Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Mewujudkan dan terwujudnya suatu keadaan sehat merupakan harapan


yang didambakan semua pihak. Tidak hanya oleh orang perorang atau keluarga,
tetapi juga oleh kelompok bahkan oleh seluruh anggota masyarakat. Adapun yang
dimaksudkan dengan sehat disini ialah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.1

Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat banyak upaya yang harus


dilaksanakan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang
cukup penting adalah penyelenggaran pelayanan kesehatan. Jika pelayanan
kesehatan tidak tersedia (available), tidak tercapai (accesible), tidak terjangkau
(affordable), tidak berkesinambungan (continue), tidak menyeluruh
(comprehensive), tidak terpadu (integrated), dan atau tidak bermutu (quality),
tentu sulit diharapkan terwujudnya keadaan sehat. Pelayanan kesehatan dapat
dibedakan atas dua macam. Pertama, pelayanan kesehatan personal (personal
health service) atau sering disebut pula sebagai pelayanan kedokteran (medical
service). Kedua, pelayanan kesehatan lingkungan (environmental health service)
atau sering disebut sebagai pelayanan kesehatan masyarakat (public health
service). Jika pelayanan kesehatan tersebut terutama ditujukan untuk
menyembuhkan penyakit (curative) dan memulihkan kesehatan (rehabilitative)
disebut dengan nama pelayanan kedokteran. Sedangkan jika pelayanan kesehatan
tersebut terutama ditujukan untuk meningkatkan kesehatan (promotive) dan
mencegah penyakit (preventive) disebut dengan nama pelayanan kesehatan
masyarakat.1

Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh


yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana
tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan
umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit
tertentu. Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak
hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian
dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita atau keluarganya. Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu
yang mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran tingkat yang orientasinya
adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan
masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial
budaya.1

Kedokteran keluarga berkembang secara pesat sebagai bagian dari


pelayanan kesehatan primer. Di Indonesia, melalui Permenkes No. 916 Tahun
1997 tentang pelayanan Dokter Umum yang diarahkan menjadi pelayanan dokter
keluarga. Bahkan, ilmu kedokteran keluarga yang nantinya bisa menghasilkan
dokter-dokter keluarga dimasukkan ke dalam Kurikulum Inti Pendidikan Dokter
Indonesia (KIPDI) II tahun 1993, yang merupakan bagian dari ilmu kedokteran
komunitas. Dengan adanya prinsip utama pelayanan dokter keluarga secara
holistik tersebut, perlulah diketahui berbagai latar belakang pasien yang menjadi
tanggungannya, serta dapat selalu menjaga kesinambungan pelayanan kedokteran
yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Untuk dapat mewujudkan pelayanan
kedokteran yang seperti ini, banyak upaya yang dapat dilakukan. Salah satu di
antaranya yang dipandang mempunyai peranan amat penting adalah melakukan
kunjungan rumah (home visit).1,2
Kunjungan rumah (home visit) adalah kedatangan petugas kesehatan ke
rumah pasien untuk lebih mengenal kehidupan pasien dan atau memberikan
pertolongan kedokteran sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pasien. Tatacara
home visit yaitu mengumpulkan data tentang pasien, dan memberikan pertolongan
kedokteran atas inisiatif dokter keluarga dan pasien.2,3

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun


akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif.4 Menurut Internasional of
Diabetic Ferderation (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM pada tahun
2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan penduduk di dunia dan mengalami
peningkatan pada tahun 2014 menjadi 387 juta kasus.5 Indonesia merupakan
negara menempati urutan ke 7 dengan penderita DM sejumlah 8,5 juta penderita
setelah Cina, India dan Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Mexico. Angka kejadian
DM menurut data Riskesdas terjadi peningkatan dari 1,1 % di tahun 2007
meningkat menjadi 2,1 % di tahun 2013 dari keseluruhan penduduk sebanyak 250
juta jiwa.3

Angka kejadian penderita diabetes melitus yang besar berpengaruh


terhadap peningkatan komplikasi. Menurut Soewondo, dkk, dalam Purwanti,
sebanyak 1.785 penderita diabetes melitus di Indonesia yang mengalami
komplikasi neuropati (63,5%), retinopati (42%), nefropati (7,3%), makrovaskuler
(6%), mikrovaskuler (6%), dan kaki diabetik (15%).6 Adapun cara pencegahan
komplikasi pada penderita diabetes melitus yaitu melakukan kontrol kadar gula
darah, periksa rutin gula darah, konsumsi obat hipoglikemi, latihan fisik ringan
dan patuh dalam diet rendah kalori.7

Kepatuhan dalam diet merupakan salah satu pilar keberhasilan dalam


penatalaksanaan diabetes melitus.8 Penelitian yang lebih spesifik tentang
kepatuhan dalam pengobatan diabetes melitus pada umumnya masih rendah, 80%
pasien diabetes melitus menyuntik insulin dengan cara tidak tepat, 58%
menyuntik insulin dengan dosis yang tidak sesuai, 77% memantau dan
menginterpretasikan gula darah secara tidak tepat, dan 75% tidak mau makan
sesuai dengan anjuran.9 Dibuktikan penelitian yang dilakukan olehh Phitri dan
Widyaningsih, memperlihatkan bahwa kepatuhan menjalankan program diet
sebagian besar tidak patuh (56,9%).10

Keberhasilan dalam pengobatan diabetes melitus bergantung pada


penderita. Penderita diabetes melitus memiliki pengetahuan yang cukup memadai,
kemudian dapat mengubah sikapnya dalam melakukan pengobatan misalnya diet
rendah gula dapat mendekatkan kadar gula darah dalam batas normal, dan
mencegah komplikasi sehingga dapat hidup lebih sejahtera, sehat dan
berkualitas.11 Menurut Notoatmodjo, pengetahuan sebagai dasar dalam melakukan
terapi non farmakologi bagi penderita diabetes melitus diikuti dengan tahu, mau,
dan mampu. Masing-masing individu akan melakukan suatu tindakan didahului
dengan tahu, kemudian mempunyai inisiatif untuk melakukan tindakan.
Berdasarkan fenomena individu cenderung belum mau dan mampu
mengaplikasikan kepatuhan diet ditandai dengan masih adanya lansia yang
mengkonsumsi makanan yang memicu kadar gula darah jauh dari normal dan
frekuensi makan yang tidak sesuai anjuran.10,12

Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka kami melakukan kunjungan


rumah kepada seorang penderita diabetes melitus, agar dapat memberikan edukasi
tentang pola hidup yang harus dilakukan oleh penderita diabetes melitus,
bagaimana cara penyuntikan insulin dengan dosis dan cara yang benar, serta
bagaimana cara menginterpretasi dan menjaga gula darah agar tetap pada angka
yang normal. Berikut akan dipaparkan laporan kunjungan rumah penderita
diabetes melitus.
LAPORAN HOME VISIT

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ibu YY
Tempat/Tanggal lahir : Manado, 10 Juli 1954
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tikala Baru Lingkungan 2
Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Bangsa : Indonesia
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Kunjungan : Jumat, 13 Januari 2017

B. STRUKTUR KELUARGA / GENOGRAM

Keterangan :

Penderita Diabetes
Melitus
Keluarga penderita

C. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Pasie
No Keduduka L/ n
Nama Umur Pekerjaan Ket.
. n P Klini
k
Alm. Meningga
1. Meninggal L Meninggal -
CR l Meninggal

2. CGJ Istri 62 tahun P IRT Ya Diabetes


Melitus
3. RR Anak 37 tahun L Swasta Ya
4. ER Anak 34 tahun L Swasta Ya

5. JR Anak 29 tahun L Swasta Ya

D. KEADAAN RUMAH DAN LINGKUNGAN

1. Kepemilikan rumah : Rumah milik sendiri


2. Ukuran rumah : Luas 15 x 14 m2
3. Daerah rumah : Halaman luas, tidak terlalu padat
4. Bertingkat/tidak : Tidak
5. Ruang tamu : 1 ruang
6. Ruang keluarga : 1 ruang
7. Kamar tidur : 3 ruang tidur
8. Kamar mandi/WC : 2 ruang
9. Dapur : 1 ruang
10. Dinding rumah : Beton
11. Ventilasi rumah : Ada
12. Lantai rumah : Tegel
13. Atap rumah : Seng
14. Sumur/sumber air : PAM
15. Sumber/listrik : Perusahaan Listrik Negara (PLN)
16. Tempat Pembuangan sampah : TPS Sementara
17. Jumlah penghuni rumah : 5 orang

E. DENAH RUMAH

DAPUR + RUANG TOILET


MAKAN
KAMAR TIDUR 3
GARASI RUANG KELUARGA TOILET

KAMAR
TIDUR 2
KAMAR
RUANG TAMU
TIDUR 1

TAMAN
F. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

1. Keadaan Umum : Cukup


2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Vital :
TD : 140/90 mmHg
N : 90 x/m
R : 20 x/m
S : 36o C
BB : 53 kg
TB : 155 cm
IMT : 22,06 kg/m2
Status Gizi : Normal (WHO Asia)

4. Kulit : Sawo matang, turgor turun (+),


ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi (-),
petechie (-), spider nevi (-)
5. Kepala : Bentuk normocephal, luka (-),
keriput (-), macula (-), atrofi m. temporalis (-), papula
(-), nodula (-), kelainan mimik wajah/ bells palsy (-)
6. Mata : Conjunctiva anemi (-/-), Sklera
ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), reflek kornea (+/+),
radang (-), mata cekung (-/-), hiperopia
7. Hidung : Napas cuping hidung (-), sekret (-),
epistaksis (-), deformitas hidung (-), hiperpigmentasi
(-)
8. Mulut : Bibir hiperemis (-), bibir kering (-),
lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tremor (-), gusi
berdarah (-), neoplasma (-)
9. Telinga : Nyeri tekan mastoid (-), secret (-),
pendengaran berkurang (-), cuping telinga dalam
batas normal
10. Tenggorokan : Tonsil (T1/T1)
11. Leher : Trakea di tengah, pembesaran
kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi
pada kulit (-)
12. Thoraks : dbn
13. Abdomen : dbn
14. Anggota gerak : dbn

G. PENETAPAN MASALAH PASIEN

1. Riwayat medis
Darah tinggi : disangkal
Sakit gula : ada
Kolesterol : ada
Asam Urat : disangkal
Alergi obat/makanan/benda : disangkal
Riwayat sesak : disangkal
Riwayat batuk lama : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit tulang : disangkal

2. Riwayat Penyakit Sekarang:


Penderita mengetahui memiliki diabetes melitus sejak 2014 pada saat
dilakukan pemeriksaan di dokter praktik. Penderita pergi ke dokter
praktik dengan keluhan berat badan menurun dan badan lemah. Penderita
sebelum mengetahui bahwa memiliki diabetes melitus sering
mengkonsumsi makanan manis dan berlemak. Penderita juga mengaku
bahwa tiga tahun yang lalu berat badan penderita sekitar 70 kg. Penderita
sampai saat ini masih sering mengkonsumsi makanan berlemak seperti
pisang goreng, namun sudah diet rendah karbohidrat. Penderita kadang-
kadang mengeluh badan terasa lemah jika melakukan aktivitas
berlebihan. Selain memiliki diabetes melitus, penderita mengaku bahwa
pernah memiliki kolesterol tinggi namun masih terkontrol. Kolesterol
tinggi hanya dialami penderita jika penderita makan berlebihan, namun
biasanya normal. Penderita menyangkal bahwa memiliki tekanan darah
tinggi. Penderita juga memiliki riwayat katarak sejak tahun 2015 namun
sampai saat ini tidak memiliki keluhan. Penderita mengetahui mengalami
katarak saat pergi ke dokter spesialis mata dengan keluhan mata berair.

3. Riwayat Pengobatan
Penderita saat ini rutin menggunakan obat insulin. Pada awalnya
penderita hanya mengkonsumsi tablet metformin, namun sejak Juni 2016
beralih ke insulin atas petunjuk dari dokter praktik. Penderita belum
pernah mendapatkan obat kolesterol sebelumnya. Obat kolesterol mulai
didapatkan penderita pada tanggal 13 Januari 2017 karena pada saat
pemeriksaan hasil kolesterol 223 mg/dL. Penderita juga mendapatkan
obat tetes mata dari dokter spesialis mata dan digunakan jika mata
penderita terasa berair.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Suami penderita memiliki riwayat operasi usus sebelum meninggal.
Namun tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan
asam urat. Anak penderita tidak memiliki riwayat penyakit tertentu.
Saudara kandung penderita, ada tiga orang memiliki riwayat diabetes
melitus dan rutin mengkonsumsi obat metformin dan insulin. Kedua
orang tua penderita tidak memiliki riwayat diabetes melitus.

5. Riwayat Kebiasaan
Penderita sebelumnya mengetahui bahwa memiliki diabetes melitus,
sering mengkonsumsi makanan manis dan berlemak. Sejak didiagnosis
diabetes melitus, penderita sudah melakukan diet rendah karbohidrat.
Namun, penderita masih mengkonsumsi makanan berlemak seperti
pisang goreng tetapi tidak setiap hari.
Penderita juga jarang melakukan olahraga, namun sering melakukan
pekerjaan rumah seperti membersihkan rumah dan setiap hari Jumat
rutin mengikuti senam Prolanis di Puskesmas Tikala Baru.

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Hubungan dengan lingkungan sekitar baik, tetangga maupun warga
masyarakat, Tidak ada masalah baik di rumah maupun di masyarakat.
Penderita memiliki tiga orang anak, dan tinggal di kawasan pemukiman
yang cukup padat. Kebutuhan keluarga cukup terpenuhi dengan
penghasilan dari anak-anak yang telah bekerja.

7. Riwayat Gizi
Penderita memiliki berat badan 53 kg, tinggi badan 155 cm, dan indeks
masa tubuh 22,06 kg/m2, status gizi normal.

8. Diagnosis holistik (biopsikososial)


Personal : Penderita kadang mengeluh badan lemah jika
aktivitas berlebihan. Namun masih dapat
melakukan aktivitas sehari-hari.
Klinis : Diabetes Melitus
Faktor Internal : -
Faktor Perilaku : Sebelumnya penderita memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan berlemak
Psikososial : Penderita adalah seorang ibu rumah tangga yang
tinggal bersama-sama dengan anak-anaknya.

Skalafungsi sosial : Skala 1 ( Tidak ada kesulitan ).


DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyawati A. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. FK USM.


2. Murti B, Hadinoto SH, Herlambang G. Keterampilan Kedokteran Keluarga:
Kunjungan Pasien Di Rumah (Home Visit). FK USM. 2011.
3. Riset Kesehatan Dasar. Riset kesehatan dasar laporan nasional 2013. 2013
[diakses 21 Januari 2017]. Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf
4. InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kemeterian Kesehatan RI. Situasi dan
analisis diabetes. 2014 [diakses 21 Januari 2017]. Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
diabetes.pdf
5. IDF. IDF Diabetes atlas sixth edition update, International Diabetes
Federation 2014. 2014 [diakses 21 Januari 2017].
http://www.idf.org/worlddiabetesday/toolkit/gp/fact-figures
6. Purwanti OS. Analisis faktor-faktor risiko terjadinya ulkus kaki pada pasien
diabetes melitus di RSUD Moewardi Surakarta. [Thesis]. [Jakarta]:
Universitas Indonesia; 2013.
7. Arisman. Obesitas, diabetes melitus, & dislipidemia. Jakarta: EGC. 2011.
8. Tjokroprawiro A. Hidup sehat dan bahagia bersama diabetes melitus.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2006.
9. Sukraniti DP, Ambartana IW. Pengaruh konseling gizi terhadap perubahan
kadar gula darah berdasarkan pengetahuan dan kepatuhan diet penderita
diabetes melitus di poliklinik gizi RSUD Kabupaten Karangasem. Jurnal
Ilmu Gizi. 2011; 2(2).
10. Phitri EH, Widyaningsih. Hubungan antara pengetahuan dan sikap penderita
diabetes melitus dengan kepatuhan diet diabetes melitus di RSUD AM.
Parikesit Kalimantan Timur. Jurnal Keperawatan Medikah Bedah. 2013;
1(1).
11. Basuki E. Teknik penyuluhan diabetes melitus penatalaksanaan diabetes
melitus terpadu. Jakarta: FKUI. 2005.
12. Notoatmodjo. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2014.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai