Anda di halaman 1dari 8

Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol.

5 Oktober 2013
Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559

KONTROL DIRI DAN PERILAKU SEKSUAL PERMISIF PADA GAY

Widiyanto Dwilaksono1
Wahyu Rahardjo2
1,2
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No 100, Depok, Jawa Barat, 16424

Abstrak

Permisivitas dalam perilaku seks dapat dijumpai pada setiap kelompok, bukan hanya
pada heteroseksual, namun juga pada gay. Kontrol diri ditengarai dapat mengendalikan
perilaku seksual permisif pada setiap individu, termasuk gay. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat korelasi kontrol diri dan perilaku seksual permisif pada gay. Partisipan
penelitian ini adalah sekitar 49 orang gay berusia 20-43 tahun. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif di mana untuk melakukan analisis data
digunakan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap komponen dari
kontrol diri, yaitu kontrol perilaku, kognitif, dan keputusan memiliki korelasi negatif
dengan semua bentuk perilaku seksual permisif pada gay, kecuali kontrol perilaku
dengan seks oral. Hal ini memperlihatkan bahwa pada dasarnya pria gay membutuhkan
kontrol diri yang baik guna mengendalikan perilaku seksual permisifnya sebagai gay.

Kata Kunci: Kontrol diri, Perilaku seksual permisif, Gay

PENDAHULUAN lebih besar dibandingkan wanita dalam


hubungan seksual. Oleh karena itu, jika
Pria homoseksual atau gay menurut penelitian ini dikorelasikan dengan
Rathus, Nevid dan Rathus (2008) adalah perilaku seksual permisif pada gay, maka
sebutan bagi pria yang memiliki daya adanya kemungkinan bahwa mereka juga
tarik dan hasrat untuk membentuk memiliki perilaku seksual yang permisif
hubungan romantis dengan pria lainnya. berkaitan dengan hasil penelitian yang
Perilaku seksual dari kaum ini terbilang mengungkap bahwa pria memiliki tingkat
permisif, hal ini dibuktikan dengan gaya permisivitas yang lebih besar berkaitan
komunikasinya seperti berciuman bibir, dengan faktor gender. Kepermisifan
dan saling berpelukan saat bertemu berperilaku seksual pada pria gay lainnya
merupakan hal yang lazim dilakukan juga diungkap oleh Bell dan Weinberg
(Alfat, 2006). Hal lainnya dari perilaku (dalam Craig, 1992) yang menyebutkan
seksual ini dapat dibuktikan dengan bahwa lebih dari setengah dari pria gay
adanya perilaku serba boleh atau tidak adalah anggota dari pasangan terbuka
memilih-milih berhubungan dengan siapa yang artinya hubungan monogami atau
saja sehingga frekuensi aktivitas seks berhubungan seks hanya dengan
mereka dengan banyak pasangan dapat pasangannya tidak terlalu dibutuhkan.
dikatakan tidak terhitung lagi banyaknya Hal ini didukung oleh penelitian dari
(Tjhay, 2009). Harry dan DeVall (dalam Pepleu dkk.,
Pendukung lain yang mengungkap 2004) bahwa secara keseluruhan sampel
kepermisifan berperilaku seksual juga pria gay yang berpacaran, hanya 32%
dikemukakan penelitian dari Widyastuti pasangan yang setuju untuk setia dan
(2009) yang menyatakan bahwa pria hanya berhubungan seks dengan
memiliki tingkat permisivitas 4,9 kali pasangannya, dan secara keseluruhan

P-108 Dwilaksono & Rahardjo, Kontrol Diri dan Perilaku


Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol. 5 Oktober 2013
Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559

75% pria gay pernah berhubungan seks 2010) menjelaskan bahwa kontrol diri
dengan orang lain selama beberapa tahun berkaitan dengan bagaimana individu
terakhir. Menurut Bailey dkk. (dalam mengendalikan emosi serta dorongan-
Pepleu dkk., 2004) hal khusus dari dorongan dari dalam dirinya. Menurut
hubungan pria gay adalah tendensi untuk Jazuli (2008) yang meneliti tentang
terbuka secara seksual (non-monogami). perilaku seksual remaja yang ditinjau dari
Berdasarkan penelitian-penelitian kontrol diri dan pengetahuan seksualitas
sebelumnya jelas bahwa hubungan dalam materi fiqh menemukan hubungan
seksual di dalam kaum homoseksual bahwa semakin tinggi kontrol diri dan
merupakan hal yang biasa baik pada pengetahuan seksualitas dalam materi
homoseksual yang monogami maupun fiqh maka semakin rendah perilaku
yang non-monogami. Pernyataan ini seksualnya.
didukung oleh Tjhay (2009) bahwa bagi Kern (dalam Hope & Chapple,
mereka (pria homoseksual), seks adalah 2005) menemukan sikap dari kontrol diri
soal yang lumrah. Rutinitas hubungan yang rendah pada remaja yang
seks membuat mereka tidak lagi hubungannya dengan keterlibatan dalam
memberikan pengertian negatif di dalam aktivitas seksual (hubungan seksual) dan
memandang homoseksualitasnya. banyaknya pasangan seks. Remaja yang
Menurut Mulia (2010), terdapat dilaporkan memiliki level kontrol diri
banyak varian, diantaranya oral seks dan yang rendah lebih memungkin aktif
anal seks (disebut sodomi atau liwath secara seksual dan memiliki jumlah
dalam bahasa Arab) di dalam aktivitas partner seks yang lebih banyak. Hal ini
seksual gay. Laksana dan Lestari (2010) sejalan dengan penelitian dari Exner dkk.
menyebutkan dalam penelitiannya bahwa (1992) yang menemukan bahwa
dalam hal aktivitas anal seks, ternyata partisipan gay yang memiliki kontrol diri
kelompok laki-laki homoseksual sebagian yang lebih tinggi mempunyai partner seks
besar melakukan aktivitas seks anal. pria yang lebih sedikit sepanjang ke-
Walau menurut Tjhay (2009) tak ada hidupannya atau sedikitnya enam bulan
data-data yang pasti, berapa persen laki- sebelum wawancara dilakukan, serta
laki homoseksual menyukai hubungan memiliki kesempatan seksual yang lebih
anal maupun oral. Menurut penelitian dari sedikit dengan pria dalam rentang kehi-
Scholfield (dalam Tjhay, 2009) sekitar dupannya atau sebelum 6 bulan dilaku-
42% dari pria gay yang menjadi kannya wawancara, cenderung monogami
partisipannya, mayoritas lebih memilih dalam hubungannya.
melakukan hubungan seperti bersentuhan Masih menurut penelitian dari
tubuh (petting) atau melakukan mastur- Exner dkk. (1992) pria gay yang memiliki
basi bersama (mutual masturbation). kontrol diri seksual yang baik melaporkan
Dengan demikian dapat disimpulkan lebih jarang melakukan seks oral pada
bahwa sebagian besar pria homoseksual pasangannya, dan lebih jarang pula me-
melakukan aktivitas anal seks, namun lakukan aktivitas seksual tanpa kondom.
demikian tidak semua melakukannya. Hal ini memperlihatkan bahwa saat sub-
Suwarti (2010) mengemukakan jek memiliki kontrol diri yang baik maka
bahwa secara garis besar perilaku seksual perilaku seksnya cenderung lebih rendah,
tidak hanya terletak pada faktor eksternal dilihat dari tingkatan perilaku seksnya.
seperti lingkungan dan pergaulan saja, Lebih lanjut pria gay yang memiliki
namun juga berkaitan dengan faktor kontrol diri seksual yang baik juga
internal datau berasal dari diri individu itu dilaporkan lebih jarang menelan cairan
sendiri, salah satunya adalah kontrol diri. semen partnernya. Sedangkan dari sisi
Hurlock (dalam Ghufron & Risnawati, anal seks, mereka yang memiliki kontrol

Dwilaksono & Rahardjo, Kontrol Diri dan Perilaku P-109


Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol. 5 Oktober 2013
Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559

diri terhadap seks yang rendah lebih Partisipan dalam penelitian ini
sering melakukan seks anal dan mela- adalah 59 orang pria gay berusia 20-43
kukan ejakulasi di dalam rektum tahun. Teknik pengambilan sampel yang
pasangannya tanpa menggunakan kon- digunakan dalam penelitian ini adalah
dom, dibandingkan dengan mereka yang snowball sampling. Snowball sampling
memiliki kontrol yang lebih baik (Exner berguna untuk meneliti penyebaran infor-
dkk., 1992). masi tertentu di dalam kalangan ke-
Berdasarkan penelitian-penelitian lompok yang terbatas dan sulit (Nasution,
sebelumnya, kontrol diri mempengaruhi 2001).
perilaku seksual permisif individu, dalam Kontrol diri di dalam penelitian ini
konteks penelitian ini pria gay. Jika diukur dengan menggunakan aspek
seseorang gay memiliki kontrol diri yang kontrol diri dari Averill (dalam Ghufron
baik, maka individu tersebut juga me- & Risnawati, 2010) yang meliputi (1)
miliki kontrol terhadap perilaku sek- mengatur pelaksanaan, (2) memodifikasi
sualnya, sebaliknya saat individu memi- stimulus, (3) memperoleh informasi, (4)
liki kontrol diri yang rendah maka akan melakukan penilaian, dan (5) mengambil
semakin tinggi tingkatan perilaku sek- keputusan. Pada awalnya skala ini
sualnya yang kemudian disebut dengan memiliki sejumlah 32 butir aitem. Setelah
perilaku seksual permisif. Lebih lanjut hal dilakukan uji diskriminasi aitem per
ini berkaitan dengan pembawaan kon- komponen maka tersisa sekitar 19 aitem
sekuensi yang positif kepada diri kaum yang memiliki daya beda baik dan
pria homoseksual saat mereka memiliki koefisien reliabilitas total dengan alpha
kontrol diri yang tinggi dan perilaku sebesar 0.861. Sementara itu, untuk
seksual yang terkontrol. Berlandaskan reliabilitas per komponen terdapat dua
semua keterangan tersebut maka tujuan komponen yang memiliki koefisien
dari penelitian ini adalah untuk reliabilitas kurang baik, yaitu control
mengetahui dan mengukur secara empiris perilaku ( = 0.682), dan kontrol
hubungan kontrol diri dan perilaku keputusan ( = 0.516). Untuk kontrol
seksual permisif pada gay. keputusan yang tersisa 4 butir aitem hal
ini dapat dimengerti mengingat jumlah
METODE PENELITIAN butir aitem yang tersisa memang sedikit
(Netmeyer dkk., 2003). Pemaparan yang
lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.
Koefisien Reliabilitas untuk Kontrol Diri dan Perilaku Seksual Permisif
Variabel Komponen Korelasi Skor Aitem Reliabilitas
dengan Aitem Total
Kontrol Diri Keseluruhan 0.314-0.724 0.861
Kontrol Perilaku 0.314-0.643 0.682
Kontrol Kognitif 0.329-0.724 0.732
Kontrol 0.357-0.480 0.516
Keputusan
Perilaku Seksual Keseluruhan 0.310-0.787 0.897
Permisif
Hugging 0.378-0.496 0.669
Kissing 0.374-0.513 0.633
Petting 0.422-0.609 0.723
Mutual 0.310-0.563 0.639
Masturbation
Fellatio 0.455-0.686 0.813
Anal Intercourse 0.377-0.787 0.791

P-110 Dwilaksono & Rahardjo, Kontrol Diri dan Perilaku


Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol. 5 Oktober 2013
Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559

Perilaku seksual permisif di dalam Hasil penelitian menunjukkan, anta-


penelitian ini disusun berdasarkan ra komponen kontrol diri yang pertama
bentuk-bentuk perilaku seksual dari yaitu kontrol perilaku dengan enam
Rathus, Nevid, dan Rathus (1993) yaitu komponen perilaku seksual permisif dan
meliputi hugging, kissing, petting, mutual diperoleh hubungan negatif kecuali
masturbation, fellatio, dan anal inter- dengan fellatio. Koefisien dari kontrol
course. Pada awalnya skala ini memiliki perilaku dengan hugging diperoleh nilai r
sejumlah 38 butir aitem, namun hanya 32 sebesar -0.691 (p < .00), dengan kissing
saja yang mempunyai daya beda yang diperoleh nilai r sebesar -0.374 (p < .01),
baik dan memiliki koefisien reliabilitas dengan petting diperoleh nilai r sebesar -
total dengan alpha sebesar 0.897. 0.334 (p < .01), dengan mutual
Terdapat tiga komponen yang memiliki masturbation diperoleh nilai sebesar -
reliabilitas tidak cukup baik, yaitu (1) 0.467 (p < .00), dan terakhir dengan anal
hugging ( = 0.669), (2) kissing ( = intercourse diperioleh nilai r sebesar -
0.633), dan (3) mutual masturbation ( = 0.667 (p < .00).
0.639). Komponen hugging memiliki 5 Berdasarkan analisis data dari
butir aitem tersisa, dan komponen kissing komponen kedua kontrol diri yaitu
dan mutual masturbation masing-masing kontrol kognitif dengan enam komponen
memiliki 4 butir aitem tersisa. Pemaparan perilaku seksual permisif yang dilakukan
yang lebih jelas dapat dilihat pada Tabel diperoleh hubungan negatif. Koefisien
1. korelasi antara kontrol kognitif dengan
hugging sebesar -0.329 (p < .01), dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN kissing diperoleh koefisien korelasi
sebesar -0.342 (p < .01), dengan petting
Berdasarkan analisis data yang diperoleh koefisien korelasi sebesar -
dilakukan, diketahui bahwa koefisien ko- 0.349 (p < .01), dengan mutual
relasi yang diperoleh sebesar r = -0,722 masturbation diperoleh koefisien korelasi
dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p sebesar -0.335 (p < .01), dengan fellatio
< 0,01). Hasil tersebut menunjukan diperoleh koefisien korelasi sebesar -
bahwa terdapat hubungan negatif yang 0,506 (p < .00), dan dengan anal
sangat signifikan dan hipotesis dalam intercourse diperoleh koefisien korelasi
penelitian ini diterima. Artinya, terdapat sebesar -0.594 (p < .00).
hubungan negatif yang sangat signifikan Sementara itu, berdasarkan analisis
dari kontrol diri dan perilaku seksual data dari komponen kontrol diri yang
permisif pada pria gay. Jika dikaji terakhir yaitu kontrol keputusan dengan
berdasarkan variabel per komponen maka enam komponen perilaku seksual per-
diperoleh data yang keseluruhan tidak misif yang dilakukan diperoleh hubungan
berdistribusi normal, baik dari komponen negatif. Koefisien korelasi antara kontrol
kontrol diri yang terdiri atas kontrol keputusan dengan hugging diperoleh
perilaku, kontrol kognitif, dan kontrol ke- koefisien korelasi sebesar -0,367 (p <
putusan, maupun komponen perilaku .01), dengan kissing diperoleh koefisien
seksual permisif yang terdiri atas korelasi sebesar -0,345 (p < .01), dengan
hugging, kissing, petting, mutual mastur- petting diperoleh koefisien korelasi se-
bation, fellatio, dan anal intercourse. besar -0,371 (p < .01), dengan mutual
Oleh karena itu selanjutnya peneliti masturbation diperoleh koefisien korelasi
melakukan analisis dengan menggunakan sebesar -0,467 (p < .00), dengan fellatio
uji Non-Parametrik Spearman dengan diperoleh koefisien korelasi sebesar -
teknik korelasi Bivariate (1-tailed). 0,445 (p < .00), dan dengan anal

Dwilaksono & Rahardjo, Kontrol Diri dan Perilaku P-111


Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol. 5 Oktober 2013
Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559

intercourse diperoleh koefisien korelasi ini salah satunya adalah kehamilan yang
sebesar -0,668 (p < .00). tidak diinginkan dan penyakit menular
Hasil penelitian ini menunjukan seksual memiliki hubungan dengan ting-
fakta bahwa semakin rendah kontrol diri, kat kegagalan kontrol diri sebagai aspek
maka akan semakin tinggi perilaku sek- utamanya. Hal ini menunjukan bahwa
sual permisif. Hal ini sejalan dengan kontrol diri memang memiliki kaitan
penelitian dari Jazuli (2008) yang menye- yang erat dengan perilaku seksual
butkan bahwa adanya hubungan negatif individu. Menurut Hurlock (dalam
antara kontrol diri dengan perilaku Ghufron & Risnawati, 2010) kontrol diri
seksual, dimana saat perilaku seksual berkaitan dengan bagaimana individu
rendah maka individu tersebut memiliki mengendalikan emosi serta dorongan-
kontrol diri yang tinggi, atau sebaliknya. dorongan dari dalam dirinya, sehingga
Hal serupa juga diungkapkan oleh jika definisi dari kontrol diri tersebut
Kristanti (2003) yang menunjukan adanya dikaitkan dengan penelitian dari Weir
hubungan yang signifikan antara konsep (2012) maka penyakit menular seks dan
diri dengan kontrol diri terhadap perilaku kehamilan yang tidak diinginkan dapat
seksual pada siswa kelas II SMA. terjadi karena individu tidak dapat
Hurlock (dalam Ghufron & Risnawati, mengontrol dorongan-dorongan yang ada
2010) menjelaskan bahwa kontrol diri di dalam dirinya.
berkaitan dengan bagaimana individu Sementara itu, hasil penelitian juga
mengendalikan emosi serta dorongan- menemukan hubungan yang negatif
dorongan dari dalam dirinya. Oleh karena antara kontrol perilaku dengan semua
itu saat seseorang memiliki kontrol komponen perilaku seksual permisif
terhadap dorongan-dorongan seksual dari kecuali fellatio. Hal ini membuktikan
dalam diri maupun yang datang dari luar bahwa semakin besar kontrol perilaku
maka individu tersebut memiliki kontrol maka semakin rendah lima komponen
pula terhadap perilaku seksualnya se- perilaku seksual permisif. Korelasi ter-
hingga mencegah terjadinya perilaku kuat terletak pada perilaku seksual
permisif dalam perilaku seksualnya. hugging dan anal intercourse. Hal ini
Penelitian lain yang terkait lang- berkaitan dengan salah satu penjabaran
sung dengan kontrol diri dan perilaku dari kontrol perilaku yang dikatakan
seksual dari kaum homoseksual datang Averill (dalam Ghufron & Risnawati,
dari Exner dkk. (1992) yang menyatakan 2010) berkaitan dengan saat individu
bahwa pria gay yang memiliki kontrol dapat mengetahui mengetahui kapan dan
diri terhadap perilaku seksual yang baik bagaimana stimulus akan dihadapi. Seba-
dilaporkan lebih jarang melakukan seks gai akibatnya, saat individu memutuskan
oral pada partnernya. Dari sisi seks anal, untuk melakukan hugging, individu
mereka yang memiliki kontrol diri tersebut membutuhkan kesiapan mengha-
terhadap perilaku seksualnya yang lebih dapi stimulus berikutnya yang merupakan
rendah dilaporkan lebih sering menda- dampak dari perilaku hugging itu sendiri
patkan seks anal dibanding dengan agar tidak membawanya ke tahap
mereka yang memiliki kontrol seksual berikutnya yang lebih tinggi. Perilaku
yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan anal intercourse juga memiliki hubungan
pendapat dari Ghufron dan Risnawati negatif yang cukup besar dengan kontrol
(2010), yang menyatakan bahwa semakin perilaku. Hal ini berkaitan dengan
tinggi kontrol diri semakin intens bagaimana individu benar-benar siap dan
pengendalian terhadap tingkah laku. mengetahui apa yang akan terjadi
Seperti yang dikatakan Weir berdasarkan stimulus yang didapat dari
(2012), bahwa masalah modern dewasa perilaku seksual sebelum anal intercourse

P-112 Dwilaksono & Rahardjo, Kontrol Diri dan Perilaku


Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol. 5 Oktober 2013
Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559

terjadi, sehingga individu tersebut dapat perilaku seksual permisif. Hal ini
melakukan sebuah kontrol terhadap peri- menunjukan bahwa semakin tinggi
laku anal intercours yang memiliki re- kontrol keputusan individu maka semakin
siko tinggi dengan membatasi atau rendah enam komponen perilaku seksual
bahkan menghentikan rangkaian stimulus permisifnya. Korelasi terbesar adalah
yang sedang berlangsung. terhadap anal intercourse. Hal ini terjadi
Selanjutnya hasil penelitian juga mungkin disatu pihak anal intercourse
menemukan hubungan negatif antara membawa dampak yang berbahaya,
kontrol kognitif dengan semua perilaku namun dipihak lain anal intercourse
seksual permisif. Hal ini menunjukan merupakan salah satu cara kaum ini
bahwa semakin besar kontrol kognitif menunjukan rasa cinta, sama seperti
maka diikuti dengan semakin rendahnya kaum heteroseksual dalam vaginal
enam komponen perilaku seksual per- intercourse. Hal ini membuat pria gay
misif. Korelasi terbesar adalah terhadap dapat melakukan seks anal untuk bisa
anal intercourse. Hal ini berkaitan bersatu secara emosi dengan pasangan
dengan salah satu penjelasan dari kontrol seksnya Dean (2009).
kognitif Averill (dalam Ghufron & Kesimpulan dari penjabaran
Risnawati, 2010) tentang pengaruh infor- variabel yang dikaji secara perkomponen
masi yang dimiliki berkaitan dengan ialah adanya hubungan negatif di semua
informasi yang tidak menyenangkan komponen kontrol diri terhadap semua
sehingga individu dapat mengantisipasi komponen perilaku seksual, kecuali kom-
keadaan tersebut dengan berbagai ponen kontrol perilaku terhadap perilaku
pertimbangan. seksual fellatio. Hal ini karena jika
Jika dikaitkan dengan hubungan dibandingkan dengan perilaku anal inter-
negatif yang menunjukan angka paling course perilaku fellatio dianggap
tinggi yaitu kontrol kognitif dengan memiliki tingkat resiko yang lebih rendah
perilaku anal intercourse maka semakin terhadap penularan penyakit kelamin
banyak informasi tentang dampak yang contohnya HIV dibandingkan dengan
dihasilkan oleh perilaku seks anal inter- anal intercourse. Seperti yang diungkap
course ini, maka semakin rendah perilaku oleh Kumala (2007) bahwa resiko penu-
anal intercourse ini atau sebaliknya, laran HIV dari pasangan yang terinfeksi
semakin banyak informasi yang salah melalui seks oral jauh lebih kecil
tentang anal intercourse maka semakin dibandingkan melalui seks anal. Selain itu
tinggi pula kesempatan untuk melakukan fellatio juga tidak menyebabkan rasa sakit
perilaku seks ini. Hal ini didukung saat melakukannya seperti anal inter-
dengan pernyataan dari Fitriana (2012) course.
dalam penelitiannya bahwa semakin baik
tingkat pengetahuan seseorang biasanya SIMPULAN
akan memiliki perilaku seksual yang
sehat, begitu pula sebaliknya karena pe- Kontrol diri sangat diperlukan
ngetahuan yang dimiliki seseorang akan untuk mengendalikan perilaku seks
membentuk kepribadian dan berdampak permisif, terutama dalam konteks pene-
pada perilaku yang dilakukan sehari-hari. litian ini adalah pada pria gay. Individu
Hasil analisis terakhir untuk uji gay perlu mengembangkan kontrol diri
hubungan komponen kontrol diri dengan yang baik dalam semua komponennya,
komponen perilaku seksual permisif ada- baik itu kontrol perilaku, kognitif, dan
lah kontrol keputusan. Hasil analisis me- keputusan. Pemahaman lebih lanjut
nunjukan hubungan negatif antara kontrol mengenai perilaku seks yang dilakukan
keputusan dengan semua komponen dapat dilakukan agar pria gay dapat

Dwilaksono & Rahardjo, Kontrol Diri dan Perilaku P-113


Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol. 5 Oktober 2013
Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559

menyadari risiko yang dapat diterima perilaku seksual pra-nikah pada siswa
sehingga mampu meningkatkan kontrol kelas II SMU Negri 01 Tumpang.
dirinya dalam berbagai situasi yang Skripsi (Tidak diterbitkan). Malang:
kontekstual dengan seksualitas gay. Fakultas Bimbingan Konseling dan
Psikologi Universitas Islam Negeri.
DAFTAR PUSTAKA Kumala, V. (2007). Oral sex, why not?.
http://www.tanyadok.com/seksualita/o
Alfat, D. (2006). Gaya komunikasi kaum ral-sex-why-not. Diakses tanggal 7
homoseksual (gay) (studi kasus gaya Februari 2013.
komunikasi kaum homoseksual (gay) Laksana, A.S.D., & Lestari, D.W.D.
pada komunitasnya di Soda Lounge (2010). Faktor-faktor resiko penularan
Yogyakarta. FISIPOL (Ilmu HIV/AIDS pada laki-laki dengan
komunikasi), 2, 1-54. orientasi seksual heteroseksualdan
Craig, G.J. (1992). Human development homoseksual di Purwokerto. Mandala
(6th edition). New Jersey: Prentice- of Health, 4, 113-123.
Hall, Inc. Mulia, S.M. (2010). Islam dan
Dean, T. (2009). Unlimited intimacy: homoseksualitas: Membaca ulang
Reflections on the subculture of pemahaman Islam. Jurnal Gandrung,
barebacking. London: The University 1, 9-31.
of Chicago Press. Nasution, M.A. (2001). Metode research
Exner, T.M., Bahlburg, H.F.L.M., & (Penelitian ilmiah). Jakarta: P.T. Bumi
Ehrhardt, A.A. (1992). Sexual self Aksara.
control as a mediator of high risk Netmeyer, R.G., Bearden, W.O., &
sexual behavior in a New York city Sharma, S. (2003). Scaling
cohort of HIV+ and HIV- gay men. procedures: Issue and applications.
The Journal of Sex Research, 29, 389- Thousand Oaks: Sage Publications.
406. Peplau, L.A., Fingerhut, A., Beals, K.P.
Fitriana, N.G. (2012). Hubungan (2004). Sexuality in the relationships
pengetahuan dan sikap tentang seks of lesbian and gay men dalam Harver,
pranikah dengan perilaku seksual pada J.H., Wenzel, A., Sprecher, S. (Eds),
siswa SMK XX Semarang. Jurnal The handbook of sexuality in close
Komunikasi Kesehatan, 3, 1-12 relationships. New Jersey: Lawrence
Ghufron, M.N., & Risnawati, R.S. Erlbaum Assosiates, Inc.
(2010). Teori-teori psikologi. Rathus, S.A., Navid, J.S., & Rathus, L.F.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media. (2008). Human sexuality in a world of
Hope, T.L., & Chapple, C.L. (2005). diversity (7th edition). Boston: Allyn &
Maternal characteristic, parenting, Bacon.
and adolescent sexual behavior: The Suwarti. (2010). Pengaruh kontrol diri
role of self-control. New York: Taylor terhadap perilaku seksual remaja
& Francis. ditinjau dari jenis kelamin pada siswa
Jazuli, A.S. (2008). Perilaku seksual SMA di Purwokerto. Sainteks Jurnal
remaja ditinjau dari kontrol diri dan Penelitian, 6, 37-46
pengetahuan seksualitas dalam materi Tjhay, F. (2009). Homoseksual dan
fiqh di pondok pesantren pelajar. penyakit menular seksual. Kedokteran
Skripsi (Tidak diterbitkan). Surakarta: Damianus, 8, 47-57.
Fakultas Psikologi Universitas Weir, K. (2012). The power of self-
Muhammadiyah. control.
Kristanti, D.E. (2003). Hubungan antara http://www.apa.org/monitor/2012/01/s
konsep diri dan kontrol diri dengan

P-114 Dwilaksono & Rahardjo, Kontrol Diri dan Perilaku


Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol. 5 Oktober 2013
Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559

elfcontrol. aspx. Diakses tanggal: 22 sikap hubungan seks pranikah: Sebuah


Mei 2012 studi di lokalisasi Sunan Kuning dan
Widyastuti, E.S.A. (2009). Faktor Gamilangu Semarang. Tesis (Tidak
personal dan sosial yang diterbitkan). Semarang: Fakultas
mempengaruhi sikap remaja terhadap Kesehatan Universitas Diponegoro.

Dwilaksono & Rahardjo, Kontrol Diri dan Perilaku P-115

Anda mungkin juga menyukai