Anda di halaman 1dari 10
14 IMUNOLOGI DASAR Karnen Garna Baratawidjaja, Iris Rengganis PENDAHULUAN Imunologi dasar pada tulisen berikut ini diuraikan dalam 3 bab, yaitu sistem ilmun, antigen dan antibodi, dan reaksi hipersensitivitas SISTEM IMUN Keutuhan tubuh dipertahankan oleh sistem pertahanan yang terditi atas sistem imun nonspesifik (natural/innate) dan spesifik (adaptive/acquired). Komponen-komponen sister imun nonspesifik dan spesifik terlihat dalam gambar 1. ‘SISTEM IMUN NONSPESIFIK Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai rmikroorganisme, karena sister imun spesifik memerlukan waktu sebelum memberikan responsnya. Sistem tersebut disebut nonspesifik, karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Pertahanan Fisik Kulit, selaput lendir silia saluran napas, batuk dan bersin dapat mencegah berbagai kuman patogen masuk ke dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar ddan selaput lendir yang rusak oleh karena asap rokok akan meningkatkan risiko infek: Pertahanan Larut Pertahanan Biokimia. Bahan yang disekresi mukosa saluran napas, kelenjar sebaseus kulit, kelenjar kulit, telinga, spermin dalam semen merupakan bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh. Asam hidroklorik dalam cairan lambung, lisosim detain keringat, ludah, air mata dan air susu dapat melindungi tubuh terhadep kuman Gram positif dengan jalan menghancurkan dinding kuman tersebut. Air susu ibu mengandung pula laktoferin Sistem Imun| [Non Spesifik] Spesiic eee i 1 Fisik Larut Selular Humoral] [Selular Kult Bioamia TFagosit ‘S0lB Sat Selaput lena = Lisozim(keringat) -Mononukiear_—-IgD “Tht + Sila ekresi sebaseus _- Polmorfonklear - IgM otha ~ Batuk - SeI NK loc. STsTThS “Bersih Sol mast “IE sTath "Asam neuraminik ~basof “198 -oTuTe Gambar 1. Sistem Imun, NK= Natural Killer; Tdth = T delayed type hypersensitivity; CTL/Tc = Cytotoxic T Lymphocyte/ T cjtotoxic/ T cytolytic: Ts = T supresor; Tr = T regulator 84 dan asam neuraminik yang mempunya sifat antibakterial tethadap €. coli dan staflokok. Lisozim yang dilepas makrofag dapat menghancurkan kuman negatif-Gram dengan bantuan komplemen. Lakoferin dan transferin dalam serum dapat mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk hidup kuman pseudomonas (Gambar 2). Gambar 2. Pertahanan eksternal tubuh Udara yang kita hirup, kulit dan saluran cerna, mengandung banyak mikroba, biasanya berupa bakteri dan virus, kadang jamur atau parasit. Sekresi kulit yang bakterisidal, asam lambung, mukus dan silia di saluran napas membantu menurunkan jumlah mikroba yang masuk tubuh, sedang epitel yang sehat biasanya dapat mencegah mikroba masuk ke dalam tubuh. Dalam darah dan sekresi tubuh, enzim lisosom membunuh banyak bakteri dengan mengubah dinding selnya. IgA juga merupakan pertahanan permukaan mukosa. Pertahanan Humoral Komplemen. Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruksi bakteri dan parasit dengan jalan 1. Komplemen dapat menghancurkan sel membran banyak bakteri (C8-9) 2. Komplemen dapat berfungsi sebagai faktor kemo- taktik yang mengerahkan makrofag ke tempat bakteri (5-6-7) 3. Komplemen dapat diikat pada permukaan bakteri yang memudahkan makrofag untuk mengenal (opsonisasi) dan memakannya (C3b, C4b) Kejadian-kejadian tersebut di ates adalah fungsi sistem imun nonspesifk, tetapi dapat pula terjadi atas pengaruh respons imun spesifik, DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM ‘Gambar 3. Fungsi Komplemien Interferon. Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan berbagai sel manusia yang mengendung nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang telah terserang virus tersebut. Di samping itu, interferon dapat pula mengaktifkan natural killer cell/ sel NK untuk membunuh virus dan sel neoplasma (Gambar 4). ‘sl Jaringan Sol resisten tergadan virus y ‘Gambar 4, Fungsi sel NK Sel NK membunuh sel terinfeksi virus intraselular, sehingga dapat menyingkirkan reservoir infeksi Sel NK memberikan respons terhadap IL-12 yang diproduksi makrofag dan melepas IFN-y yang meng- aktifkan makrofag untuk membunuh mikroba yang sudah dimakannya C-Reactive Protein (CRP). CRP dibentuk tubuh pada infeksi. Peranannya ialah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen (Gamber 5). IMUNOLOGI DASAR Titer op Ts CRP har [ERaine Premio [Konto] cat ‘Opsonisasi Gambar 5. C-Reactive Protein (CRP) Pertahanan Selular Fagosit/makrofag, sel NK dan sel mast berperan dalam sistem imun nonspesifik selular. Fagosit. Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, sel utama yang berperan pada pertahanan nonspesifix aula sel mononuklear (monosit ddan makrofag) serta sel polimorfonuklear seperti neutrofi Kedua golongan sel tersebut berasal dari sel hemopoietik yang sama. Fagositosis dini yang efektif pada invasi kuman, akan dapat mencegah timbulnya penyakit. Proses fagositosis terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut: kemotaksis, menangkap, membunuh dan mencerna Natural Killer cel (sel NK). Sel NK adalah sel imfosit tanpa ciri sel limfoid sistem imun spesifik yang ditemukan dalam sirkulasi. Oleh karena itu disebut juga sel non B non T atau sel popula ke tiga atau null cell. Morfologis, sel NK merupakan limfosit dengan granul besar, oleh karena itu disebut juga Large Granular Lymphocyte/.GL. Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma. Interferon mempercepat pematangan dan, meningkatkan efek sitolitik sel NK. Sel mast. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan juga dalam pertahanan pejamu yang jumlahnya menurun pada sindrom imunodefisiensi. Sel mast juga berperan pada imunitas terhadap parasit dalam usus dan terhadap invasi bakteri. Berbagai faktor nonimun seperti latihan jasmani, tekanan, trauma, panas dan dingin dapat pula mengektifkan dan menimbulkan degranulasi sel mast, ‘SISTEM IMUN SPESIFIK Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun 85 spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal bend yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama timbul dalam badan yang segera dikenal sistem imun spesifik, akan mensensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Bila sel sistem tersebut terpajan ulang dengan benda asing yang sama, yang akhir akan dikenal lebih cepat dan dihancurkannya, Oleh karena itu sistem tersebut, disebut spesifik Sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi badan, tetepi pada umumnya terjalin kerja sama yang baik antara antibodi, komplemen, fagosit dan antara sel T-makrofag. Komplemen turut diaktifkan dan ikut berperan dalam menimbulkan inflamasi yang terjadi pada respons imun. Sistem Imun Spesifik Humoral 1. Sistem imun spesifik humoral. Berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sol 8, Sel B tersebut berasal dari sel asal multipoten dalam sumsum tulang, Pada unggas sel asal tersebut berdiferensiasi menjadi sel B di dalam alat yang disebut Bursa Fabricius yang letaknya dekat cloaca. Bila sel B dirangsang benda asing, sel tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi tama antibod ielah mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus dan menetralisasi toksin. 2. Sistem imun spesifik selulat. Berperan dalam sistem imun spesifiselular adalah limfositT atau sel. Fungsi sel T umumnya ialah: = membantu sel B dalam memproduksi antibodi = mengenal dan menghancurkan sel yang ter- infeks virus = mengaktifkan makrofag dalam fagositosis mengontrol ambang dan kualitas sistem imun Sel T juga dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi diferensiasi dan proliferasinya terjadi dalam kelenjar ‘timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus. Sembilan ppuluh sampai sembilan puluh lima persen semua sel timus fersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi dan Kelenjar getah bening. Fungsi utama sistem imun selular, ialah pertahanan terhadap mikroorganisme yang hidup intraselular seperti virus, jamur, parasit dan keganasan. Berbeda dengan se, sel Tterdiriatas beberapa sel subset seperti sel T naif, Th, Th2, T Delayed Type Hypersensitivity (Tdth), Cytotoxie T Lymphocyte (CTL) atau Teytotixic atau T cytolytic (Te) dan T supresor (Ts) atau T regulator (T?. Sel T Naif (virgin). Sel T naif adalah sel limfosit yang meninggalkan timus, namun belum berdiferensiasi, elum pemah terpajan dengan antigen dan menunjukkan 86 ‘molekul permukaan CD45RA. Sel ditemukan dalam organ limfoid perifer. Sel T naif yang terpajan dengan antigen akan berkembang menjadi sel ThO yang selanjutnya dapat berkembang menjadi sel efektor Thi dan Th2 yang dapat dibedakan atas dasar jenis-ents sitokin yang diproduksinya, Sel Th0 memproduksi sitokin dari ke 2 jenis sel tersebut seperti IL-2, IFN dan IL-4, Sel T CD4* (Thi dan Th2). Sel T naif CD4* masuk sirkulasi dan menetap ci dalam organ limfoid seperti kelenjar getah bening untuk bertahun-tahun sebelum terpajan dengan antigen atau mati. Sel tersebut mengenal antigen yang dipresentasikan bersama molekul MHC-II oleh APC dan berkembang menjadi subset sel Thi atau sel Tdth (Delayed Type Hypersensitivity) atau Th2 yang tergantung dari sitokin lingkungan. Dalam kondisi yang berbeda dapat dibentuk due subset yang berlawanan (Gamber 6) IFN- dan I-12 yang diproduksi APC seperti makrofag dan sel dendritik yang diaktifkan mikroba merangsang diferensiasi sel CD4* menjadi Thi/Tath yang berperan dalam reaksi hipersensitivitas lambat (reaksi tipe 4 Gell dan Coombs). Sel Tdth berperan untuk mengerahkan Sel diaktitkan Makrofag - diaktitkan, sel denariik @ Gambar 6. Diferensiasi Sel Naif CD4 Menjadi Thi dan Th2 DASAR-DASARILMU PENYAKIT DALAM. makrofag dan sel inflamasi lainnya ke tempat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Atas pengaruh sitokin IL-4, IL-5, IL-10, IL-13 yang dilepas sel mast yang terpajan dengan antigen atau cacing, ‘Tho berkembang menjadi sel Th2 yang merangsang sel B ‘untuk meningkatkan produksi antibodi. Kebanyaken sel Th adalah CD4* yang mengenal antigen yang dipresentasikan di permukaan sel APC yang berhubungan dengan molekul MHC-I. Sel T D8" (Cytotoxic T Lymphocyte / CTL / Teytotoxic 7 Teytolytic/ Te). Sel T CD8* naif yang keluar dari timus disebut juga CTL/Tc. Sel tersebut mengenal antigen yang dipresentasikan bersama molekul MHC-l yang ditemukan pada semua sel tubuh yang bernukleus. Fungsi utamanya ialah menyingkirkan sel yang terinfeksi virus dengan menghancurkan sel yang mengandung virus tersebut. Sel CTL/Te akan juga menghancurkan sel ganas dan sel histoimkompatibel yang menimbulkan penolakan pada transplantasi. Dalam keadaan tertentu, CTL/Te dapat juga meng-hancurkan sel yang terinfeksi bakteriintraselular. Istilah sel T inducer digunakan untuk menunjukkan aktivitas sel Th dalam mengaktifkan sel subset T lainnya Sel Ts (T supresor) atau sel Tr (T regulator) Sel Ts (supresor) yang juga disebut sel Tr (regulator) atau Th3 berperan menekan aktivitas sel efektor T yang lain dan sel 8, Menurut fungsinya, sel Ts dapat dibagi menjadi sel Ts spesifik untuk antigen tertentu dan sel Ts nonspesifik. Tidak ada petanda unik pada sel ini, tetapi penelitian menemukan adanya petanda molekul CD8", Molekul CD4° kadang dapat pula supresit. Kerja sel T regulator diduga dapat mencegah respons sel Thi. APC yang mempresentasikan antigen ke sel T naif ‘kat inelepas sitokin IL-12 yang merangsang diferensiasi sel T naif menjadi sel efektor Thi. Sel Th1 memproduksi IFN-y yang mengaktifkan makrofag dalam fase efektor. Sel T regulator dapat mencegah aktivasi sel T melalui mekanisme yang belum jelas (kontak yang diperlukan antara sel regulator dan sel T atau APC). Beberapa sel T regulator melepas sitokin imunosupresif seperti IL-10 yang mencegah fungsi APC dan aktivasi makrofag dan TGF-B yang mencegah proliferasi sel T dan aktivasi makrofag. ANTIGEN DAN ANTIBODI Antigen Antigen poten alamiah terbanyak adalah protein besar dengan berat molekul lebih dari 40.000 dalton dan kompleks polisakaride mikrobial, Gliolipid dan lipoprotein dapat juga bersifat imunogerik, tetapi tidak demikian halnya dengan lipid yang dimurnikan, Asam nukleat dapat bertindak sebagai imunogen dalam penyakit autoimun IMUNOLOGI DASAR 87 tertentu, tetapi tidak dalam keadaan normal 4, Pembagian antigen menurut sifat kimiawi = Hidrat arang (polisakarida). Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein yang merupakan bagian permukaan sel banyak mikroorganisme dapat menimbulkan respons imun terutama pembentukan antibod. Contoh lain adalah respons imun yang ditimbulkan golongan darah ABO, sifat antigen dan spesifisitas imunnya berasal dari polisakarida pada permukaan sel darah merah = Lipid. Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila dikat protein pembawa. Lipid dianggap sebagai hapten, contohnya adalah sfingolipid = Asam nukleat. Asam nukleat tidak Imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat protein molekul pembawa. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respons Pembagian Antigen 1. Pembagian antigen menurut epitop = Unideterminan, univalen. Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu molekul. - Unideterminan, multivalen, Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut ditemukan pada satu molekul. - Multideterminan, univalen. Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein). - Multideterminan, multivalen. Banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul (antigen dengan berat molelal yang ‘tinggi dan kompleks secara kimiawi). (Gambar 7). an angen Conta jimun terhadap DNA terjadi pada pasien dengan eg iloitele esa (elas Lupus Eritematosus Sistemik (LES) | univetan | = Protein. Kebanyakan protein adalah imunogenik | dan pada umumnya multideterminan dan Unideterminan _Potsakada tinivelen multaien | Imunogen dan Hapten. Antiyen yang juga disebut ‘Multideterminan Protein imunogen adalah bahan yang dapat merangsang respons: tnivalon imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi | yang sudah ada tanpa memperhatikan kemampuannya Pere cammace cr Neuderine—Koswe omelet untuk merangsang produksi antibodi. Secara fungsional [Hs Neral peer ore antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten. Bahan Gambar 7. Berbagai antigen dan epitop kimia ukuran kecil seperti dinitrofenol dapat diikat antibodi, tetapi bahan tersebut sendiri tidak dapat ‘mengaktifkan sel B (tidak imunogenik). Untuk memacu respons antibodi, bahan kecil tersebut perlu diikat oleh molekul besar. Kompleks yang terdiri atas molekul keci (disebut hapten) dan molekul besar (disebut carrier atau molekul pembawa) dapat berperan sebagai imunogen. Contoh hapten ialah berbagai golongan antibiotik dan obat lainnya dengan berat molekul kecil. Hapten biasanya dikenal oleh sel 8, sedangkan molekul pembawa oleh sel T. Molekul pembawa sering digabung dengan hapten dalam Usaha memperbaiki imunisasi, Hapten membentuk epitop pada molekul pembawa yang dikenal sistem imun dan netangsang pembentukan antibod (Gambar 8). Respons sel 8 terhadap hapten yang memerlukan protein pembawa (cavrier) untuk dapat dipresentasikan 2, Pembagian antigen menurut spesiistas, = Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies = Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies tetentu = Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk individu dalam satu spesies - Antigen organ spesifik, yang hanya dimilki organ tertentu - Autoantigen, yang dimilikialat tubuh sendiri 3, Pembagian antigen menurut ketergantungan ter- adap sel T = Tdependen, yang memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan respons antibod. Kebanyakan antigen protein termasuk dalam golongan ini heseLih, = Tindependen, yang dapat merangsang sel 8 Epitop. Epitop atau determinan antigen adalah ‘tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibod. agian dari antigen yang dapat membuat kontak fisik Kebanyakan antigen golongan ini berupamolekul dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan besar polimerik yang dipecah di dalam tubuh _antibodi; dapat diikat dengan spesifik oleh bagien dari secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, __antibodi atau oleh reseptor antibodi, Makromolekul ficoll, dekstran, levan, flayelin polimerik bakteri dapat memiliki berbagai epitop yang masing-masing 88 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM Antigen diproses—Hapten._ Protein pembawa_ Set sas. antgen [Sopeariaen spe onersoise komeloks, stafionok dlixat TCR dan MHC mca to deg ie va et Pes dt on. ‘orton ong Sonne ‘oom arc ‘Gambar 8. Respons sel 8 terhadap hapten merangsang produksi antibodi spesifik yang berbeda Paratop ialah bagian dari antibodi yang mengikat epitop, Respons imun dapat terjadi terhadap semua golongan behan kimia seperti hidrat arang, protein dan asam nukleat (Gambar 9). Lokasi epitop dan paratop (bagian dari antibod dalam interaksi antara antigen dan TCR dan reseptor sel B Epitop adalah bagian dari antigen yang membuat kontak fisik dengan reseptor Ab = antibodi; Ag = antigen Gambar 9. Epitop ‘Superantigen. Superantigen (Gambar 10) adalah molekul yang sangat poten terhadap mitogen sel T. Mungkin lebih baik bile disebut supermitogen, oleh karena dapat ‘memacu mitosis sel CD4*tanpa bantuan APC. Superantigen berikatan dengan berbagai regio dari rantai Breseptor sel T. Ikatan tersebut merupakan sinyal poten untuk mitosis, dapat mengaktitkan sejumlah besar populasi sel T. Sampal 20% dari semua sel T dalam darah dapat diaktifkan oleh satu molekul superantigen. Contoh superantigen adalah enterotoksin dan toksin yang menimbulkan sindrom syok toksin yang diproduksi stafilokokus aureus. Molekul tersebut dapat memacu penglepasan sejumlah besar sitokin seperti IL-1 dan TNF dari sel T yang berperan dalam patologi jaringan lokal pada syok anafilaktik oleh stafilokokus. Gambar 10. Superantigen ANTIBODI Antibodi atau imunoglobulin (ig) adalah golongan protein yang dibentuk sel plasma (prolferasi sel B) setelah terjadi kontak dengan antigen, Antibodi ditemuken dalam serum dan jaringan dan mengikat antigen secara spesifik. Bila serum protein dipisahkan secara elektroforetk, Ig ditemukan terbanyak dalam freksi globulin g meskipun ada beberapa ‘yang ditemukan juga dalam fraksi globulin a dan b. Semua molekul Ig mempunyai 4 polipeptid dasar yang teridiri atas 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik. dihubungkan satu dengan lainnya oleh ikatan disulfide (Gambar 1), Fal 46 Fe Fab Gambar 11. Unit dasar antibodi Unit dasar antibodi yang terdiri atas 2 rantai berat dan 2 rantai ringan yang identik, diikat menjadi satu oleh ikatan disulfida yang dapat dipisah-pisah dalam berbagai fragmen. + A= rantai beret (berat molekul: 50.000-77.000) + 8 = rantai ringan (berat molekul: 25.000) + C=ikatan disulfida ‘Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) yang terditi atas 230 asam amino serta 5 jenis rantai berat yang tergantung pada kelima jenis imunoglobulin, yaitu IgM, IgG, IgE, IgA dan IgD (Gambar 12) IgG IgG merupakan komponen utama (terbanyak) imuno- globulin serum, dengan berat molekul 160.000. Kacarnya IMUNOLOGI DASAR Gambar 12. Berbagai kelas antibodi dalam serum yang sekitar 13 mg/ml merupakan 75% dari semua Ig. IgG ditemukan juga dalam berbagei cairan lain antaranya cairan saraf sentral (CSF) dan juga urin. IgG dapat menembus plasenta dan masuk ke janin dan berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dapat mengaktifkan komplemen, meningkatkan pertahanan badan melalui opsonisasi dan reaksi inflamasi IgG mempunyai sifat opsonin yang efektif oleh karena monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk fraksi Fe dati IgG yang dapat mempererat hubungen antara fagosit dengan sel sasaran. Selanjutnya opsonisasi dibantu reseptor untuk komplemen pada permukaan fagosit. IgG terdiriatas 4 subkelas yaitu Ig1, 192, 193 dan 94. [a4 dapat diikat oleh sel mast dan basofil IgA IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya dalam cairan sekresi saluran napas, saluran cerna, saluran kemil, air mata, keringat, ludah dan kolostrum lebih tinggi sebagai IgA sekretori (sIgA). Baik IgA dalam serum maupun dalam sekresi dapat menetralisir toksin atau virus dan atau mencegah kontak antara toksin/ virus dengan alat sasaran. sigA diproduksi lebih dulu dari pada IgA dalam serum dan tidak menembus plasenta. sIgA melindungi tubuh dari patogen oleh karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi dari patogen potensial sehingga mencegah adherens dan kolonisasi patogen tersebut dalam sel pejamu, IgA juga hekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil, monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk Fea (Fca-R) sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan menetralisit toksin. IgA juga diduga berperan pada imunitas cacing pita. IgM IgM (M berasal dari makroglobulin) mempunyai rumus bangun pentamer dan merupakan Ig terbesar. Kebanyakan sel 8 mengandung IgM pada per-mukaannya sebagai reseptor antigen. IgM dibentuk paling dahulu pada 89 respons imun primer tetapi tidak berlangsung lama, Karena itu kadar IgM yang tinggi merupakan tanda adanya Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyailgM 10% dari kadar IgM dewase uleh karena IgM tidak menembus plasenta. Fetus umur 12 minggu sudah dapat membentuk IgM bila sel B nya dirangsang oleh infeksi intrauterin seperti sifilis kongenital, rubela, toksoplasmosis dan virus sitomegalo. Kader IgM anak mencapai kadar IgM dewasa ppada usia satu tahun. Kebanyakan antibodi alamiah seperti isoaglutinin, golongan darah AB, antibodi heterofil adalah IgM. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator kust terhadap butir antigen. IgM juga merupakan antibodi yang dapat mengikat komplemen dengan kuat dan tidak menembus plasenta. IgD IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah (1% dari total imunoglobulin dalam serum). IgD tidak mengikat komplemen, mempunyai aktvitas antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan autoantigen seperti komponen nukleus. Selanjutnya 19D ditemukan bersama IgM pada permiikaan sel B sebagai reseptor antigen pada aktivasi sel B. IgE IgE ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit. Ig£ mudah diikat mastosit, basofil, eosinofil, makrofag dan trombosit yang pada permukaannya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. IgE dibentuk Jjuge setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran rnapas dan cerna. Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan pada alergi,infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, ‘rikinosis. Kecuali pada alergi, IgE diduga juga berperan pada imunitas parasit. IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin. REAKSI HIPERSENSITIVITAS. Hipersensitivitas adalah respons imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusaken jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan Coombs dibagi dalam 4 tipe reaksi menurut kecepatannya dan mekanismeimun yang terjadi. Reaksi ini dapat terjadi sendiri-sendiri tetapi di dalam klinik dua atau lebih jenis reaksi tersebut sering terjadi bersamaan. Reaksi Tipe I atau Reaksi Cepat Reaksi Tipe I yang disebut juga reaksi cepat, reaksi anflaksis atau reaksi alergi dikenal sebagai reaksi yang segera timbul sesudah alergen masuk ke dalam tubuh. 90 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM Istilah alergi yang pertama kali digunakan Von Pirquet pada tahun 1906 diartikan sebagei “reaksi pejamu yang berubah” bila terjadi kontak dengan bahan yang sama untuk kedua kali atau lebih. ‘Antigen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu dipresentasikan ke sel Th2. Sel yang akhir melepas sitokin yang merangsang sel B untuk membentuk IgE. IgE akan diikat oleh sel yang memiliki reseptor untuk IgE (Fce-R) seperti sel mast, basofil dan eosinofil Bila tubuh terpajan ulang dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat IgE (spe: pada permukaan sel mast yang menimbulkan degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai mediator antara lain histamin yang didapat dalam granul-granul sel dan menimbulkan gejala pada reaksi hipersensitivitas tipe I (Gambar 13), Selmast IgE Gambar 13. Tipe: Alergen, IgE, sel mast, mediator Penyakit-penyakit yang timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan alergen adalah asma bronkial, rnitis, urtikaria dan dermatitis atopik. Di samping histamin, mediator lain seperti prostagladin dan leukotrin (SRS-A) yang dihasilkan metabolisme asam arakidonat, berperan pada fase lambat dari reaksi tipe I yang sering timbul beberapa jam sesudah kontak dengan alergen Reaksi Tipe Il atau Reaksi Sitotoksik Reaksi tipe Il yang disebut juga reaksi sitotoksik terjadi oleh karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM tethadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Ikatan antibodi dengan antigen yang merupaken bagian dari sel pejamu tersebut dapat mengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis (Gambar 14). Lists sel dapat pula terjadi melalui sensitasi sel NK sebagai efektor Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC). Contoh reaksi tipe II adalah destruksi sel darah merah akibat reaksitransfusi dan penyakit anemia hemolitik pada bayi yang baru dilzhirkan dan dewasa, Sebagian kerusakan jaringan pada penyakit autoimun seperti miastenia gravis dan tirotoksikosis juga ditimbulkan melalui mekanisme reaksi tipe Il. Anemia hemolitik dapat ditimbulkan oleh obat seperti penisilin, kinin dan sulfonami Gambar 14. Tipe Il: IGM, [9G terhadap permukaan sel atau antigen matriks ekstraselular Reaksi Tipe Il atau Reaksi Kompleks Imun Reaksi tipe Ill yang juga disebut reaksi kompleks imun terjadi akibat endapan kompleks antigen-antibodi dalam Jaringan atau pembuluh darah. Antibodi i sini biasanya, jJenis IgG atau IgM. Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen yang kemudian melepas berbagai mediator terutama macrophage chemotactic factor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut akan merusak jaringan sekitar tempat tersebut. Antigen dapat berasel deri infeksi kuman patogen yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis ekstrinsik alergi) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun).Infeksi tersebut disertai dengan antigen dalam jumiah yang berlebihan, tetapi tidak disertai dengan respons antibodi efektit. Pernbentukan kompleks imun yang terbetuk dalam pembuluh darah terlihat pade Gambar 15, Gambar 15. Reaksi Tipe Ill: Kompleks imun yang terdiri atas antigen dalam sirkulasi dan IgM atau 1gG3 yang diendapkan dalam membran basal vaskular Antigen (Ag) dan antibod (Ab) bersatu membentuk kompleks imun. Selanjutnya kompleks imun mengaktifkan C yang melepas C,, dan C,, dan merangsang basofil dan trombosit melepas berbagai mediator antara lain histamin yang meningkatkan permeabilitas vaskular. Sebab-sebab reaksi tipe Ill dan alat tubuh yang sering merupakan sasaran penyyakit kompleks imun terlihat pada Tabel 1. Dalam keadaan normal kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear terutama dalam hati, limpa dan paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses IMUNOLOGI DASAR 91 Tabel 1. Penyakit Kompl ‘Sebab, Antigen dan Tempat Kompleks Menge ce bp Sebab Antigen TTempat kompleks mengendap Infeksi Antigen Organ yang) persisten mikroba dlinfeks,ginjal ‘Autoimunitas Antigen sendiri Ginjal, sencl, pembuluh darah, kal Antigen Panu lingkungan Ekstrinsthe tersebut, ukuran kompleks imun merupakan faktor penting. Pada umumnya kompleks yang besar, mudah ‘dan cepat dimusnahkan dalam hati. Kompleks yang larut terjadi bila antigen ditemukan jauh lebih banyak dari pada antibodi yang sult untuk dimusnahkan dan oleh karena itu dapat lebih lama ada dalam sirkulasi, Kompleks imun yang ‘ada dalam sirkulasi meskipun untuk jengka waktu lama, biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila kompleks imun menembus dinding pembuluh darah dan mengendap di jaringan. Gengguan fungsi fagosit diduga depet merupakan sebab mengapa kompleks imun sulit dimusnahkan. Reaksi Tipe IV atau Reaksi Hipersensitivitas Lambat Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi hipersensitivites lambat, timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpejan dengan antigen. Dewasa ini, reaksi Tipe 4 dibagi dalam Delayed Type Hyper-sensitivity yang terjadi melalui sel 4° dan T cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8" (Gambar 16). Delayed Type Hypersensitivity (DTH). Pada DTH, sel CD4‘Th1 yang mengaktifkan makrofag berperan sebagai sel efektor. CD4*Th1 melepas sitokin (IFN-1) ‘yang mengaktifkan makrofag dan menginduks\ inflamasi.. Pada OTH, kerusakan jaringan disebabkan oleh produk ‘makrofag yang diaktitkan seperti enzim hidrolitik, oksigen reaktifintermediet, oksida nitrat dan sitokin proinflamasi Sel efektor yang berperan pada DTH adalah makrofag. Contoh-contoh reaksi OTH adalah sebagai berikut: 1). Gambar 16. Reaksi hipersensitivitas lambet Reaksi tuberkulin, Reaksi tuberkulin adalah reaksi dermal yang berbeda dengan reaksi dermatitis Kontak dan terjadi 20 jam setelah terpajan dengan antigen. Reaksi terdiri ‘tas infiltrasi sel mononuklear (50% adalah limfosit dan sisanya monosit). Setelah 48 jam, timbul infiltrasilimfosit, dalam jumiah besar sekitar pembuluh darah yang merusak hubungan serat-serat kolagen kulit. Bila reaksi menetap, reaksi tuberkulin dapat berlanjut menimbulkan kavitas atau ‘granuloma. 2), Dermatitis kontak. Reaksi DTH dapat terjadi sebagai respons terhadap bahan yang tidak berbahaya dalam lingkungan seperti nikel yang menimbulkan dermatitis kontak. Dermatitis kontak dikenal dalam klinik sebagai dermatitis yang timbul pada kulit tempat kontak dengan aleiyen. Reaksi maksimal terjadi setclah 48 jam ddan merupakan reaksi epidermal. Sel Langerhans sebagai antigen presenting cell (APC), sel Thi dan makrofag memegang peranan pada reaksi tersebut. 3). Reaksi granuloma, Pada keadaan yang paling menguntungkan DTH berakhir dengan hancurnya mikrooorganisme oleh enzim lisosom dan produk makrofag lainnya seperti peroksid radikal dan superoksid. Pada beberapa keadaan terjadi hal sebaliknya, antigen bahkan terlindung, misalnya telurskistosoma dan mikobakterium yang ditutupi kapsul lipid, DTH kronis sering menimbulkan fibrosis sebagai hast! sekresisitokin dan growth factor oleh makrofeg yang dapat menimbulkan granuloma. Reaksi granuloma merupakan reaksi tipe IV yang dianggap paling penting oleh karena menimbulkan banyak efek patologis. Hal tersebut terjadi oleh karena adanya antigen yang persisten di dalam makrofag yang biasenya berupa mikroorganisme yang tidak dapat dihancurkan atau kompleks imun yang menetap misalnya pada alveolitis alergik Reaksi granuloma terjadi sebagai usaha badan untuk membetasi kehadiran antigen yang persisten dalam tubuh, sedangkan reaksi tuberkulin merupakan respons imun selular yang terbatas. Kedua reaksi tersebut dapat terjadi akibat sensitasi terhadap antigen mikroorganisme yang sama misalnya M tuberkulosis dan M lepra, Granuloma terjadi pula pada hiper-sensitivitas terhadap zerkonium sarkoidosis dan rangsangan bahan non-antigenik seperti bedak (talcum). Dalam hal ini makrofag tidak dapat memusnahkai benda inorganik tersebut. Granuloma nonimunclogis dapat dibedakan dari yang imunologis oleh karena yang pertama tidak mengandung limfosit. Dalam reaksi granuloma ditemukan sel epiteloid yang diduga berasal dari sel-sel makrofag, Sel-sel raksasa yang rmemiliki banyak nukleus disebut sel raksasa Langhans. Sel tersebut mempunyai beberapa nukleus yang tersebar di bagian perifer sel dan oleh karena itu diduga sel tersebut merupakan hasil diferensiasi terminal sel monosit/ makrofeg, Granuloma imunologik ditandai leh inti yang terdir 92 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM Gambar 17. Pembentukan granuloma ata sel epiteloid dan makrofag, kadang-kadang ditemukan sel raksasa yang dikelilingi oleh ikatan limfosit. Di samping itu dapat ditemukan fibrosis (endapan serat kolagen) yang terjadi akibat proliferasi fibroblas dan peningkatan sintesis kolagen. Pada bebcropa penyokit seperti tuberkolusis, di bagian sentral dapat ditemukan nekrosis dengan hilangnya struktur jaringan (Gambar 17). Sel TH1 berhubungan dengan tuberkulosis bentuk Fingan oleh karena sitokin TH1 mengerahkan dan mengalaifkan makrofag (A), menimbulkan terbentuk- nya granuloma (B) yang mengandung kuman. Sel TH1 spesifik diaktifkan oleh kompleks peptida MHC dan ‘melepas sitokin yang bersifat kemotaktik untuk berbagai sel, termasuk monosit/makrofag, Sitokin TH yang lain terutama IHN-y, mengaktitkan makrofag di jaringan (A) Dalam bentuk kronik atau hipersensitivtas lambat,terjadi susunan sel-sel terorganisasi, yang spesifik dengan sel T di perifer dan mengaktifkan makrofag yang ada di dalam granuloma dan menimbulkan kerusakan jaringan (8). Beberapa makrofag berfusi menjadi sel datia dengan banyak nukleus atau berupa sel epiteloia, Tell Mediated Cytolysis. Dalam Tcell mediated cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel CD8‘/ Cytotoxic T lymphocyte {CTL/Te) yang langsung memnbunuh sel sasaran, Penyakit hipersensitivitas selular diduga merupakan sebab autoimunitas. Oleh karena itu, penyakit yang ditimbulkan hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik. Pada penyakit virus hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik, tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respons CTL terhadap hepatosit yang terinfeksi Sel CD8" spesifik untuk antigen atau sel autologus dapat membunuh sel dengan langsung. Pada banyak penyakit autoimun yang terjadi melalui mekanisme selular, biasanya ditemukan baik sel CD4* maupun CD8™ spesifik Untuk self antigen dan kedua Jenls sel tersebut dapat menimbulkan kerusakan. REFERENSI Abbas AK, Lichtman AH. Basic immunology. 2nd edition. Philadelphia: WB Saunders Company; 2008 Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Cellular and molecular immunology. Philadelphia: WB Saunders Company; 2003, ‘Altman LC, Becker JW, Williams PV. Allergy in primary cate. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000, Anderson WL Immunology. Madison: Fence Creek Publishing: 1999, Austen KE, Burakoff SJ, Rosen FS, Strom TB, Therapeutic ‘immunology. 2nd edition. Oxford: Blackwell Science; 2001 Baratawidjaja KB, Sistem imun, Imunologi dasar, Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 1-31 Baralawidjaja KB, Sistem imun nonspesifix Imunologi dasar.Edisi e-6, Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004, p, 32-50. Baratawidjaja KB. Sistem imun spesifik. Iminologi dasa. Edisi ‘ke-6. Jakarta: Balai Pencrbit FKUI; 2004, p. 51-72. Baratawidjaja KB, Antigen dan antibodi. Imunologi dasar, Edisi ‘ke. Jakarta: Balai Penerbit PKLII- 2004p 72.51 Baratawidjaja KB, Reaksi hipersensitivtas, Imunologi dasar. Edisi ke-6, Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004p. 171-90. Decker JM. Introduction to immunology. Oxford: Blackwell ‘Science; 2000. reer, P: Infection resistance and immunity. Edisi ke2. An Arbor: ‘Taylor and Francis; 2002. Male D. Immunology, an illustrated outline. 3rd edition, London: ‘M Mosby; 1998, Playfair JHL, Lydyard PM, Medical immunology. 2nd Edition, Badinburgh: Churchill Livingstone; 2000. Roitt1, Rabson A. Really essential medical immunology. Oxford: Blackwell Science; 200,

Anda mungkin juga menyukai