Penyakit Kaki Gajah
Penyakit Kaki Gajah
Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit
yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung
(retrograde lymphangitis)
Namun pada kasus penyakit kaki gajah yang cukup parah (sudah
membesar) karena tidak terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan
tentunya memerlukan langkah lanjutan seperti tindakan operasi.
Memang selama lebih dari 40 tahun untuk pengobatan penyakit kaki gajah, baik
secara perorangan maupun secara massal menggunakan DEC (Diethil
Carbamazine Citrate). DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan makrofilaria
( cacing dewasa). Sampai saat ini DEC merupakan satu-satunya obat penyakit
kaki gajah yang efektif, aman dan relatif murah. Pada pengobatan perorangan
bertujuan untuk menghancurkan parasit dan mengeleminasi, guna mengurangi
atau mencegah rasa sakit. Aturan dosis yang dianjurkan untuk 6 mg/kg berat
badan/hari selama 12 hari diminum sesudah makan, dalam sehari 3 kali. Pada
pengobatan massal, digunakan pemberian DEC dosis rendah dengan jangka
waktu pemberian yang lebih lama, misalnya dalam bentuk garam DEC 0,2 % -
0,4 % selama 9-12 bulan. Untuk orang dewasa digunakan 100 mg/minggu
selama 40 hari.
Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk
tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis,
sehingga mikrofilaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam
tubuh nyamuk. Mikrofilaria tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada
tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung dan bersarang diantara
otot-otot dada (toraks). Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva
stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh
menjadi lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke
sepuluh dan seterusnya larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga
tumbuh menjadi lebih panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak
larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi mula-mula ke
rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.
3. Tempat hidup makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar
limfe. Tetapi pada malam hari mikrofilaria terdapat didalam darah tepi
sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam
seperti paru-paru, jantung dan hati.
3. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada dan buah zakar yang terlihat
agak kemerahan dan terasa panas.
Sedangkan untuk gejala klinis filariasis kronis yaitu berupa pembesaran
yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah
zakar (elephantiasis skroti).
Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati, mungkin itu adalah ungkapan yang
sangat tepat untuk menghindari penyakit kaki gajah. Karena jika kita telah
terinfeksi oleh cacing filaria akan sangat sulit sekali untuk mengobatinya serta
memerlukan waktu yang lama. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk
mencegah serangan penyakit kaki gajah,misalnya:
Filariasis Limfatik
Brugia malayi lazim ditemui di China, India, Korea, Jepang, Filipina, Malaysia,
dan tentu saja Indonesia. Sementara Brugia timori merupakan satwa khas
Indonesia yang hanya bisa ditemui di kepulauan Timor. Mirip
dengan W.bancrofti, Brugia malayi memiliki juga memiliki dua bentuk
periodisitas. Bedanya, biasanya B.malayi dengan periodisitas nokturnal
ditemukan di daerah pertanian dengan vektor Anopheles atau Mansonia.
Sedangkan spesies dengan periodisitas subperiodik ditemuakn di hutan-
hutan dengan vektor Mansonia dan Coquilettidia (jarang).
Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa
yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh
penderita yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh.
Respon inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab granuloma dan
proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing
masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah
mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis
sekitar limfe. Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik
pembuluh limfe bukanlah membentuk kolateral (seperti pembuluh darah),
namun akan terjadi malfungsi drainase limfe di daerah tersebut.
Seluruh parasit filaria menjangkiti sekitar 170 juta orang di dunia dengan
transmisi melalui nyamuk atau arthropoda lainnya. Parasit ini memiliki siklus
hidup yang kompleks, meliputi stadium larva infektif yang dibawa oleh
serangga menuju hospes definitif (hanya) manusia berkembang menjadi
cacing dewasa di pembuluh limfe atau jaringan subkutan lain, misalnya mata
pada Loa loa. Larva infektif yang disebut mikrofilaria ini berukuran panjang
sekitar 200 hingga 250 m serta lebar 5 hingga 7 m yang bersarung.
Bedanya, di antara W.bancrofti, B.malayi, dan B.timori, hanya B.timori yang
sarungnya tidak menyerap pewarna sehingga tidak kelihatan bersarung di
mikroskop. Yang juga membedakan ketiga spesies ini, pada spesies Brugia,
terdapat inti tambahan terutama di ujung ekor serta karakteristik lain seperti
jarak mulut, panjang tubuh.
Perkembangan dari larva muda hingga menjadi larva infektif di dalam tubuh
nyamuk berlangsung selama 1-2 pekan sedangkan dari mulai masuknya
larva dari nyamuk ke tubuh manusia hingga menjadi cacing dewasa
berlangusng selama 3 hingga 36 bulan. Meski terkesan gampang sekali
tertular oleh nyamuk, namun pada kenyataannya diperlukan ratusan hingga
ribuan gigitan nyamuk hingga bisa menyebabkan penyakit filaria. Selain itu,
jika sudah terpajan berulang kali dengan nyamuk vektor filarian ini, terdapat
kekebalan yang cenderung meningkat. Jadi, orang-orang kampung yang
sudah biasa digigit (dihisap) nyamuk Aedes atau Culex akan lebih kebal
dibanding orang-orang kota yang kebetulan sedang bepergian ke daerah-
daerah perkampungan yang endemis filariasis.
Diagnosis Praktis
Gold Standard untuk sebagian besar penyakit akibat infeksi parasit ialah
menemukan parasit tersebut baik dalam keadaan hidup ataupun mati.
Dalam kasus filariasis, parasit berupa cacing dewasa hampir tidak mungkin
ditemukan secara utuh karena terletak di dalam pembuluh limfe yang dalam
dan berkelok-kelok. Karenanya diagnosis filariasis ditegakkan dengan
penemuan mikrofilaria di darah tepi.
Untuk diagnosis yang praktis dan cepat, sampai saat ini di samping sediaan
darah malam ialah menggunakan ELISA dan rapid test dengan teknik
imunokromatografik assay. Kedua pemeriksaan praktis ini mampu
mendeteksi antigen dari mikrofilaria dan atau cacing dewasa dari darah tepi
sehingga memiliki spesifisitas mendekati 100% dan sensitivitas antara 96
hingga 100%. Sayangnya, tes cepat ini hanya tersedia untuk
spesies W.bancrofti, sementara belum ada tes yang adekuat untuk
mikrofilaria Brugia.
Jika pasien sudah terdeteksi diduga kuat telah mengalami filariasis limfatik,
penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi pergerakan cacing
dewasa di tali sperma pria atau di kelenjar mammae wanita. Hampir 80%
penderita filariasis limfatik pria mengalami pergerakan cacing dewasa di tali
spermanya. Fenomena ini sering dikenal dengan filaria dance sign. Di luar
metode di atas, terdapat pula teknik-teknik lain yang lebih spesifik namun
biasanya hanya digunakan untuk penelitian, yakni PCR, deteksi serum IgE
dan eosinofil, serta penggunaan limfoscintigrafi untuk mendeteksi pelebaran
dan liku-liku pembuluh limfe.
Pengobatan
Dari dulu sampai sekarang DEC merupakan pilihan obat yang murah dan
efektif jika belum bersifat kronis. Selain DEC, terdapat pula Ivermectin yang
sampai sekarang harganya pun semakin murah. Diethilcarbamazyne (DEC, 6
mg/kgBB/hari untuk 12 hari) bersifat makro dan mikrofilarisidal merupakan
pilihan yang tepat untuk individu dengan filariasis limfe aktif (mikrofilaremia,
antigen positif, atau deteksi USG positif cacing dewasa). Meskipun
albendazole (400 mg dua kali sehari selama 21 hari) juga mampu
menunjukan efikasi yang baik.
Efek samping dari DEC ialah demam, menggigil, artralgia, sakit kepala, mual,
hingga muntah. Keberhasilan pengobatan ini sangat tergantung dari jumlah
parasit yang beredar di dalam darah serta sering menimbulkan gejala
hipersensitivitas akibat antigen yang dilepaskan dari debris sel-sel parasit
yang sudah mati. Reaksi hipersensitivitas juga bisa terjadi akibat inflamasi
dari lipoprotein lipolisakarida dari organisme intraseluler Wolbachia, seperti
yang disebutkan di atas. Selain DEC, ivermectin juga memiliki efek samping
yang serupa dengan gejala ini.
Yang penting selain pengobatan klinis filariasis ialah edukasi dan promosi
pada masyarakat sekitar untuk memberantas nyamuk dengan gerakan 3M,
sama seperti pemberantasan demam berdarah. Selain itu, di beberapa
tempat perlu juga dilakukan pemberian DEC profilaksis yang ditambahkan ke
dalam garam dapur khusus untuk masyarakat di daerah tersebut. Namun
yang belakangan tidak terlalu populer di Indonesia. (farid)