Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin berkembangnya jaman maka semakin maju pula pola pikir
manusia misalnya, manusia dapat menciptakan transportasi yang sangat
dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari, tapi selain segi
positif timbul pula segi negatif misalnya dengan alat tranportasi yang digunakan
untuk beraktifitas dapat menyebabkan kecelakaan, salah satu contohnya adalah
fraktur pada tulang dan dapat pula terjadi trauma pada dada.
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru,
diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang
dapat menyebabkan gangguan system pernafasan
Gejala yang dapat dirasakan oleh pasien trauma dada yaitu: Nyeri pada
tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi, pembengkakan lokal dan krepitasi
yang sangat palpasi, pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, dyspnea,
takipnea, takikardi, tekanan darah menurun, gelisah dan agitas, kemungkinan
cyanosis, batuk mengeluarkan sputum bercak darah, hypertympani pada perkusi di
atas daerah yang sakit dan ada jejas pada thorak.
Peran perawat pada kasus ini adalah mampu membantu proses
kesembuhan diri pasien, baik fisik maupun psikis, memberi motivasi dan menjaga
pasien. Selain itu perawat harus dapat menentukan asuhan keperawatan yang tepat
dalam menangani pasien dengan penyakit trauma dada.
Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus trauma dada, karena
peran dan fungsi perawat dalam merawat pasien trauma dada sangat penting, selain
trauma dada itu berbahaya, bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada sistem
saraf dan organ serta terganggunya pada sistem sirkulasi dalam darah. Maka dari
itu peran perawat dalam kasus trauma dada ini adalah membantu proses
kesembuhan diri pasien, baik fisik maupun psikis, mengayomi, memberi motivasi
dan menjaga pasien.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan Trauma dada. Mengetahui konsep medis dari Penyakit Trauma dada
1.2.2 Tujuan Khusus
Secara khusus '' Konsep Keperawatan Klien dengan Trauma dada '',
ini disusun supaya :
1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab, klasifikasi,
tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan,serta proses keperawatan yang akan dijalankan.
2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien
dengan Trauma dada.
3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi pendidikan kesehatan yang
diperlukan pada pasien yang dirawat dengan Trauma dada.
4. d.Agar makalah ini dapat menjadi bahan ajar bagi mahasiswa lainnya
tentang berbagai hal yang berhubungan dengan Trauma dada.

BAB 2

2
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru,
diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang
dapat menyebabkan gangguan system pernafasan. Trauma dada adalah masalah
utama yang paling sering terjadi pada bagian emergency. Cidera pada dada dapat
mengenai tulang-tulang sangkar dada, pleura dan paru-paru, diagfragma atau
organ-organ dalam mediastinum.
Cidera pada dada secara luas diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu,
cidera penetrasi dan tumpul. Cidera penetrasi (missal, pneumotoraks terbukaa,
hemotoraks, cidera trakeobronklial, kontusio pulmonal, ruptur diagfragma)
menggangu intergritas dinding dada dan mengakibatkan perubahan dalam tekanan
intratoraks. Cidera tumpul (missal, pneumotoraks tertutup, pneumotoraks tensi,
cidera trakeobronklial, fail chest, rupture diagfragma, cidera mediastinal, fraktur
rusuk) merusak struktur di dalam rongga dada ntanpa mengganggu integritas
dinding dada.
Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor
missal, sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada dada atau
akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi. Luka penetrasi
umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat tembakan.
2.2 Anatomi dan fisiologi
Trakea (batang tenggorok) adalah tabung berbentuk pita seperti huruf C
yang di bentuk oleh tulang-tulang rawan yang di sempurnakan oleh selaput. Trakea
terletak di antara vertebrata servikalis ke-6 sampai ke tepi bawah kartilago.Trakea
mempunyai dinding fibroelastis yang panjang nya sekitar 13 cm, berdiameter 2,5
cm dan dilapisi oleh otot polos. Diameter trakea tidak sama pada seluruh bagian,
pada daerah servikal agak sempit, bagian pertengahan agak sedikit melebar dan
mengecil lagi dekat percabangan bronkus. Bagian dalam trakea terdapat sel-sel
bersilia untuk mengeluarkan benda asing yang masuk. Bagian dalam trakea
terdapat septum yang disebut karina yang terletak agak ke kiri dari bidang median.

3
Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan trakea yang terdapat
ketinggian vertebrata torakalis ke-4 dan ke-5. Bronkus memiliki struktur yang
sama dengan trakea, yang dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea yang
berjalan ke bawah menuju tampuk paru-paru. Bronkus terbagi menjadi dua
cabang :
1. Bronkus prinsipalis dekstra.
Panjangnya sekitar 2,5 cm masuk ke hilus pulmonalis paru-paru kanan
dan mempercabangkan bronkus lobularis superior. Pada masuk ke hilus,
bronkus prinsipalis dekstra bercabang tiga menjadi bronkus lobularis medius,
bronkus lobularis inferior, bronkus lobularis superior.
2. Bronkus prinsipalis sinistra.
Lebih sempit dan lebih panjang serta lebih horizontal disbanding
bronkus kanan, panjangnya sekitar 5 cm berjalan ke bawah aorta dan di depan
esophagus, masuk ke hilus pulmonalis kiri dan bercabang menjadi dua, yaitu
bronkus lobularis inferior, bronkus lobularis superior. Dari tiap-tiap bronkiolus
masuk ke dalam lobus dan bercabang lebih banyakdengan diameter kira-kira
0,5 mm. bronkus yang terakhir membangkitkan pernapasan dan melepaskan
udara ke permukaan pernapasan di paru-paru. Pernapasan bronkiolus
membuka dengan cara memperluas ruangan pembuluh alveoli yang merupakan
tempat terjadinya pertukaran udara antara oksigen dengan karbondioksida.
Paru-paru adalah salah satu organ system pernapasan yang berada di
dalam kantong yang di bentuk oleh pleura parietalis dan viseralis. Kedua paru
sangat lunak, elastic dan berada dalam rongga torak, sifatnya ringan dan
terapung di air. Masing-masing paru memiliki apeks yang tumpul yang
menjorok ke atas mencapai bagian atas iga pertama.
a. Paru-paru kiri :
Pada paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura obliges. Fisura
ini membagi paru-paru kiri atas menjadi dua lobus, yaitu : lobus superior,
bagian yang terletak di atas dan di depan fisura dan lobus inferior, bagian
paru-paru yang terletak di belakang dan di bawah fisura.
b. Paru-paru kanan :
Pada paru-paru kanan terdapat dua fisura, yaitu : fisura oblique
(interlobularis primer) dan fisura transversal (interlobularis

4
sekunder).Kedua fisura ini membagi paru-paru kanan menjadi tiga lobus,
lobius atas, lobus tengah dan lobus bawah.
Pleura adalah suatu membaran serosa yang halus membentuk suatu
kantong tempat paru-paru berada yang jumlahnya ada dua buah dan
masing-masing tidak berhubungan. Pleura mempunyai dua lapisan,
parietalis dan viseralis diantaranya.
1) lapisan permukaan disebut permukaan parietalis, lapisan ini langsung
berhubungan dengan paru-paru serta memasuki fisura dan memisahkan
lobus-lobus dari paru-paru.
2) lapisan dalam disebut pleura viseralis, lapisan ini berhubungan dengan
fasia endotorakika dan merupakan permukaan dalam, dari dinding
toraks.
Sinus pleura :Tidak seluruh kantong yang dibentuk oleh lapisan
pleura diisi secara sempurna oleh paru-paru, baik kearah bawah
maupun ke arah depan. Kavum pleura dibentuk oleh lapisan pleura
parietalis saja, rongga ini disebut sinus pleura. Pada waktu inspirasi,
bagian paru-paru memasuki sinus dan pada waktu ekspirasi ditarik
kembali dari rongga tersebut.
2.3 Epidemologi
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan
diseluruh kota besar didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat
trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan
insiden penderita trauma toraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per
seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar
20-25% dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan
tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk
menolong korban dari ancaman kematian. Canadian Study dalam laporan
penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban Trauma Unit" menyatakan bahwa
insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3% dari seluruh trauma toraks,
sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam.
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh
korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma
yang disertai dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak

5
disertai trauma toraks (12.8%). Lebih sering terjadi pada orang dewasa dibanding
anak anak.
2.4 Etiologi
1. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada
2. penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan
3. penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
4. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh
vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
5. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
6. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa
benda berat.
7. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
8. Fraktur tulang iga
9. Tindakan medis (operasi)
10. Pukulan daerah torak.
2.5 Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk
kompresi maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya menyebabkan
memar / jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika mengenai sternum, trauma
tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard jantung atau kontusio paru. Keadaan
ini biasanya ditandai dengan perubahan tamponade pada jantung, atau tampak
kesukaran bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru.
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax
juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun
terbuka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu
suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel
pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen
fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding
dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan
pada tulang maka akan menyebabakan hipoksia yang serius.
Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali berdampak
lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda tajam
dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh
darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi tusukannya.
Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika
berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik

6
rongga thorax maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif
akan terus meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat
seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli,
hingga gagal nafas dan jantung. Adapun gambaran proses perjalanan patofisiologi
lebih lanjut dapat dilihat pada skema
2.6 Klasifikasi
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Trauma Tajam

a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma
f. Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
a. Tension pneumothoraks
b. Trauma tracheobronkhial
c. Flail Chest
d. Ruptur diafragma
e. Trauma mediastinal
f. Fraktur kosta
2.7 Manifestasi Klinis
1. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
2. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
3. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
4. Dyspnea, takipnea
5. Takikardi
6. Tekanan darah menurun.
7. Gelisah dan agitasi
8. Kemungkinan cyanosis.
9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
11. Ada jejas pada thorak
12. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
13. Bunyi muffle pada jantung
14. Perfusi jaringan tidak adekuat

7
15. Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan
pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola
dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari
kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
2. Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien
dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan
hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks
dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. CT Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul
toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya
retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui
dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks
foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi
4. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan
diagnose adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium,
cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung
ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila
dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.
5. Elektrokardiografi
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi
akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma . Adanya
abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi,
tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi
jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit,
hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
6. Angiografi

8
Gold Standard untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan
adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
2.9 Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan
kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan
penyakit gawat, maka penderita dapat diberi broad spectrum antibiotic,
misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasif
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax;
dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
1) Indikasi
Pneumothoraks
Hemothoraks
Thorakotomy
Efusi pleura
Emfiema
2) Tujuan
Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan
rongga thorak
Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
Mengembangkan kembali paru yang kolaps
Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
3) Tempat Pemasangan WSD
Bagian apex paru (apical)
anterolateral interkosta ke 1-2
fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
Bagian basal
postero lateral interkosta ke 8-9
fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura
2.10 Pemeriksaan penunjang
1. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

9
2. Diagnosis fisik :
a. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
b. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase
dengan continues suction unit.
c. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
d. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain
lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

BAB 3

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Trauma Dada (Torax)

3.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,
diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut
untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama

10
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri pada dada dan gangguan bernafas
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu
posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien
merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya.
3. Kajian aktivitas dan latihan
a. Nyeri dada sampai abdomen
b. Lemah
c. Terpasang infus
d. Sesak nafas ditandai dengan 24 x/menit
4. Kajian nutrisi metabolik
a. Bising usus berkurang
b. Mukosa mulut kering
c. Kurang nafsu makan
d. Kembung
e. Haus
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan ekspansi paru, pemasukan oksigen
tidak adekuat.
2. Nyeri b.d adanya trauma pada dada
3. Intoleransi aktifitas b.d adanya fraktur
4. Resiko tinggi infeksi b.d tertahannya sekresi didalam paru-paru
5. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialaminya.
3.3 Intervensi keperawatan

No Diagnosa intervensi Implementasi Rasional


Dx keperawatan
1 Gangguan pert Setelah dilakukan Pantau : MANDIRI
ukaran gas tindakan 1. status pernafasan 1. Untuk
b.d penurunan keperawatan setiap 2 jam selama mengindentifikasi

11
ekspansi kerusakan fase akut, setiap 8 jam indikasi- indikasi
paru,pemasuk pertukaran gas akan bila stabil kearah kemajuan atau
2. masukan dan haluaran
an oksigen berkurang dengan penyimpangan dari
setiap 8 jam
tidak adekuat Kriteria Hasil : hasil yang diharapkan.
3. hasil gas darah arteri
2. Pengembangan secara
1. Warna kulit 4. laporan sinar x dada
5. Pertahankan selalu penuh dapat dicapai
normal
2. Frekuensi posisi semi fowler / pada posisi tegak sebab
pernapasan 12-24 fowler gravitasi mengurangi
6. Obsservasi fungsi
kali permenit tekanan abdomen pada
3. Ekspansi paru pernapasan, catat
diagfragma.
lebih penuh dan frekuensi pernapasan, 3. Distress pernapasan dan
simetrik dispnea atau perubahan pada tanda
perubahan tanda-tanda vital dapat terjadi sebgai
vital. akibat stress fifiologi
7. Pertahankan perilaku
dan nyeri atau dapat
tenang, bantu pasien
menunjukkan terjadinya
untuk kontrol diri
syock sehubungan
dnegan menggunakan
dengan hipoksia
pernapasan lebih 4. Pengetahuan apa yang
lambat dan dalam. diharapkan
8. Posisikan sistem
dapat mengembangkan
drainage slang untuk
kepatuhan klien
fungsi optimal,
terhadap rencana
yakinkan slang tidak
teraupetik.
terlipat, atau 5. Membantu klien
menggantung di mengalami efek
bawah saluran fisiologi hipoksia, yang
masuknya ke tempat dapat dimanifestasikan
drainage. Alirkan sebagai
akumulasi dranase ketakutan/ansietas.
6. Posisi tak tepat, terlipat
bela perlu.
9. Laporkan bila terjadi atau pengumpulan
pembengkakan pada bekuan/cairan pada
tubuh klien selang mengubah
10. KOLABORASI

12
11. Rujuk ke ahli terapi tekanan negative yang
pernapasan bila diinginkan.
7. Bila hasil ini terjadi
kongesti pulmonal
dapat menunjukan
terjadi
12. Beri terapi diuretik terjadinya emfisema
sesuai pesan dari subkutan, kondisi yang
dokter disebabkan oleh
13. Pemberian oksigen
ekstravasasi kedalam
sesuai petunjuk
jaringan subkutan ini
dokter
dapat terjadi pada
14. Konsul photo toraks.
tension pneumothorax.
.
8. KOLABORASI
9. Ahli terapi pernafasan
adalah spesialis pada
modalitas teraupetik
pernafasan
10. Mempercepat proses
penyembuhan

11. Konsentrasi oksigen


yang tinggi
mempercepat
penyerapan udara yang
terperangkap dalam
jaringan subkutan
12. Mengevaluasi
perbaikan kondisi klien
atas pengembangan
parunya
2 Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji terhadap 1. Lindungi individu yang
terhadap tindakan prediktor mengalami defisit imun
infeksi yang keperawatan, resiko instrumentasi selang dari infeksi.
2. Lindungi individu yang
berhubungan terhadap infeksi dada.
2. Kurangi organisme mengalami defisit imun
dengan tidak terjadi dengan
yang masuk ke dalam dari infeksi.
gangguan Kriteria Hasil
3. Mencegah terjadinya
individu.

13
lapisan kulit 1. Tanda-tanda 3. Teknik antiseptik. infeksi.
4. Tindakan isolasi. 4. Kurangi kerentanan
sekunder infeksi tidak
5. Pengurangan mikro
individu terhadap
akibat terjadi
organisme yang dapat
2. Suhu 37 C infeksi.
pemasangan
3. Tidak adanya pus ditularkan melalui 5. Untuk menentukan
selang dada.
udara. intervensi selanjutnya.
6. Pantau Suhu tubuh 6. Untuk mengidentifikasi
setiap 4 jam tanda tanda kemajuan
7. Penampilan luka
atau penyimpangan dari
8. Mencuci tangan
hasil yang diharapkan.
sebelum dan sesudah
7. Pemberi pelayanan
melakukan tindakan
kesehatan merupakan
perawatan dan
sumber infeksi
mengenakan sarung
nosokomial yang paling
tangan ketika kontak
umum. Pasien dengan
dengan cairan atau
trauma dada telah
darah dari pasien.
mengalami
9. KOLABORASI
10. Berikan antibiotik imunosupresi karena
sesuai catatan dari cedera
8. KOLABORASI
dokter
9. Antibiotok diberikan
11. Berikan imun
untuk mengatasi
globulin tetanus
masaklah infeksi. Obat
manusia sesuai
obat ini sering
pesanan jika riwayat
diberikan secara
imunisasi tidak
profilaktik untuk
lengkap.
penjagaan terhadap
infeksi.
10. Adanya luka yang
terbuka sampai
kedalam tubuh
merupakan luka
terkontaminasi.
Imunisasi tetanus
11. dianjurkan setiap

14
sepuluh tahun.
Nyeri b.d Setelah dilakukan 1. Observasi tanda- 1. Untuk
trauma pada d tindakan tanda vital. mengidentifikasi
2. Beri posisi yang
ada keperawatan nyeri adanya nyeri.
nyaman dan 2. Untuk menurunkan
yang dirasakan klien
menyenangkan pada ketegangan otot.
berkurang dengan
3. Membantu
pasien.
Kriteria hasil
3. Kaji adanya penyebab menentukan pilihan
1. Ekspresi wajah
nyeri, seberapa intervensi dan
rileks
kuatnya nyeri, minta memberikan dasar
2. Ekspansi dada
pasien untuk untuk perbandingan
penuh
3. Tidak ada suara menetapkan pada dan evaluasi terhadap
merintih skala nyeri. therapy.
4. Berkurangnya 4. Hindarkan 4. Bebaring pada sisi
permintaan memiringkan badan yang sakit membuat
analgetik pada sisi yang tegangan pada sisi
mengalami trauma yang cidera
5. Posisi yang tegak
( kecuali jika ada flail
memungkinkan
chest )
5. Pertahankan pada ekspansi paru lebih
posisi semi fowler mudah dimana tekanan
atau fowler. abdominal pada
6. Pertahankan
diafragma diturunkan
pembatasan aktifitas
oleh tarikan gravitasi
sesuai 6. Pembatasan aktifitas
anjuran.Berikan fisik menghemat
tindakan untuk energi dan mengurangi
mencegah komplikasi rasa tidak nyaman
dari imobilisasi karena ketegangan otot
7. KOLABORASI 7. KOLABORASI
8. Pemberian analgesik 8. Untuk meningkatkan
efektifitas pengobatan

15
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dengan demikian, dilihat dari penjelasan di atas, proses penyakit dan lain-
lain, dapat kita simpulkan bahwa trauma dada bukanlah penyakit ringan karena
dapat menimbulkan gangguan pernafasan sehingga mengganggu system
metabolisme tubuh.
Trauma dada dapat terjadi disebabkan oleh kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat, kekerasan (tikaman atau luka tembak), Pukulan daerah torak,
Tindakan medis (operasi), penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan,
penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan, Tusukan
paru dengan prosedur invasif, Tusukan paru dengan prosedur invasif, dan Fraktur
tulang iga.
Klien dengan taruma dada memiliki manifastasi klinis utama yaitu
gangguan pola bernafas dan nyeri yang timbul akibat terjadinya patahan pada
tulang dithorak. Manifestasi klinis beselanjutnya pembengkakkan lokal dan
krepitasi yang sangat palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek,
Dyspnea, takipne, Takikardi, Tekanan darah menurun, gelisah, dan kemungkinan
cyanosis.
Pemeriksaan diagnostik yang padat dilakukan pada klien trauma dada
yaitu anamnesa, pemeriksaan foto toraks, CT Scan, Ekhokardiografi,
elektrokardiografi, dan angiografi. Pemeriksaan diagnostik ini dilakuka untuk
mengetahui keparahan cedera yang dialami klien trauma dada.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus di atas antara lain
melalui tekhnik bedah maupun non bedah, tergantung pada kesiapan klien dari segi
materi dan psikis. Ada beberapa penatalaksaan yang biasa dilakukan pada klien
trauma dada antara lain melalui pemberian analgetik, pemasangan plak/plester,
antibiotika jika diperlukan, fisioterapi, pemasangan WSD (Water Seal Drainage).
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien trauma dada yaitu surgical
emfisema subcutis, cedera vaskuler, pneumotoraks, pleura effusion, plail chest,
hemopnumotoraks, hipoksemia, hipovolemia, dan gagal jantung.

16
4.2 Saran
Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab,
epidemologi, anatomi dan fisiologi pada thorak, penatalaksanaan trauma dada,
tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik untuk trauma dada, agar dalam
menjalankan proses keperawatan dapat membuat intervensi dan menjalankan
implementasi dengan tepat sehingga mencapai evaluasi dan tingkat kesembuhan
yang maksimal pada klien trauma dada. Selain itu, mahasiswa juga dapat
memperbanyak ilmu dengan mengunjungi seminar dan membaca dari berbagai
sumber.

17
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2001. Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC


Doenges (2001). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Djuhari,Widjajakusumah. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Elizabeth,J corwin. 2001.Buku Saku Patologi. Jakarta: EGC
J.C.E.Underwood.2000. Patologi Umum dan Siatematik. Jakarta: EGC
Jan Tambayong. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Lauralee,Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Parakrama,Chandrasoma. 2006. Ringkasan Patofisiologi Anatomi Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Stanley L,Robbins.1989. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC
Sylvia A.Price. 2000. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta
EGC.
Adity, Firdaus. 2007. asuhan keperawatan pada klien trauma
dada Diunduhdi:http://mediacastore.com/penyakit/67/trauma
dada.html.16 November 2010. pukul: 19.00 WIB

18

Anda mungkin juga menyukai