
2.2. Tinjauan Umum Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan
Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh
Direktur Jenderal. Direktur Jenderal yang menjabat saat ini ialah Dra. Maura
Linda Sitanggang, Ph.D. Direktorat Jendral Bina Farmasi dan Alat
Kesehatan (Dirjen Binfar dan Alkes) terletak dalam satu kawasan atau satu
komplek dengan Kementerian Kesehatan yaitu di Jalan H.R.Rasuna Said
Blok X.5 Kav. 4-9, Jakarta 12950.
2.2.1 Tugas dan Fungsi Umum Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan
Alat Kesehatan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat
kesehatan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas,
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan
alat kesehatan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan
alat kesehatan;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2.2.2 Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat
Kesehatan
Visi dan misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan mengacu kepada visi dan misi Kementerian Kesehatan,
yaitu:
a. Visi
Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan
14
b. Misi
Untuk mncapai masyrakat sehat yang mandiri dan berkeadilan
ditempuh melalui misi sebagai berikut :
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melaui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat
madani,
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata,
bermutu dan berkeadilan
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya
kesehatan
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
15
d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan;
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.
16
1) Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan
kefarmasian sesuai standar sebesar 60%.
2) Persentase penggunaan obat rasional di Puskesmas sebesar
70%.
17
Sasaran kegiatan ini meningkatnya produksi bahan baku dan obat
lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian.
Indikator pencapaian sasaran adalah:
1) Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional yang diproduksi
di dalam negeri sebanyak 25.
2) Jumlah industri yang memanfaatkan bahan baku obat dan
obat tradisional produksi dalam negeri sebanyak 10 Industri.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
KEFARMASIAN
18
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki fungsi
antara lain:
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan
distribusikefarmasian.
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidangproduksi dan distribusi kefarmasian.
4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian, dan
analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
5. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
6. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
19
3.4 Struktur Organisasi
Struktur organisasi dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian terdiri atas : (lampiran 3)
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional;
b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus;
d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
20
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang
produksi dandistribus obat dan obat tradisional.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan
laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional.
21
c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi kosmetika.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang
produksi kosmetika dan makanan.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan
laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan.
Struktur organisasi Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan
terdiri atas:
a. Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan
Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan dipimpin
oleh Fitra Budi Astuti, S.Si, Apt dan bertugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi kosmetika dan makanan.
b. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetik
Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetik dipimpin oleh Dra.
Mindarwati, Apt. dan bertugas melakukan penyiapan bahan
pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian,
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan dibidang sarana
produksi kosmetika.
22
1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang produksi dan
distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi
khusus.
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika
prekursor, dan sediaan farmasi khusus.
3. Pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika,
psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus.
4. Penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian di bidang
produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan
sediaan farmasi khusus.
5. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan
pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika,
psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus.
Struktur organisasiSubdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,
Psikotropika, Prekursor,dan Sediaan Farmasi Khusus terdiri atas:
1. Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi bertugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi
dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi
narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi dan dipimpin
oleh Elza Gustanti, S.Si, Apt.
2. Seksi Sediaan Farmasi Khusus
Seksi Sediaan Farmasi Khusus dipimpin oleh Liza Fitrisiani,
S.Si, Apt. dan bertugas melakukan penyiapan bahan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang
sediaan farmasi khusus dan makanan.
23
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat dipimpin
oleh Dita Novianti S. A., S.Si, Apt, MM dan memiliki tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria
serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. Dalam
melaksanakan tugas, Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan
Baku Obat menyelenggarakan fungsi antara lain:
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidangkemandirian obat dan bahan baku obat.
2. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan
kriteria di bidangkemandirian obat dan bahan baku obat.
3. Penyiapan bahan koordinasi serta pelakasanaan kerjasama lintas
program dan lintas sektor di bidang kemandirian obat dan bahan
baku obat.
4. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang kemandirian obat
dan bahan baku obat.
5. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan
dibidang kemandirian obat dan bahan baku obat.
Struktur organisasi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku
Obat terdiri atas:
1. Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat
Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat dipimpin oleh
Rohayati Rahafat, S.Si, Apt dan bertugas melakukan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi, danpenyusunan laporan di bidang
kemandirian obat dan bahan baku obat.
24
lintas sektor, pengendalian serta evaluasi dan penyusunan laporan
pelaksanaan kerjasama di bidang kemandirian obat dan bahan
baku obat.
BAB IV
PEMBAHASAN
25
kebijakan teknis di bidang kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan terdiri dari empat Direktorat, yaitu: (i) Direktorat Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan, (ii) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian,
(iii) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan (iv) Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
pembinaan kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
memiliki empat subdirektorat dan satu sub bagian tata usaha. Masing-masing
subdirektorat terdapat dua seksi. Subdirektorat yang terdapat pada Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian adalah (i) Subdirektorat Produksi dan
Distribusi Obat dan Obat Tradisional; (ii) Subdirektorat Produksi Kosmetik dan
Makanan; (iii) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus; (iv) Subdirektorat Kemandirian Obat dan
Bahan Baku Obat.
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PPKPA) dilaksanakan di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian, memiliki tujuan untuk mengetahui struktur
organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian; memahami
fungsi dan tugas, serta ruang lingkup Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian; mengetahui produk dan pelayanan yang dihasilkan oleh Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian; mengetahui tata cara pelaksanaan
teknis dalam menjalankan tugas di masing-masing subdirektorat pada Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, memiliki tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi
dan distribusi obat dan obat tradisional.
Berdasarkan struktur organisasinya, Subdirektorat Produksi dan Distribusi
Obat dan Obat Tradisional terdiri atas Seksi Standardisasi Produksi dan
Distribusi, serta Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi. Subdirektorat
26
ini bertanggung jawab dalam pembinaan terhadap industri farmasi, industri obat
tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi
untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Pada Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
dilakukan diskusi mengenai Peraturan Menteri Kesehatan No 006 tahun 2012
tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional dan Peraturan Menteri
Kesehatan No 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional.
Membahas mengenai syarat-syarat Obat tradisional, tata cara perizinan
industri obat tradisional, serta cara registrasi obat tradisional.
Syarat-syarat obat tradisional yaitu tidak mengandung bahan berkhasiat
obat, tidak mengandung bahan sintetis, dan tidak mengandung narkotik
maupun psikotropik.
Obat tradisional dapat dibuat oleh industri yakni IOT (Industri Obat
Tradisional), IEBA (Industri Ekstrak Bahan Alam), dan berbagai usaha di
bidang obat tradisional. Industri obat tradisional meliputi: UKOT (usaha kecil
obat tradisional), UMOT (usaha mikro obat tradisional), jamu racikan dan
jamu gendong.
Untuk IOT dan IEBA mengajukan izin ke menteri kesehatan, UKOT dan
UMOT mengajukan izin usaha ke dinkes provinsi dan dinkes kab/kota.
Sedangkan, untuk jamu racikan dan jamu gendong tidak perlu izin usaha tapi
perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha ini.
IOT dan IEBA berupa badan usaha perseroan terbatas dengan apoteker
sebagai penanggung jawab, harus memiliki izin yaitu izin prinsip dan izin
usaha industri. Izin prinsip berlaku selama 3 tahun dan dapat diperpanjang
paling lama 1 tahun, Izin ini akan batal apabila dalam kurun waktu 3 tahun
setelah izin ini diberikan tidak dilakukan pembangunan fisik. Untuk izin
usaha industri berlaku selamanya, selama industri tersebut masih berproduksi
dan memenuhi peraturan yang telah ditetapkan.
Registrasi obat tradisional diajukan kepada Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) yang nanti akan dievaluasi oleh Komite Nasional Penilai
Obat Tradisional, Tim Penilai Keamanan, Khasiat/Manfaat dan Mutu. Lalu,
BPOM akan melaporkan registrasi tersebut kepada Menteri setiap satu tahun
sekali.
27
Obat tradisional yang tidak memenuhi standar dan tidak memiliki izin
edar yang beredar di pasaran menjadi salah satu fokus pemerintah. Dalam
mengatasi masalah tersebut, dilakukan kerjasama antara Kementerian
Kesehatan dengan BPOM maupun masyarakat dalam menindaklanjuti oknum
yang tidak bertanggung jawab serta secara gencar mempublikasikan kepada
masyarakat mengenai bahaya produk-produk yang tidak memiliki izin edar
baik melalui media cetak maupun elektronik.
Kemudian pada proses distribusi dibahas mengenai perizinan Pedagang
Besar Farmasi (PBF), sesuai dengan permenkes Nomor 1148 tahun 2011
tentang Pedagang Besar Farmasi, yang berisikan tata cara perizinan, lama
waktu perizinan, syarat perizinan, serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan
PBF. Pada subdirektorat ini dijelaskan mengenai sistem pendaftaran PBF
secara elektronik atau online. Pendaftaran secara online dimaksudkan untuk
mempermudah proses pendaftaran perizinan dan pelaporan rutin trismester
PBF. PBF yang dapat menggunakan sistem ini adalah PBF obat maupun PBF
bahan baku obat. Untuk memperoleh pelayanan mengenai perizinan tentang
PBF maka dilampirkan alur perizinannya (lampiran 4).
28
Indonesia No. 1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi
Kosmetika dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika, serta diskusi
mengenai standarisasi produksi makanan, kriteria makanan yang harus
memiliki izin edar dan perizinan untuk industri makanan skala rumah tangga.
Dalam era teknologi yang maju seperti saat ini, banyak penjualan
kosmetik dengan menggunakan media sosial yang dikhawatirkan atas
jaminan keasliannya. Hal yang diharapkan adalah bekerjasama dengan
Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menutup website atau situs
penjualan ilegal tersebut. Bila memungkinkan untuk menemukan penjual
produk-produk kosmetik palsu dan menindak lanjutinya, serta berkoordinasi
dengan BPOM dan penegak hukum untuk melakukan pencegahan dan
pemberian sanksi tegas bagi para penjual kosmetik palsu yang tertangkap
tangan menjual dan mengedarkan kosmetik palsu tersebut.
29
narkotika yang diajukan tersebut kurang, maka dapat diajukan revisi rencana
kebutuhan tahunan.
Berbeda dengan narkotika, untuk psikotropika dan prekursor di Indonesia
tidak harus impor berdasarkan regulasi internasional. Beberapa industri yang
telah mendapatkan izin khusus dapat memproduksi sendiri psikotropika dan
prekursor untuk memenuhi kebutuhan negara.
Sediaan farmasi khusus difokuskan pada jalur khusus sediaan farmasi
untuk dapat masuk ke Indonesia, dalam hal ini dikenal istilah SAS (Special
Access Scheme). Pada praktiknya, ada beberapa jenis kasus yang ditemukan
tergolong sebagai SAS, antara lain: masuknya obat-obatan untuk kebutuhan
pribadi yang belum terdaftar di Indonesia, masuknya obat donasi dari negara
lain atau lembaga internasional dalam keadaan darurat/tanggap bencana alam,
dan masuknya obat untuk kebutuhan penelitian yang dibutuhkan dalam
jumlah sedikit dan tidak diperjualbelikan.
Selain itu, subdirektorat ini juga melayani perizinan Surat Persetujuan
Impor (SPI), Surat Persetujuan Ekspor (SPE), Importir Terdaftar (IT), dan
Importir Produsen (IP). Untuk mendapatkan pelayanan mengenai
permohonan izin impor narkotika tersebut dapat mengunjungi loket 1 Unit
Pelayanan Terpadu di lantai 5 gedung Profesor Sujudi, atau dapat pula
diakses melalui website www.e-pharm.dinkes.go.id. Namun untuk
penyerahan berkas persyaratan, produsen wajib datang langsung ke Unit
Pelayanan Terpadu.
30
dan kebutuhan akan obat-obatan di Indonesia. Subdirektorat ini melakukan
upaya-upaya meningkatkan kemandirian pembuatan bahan baku untuk
mengurangi ketergantungan impor bahan baku antara lain menerapkan sistem
ABGC (Academic, Business, Government, Community), yakni pemerintah
bekerjasama dan memfasilitasi para peneliti dan lembaga penelitian dalam hal
pengembangan industri bahan baku di Indonesia serta penggunaannya untuk
proses produksi obat dalam negeri agar dapat mencapai Indonesia yang
mandiri bahan baku.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah
dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus - 11 September 2015, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri
dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
b. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang produksi
dan distribusi kefarmasian.
c. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas
empat Subdirektorat, yaitu; Subdirektorat Produksi dan Distribusi
Obat dan Obat Tradisional; Subdirektorat Produksi Kosmetik dan
31
Makanan; Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,
Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus;
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
d. Peranan apoteker di bidang pemerintahan khususnya di Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian antara lain ikut serta
dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, perizinan.
e. Karakterisitik obat tradisional berbeda dengan obat sintetis pada
umumnya sehingga dalam registrasi obat tradisional memiliki
persyaratan khusus yang tidak dimiliki oleh obat sintetis pada
umumnya.
f. Registrasi sediaan kosmetika berbeda dengan sediaan obat pada
umumnya, yakni berupa notifikasi.
g. Dalam produksi dan distribusi sediaan narkotika dilakukan secara
ketat, baik dalam tingkat nasional maupun internasional. Efek
narkotika yang berpotensi disalahgunakan, membuat pemerintah
sangat berhati-hati dalam pengelolaannya, termasuk dalam
menunjuk produsen dan distributor sediaan tersebut, yakni hanya
PT. Kimia Farma.
h. Banyak bahan baku obat di Indonesia yang masih impor dari
negara lain.
5.2 Saran
a. Sistem notifikasi pada sediaan kosmetika perlu dikembangkan dan
diperketat seperti perizinan registrasi pada obat agar sediaan
kosmetika yang beredar di masyarakat lebih terjamin kualitas dan
keamanannya karena sediaan kosmetika juga digunakan pada
tubuh manusia dalam jangka waktu yang cukup lama.
b. Perlu dipertimbangkan adanya kerjasama antara Kementerian
Kesehatan, BPOM, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika
untuk mencegah beredarnya kosmetik dan obat ilegal secara
online.
c. Perlu ditingkatkan kerjasama dalam bidang R&D dengan pihak
akademisi untuk meningkatkan kemandirian bahan baku obat.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
Lampiran 1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI
34
Lampiran 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
35
Lampiran 3 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
36
Lampiran 4 Alur Pelayanan Terpadu
37
Lampiran 5 lembar Checklist
38
Lampiran 7 Lembar check list
39
Lampiran 8 Lembar Checklist
40
Lampiran 9 Lembar Checklist
41
Lampiran 10 Lembar Checklist
42
Lampiran 11 Lembar Checklist
43
Lampiran 12 penanganan keluhan pelanggan
44
Lanjutan lampiran penanganan keluhan pelanggan
45