Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar Kognitif

Belajar kognitif memandang belajar sebagai proses memfungsikan unsur-unsur kognisi, terutama unsur
pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri
manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi.

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal
pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa Belajar adalah suatu
aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan
aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan
lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah
laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

Teori belajar kognitif ini memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi
kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif
merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan
peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauh mana fungsi
kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses
pendidikan.

Peranan guru menurut teori belajar kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi
kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi yang ada pada setiap peserta didik telah dapat
berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta akan mengetahui dan
memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar
mengajar di kelas.

Pengetahuan tentang kognitif peserta didik perlu dikaji secara mendalam oleh para calon guru
dan para guru demi untuk menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang
kognitif peserta didik guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkan peserta didik di kelas yang
pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas
melalui proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik
B. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif

1. PIAGIET

Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi
intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena
penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang
mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental
memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan
adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak
yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.

Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi beberapa tahap yaitu:

a. Tahap sensory motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun,
Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.

Cirri-ciri tahap sensorimotor :

1) Didasarkan tindakan praktis.

2) Inteligensi bersifat aksi, bukan refleksi.

3) Menyangkut jarak yang pendek antara subjek dan objek.

4) Mengenai periode sensorimotor:

5) Umur hanyalah pendekatan. Periode-periode tergantung pd banyak faktor lingkungan sosial dan
kematangan fisik.

6) Urutan periode tetap.

7) Perkembangan gradual dan merupakan proses yang kontinu.

b. Tahap pre operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun.
Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat
memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.

c. Tahap concrete operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak
sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif.

d. Tahap formal operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15
tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan logisdengan
menggunakan pola pikir kemungkinan.
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan
melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang
diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya,
akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi / di kode
ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.

Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan
(equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus
menjaga stabilitas mentalnya.Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara
asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium
melalui asimilasi dan akomodasi

Menurut Jean Piagiet, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :

a. Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah
ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya
memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang
sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut
asimilasi.

b. Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi
soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru
dan spesifik itu yang disebut akomodasi.

c. Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.


Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang
bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan
antara dunia dalam dan dunia luar.

Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motor tentu lain dengan yang dialami
seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi yang dialami siswa
lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan operasional formal). Jadi,
secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak)
cara berfikirnya.

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik
agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari
lingkungan.

2. AUSUBEL
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika pengatur kemajuan (belajar) atau advance
organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan
belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang
akan diajarkan kepada siswa.

David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa
keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel
menggunakan istilah pengatur lanjut (advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari
peserta didik agar belajar menjadi bermakna.

Selanjutnya dikatakan bahwa pengatur lanjut itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi
merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci
keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh
siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari
pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi
penyajiannya sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik pula.

Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu (1) belajar dengan penemuan yang
bermakna, (2) belajar dengan ceramah yang bermakna, (3) Belajar dengan penemuan yang tidak
bermakna, dan (4) belajar dengan ceramah yang tidak bermakna. Dia berpendapat bahwa menghafal
berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan
informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa
belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.

3. BRUNER

Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar
dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan
baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif
untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran
yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar.

Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat,
dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di
bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.

Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif
jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner
membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk
memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami,
mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang
mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil
tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan .
Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu: (1)
mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan, (2) kesiapan (readiness) siswa untuk belajar, (3)
nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi, (4) motivasi atau keinginan untuk belajar siswa,
dan curu untuk memotivasinya.

Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif
dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner
beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum
berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan
uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap,
yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.

Bruner juga memandang belajar sebagai instrumental conceptualisme yang mengandung makna
adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia
dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat
khusus. Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang
memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada
peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek-aspek
lingkungan sebagai masukan.

Teori belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan
fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar
kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam
membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh
sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui
sentuhan proses pendidikan.

Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang
ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat
berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik akan mengetahui
dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar
mengajar di kelas.

Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup
dalam tiga kawasan yang diantaranya : Kognitif. Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :

1. Pengetahuan (mengingat, menghafal),

2. Pemahaman (menginterpretasikan),

3. Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),

4. Analisis (menjabarkan suatu konsep),

5. Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),

6. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).


Oleh karena itu para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu faktor utama
yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif yang dimiliki oleh
peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan yang diperoleh
peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan belajar secara kelompok.

C. Macam-macam Teori Belajar Kognitif

Yang termasuk teori belajar kognitif adalah:

1. Teori belajar Pengolahan Informasi

Gambar tersebut menunjukkan titik awal dan akhir dari peristiwa pengolahan informasi. Garis
putus-putus menunjukkan batas antara kognitif internal dan dunia eksternal. Dalam model tersebut
tampak bahwa stimulus fisik seperti cahaya, panas, tekanan udara, ataupun suara ditangkap oleh
seseorang dan disimpan secara cepat di dalam sistem penampungan penginderaan jangka pendek.
Apabila informasi itu diperhatikan, maka informasi itu disampaikan ke memori jangka pendek dan
sistem penampungan memori kerja. Apabila informasi di dalam kedua penampungan tersebut diulang-
ulang atau disandikan, maka dapat dimasukkan ke dalam memori jangka panjang.

Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka pendek tidak
pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena seseorang kehilangan
kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah ada di dalam memori jangka panjang. Bisa
juga karena interferensi, yaitu terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi
lain.

2. Teori belajar Kontruktivisme

Teori belajar Kontruktivisme memandang bahwa:

Belajar berarti mengkontruksikan makna atas informasi dari masukan yang masuk ke dalam otak,
yang diantaranya:

v Peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam adirinya
sendiri.

v Peserta didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan
prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak bisa
digunakan lagi.

v Peserta didik mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya.

Teori Kontruktivisme menetapkan 4 asumsi tentang belajar, yaitu:

Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terkibat dalam belajar aktif.

Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat representasi
atas kegiatannya sendiri.
Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya
kepada orang lain.

Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba menjelaskan
obyek yang tidak benar-benar dipahaminya

Slavin menyarankan 3 strategi belajar efektif, yaitu:

Membuat catatan

Belajar kelompok

Menggunakan metode PQ4R (preview, question, read, reflect, recite, review)

D. Belajar Sebagai Proses Kognitif

Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan
psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga
dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif
menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi
seseorang (Mulyati, 2005)

Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.

Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil
sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam
dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-
sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam
proses pendidikan.

Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari
sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang
kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa
cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh
karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan
koridor pembelajaran yang bermakna.

Dari poin diatas dapat penulis ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas,
meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada
konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini
dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan
antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun
karakteristik peserta didiknya.

E. Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Contetextual teaching and learning (CTL ) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan
kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami:

1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,artinya proses
belajar diorientasikan pada prosespengalaman secara langsung.

2. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan
situasi kehidupan nyata.

3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,artinya CTL bukan hanya
mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya,akan tetapi bagaimana materi
pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Sehubungan dengan hal di atas terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang
menggunakan pendekatan CTL diantaranya :

1. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada,artinya apa
yang dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajarinya,dengan demikian
pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitran
satu sama lain.

2. Pembelajaran kontektual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan
baru.Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif,artinya pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan,kemudian memperhatikan detailnya.

3. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk
dipahami dan diyakini,misalnya dengan meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang
diperolahnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut.Artinya pengetahuan dan pengalaman yang


diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,sehingga tampak perubahan pribadi
siswa.

5. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan.hal ini dilakukan sebagai umpan
balik,untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

Peran Guru dan Siswa dalam CTL ,terdapat beberapa yang harus diperhatikan bagi setiap guru
manakala menggunakan pendekatan CTL antara lain:
1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang.Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya.Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil,melainkan
organism yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan.Kemampuan belajar akan sangat
ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka.Dengan demikian peran guru bukan
sebagai instruktur yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar
mereka belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh
tantangan.Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru.Oleh karena itu
belajar belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang,Dengan
demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari
oleh siswa.

3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang
sudah diketahui.Dengan demikian peran guru adalah membantu agar siswa mampu menemukan
keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.

4. Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada atau proses pembentukan
skema baru,dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses
asimilasi dan proses akomodasi.

CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas.Asas asas ini yang melandasi
pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL.

Ketujuh asas tersebut antara lain

1. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognisi
siswa berdasarkan pengalaman.Menurut konstruktivisme,pengalaman itu memang bersala dari
luar,akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.Oleh sesbab itu pengalaman terbentuk
oleh dua factor penting yaitu obyek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subyek untuk
menginterpretasi obyek tersebut.

2. Inkuiri

Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri.Artinya,proses pembelajaran didasarkan


pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat,akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.Dengan demikian
dalam proses perencanaan,guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,akan
tetapi meransang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang
harus dipahaminya.

3. Bertanya

Belajar pada dasarnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.bertanya dapat dianggap sebagai
refleksi dari keingintahuan setiap individu,sedangkan menjawab pertanyaam mencerminkan
kemampuan sesorang dalam berpikir.Dalam proses pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan
informasi begitu saja,akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.Karena itu peran
bertanya sangat penting,sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbng dan
mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

4. Masyarakat belajar

Dalam CTL penerapan masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui
kelompok belajar.Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen baik
dilihat dari kemampuan belajar dan kecepatan belajarnya.Biarkan dalam kelompoknya mereka saling
membelajarkan,yang cepat didorong untuk membantu yang lambat belajar.

5. Pemodelan

Yang dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan memperagakan
sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.Misalnya guru memberikan contoh
bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing.guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara
melempar bola dan lain sebagainya.

6. Refleksi

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara
mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.Melalui
refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognisi siswa yang pada akhirnya
akan menjadi bagian dari pengetahuan yang telah dibentuknya.

7. Penilaian nyata

Penilaian nyata (authentic assesement ) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak.apakah pengetahuan belajar siswa
mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.

Contoh Pola dan Tahapan Pembelajaran Kontekstual ( CTL ) yang dikutif dari buku Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Karangan Wina Sanjaya Tahun 2008.

Salah satu contoh dalam penerapan pembelajaran adalah sebagai berikut, misalkan pada suatu hari
guru akan membelajarkan anak tentang fungsi pasar.kompetensi yang harus dicapai adalah
kemampuan anak untuk memahami fungsi dan jenis pasar.Untuk mencapai kompetensi tersebut
dirumuskan beberapa indikator hasil belajar:

1.siswa dapat menjelaskan pengertian pasar


2. siswa dapat menjelaskan jenis-jenis pasar

3.siswa dapat menjelaskan perbedaan karakteristik antara pasar tradisional dengan non tradisional
(swalayan).

4.Siswa dapat menyimpulkan tentang fungsi pasar

5.Siswa bisa membuat karangan yang ada kaitannya dengan pasar.

Pola Pembelajaran CTL

Untuk mencapai kompetensi tersebut dengan pendekatan CTL,guru menggunakan langkah-langkah


pembelajaran seperti berikut :

a.Pendahuluan

1. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan
pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.

2.Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL

- Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah siswa

- Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi.Misalnya kelompok 1,dan 2 observasi ke pasar
tradisional,kelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke pasar swalayan.

-Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan di pasar-pasar
tersebiut.

3. Melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.

b. Inti

di lapangan

1.siswa melakukan observasi ke pasar sesuai dengan pembagian kelompok

2.siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di pasar sesuai dengan alat observasi yang telah
mereka tentukan sebelumnya. Di dalam kelas

1. Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan temuan kelompok masing-masing.

2. Siswa melaporkan hasil diskusi

3. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.

Penutup

1. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan
indicator hasil belajar yang harus dicapai.
2. Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan
tema pasar.

Anda mungkin juga menyukai