Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batuk merupakan suatu refleks untuk mempertahankan tubuh terhadap


serangan dari luar. Saluran pernapasan bagian bawah termasuk paru-paru
seharusnya selalu steril (bebas dari kuman). Tetapi selalu ada debu, kotoran,
bahkan bakteri atau virus yang selalu berusaha menyerang dan masuk ke dalam
paru. Bila serangan berhasil, dapat terjadi infeksi paru atau pneumonia. Namun
bila serangan gagal tubuh kita akan sehat kembali sehat kembali.

Batuk dapat menolong pertahanan paru. Bila ada benda asing di jalan
napas, saraf di saluran napas akan terangsang dan kita menjadi batuk. Karena
batuk, keluarlah udara dengan kecepatan tinggi yang dapat membersihkan jalan
napas dari debu, kotoran, atau lendir yang berlebihan. Tidak hanya karena ada
debu atau bakteri yang masuk, batuk juga dapat terjadi spontan pada anak yang
mempunyai bakat. Pada keadaan asma atau saluran napas yang terlalu reaktif,
dapat terjadi penyempitan dan peradangan saluran napas disertai produksi lendir
yang banyak. Akibatnya terjadi batuk juga untuk mengeluarkan lendir tersebut.

Bordetella yang merupakan kuman patogen pada manusia adalah B


pertussis, sementara 2 spesies lainnya yaitu B parapertussis dan B bronchiseptica
sangat jarang menyebabkan penyakit. Bordetella pertusis menyebabkan suatu
penyakit yang biasanya disebut Pertusis atau Batuk Rejan atau Whooping Cough
merupakan infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang ditularkan melalui
droplet serta menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernafasan
dalam bernada tinggi (melengking).

Batuk rejan juga sering disebut dengan batuk gonggong karena suara
batuknya diiringi suara gonggong atau suara melengking. Selain itu, sering

1
disebut juga dengan nama batuk 100 hari, karena batuknya dapat berlangsung
cukup lama yaitu sekitar 6 minggu atau lebih.

Pertusis bisa terjadi pada usia berapapun, tetapi 50% kasus ditemukan
pada anak berumur dibawah 4 tahun. Serangan pertusis yang pertama tidak selalu
memberikan kekebalan penuh. Jika terjadi serangan pertusis kedua, biasanya
bersifat ringan dan tidak selalu dikenali sebagai pertusis.

Sebagian besar penderita mengalami pemulihan total, meskipun berlangsung


lambat. Sekitar 1-2% anak yang berusia dibawah 1 tahun meninggal.Oleh karena
itu,kami penulis ingin menguraikan lebih mendetail mengenai bakteri Bordetella
supaya masyarakat dan pembaca lebih memahami mengenai bakteri dan penyakit
yang dibawanya.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam kesempatan ini penulis mencoba merumuskan masalah yang akan


dibahas dalam makalah ini yaitu :

1. Bagaimana klasifikasi Bordetella dalam toksonomi?


2. Bagaimana morfologinya?
3. Bagaimana sifat toksin dan metabolitnya?
4. Bagaimana gejala klinis?
5. Bagaimana cara pengobatan?
6. Bagaimana cara pencegahan?

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Spesies
Dengan seiringnya perkembangan ilmu Mikrobiologi yang
semakin pesat masalah batu rejan yang sebelumnya tidak diketahui
penyebabnya,kini telah ditemukan sembilan spesies dalam genus
Bordetella. Bakteri ini ditemukan oleh Bordet dan Gengou.
Berikut ini adalah klasifikasi Bordetella:
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Beta Proteobacteria
Order : Burkholderiales
Family : Alcaligenaceae
Genus : Bordetella
Spesies Bordetella:
a. Bordetella pertussis
b. Bordetella parapertussi
c. Bordetella bronchiseptica
d. Bordetella ansorpii'
e. Bordetella avium
f. Bordetella hinzii
g. Bordetella holmesii
h. Bordetella petrii
i. Bordetella trematum
Spesies yang penting menyebabkan penyakit pada manusia adalah
Bordetella pertussis yang menyebabkan penyakit batuk rejan, sedangkan
spesies lainnya jarang menimbulkan penyakit pada manusia. Untuk
selanjutnya hanya dibicarakan spesies B pertussis. Penyakit ini sangat
menular [melalui kontak langsung] pada populasi yang tidak diimunisasi,
bahkan dikatakan penularannya mencapai 100%. Risiko tertinggi
menyerang pada bayi usia enam bulan ke bawah. Penyakit
ini,menimbulkan komplikasi radang paru [pneumonia] dan bertanggung
jawab terhadap 90% kematian anak usia tiga tahun ke bawah.Penyakit ini
sering disebut batuk 100 hari karena batuk baru hilang setelah 10-12

3
minggu. Semua anak batuk hebat, tetapi tidak semua anak mengeluarkan
bunyi nguuuk yang khas.

2.2 Morfologi

Bordetella pertussis berbentuk coccobacillus kecil - kecil


menyerupai Hemofilus Influenza, terdapat sendiri- sendiri, berpasangan,
atau membentuk kelompok- kelompok kecil. Pada isolasi primer, bentuk
kuman biasanya uniform, tetapi setelah subkultur dapat bersifat
pleomorfik. Bentuk- bentuk filamen dan batang- batang tebal umum
dijumpai. Satu- satunya anggota Bordetella yang dapat bergerak adalah B.
bronchiseptica. Simpai dibentuk, tetapi hanya dapat dilihat dengan
pewarnaan khusus, dan tidak dengan penggembungan simpai. Kuman-
kuman ini hidup aerob, tidak membentuk H2S, indol serta
asetilmetilkarbinol. Dengan pewarnaan toluidin biru dapat dilihat granula
bipolar metakromatik. Parasit obligat pada manusia dan hewan; berganda
pada silia sel-sel epitelium. Manusia merupakan satu-satunya hospes untuk
B. pertussis dan B. parapertussis. Infeksi pertussis meluas di seluruh dunia
dan mudah berjangkit bias menyebabkan kematian terutama pada anak-
anak.

Gambar 1. Morfologi Bordetella pertusis


2.3 Sifat Biokimia dan metabolitnya
Bakteri ini merupakan bakteri aerob murni dan membentuk asam
tetapi tidak membentuk gas dari glukosa dan laktosa. Pada dinding selnya

4
terdapat lipopolisakarida yang mungkin penting sebagai penyebab
kerusakan sel-sel epitel saluran pernapasan bagian atas. Ada beberapa
metabolit yang telah ditemukan diantaranya :
a. Toksin pertussis: histamine sensitizing factor (HSF),
lymphocytosis promoting factor, Islet activating protein (IAP) 73 -
77 kDa, stabil haba; toksin jenis A-B, heksamer (S1 - S5) di mana
S1 ialah subunit A, S2 S4 dan S3 S4 membentuk dimer yang
dihubungkan oleh S5.

Toksin ini bergabung pada sel dan bahagian aktif masuk ke dalam
sel dan bertindak sebagai enzim adenosine diphosphate (ADP)-
ribosil transferase. Substratnya ialah Gi, suatu protein yang terlibat
dalam kawalan adenilat siklase. Oleh itu kesannya ialah
peningkatan aras cAMP. Toksin ini juga menghalang perpindahan
limfosit dari saluran-saluran darah kecil.

5
Pengaktifan adenilat siklase oleh toksin pertusis. Subunit A
toksin pertusis memindahkan kumpulan ADP ribosil dari NAD
kepada protein kawalan Gi yang terikat pada membran.
Pergabungan ini menyahaktifkan protein Gi yang tidak lagi
menjalankan fungsinya merencat adenilat siklase. Pertukaran ATP
kepada cAMP tidak disekat dan aras cAMP akan meningkat.

b. Adenilat siklase luarsel: teraktif dalam sel hos, meningkatkan


aras cAMP.

Kedua-dua faktor 1 dan 2 meningkatkan cAMP, merencat


kemotaksis PMN dan menghalang penghasilan hidrogen peroksida

c. Hemaglutinin (HA): 2 jenis

F-HA (filamentous-HA) - 130 kDa

PT-HA (pertussis toxin-HA)

Membantu perlekatan Bordetella kepada silia

d. Toksin tak stabil haba (heat labile toxin): - dermonekrotik dan


menyebabkan kematian (lethal) jika disuntik ke dalam mencit;
eksotoksin ini tidak stabil haba dan tergabung kepada dinding sel
dan dibebaskan

6
Gambar 2. Pasien anak penderita Pertusis

2.4 Penyakit
Bordetella yang merupakan kuman patogen pada manusia yang
menyebabkan suatu penyakit yang biasanya disebut Pertusis atau Batuk Rejan
atau Whooping Cough merupakan infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang
ditularkan melalui droplet serta menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri
dengan suara pernafasan dalam bernada tinggi (melengking).
Batuk rejan juga sering disebut dengan batuk gonggong karena suara
batuknya diiringi suara gonggong atau suara melengking. Selain itu, sering
disebut juga dengan nama batuk 100 hari, karena batuknya dapat berlangsung
cukup lama yaitu sekitar 6 minggu atau lebih.
Pertusis bisa terjadi pada usia berapapun, tetapi 50% kasus ditemukan
pada anak berumur dibawah 4 tahun. Serangan pertusis yang pertama tidak selalu
memberikan kekebalan penuh. Jika terjadi serangan pertusis kedua, biasanya
bersifat ringan dan tidak selalu dikenali sebagai pertusis.

Organisme ini menginfeksi melalui saluran pernafasan atas. Organisme ini


mempunyai ciri-ciri viscerotropic dan melekat kepada sel-sel epitelium bersilia

7
yang terdapat pada bronkus. Batuk ayam adalah satu infeksi permukaan dan
organisme ini jarang menembus mukosa tetapi dapat mengakibatkan nekrosis dan
peradangan pada bagian subepitelium.

Organisme mengkoloni saluran pernafasan secara khusus melalui F-HA


dan PT. Ciri-ciri awal penyakit ini ialah rhinitis, batuk, bersin disebabkan
penggandaan organisme dalam saluran pernafasan. Kemudian pergerakan silia
akan berkurang dan pembersihan bakteria serta rembesan juga akan berkurang.
Mukus dan rembesan akan terkumpul dan ini memudahkan pergandaan
organisme. Toksin-toksin akan dibebaskan menyebabkan nekrosis dan pengikisan
(sloughing) sel-sel bersilia.

Gejala yang timbul dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi diawali
dengan infeksi bakteri pada lapisan tenggorokan, trakea dan saluran udara
sehingga pembentukan lendir yang awalnya encer dan kemudian kental dan
lengket semakin banyak. Walau tergolong batuk hebat, namun saat serangannya
terjadi, penderita tetap dapat terlihat sehat.
Infeksi yang berlangsung selama 6 minggu ini dapat dibagi dalam 3
tahap/stadium :
1. Tahap kataral (terjadi bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi)
Gejalanya menyerupai flu ringan dan sulit dibedakan dengan batuk pilek
biasa:
Bersin-bersin, pilek ringan
Demam ringan
Mata berair
Nafsu makan berkurang
Lesu
Batuk ringan (pada awalnya hanya timbul di malam hari kemudian terjadi
sepanjang hari)
2. Tahap paroksismal (timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya gejala
awal)
Gejalanya meningkat seperti:

8
5-15 kali batuk yang lebih sering diikuti dengan menghirup nafas dalam
dengan nada tinggi. Setelah beberapa kali bernafas normal, batuk kembali
terjadi diakhiri dengan menghirup nafas bernada tinggi.
Batuk yang merupakan mekanisme untuk mengeluarkan dahak bisa
disertai pengeluaran sejumlah besar lendir atau tampak sebagai gelembung
udara di hidungnya.
Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah. Hal
ini disebabkan rasa mual yang diderita, dan pada anak kecil dimana reflek
fisiologis yg belum terbentuk secara sempurna maka akan menimbulkan
muntah.
Serangan batuk yang panjang, melengking, dan terus-menerus yang
membuat penderita sulit bernafas bisa diakhiri dengan penurunan
kesadaran yang bersifat sementara.
Penderita berkeringat.
Pembuluh darah kapiler di muka-leher melebar dan dapat pecah dan
mengakibatkan terjadi titik-titik perdarahan di konjungtiva mata.
Kuku dan bibir penderita menjadi kebiruan (sianosis) karena darah
kekurangan oksigen.
3. Tahap konvalesen (terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gejala awal)
Gejalanya berupa:
Batuk semakin berkurang
Muntah juga semakin berkurang, sehingga penderita tampak merasa lebih
baik
Nafsu makan secara berangsur-angsur mulai bertambahPenderita sudah
tidak dapat menularkan infeksi dan biasanya sudah tidak membutuhkan
antibiotik.
Kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan, biasanya akibat iritasi saluran
pernafasan.
Bila gejala di atas tidak ditangani dengan baik, maka penyakit ini akan
mengalami komplikasi, diantaranya:
Bronkopnemonia (radang pada dinding bronkus kecil dan daerah
percabangannya) yang terjadi karena tersumbatnya cabang bronkus oleh
lendir kental, sehingga terjadi infeksi yang dapat menimbulkan kerusakan

9
tetap pada paru. Bronkopnemonia merupakan kasus komplikasi terbesar
(23,5%).
Malnutrisi yang merupakan komplikasi paling berbahaya. Malnutrisi dan
pertussis sangat berhubungan erat. Malnutrisi dapat mempermudah
terjadinya pertussis, sedangkan pertussis sendiri dapat menyebabkan
penderita mengalami malnutrisi, karena asupan makanan yang menurun
akibat dari muntah, serta penderita yang malas makan yang disebabkan
oleh batuk yang berkepanjangan dan sesak nafas.
Kejang
Hernia
Gagal jantung
Infeksi bakterial yang mengikuti
Hipertensi pada paru
Encephalophaty

2.5 Penegakan Diagnosis


Meskipun pada tahap awal, sulit untuk dibedakan dengan batuk pilek
biasa, namun dapat dilakukan penegakan diagnosis dari beberapa hal berikut:
Riwayat kontak dengan penderita pertussis
Batuk yang khas disertai suara melengking
Limfositosis
Sedangkan dari penegakan diagnosisnya sendiri dapat ditegakkan
berdasarkan gejala dari hasil pemeriksaan berikut:
Pembiakan lendir hidung dan mulut (swab nasofaring)
Pembiakan apus tenggorokan atau droplet batuk, kuman diidentifikasi
dengan pewarnaan imunofluoresensi atau dengan aglutinasi sediaan
mikroskopi dengan antiserum spesifik.
Tes Antibodi Fluoresensi (TFA) Langsung, sangat bermanfaat untuk
mengidentifikasi B pertussis setelah dibiakkan pada pembenihan padat.
Pemeriksaan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih
yang ditandai dengan sejumlah besar limfosit)
Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertussis

10
ELISA.

2.6 Terapi
2.6.1 Pengobatan/Penatalaksanaan Penyakit
Isolasi (penempatan pada kamar yang tenang dan tidak terlalu terang)
untuk mencegah penularan dan gangguan timbulnya rangsangan akan
serangan batuk.
Jika penyakitnya berat, penderita biasanya dirawat di rumah sakit. Mereka
ditempatkan di dalam kamar yang tenang dan tidak terlalu terang.
Keributan bisa merangsang serangan batuk. Bisa dilakukan pengisapan
lendir dari tenggorokan.
Tempatkan penderita dalam ruang terpisah dengan anak - anak lainnya
kira- kira 6 minggu untuk menghindari penularan.
Pada kasus yang berat, oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui
selang yang dimasukkan ke trakea.
Pada bayi yang menderita pertussis dan berusia di bawah 6 bulan harus
dirawat di rumah sakit, karena gejala yang diderita dapat menimbulkan
kematian.
Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Dan sebaiknya berikan dalam porsi
kecil tapi sering.
Beri makanan segera setelah muntah (karena pada saat itu, lendir kental
telah keluar dari lambungnya) untuk menggantikan cairan yang hilang.
Berikan cairan melalui infus apabila tidak dapat makan karena batuk.
Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi.
Kompres hangat bila panas badan meningkat.
Lakukan penghisapan lendir dari tenggorokan secara teratur.
Berikan antibiotic eritromycin, untuk membasmi bakteri. Antibiotik juga
harus diberikan pada orang yang melakukan kontak dengan penderita atau
tinggal di dalam rumah yang sama saat penderita berada dalam masa
penularan.
Berikan obat batuk untuk menenangkan penderita.

11
Hindari makanan yang banyak mengandung gula pasir, pemanis buatan,
gorengan dan makanan/minuman dingin.
Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk pengobatan batuk
rejan diantaranya berkhasiat sebagai anti-infeksi, antibakteri, antibiotik,
antibatuk (antitussive), peluruh dahak (ekspektorant). Beberapa tumbuhan
obat tersebut antara lain :
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) Khasiat : antiradang,
antibiotik, menurunkan panas, menghilangkan sakit (analgetik),
menghilangkan bengkak, antitoksik, menstimulasi system immune.
Pegagan (Centella asiatica Urban) Khasiat : anti-infeksi, antitoksik,
penurun panas.
Lidah Buaya (Aloe vera L.) Khasiat : antiradang, meredakan sakit
(analgetik), parasitiside, pencahar.
Bawang Putih (Allium sativum L.) Khasiat : antibiotik, peluruh dahak,
antiseptik, menstimulasi sistem immun, membunuh parasit
(parasitiside).
Kencur (Kaempferia galanga L.) Khasiat : antibatuk, peluruh dahak ,
antibakteri, menghilangkan sakit
Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Khasiat : antiseptik,
antiradang,
Kulit Jeruk Mandarin (Citrus nobilis Lour.) Khasiat : meredakan batuk,
antiasma, peluruh dahak, dan antiradang.
2.6.2 Farmakoterapi
Penurun demam (antipiretik): Parasetamol atau Ibuprofen
Pengencer dahak (mukolitik)
Antibiotika
o Kloramfenikol diberikan pada masa efektif, yaitu minggu
pertama sakit. Setelah masa efektif, hanya untuk
menghentikan penularan.
o Komplikasi pnemonia: golongan penisilin atau
kloramfenikol
Glikosida (apabila gagal jantung) : Digoksin.

2.7 Pencegahan

12
Hindari kontak dengan penderita
Vaksinasi pertusis (biasanya dalam bentuk tripel vaksin DPT, Difteri-
Pertusis-Tetanus). Imunisasi dapat dilakukan pada usia 2, 4, 6, dan 18
bulan, dan 4-6 tahun.
Selama tahun pertama kehidupan, setiap bayi harus menerima tiga
suntikan vaksin pertusis. Suspensi bakteri yang tidak murni ini, dalam
konsentrasi yang tepat, biasanya diberikan dalam kombinasi dengan
toksoid difteria dan tetanus (DPT). Komponen B. pertussis merupakan
imunogen yang efektif tetapi dapat menyebabkan reaksi neurologik yang
mirip dengan ensefalitis yang terjadi pada pertusis. Bila keadaan ini
terjadi, DPT tidak boleh diberikan lagi diganti dengan DT.
Pemberian eritromisin profilaktik selama 5 hari juga dapat bermanfaat
bagi bayi yang belum divaksin atau orang dewasa yang berkontak erat
dengan penyakit ini.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian kami di atas maka kami menyimpulkan beberapa hal


yaitu:
1. Bordetella merupakan salah satu bakteri pathogen yang ditemukan oleh
Bordet dan Gengou. Spesies yang menyebabkan penyakit pada manusia

13
adalah Bordetella pertussis yang menyebabkan penyakit batuk rejan atau
pertusis (whooping cough).
2. Bordetella pertussis berbentuk coccobacillus kecil - kecil menyerupai
Hemofilus Influenza, terdapat sendiri- sendiri, berpasangan, atau
membentuk kelompok- kelompok kecil. Pada isolasi primer, bentuk kuman
biasanya uniform, tetapi setelah subkultur dapat bersifat pleomorfik.Satu-
satunya anggota Bordetella yang dapat bergerak adalah B. bronchiseptica.
3. Bordetella pertusis merupakan bakteri aerob murni dan membentuk asam
tetapi tidak membentuk gas dari glukosa dan laktosa. beberapa metabolit
yang telah ditemukan diantaranya : histamine sensitizing factor (HSF),
lymphocytosis promoting factor, Islet activating protein (IAP) 73 - 77 kDa,
stabil haba; toksin jenis A-B, heksamer (S1 - S5), Adenilat siklase luarsel,
Hemaglutinin (HA),Toksin tak stabil Haba.
4. Infeksi berlangsung selama 6 minggu dapat dibagi dalam 3 tahap/stadium:
1) Tahap kataral (terjadi bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah
terinfeksi).Gejalanya menyerupai flu ringan dan sulit dibedakan
dengan batuk pilek biasa
2) Tahap paroksismal (timbul dalam waktu 10-14 hari setelah
timbulnya gejala awal) gejalanya meningkat seperti:5-15 kali
batuk yang lebih sering diikuti dengan menghirup nafas dalam
dengan nada tinggi.
3) Tahap konvalesen (terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gejala
berupa:Batuk semakin berkurang,Muntah juga semakin berkurang
sehingga penderita tampak merasa lebih baik.
5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan biakan lendir
hidung dan mulut (swab nasofaring),biakan apus tenggorokan atau droplet
batuk, Tes Antibodi Fluoresensi (TFA) Langsung,Pemeriksaan darah
lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai dengan
sejumlah besar limfosit),Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertussis
dan ELISA.
6. Pengobatan/Penatalaksanaan Penyakit melalui Isolasi (penempatan pada
kamar yang tenang dan tidak terlalu terang, pemberian oksigen diberikan
langsung ke paru-paru pada kasus berat, penghisapan lendir dari

14
tenggorokan secara teratur dan kompres hangat bila panas badan
meningkat.
7. Obat obat yang dapat diberikan berupa Penurun demam (antipiretik):
Parasetamol atau Ibuprofen,Pengencer dahak (mukolitik),Antibiotika
Kloramfenikol diberikan pada masa efektif, yaitu minggu pertama sakit
atau bila komplikasi pnemonia: golongan penisilin atau kloramfenikol dan
Glikosida (apabila gagal jantung) .
8. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak dengan
penderita,vaksinasi pertusis (biasanya dalam bentuk tripel vaksin DPT,
Difteri-Pertusis-Tetanus) atau pemberian eritromisin profilaktik selama
5 hari bagi yang belum divaksinasi

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous.2008.Informasi Pertusis.Medica store.http://www.medica


store.com/med/detai

Anonimous.2006. Infeksi Nosokomial. http://klikharry.wordpress.com.

Anonimous.2008. Respon terhadap Antigen Protektif Vaksin Pertusis Seluler


dan Aseluler pada Mencit.Cermin dunia kedokteran
http://www.kalbe.co.id.

Anonimous.2008. Respon terhadap Antigen Protekif setelah Pemberian Vaksin


Pertusis Seluler pada Mencit. http://digilib.itb.ac.id.

15
Sutriswati,dr.2003.Mikrobiologi Kedokteran.Jakarta : FK UI.

Jawetz ,at all.2001.Mikrobiologi Kedokteran.Jakarta : Salemba Medika.

16

Anda mungkin juga menyukai