Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

ABLASIO RETINA

Disusun Oleh:
Robiah Al Adawiyah
110.2012.256

Preseptor :

dr. Laila Wahyuni, SpM

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK SMF THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RSUD. DR. SLAMET GARUT

13 MARET 14 APRIL 2017


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Allhamdulillah, segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT dan
shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
saya dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul ABLASIO RETINA dengan baik.
Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF MATA di RSUD Dr.Slamet Garut. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Laila Wahyuni, SpM, selaku dokter pembimbing.

2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF MATA RSUD Dr.Slamet Garut.

3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr.Slamet Garut.

Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih
baik di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Garut, Maret 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

BAB II ABLASIO RETINA....................................................................... 2


2.1. Anatomi Retina......................................................................... 2
2.2. Fisiologi Retina......................................................................... 4
2.3. Ablasio Retina........................................................................... 5
2.3.1. Definisi Ablasio Retina................................................. 5
2.3.2. Epidemiologi Ablasio Retina........................................ 5
2.3.3. Etiologi Ablasio Retina................................................. 5
2.3.4. Klasifikasi Ablasio Retina............................................. 6
2.3.5. Diagnosis Ablasio Retina.............................................. 8
2.3.6. Diagnosis Banding Ablasio Retina................................ 11
2.3.7. Penatalaksaan Ablasio Retina....................................... 13
2.3.8. Komplikasi Ablasio Retina........................................... 15
2.3.9. Prognosis Ablasio Retina.............................................. 15

BAB III KESIMPULAN............................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Istilah ablasio retina (retinal detachment) pemisahan retina sensorik, yaitu lapisan
fotoreseptor dan jaringan bagian dalam dari epitel pigmen retina di bawahnya.5
Faktor yang paling umum di seluruh dunia terkait etiologi ablasi retina adalah miopia
(yaitu, rabun jauh), afakia, pseudofakia, dan trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien
dengan ablasio memiliki miopia, 30-40% pseudofakia, dan 10-20% trauma okular langsung.
Ablasio traumatis lebih sering terjadi pada orang muda, dan ablasio karena miopia paling
sering terjadi pada orang berusia 25-45 tahun.6

Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa.
Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1 dalam 15.000 populasi
dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kira-kira 1 diantara 10.000 orang dan
lebih sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang
tinggi (> 6D) memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%,
komplikasi ekstraksi katarak dengan hilangnya vitreus dapat meningkatkan angka kejadian
ablasio hingga 10%.6

BAB II

1
ABLASIO RETINA

2.1. Anatomi Retina


Retina adalah jaringan peka cahaya yang melapisi bagian belakang mata. Sinar cahaya
difokuskan ke retina melalui kornea, pupil dan lensa. Retina mengkonversi sinar cahaya
menjadi impuls saraf yang berjalan melalui saraf optik ke otak, yang akan diinterpretasikan
sebagai gambar yang dapat kita lihat. Retina yang sehat dan intak adalah kunci untuk
penglihatan yang jelas.1

Gambar 1. Anatomi Retina2

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut:3

1. Lapisan epitel pigmen retina, merupakan batas antara retina dan koroid. Lapisan ini
avaskular dan mendapatkan nutrisinya dari kapiler koroid.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan kerucut. Lapisan ini avaskular dan
mendapatkan nutrisinya dari kapiler koroid.
3. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi. Lapisan ini avaskular dan
mendapatkan nutrisinya dari kapiler koroid.
4. Lapisan inti luar, merupakan lapisan inti sel kerucut dan sel batang.

2
1
5. Lapisan pleksiform luar, merupakan tempat sinaps sel fotoresptor dengan sel bipolar
dan sel horizontal.
6. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion, merupakan badan sel dari neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf, merupakan akson-akson sel ganglion menuju saraf ke arah saraf
optic. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan vitreus.

Gambar 2. Lapisan-lapisan Retina4

Warna retina biasanya jingga, kadang pucat pada anemia dan iskemia, merah pada
hiperemia. Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina
sentral masuk retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi dalam retina.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.3

3
2.2. Fisiologi Retina
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi
sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang
efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui
saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan.5
Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf keluar, dan
hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Macula terutama digunakan untuk
penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang
sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer
dan malam (skotopik).5
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina
sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu
pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung
dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera
mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran
yang separuhnya terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar
fotoreseptor.5
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk
penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak
dapat dibedakan.5
Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, jika senja hari
diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor
batang.5

4
2.3. Ablasio Retina
2.3.1. Definisi
Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yaitu lapisan
fotoreseptor dan jaringan bagian dalam dari epitel pigmen retina di bawahnya.5

Gambar 3. Ablasio Retina4

2.3.2. Epidemiologi
Faktor yang paling umum di seluruh dunia terkait etiologi ablasi retina adalah miopia
(yaitu, rabun jauh), afakia, pseudofakia, dan trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien
dengan ablasio memiliki miopia, 30-40% pseudofakia, dan 10-20% trauma okular langsung.
Ablasio traumatis lebih sering terjadi pada orang muda, dan ablasio karena miopia paling
sering terjadi pada orang berusia 25-45 tahun.6
Perkiraan mengungkapkan bahwa 15% orang dengan ablasio retina akan
mengembangkan ablasio di mata lainnya. Risiko ablasio bilateral meningkat 25-30% pada
pasien yang telah memiliki ekstraksi katarak bilateral. Tidak ada predileksi ras dan jenis
kelamin untuk kejadian ablasio retina. Ablasi retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70
tahun. Namun, ablasio karena trauma terjadi pada anak-anak dan remaja.6

2.3.3. Etiologi
Terpisahnya retina sensorik dari epitel pigmen retina terjadi karena tiga mekanisme
yaitu:

5
1.
Adanya sebuah lubang, robekan, atau ruang dalam lapisan saraf yang dapat
menyebabkan cairan dari corpus vitreus masuk ke dalamnya dan memisahkan
lapisan retina sensorik dengan lapisan epitel pigmen retina.6
2.
Adanya tarikan dari suatu inflamasi atau jaringan fibrosa membran vaskular pada
permukaan retina yang dapat menambatkan ke vitreus.6
3.
Adanya material eksudat yang masuk ke dalam ruang subretina yang berasal dari
pembuluh darah retina, seperti hipertensi, central retinal venous occlusion,
vaskulitis, atau papiledema.6
Secara garis besar ablasio retina dapat disebabkan oleh kondisi seperti malformasi
kongenital, penyakit metabolik, trauma (termasuk riwayat operasi mata), penyakit vaskular,
tumor koroid, miopia tinggi atau kelainan vitreus, atau degenerasi.6

2.3.4. Klasifikasi
Terdapat tiga jenis utama yaitu: ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio
serosa atau hemoragik.
1. Ablasio retina regmatogenosa
Merupakan bentuk tersering dari ablasio retina. Pada ablasio retina regmatogenosa
dimana ablasi terjadi akibat adanya robekan di retina sehingga cairan masuk ke belakang
antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh corpus vitreus
(fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina
sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.5
Mata yang berisiko untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan myopia tinggi,
pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi lattice di bagian perifer,
trauma mata, 50% ablasi yang timbul pada afakia.5
Degenerasi lattice adalah degenerasi vitreoretina yang paling sering dijumpai.
Kelainan ini sering dijumpai pada mata myopia dengan sedikit kecenderungan familial.
Degenerasi ini menimbulkan penipisan retina berbentuk daerah-daerah bundar, oval, atau
linier yang disertai pigmentasi, garis-garis putih bercabang, dan bintik-bintik kuning
keputihan, dan perlekatan erat vitreoretina pada tepinya.5
Oftalmoskopi indirek binocular dengan depresi sclera memperlihatkan peninggian
retina sensorik yang lepas dan berwarna translusen dengan satu atau lebih pemutusan
retina sensorik total, misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik bundar, atau
robekan sirkumferensial anterior (dialysis retina). Letak pemutusan retina bervariasi
sesuai dengan jenis: robekan tapal kuda sering terjadi pada kuadran superotemporal,

6
lubang atrofi di kuadran temporal, dan dialysis retina di kuadran inferotemporal. Apabila
terdapat robekan retina multipel maka defek biasanya terletak 90 derajat satu sama lain.5

Gambar 4. Ablasio retina regmatogenosa6

2. Ablasio retina traksi


Merupakan jenis tersering kedua, dan terutama disebabkan oleh retinopati diabetes
proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau trauma mata.
Ablasio retina karena traksi khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung
lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya traksi yang menarik retina sensorik
menjauhi lapisan epitel pigmen dibawahnya secara aktif, menuju basis vitreus. Traksi ini
disebabkan oleh pembentukan membrane vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri
atas fibroblast dan sel glia atau sel epitel pigmen retina.5

Gambar 5. Ablasio retina traksi6

3. Ablasio retina serosa atau hemoragik

7
Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan dibawah retina sensorik, dan terutama
disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit degeneratif,
inflamasi, dan infeksi, serta neovaskularisasi subretina akibat bermacam-macam hal.5

Gambar 6. Ablasio retina serosa atau hemoragik6

2.3.5. Diagnosis
Anamnesis:
Gejala awal umumnya yaitu sensasi cahaya (fotopsia), yang berkaitan dengan traksi
retina dan sering disertai dengan munculnya bayangan hitam dan kehilangan penglihatan.
Seiring waktu, pasien dapat mengeluhkan bayangan hitam di pandangannya, yang jika
diabaikan, dapat menyebar ke seluruh lapang pandangannya dalam hitungan hari. Kehilangan
penglihatan dapat digambarkan yaitu seperti melihat awan atau pandangan tidak teratur.
Sensasi melihat cahaya (flashing) biasanya disebabkan oleh pemisahan vitreous posterior,
yaitu vitreous gel memisahkan dari retina, merangsang jaringan retina mekanis,
mengakibatkan pelepasan phosphenes dan sensasi cahaya. Stimulasi patologis retina dan
produksi phosphenes menyebabkan fotopsia. Jika ablasi retina melibatkan makula, ketajaman
penglihatan dapat sangat berkurang.6
Floaters adalah gejala visual yang sangat umum, pasien seperti melihat lingkaran ketika
vitreous lepas dari cincin annular disekitar saraf optik (disebut sebagai cincin Weiss). Pasien
juga dapat melihat ratusan bintik hitam kecil, hal ini dapat terjadi dari perdarahan vitreous,
yang dihasilkan dari gangguan pembuluh retina yang disebabkan oleh robekan retina atau
traksi mekanik dari adhesi vitreoretinal. Beberapa jam setelah munculnya bintik-bintik hitam,
pasien dapat melihat seperti jaring laba-laba yang dihasilkan dari gumpalan darah yang tidak
teratur.6

8
Gambar 7. Weiss ring6

Namun gejala flashing dan floaters tersebut tidak membantu dalam menemukan posisi
robekan atau lepasnya retina, gangguan bidang lapang pandang dapat membantu dalam
menentukan lokasinya.6

Pemeriksaan fisik:6
1. Pemeriksaan tajam penglihatan.
2. Pemeriksaan lapangan pandang, yaitu dengan tes konfrontasi. Hal ini dapat
membantu menentukan ablasio retina.
3. Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma.
4. Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya trauma.
Marcus-gunn pupil dapat menghubungkan adanya gangguan pada jaras aferen
pupillomotor, yang berhubungan dengan ablasio retina.
5. Periksa tekanan bola mata, biasanya lebih hipotoni >4 5mm dari mata yang sehat.
6. Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreus untuk
mencari tanda pigmen atau tobacco dust, ini merupakan patognomonis dari
ablasio retina pada 75 % kasus.

9
Gambar 8. Tobacco Dust1

Tabel 1. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina5


Regmatogenus Traksi Eksudatif
Riwayat penyakit Afakia, myopia, Diabetes, Factor-faktor sistemik
trauma tumpul, premature,trauma seperti hipertensi
photopsia, floaters, tembus, penyakit maligna, eklampsia,
gangguan lapangan sel sabit, oklusi gagal ginjal.
pandang yang vena.
progresif, dengan
keadaan umum baik.
Kerusakan retina Terjadi pada 90-95 % Kerusakan primer Tidak ada
kasus tidak ada
Perluasan ablasi Meluas dari oral ke Tidak meluas Tergantung volume dan
discus, batas dan menuju ora, dapat gravitasi, perluasan
permukaan cembung sentral atau perifer menuju oral bervariasi,
tergantung gravitasi dapat sentral atau perifer
Pergerakan retina Bergelombang atau Retina tegang, batas Smoothly elevated
terlipat dan permukaan bullae, biasanya tanpa
cekung, Meningkat lipatan
pada titik tarikan
Bukti kronis Terdapat garis Garis pembatas Tidak ada
pembatas, makrosis
intra retinal, atropik
retina
Pigmen pada Terlihat pada 70 % Terlihat pada kasus Tidak ada
vitreus kasus trauma

10
Perubahan vitreus Sineretik, PVD, Penarikan Tidak ada, kecuali pada
tarikan pada lapisan vitreoretinal uveitis
yang robek
Cairan sub retinal Jernih Jernih atau tidak Dapat keruh dan
ada perpindahan berpindah secara cepat
tergantung pada
perubahan posisi kepala.
Massa koroid Tidak ada Tidak ada Bisa ada
Tekanan Rendah Normal Bervariasi
intraocular
Transluminasi Normal Normal Transluminasi terblok
apabila ditemukan lesi
pigmen koroid
Keaadan yang Robeknya retina Retinopati Uveitis, metastasis
menyebabkan diabetikum tumor, melanoma
ablasio proliferative, post maligna, retinoblastoma,
traumatis vitreus hemangioma koroid,
traction makulopati eksudatif
senilis, ablasi eksudatif
post cryotherapi atau
dyathermi.

2.3.6. Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari ablasio retina yaitu:
1. Uveitis posterior
Gejalanya yaitu floaters dan gangguan penglihatan sama seperti ablasio retina, serta
adanya perubahan pada vitreus (seperti sel, flare, opasitas), koroditis, retinitis, dan
vaskulitis.6
2. Oklusi arteri retina
Keluhasn pasien dengan CRAO dimulai dengan penglihatan kabur yang hilang timbul
tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak
biasanya disebabkan oleh emboli. Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil anisokor.
Ketajaman penglihatan berkisar antara hitung jari dan persepsi cahaya.6
3. Oklusi vena retina

11
Penderita biasanya mengeluh adanya penurunan tajam penglihatan sentral ataupun
perifer mendadak yang dapat memburuk sampai hanya tertinggal persepsi cahaya.
Tidak terdapat rasa sakit dan biasanya mengenai satu mata.6

2.3.7. Penatalaksanaan
Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memperbaiki semua robekan
retina.5 Macam-macam teknik bedah untuk ablasio yaitu:
1. Scleral buckling
Teknik ini dilakukan untuk mempertahankan retina di posisinya sementara adhesi
korioretinanya terbentuk, dengan melekukkan sclera menggunakan eksplan yang
dijahitkan pada daerah robekan retina. Teknik ini juga mengatasi traksi vitreoretina dan
menyingkirkan cairan subretina dari robekan retina. Angka keberhasilannya adalah 92
94% pada kasus-kasus tertentu yang sesuai. Komplikasinya antara lain perubahan
kelainan refraksi, diplopia akibat fibrosis atau terganggunya otot-otot ekstraokular oleh
eksplan, ekstruksi eksplan, dan kemungkinan peningkatan risiko vitreoretinopati
proliferative.5
Teknik ini dilakukan dengan cara menandai defek pada retina diluar sclera, kemudian
cryosurgery dilakukan disekitar lesi. Dilanjutkan dengan memperkirakan bagian dari
dinding bola mata yang retinanya terlepas, lalu dilakukan fiksasi dengan buckle
segmental atau circular band (terlingkari >360 derajat) pada sclera. Keuntungan dari
teknik ini adalah menggunakan peralatan dasar, waktu rehabilitasi pendek, risiko
iatrogenic yang menyebabkan kekeruhan lensa rendah, mencegah komplikasi intraocular
seperti perdarahan dan inflamasi.7

12
Gambar 8. Scleral buckling1

2. Retinopeksi pneumatic
Udara atau gas yang dapat memuai disuntikkan ke dalam vitreus untuk
mempertahankan retina pada posisinya, sementara adhesi korioretina yang diinduksi oleh
laser atau cryoterapi menutup robekan retina secara permanen. Teknik ini memiliki angka
keberhasilan yang lebih rendah dibandingkan cara lain dan hanya digunakan pada
robekan retina tunggal kecil yang mudah dicapai, cairan subretina yang minimal, dan
tidak adanya traksi vitreoretina.5

Gambar 9. Retinopeksi pneumatic1

13
3. Vitrectomy pars plana
Teknik ini memungkinkan pelepasan traksi vitreo-retina, drainase internal cairan
subretina. Jika diperlukan, teknik ini menggunakan penyuntikan perfluorocarbon atau
cairan berat, dan penyuntikan udara atau gas yang dapat memuai untuk mempertahankan
retina pada posisinya, atau penyuntikan dengan minyak jika dibutuhkan tamponade retina
yang lebih lama.5
Teknik ini digunakan bila terdapat robekan retina multiple, di superior, atau di
posterior pada kondisi bila visualisasi retina terhalang, misalnya oleh perdarahan vitreus
dan bila ada vitreoretinopati proliferative yang bermakna. Vitrektomi menginduksi
pembentukan katarak dan mungkin dikontraindikasikan pada mata fakik. Mungkin
diperlukan pengaturan posisi pasien pascaoperasi.5
Keuntungan PPV:7
a. Dapat menentukan lokasi defek secara tepat
b. Dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik ini dapat
dikombinasikan dengan ekstraksi katarak.
c. Dapat langsung menghilangkan penarikan dari vitreus.
Kerugian PPV:7
a. Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.
b. Dapat menyebabkan katarak.
c. Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon oil.
d. Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli anterior yang
dapat meningkatkan tekanan intraokuler.

Gambar 10. Vitrectomy pars plana1

2.3.8. Komplikasi

14
Kehilangan penglihatan merupakan satu-satunya komplikasi dari ablasio retina bila
ablasio yang terjadi mengenai makula.6

2.3.9. Prognosis
Karena retina adalah jaringan neuro-sensitif, prognosis visual sulit untuk diprediksi.
Umumnya, ablasio retina tanpa keterlibatan makula cenderung memiliki prognosis visual
akhir yang lebih baik.6

15
2
BAB 3
KESIMPULAN

Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel
epitel pigmen retina. Secara garis besar ablasio retina dapat disebabkan oleh kondisi seperti
malformasi kongenital, penyakit metabolik, trauma (termasuk riwayat operasi mata), penyakit
vaskular, tumor koroid, miopia tinggi atau kelainan vitreus, atau degenerasi. Ablasio retina
diklasifikasikan menjadi: ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau
hemoragik, tipe regmatogenosa merupakan tipe terbanyak.
Gejala ablasio retina yaitu adanya sensasi melihat cahaya (flashing) dan seperti melihat
lingkaran (floaters) yang merupakan keluhan utama datangnya pasien untuk memeriksakan
dirinya ke dokter.
Penatalaksanaan pada ablasio retina yaitu dengan tindakan pembedahan, terdapat tiga
macam yaitu Scleral buckling; Retinopeksi pneumatic; Vitrectomy pars plana. Apabila
ablasio retina meliputi daerah makula, kemungkinan pengembalian penglihatan sangat
rendah.

DAFTAR PUSTAKA

16
1 Boyd, Kierstan. Retinal Detachmen. American Academy of Ophtalmology: Mar. 01, 2016.

2 Netter, Frank H. Atlas of Human Anatomy 4th Edition hlm. 90. Pennsylvania: Elsevier Inc;
2006.

3 Ilyas S. dan Yulianti S. R. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2014.

4 Cui, Dongmei. Histology: with Functional and Clinical Correlation 1th Edition.
Philadelphia: Wolters Kluwer; 2011.

5 Vaughan D, Riordan-Eva P, et al. Vaughan & Ashburys General Opthalmology. 17th


edition. New York: McGraw-Hill Professional; 2007.

6 Pandya H. K. Retinal Detachment. Medscape: Drugs and Diseases. 2016.

7 Langston D, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, Edition 4, Deborah Pavan-


Langston, United State, 1996.

17

Anda mungkin juga menyukai