PENDAHULUAN
Spena dan Rotino (2001) telah berhasil mengembangkan suatu metode baru
agar tanaman mampu menghasilkan buah tanpa terjadi pembuahan melalui rekayasa
genetika dengan mengintroduksikan gen DefH9-iaaM dan DefH9-RI-iaaM. DefH9-
RI-iaaM merupakan modifikasi dari gen DefH9-iaaM dengan mengganti 53 bp
nukleotida pada bagian hulu kodon inisiasi AUG dengan sekuen nukleotida berukuran
87 bp yang berasal dari sekuen intron roll A yang telah dimodifikasi. Perbedaan
tersebut menyebabkan kedua gen mempunyai aktivitas yang berbeda. Gen iaaM yang
diisolasi dari bakteri Pseudomonas syringae pv. Savastanoi merupakan penyandi
1
enzim triptophan monooksigenase, yaitu katalisator pembentukan IAA dalam jaringan
tanaman, sedangkan promotor DefH9 diisolasi dari Anthirrhinum majus yang
mengarahkan ekspresi gen iaaM secara spesifik di dalam ovari, khususnya pada ovul
dan plasenta. Gen tersebut telah diaplikasikan pada beberapa tanaman dan
memberikan hasil yang baik. Rotino et al. (1997) telah berhasil mengintroduksikan
gen DefH9-iaaM ke dalam tanaman tembakau dan terong. Pada tanaman strawberry
dan raspberry, introduksi gen DefH9-iaaM dapat meningkatkan hasil sebesar 180%
pada strawberry dan 100% pada raspberry (Mezzetti et al. 2004). Terung transgenik
partenokarpi yang diuji pada musim dingin menunjukkan peningkatan produktivitas
sebesar 25% dibandingkan tanaman non transgenik (Donzella et al. 2000).Introduksi
gen tersebut pada tanaman tomat kultivar UC82 menghasilkan buah tomat dengan
persentase larutan padat yang lebih tinggi (Pandolfini et al. 2002).
2
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Agrobacterium
3
(rearrangement) yang semakin tinggi. Penerapan teknologi trasformasi gen
memungkinkan penyisipan gen-gen penting saja, sehingga diharapkan tidak merubah
sifat yang lain. Transformasi gen pada tanaman merupakan upaya untuk memperbaiki
sifat genetik tanaman. (Rahmawati, 2006).
Transformasi genetik biasanya digunakan untuk rekayasa genetik dan telah
dilakukan pada beberapa tanaman termasuk tanaman pertanian. Prosedur transformasi
genetik yang efisien dapat digunakan untuk mempermudah studi biologi molekuler
dan menghasilkan tanaman varietas unggul, misalnya pada tanaman jagung.
Transformasi genetik jagung telah berhasil dilakukan dengan tiga metode yaitu
menggunakan penembak biolistik, elektroporasi dan Agrobacterium. Transformasi
menggunakan Agrobacterium ternyata lebih disenangi dibandingkan dengan
penembak biolistik dan elektroporasi karena menghasilkan transgen terekspresi yang
lebih besar dengan jumlah lokus yang lebih rendah. Efisiensi transformasi genetik
menggunakan Agrobacterium dipengaruhi oleh strain Agrobacterium yang
digunakan. Perbedaan antar strain Agrobacterium ditentukan oleh adanya tipe
kromosom dan tipe Ti-plasmid. Tipe kromosom dalam sel bakteri Agrobacterium
terdiri dari octopine, nopaline, dan chrysopine; sedangkan tipe Ti-plasmid terdiri dari
octopine, nopaline, chrysopine, dan succinamopine (Utomo, 2004) .
Keunggulan teknik transformasi menggunakan Agrobacterium antara lain adalah 1).
Efisiensi transformasi dengan salinan gen tunggal lebih tinggi, 2). Dapat dilakukan
dengan peralatan laboratorium yang sederhana. Gen dengan salinan tunggal lebih
mudah dianalisa dan biasanya bersegregasi mengikuti pola pewarisan Mendel.
4
menggunakan Agrobacterium ternyata lebih disenangi dibandingkan dengan
penembak biolistik dan elektroporasi karena menghasilkan transgen terekspresi yang
lebih besar dengan jumlah lokus yang lebih rendah. Efisiensi transformasi genetik
menggunakan Agrobacterium dipengaruhi oleh strain Agrobacterium yang digunakan.
Perbedaan antar strain Agrobacterium ditentukan oleh adanya tipe kromosom dan tipe
Ti-plasmid. Tipe kromosom dalam sel bakteri Agrobacterium terdiri dari octopine,
nopaline, dan chrysopine; sedangkan tipe Ti-plasmid terdiri dari octopine, nopaline,
chrysopine, dan succinamopine (Utomo, 2004) .
Keunggulan teknik transformasi menggunakan Agrobacterium antara lain adalah 1).
Efisiensi transformasi dengan salinan gen tunggal lebih tinggi, 2). Dapat dilakukan
dengan peralatan laboratorium yang sederhana. Gen dengan salinan tunggal lebih
mudah dianalisa dan biasanya bersegregasi mengikuti pola pewarisan Mendel.
Transformasi genetik pada tanaman pertanian merupakan prosedur yang rutin
dilakukan untuk mendapatkan varietas tanaman unggul. Ada dua bakteri tanah yang
biasanya digunakan dalam transformasi pada tanaman yaitu Agrobacterium
tumefaciens dan Agrobacterium rhizogenes yang mengakibatkan tumor dan hairy
root pada tanaman dikotil. Walaupun penyakit yang disebabkan oleh kedua bakteri di
atas berbeda, tetapi proses atau mekanisme infeksinya sama. Agrobacterium
mempunyai kemampuan untuk mentransfer T-DNA dari plasmid yang dikenal dengan
Ri plasmid (root inducing plasmid) ke dalam sel tanaman melalui pelukaan (Walden,
1991).
5
Polisakarida yang terdapat pada permukaan sel Agrobacterium berperan penting
dalam proses kolonisasi.
6
pemotongan endonukleotida, Vir D2 secara kovalen akan menempel pada ujung 5'
pada ss strand T. Asosiasi ini mencegah eksonukleolitik pada ujung 5' pada ss strand
T dan membedakan ujung 5 sebagai pemeran penting dalam komplek transfer T-
DNA.
4). Transfer T-DNA meliputi dua model untuk translokasi kompleks T-DNA
Sarana transfer ke dalam nukleus tanaman adalah komplek protein ssT-DNA. Ini
harus ditranslokasi ke dalam nukleus tanaman melalui tiga membran, dinding sel
tanaman dan ruang seluler. Berdasrkan model yang paling banyak diterima adalah
kompleks ss T-DNA Vir D2 yang dilingkupi 69 kDa protein Vir E2, ssDNA binding
protein. Asosiasi ini mencegah nuklease dan penambahan perpanjangan strand ss T-
DNA sehingga mengurangi diameter kompleks sekitar 2 nm. Hal ini mengakibatkan
translokasi melalui membran menjadi lebih mudah. Walaupun demikian, asosiasi
tersebut tidak dapat menstabilkan kompleks T-DNA dalam Agrobacterium. Vir E2
terdiri dari dua signal tanaman yaitu NLS (nuclear location signal) dan Vir D2 terdiri
dari satu NLS. Fakta ini menunjukkan bahwa kedua protein rupanya berperan penting
dalam sel tanaman sebagai perantara transfer kompleks T-DNA ke dalam nukleus. Vir
E1 diperlukan untuk ekspor Vir E2 ke dalam sel tanaman, walaupun fungsi spesifik
yang lain belum diketahui. Model alternatif lain yaitu bahwa kompleks transfer
berupa ssDNA secara kovalen terikat pada ujung 5' dengan Vir D2, tetapi tanpa
dilingkupi oleh protein Vir E2. Ekspor independen Vir E2 ke dalam sel tanaman
merupakan proses alami, dan sekali kompleks ssT-DNA VirD2 tersebut masuk dalam
sel tanaman, akan dilingkupi oleh protein Vir E2. Hal ini juga memungkinkan proses
tersebut dapat terjadi sebagai alternatif pada saat kondisi terinfeksi.
7
sebagai target nukleus dalam mengantarkan kompleks ssT-DNA sebagai gambaran
awal. Vir D2 mempunyai satu NLS fungsional. Kompleks ss T-DNA merupakan
kompleks nukleoprotein berukuran besar sekitar diatas 20 kb yang hanya terdiri dari
satu ujung 5' secara kovalen menempel pada protein Vir D2 per kompleks. Setiap
kompleks dilingkupi molekul Vir E2 dengan ukuran besar yaitu sekitar 600 per 20 kb
T-DNA, dan masing-masing terdiri dari 2 NLS. Dua NLS dari Vir E2 ini telah
dipertimbangkan sebagai sesuatu yang penting untuk kelanjutan impor nukleus
kompleks ss-TDNA, kemungkinan dengan menjaga kedua sisi pori nukleus yang
terbuka secara simultan. Impor nukleus ini kemungkinan diperantarai oleh NLS
spesifik binding protein, yang terdapat dalam sitoplasma tanaman.
Tahapan akhir dari transfer T-DNA adalah integrasi T-DNA ke dalam genome
tanaman. Berdasarkan model di atas, pasangan sedikit basa yang dikenal sebagai
mikro-homologi diperlukan untuk tahap pre-annealing antara pasangan strand T-DNA
dengan Vir D2 dan DNA tanaman. Homologi ini sangat kecil dan mempunyai sedikit
spesifitas dalam proses rekombinasi dengan memposisiskan Vir D2 untuk ligasi. Pada
ujung 3' atau sekuen yang berdekatan pada T-DNA terdapat beberapa homologi
sedikit dengan DNA tanaman yang menghasilkan kontak awal (sinapsis) antara stran
T dan DNA tanaman dan membentuk gap pada strand 3'-5' DNA tanaman.
Pemindahan DNA tanaman akan memotong pada ujung 3' pada gap oleh
endonuklease, dan nukleotida pertama pada 5' menempel pada pasangan Vir D2
dengan nukleotida pada ujung (5'-3') strand DNA tanaman. Pada 3' overhang, T-DNA
bersama dengan pemindahan DNA tanaman merupakan peristiwa digesti baik oleh
endonuklease atau 3'-5' eksonuklease. Kemudian, 5' menempel pada akhiran Vir D2
dan ujung 3' lain pada stand T (berpasangan dengan DNA tanaman selama sejak tahap
awal pada proses integrasi) tepat di bawah strand DNA tanaman. Inilah pengenalan
strand T pada strand 3'-5' DNA tanaman terjadi sempurna, pilinan yang diikuti dengan
nick pada lawan strand DNA tanaman dihasilkan. Situasi ini mengaktifkan
mekanisme repair pada sel tanaman dan strand komplementer yang disintesis melalui
sisipan awal strand T-DNA sebagai cetakan (Gustafo, dkk., 1998).
8
Gambar 1. Proses transfer T-DNA Agrobacterium pada sel tanaman
9
Tanaman monokotil lain yaitu tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) juga
telah berhasil ditransformasi melalui Agrobacterium, walaupun mengalami kendala
selama beberapa tahun. Transformasi Agrobacterium yang mengenalkan sejumlah
kopi DNA luar merupakan prosedur yang penting dan dibutuhkan untuk
meningkatkan produksi terhadap tanaman-tanaman yang termasuk kategori
rekalsitran. Tanaman-tanaman seperti cereal, legume dan yang berkayu ini sangat
sulit untuk ditransformasi. Adanya rekayasa genetik dengan Agrobacterium sangat
membantu perkembangan dan kemajuan teknologi untuk produksi tanaman pertanian
seperti padi yang merupakan bahan pangan utama di Indonesia.
10
BAB III
Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih tomat
kultivar Ratna, Opal, dan galur LV 6117. Eksplan yang digunakan untuk transformasi
adalah kotiledon yang diisolasi dari benih tomat berumur 10-14 hari setelah
dikecambahkan secara in vitro.
11
gen penanda. Bakteri yang mengandung rekombinan plasmid ditumbuhkan pada
media LB cair yang ditambahkan 100 mg/l kanamisin, 250 mg/l streptomisin, dan
100 mg/l rifampisin dan digoyang dengan kecepatan 250 rpm, pada suhu 26o C
semalam.
12
3. Seleksi dan Regenerasi Tanaman Transforman
Eksplan yang tumbuh pada media seleksi diasumsikan sebagai putatif
transforman dan setiap 3-4 minggu disubkultur pada media yang sama dengan
meningkatkan konsentrasi kanamisin menjadi 100 mg/l sampai muncul tunas.
Untuk mengetahui pengaruh metode regenerasi dan metode transformasi yang
digunakan terhadap keberhasilan regenerasi tanaman dan transformasi genetik, maka
dihitung efisiensi regenerasi dan efisiensi transformasi. Efisiensi regenerasi
didefinisikan sebagai jumlah tunas yang tumbuh dibandingkan dengan jumlah
eksplan yang dapat hidup di media seleksi (eksplan resisten) (Maftuchah 2003).
Efisiensi transformasi didefinisikan sebagai jumlah tanaman positif PCR
dibandingkan dengan jumlah tunas lolos seleksi dengan antibiotik kanamisin (Lee et
al. 2004). Tanaman transforman selanjutnya dipindahkan ke media induksi perakaran,
yaitu MS tanpa zat pengatur tumbuh hingga akar terbentuk.
13
Analisis molekuler dilakukan dengan menggunakan teknik PCR dengan
menggunakan primer spesifik untuk gen DefH9-iaaM (forward dan reverse). Primer
yang digunakan berukuran 300 bp dengan susunan basa, yaitu
5ATGTATGACCATTTTAATTCACCCAGT3 dan
5CTGGGAGGAAAGCGCATCGCAC3. Reaksi PCR dilakukan dengan total
volume reaksi 25 l yang mengandung 100 ng DNA genomik sebagai cetakan, 10 M
masing-masing dNTPs, 1 unit enzim taq DNA polimerase dalam larutan bufer, dan
0,2 M dari masing-masing primer. Reaksi amplifikasi dilakukan menurut metode
Wang et al. (1993) yang dimodifikasi dengan menggunakan mesin PCR MJ research
PCT- 100. Program PCR terdiri dari inkubasi awal pada 94o C selama 5 menit
dilanjutkan dengan 35 siklus pada 94o C selama 1 menit, 65o C selama 1 menit, 72o
C selama 2 menit. Siklus terakhir untuk pemanjangan akhir pada 72o C selama 5
menit. Sebanyak 10 l produk PCR digunakan untuk elektroforesis pada 1% gel
agarose. Hasil elektroforesis diamati dan difoto di atas UV transiluminator. Pada
penelitian ini dihitung efisiensi regenerasi dan efisiensi transformasi.
14
BAB IV
15
Dari penelitian ini diketahui bahwa waktu perendaman yang paling baik adalah
5 menit. Perendaman eksplan dalam suspensi bakteri selama 30 menit menurunkan
jumlah eksplan yang beregenerasi. Diduga perendaman eksplan selama 30 menit
menyebabkan infeksi bakteri terlalu banyak sehingga jaringan tanaman menjadi stres
dan tidak dapat tumbuh. Tanaman monokotil lebih sulit diinfeksi oleh Agrobacterium
sehingga bisanya membutuhkan waktu perendaman yang lebih lama (Siregar 1999).
Menurut Siregar (1999), pada tanaman cabai, jumlah spot biru tertinggi hasil uji GUS
diperoleh dengan lama perendaman 5 menit. Perlakuan lama inokulasi dari 5 menit
menjadi 15 menit menurunkan jumlah spot biru per eksplan pada eksplan hipokotil.
Hasil penelitian Lowe et al. (1995) pada tanaman ubi jalar, peningkatan waktu
inokulasi semakin meningkatkan efisiensi transformasi di mana laju transformasi
tertinggi pada petiol ubi jalar diperoleh dengan merendam jaringan dalam suspensi
bakteri selama 60 menit
16
Kecepatan inisiasi tunas pada media seleksi menunjukkan kemampuan tunas
mendetoksifikasi kanamisin yang terdapat dalam media. Hal ini merupakan indikasi
awal bahwa gen yang diintroduksikan terdapat di dalam genom tanaman, walaupun
masih harus dibuktikan dengan analisis PCR. Eksplan yang tidak dapat bertahan
hidup pada media seleksi sama sekali tidak dapat beregenerasi atau dapat
beregenerasi tetapi memperlihatkan pertumbuhan yang tidak baik, ukuran daun kecil,
pertumbuhan lambat, setelah beberapa kali disubkultur berwarna kekuningan dan
akhirnya mati. Tanaman yang tahan tetap berwarna hijau dan batangnya tegar
(Gambar 2).
17
Tomat yang ditransformasi dengan menggunakan gen DefH9-iaaM dan DefH9-
RI-iaaM dapat beregenerasi. Persentase eksplan yang beregenerasi dan berkembang
menjadi tanaman dewasa berbeda-beda (Tabel 4 dan 5). Eksplan yang dapat
beregenerasi tidak semuanya dapat membentuk tunas. Beberapa eksplan tetap
membentuk calon tunas, tetapi calon tunas muda tersebut menjadi coklat dan
akhirnya mati. Beberapa tunas yang pada awalnya dapat tumbuh dengan baik, setelah
18
disubkultur beberapa kali tidak dapat bertahan hidup dan akhirnya mati. Tanaman
yang baik dan normal dilakukan analisis PCR.
Perbedaan respon dari masing-masing jenis tomat terhadap transformasi dengan
A. tumefaciens menggunakan konstruksi gen yang berbeda disajikan pada Gambar 3.
Respon kultivar dengan menggunakan gen DefH9-RI-iaaM lebih baik dibandingkan
dengan DefH9-iaaM. Eksplan yang diinfeksi dengan gen DefH9-RI-iaaM lebih cepat
membentuk tunas daripada eksplan yang diinfeksi dengan gen DefH9-iaaM. Pada
transformasi dengan gen DefH9-iaaM, eksplan membentuk nodul yang membelah
diri terus menerus dan membentuk kalus yang akhirnya membentuk tunas, walaupun
jumlah tunas yang diperoleh lebih sedikit. Hal ini disebabkan sel yang terus menerus
membelah, sehingga daya regenerasinya menurun. Sel somatik yang terlalu lama
diinkubasi pada media yang mengandung auksin dapat menurun daya regenerasinya.
Kemampuan eksplan beregenerasi setelah transformasi merupakan faktor yang
sangat menentukan keberhasilan suatu transformasi. Oleh karena itu, optimasi
regenerasi sangat penting dilakukan baik sebelum maupun setelah transformasi
Beberapa tanaman transforman yang positif PCR dengan gen DefH9-RI-iaaM dapat
membentuk buah di dalam botol. Setelah buah tersebut masak, ternyata buah tersebut
tidak mempunyai biji. Hal ini membuktikan bahwa gen tersebut dapat terekspresi
dengan baik.
19
efisiensi regenerasi dihitung berdasarkan jumlah tunas yang dihasilkan dibandingkan
dengan jumlah total eksplan tahan di media seleksi. Efisiensi transformasi dihitung
berdasarkan jumlah tanaman positif PCR dibandingkan dengan jumlah tunas resisten
(Cortina dan Macia 2004, Lee et al. 2004). Penggunaan kedua konstruksi gen
menghasilkan nilai efisiensi regenerasi yang hampir sama, yaitu 24,5% untuk
tanaman hasil transformasi dengan gen DefH9-iaaM dan 26,3% untuk tanaman hasil
transformasi dengan gen DefH9-RI-iaaM (Tabel 4 dan 5).
20
Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa tidak semua eksplan yang diberi perlakuan
inokulasi dapat Bertahan hidup pada media seleksi serta dapat beregenerasi
membentuk tunas. Hal ini disebabkan karena proses transformasi tersebut
mempengaruhi kemampuan regenerasi eskplan. Hasil penelitian Lee et al. (2004)
menunjukkan bahwa dari 49 kalus yang dapat bertahan hidup pada media seleksi,
hanya 11,5% yang dapat membentuk tunas.
Analisis PCR dari DNA 40 tanaman regeneran, diperoleh 10 tanaman positif
PCR, sehingga nilai efisiensi transformasinya adalah 12,5% untuk tanaman yang
ditransformasi dengan gen DefH9-iaaM dan 28,1% untuk tanaman yang
ditransformasi dengan gen DefH9- RI-iaaM, dengan nilai total efisiensi transformasi
20,3%. Cortina dan Macia (2004) yang melakukan transformasi pada tanaman tomat
memperoleh nilai total efisiensi transformasi 12,5%.
21
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23