Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA PADA ANAK

Oleh :
PUTRI WULAN SORY
1441313058

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
THALASEMIA PADA ANAK

A. DEFINISI
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis
yang diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang,
oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi
yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002). Thalasemia merupakan
kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya
kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005). Thalasemia
adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah
merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala
anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur,
nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat
ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan
untuk memproduksi hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin
merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah
dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru
ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila
produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi
yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi,
sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan
aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok penyakit
keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan
salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin
(Ganie, 2004).
Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani
yaitu thalassa yang berarti lautan dan anaemia (weak blood).
Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini pertama kali
ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar
Mediterranean (TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada
kelompok hemoglobinopati yang diklasifikasi berdasarkan rantai globin
spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006). Nama
Mediterranean anemia yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak
tepat karena kondisi ini bisa ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe
thalasemia biasanya endemik pada daerah geografi tertentu (Paediatric
Thalassemia, Medscape). Menurut Setianingsih (2008), Talasemia
merupakan penyakit genetik yang menyebabkan gangguan sintesis rantai
globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb). Talasemia adalah
gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Pertama kali
ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-
1927. Kata Talasemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut
dengan penduduk Mediterania, dalam bahasa Yunani Thalasa berarti laut.
(Permono, & Ugrasena, 2006)
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan
kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel
darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami
gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar
tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010).
Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai
globin pada hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur
(cepat lisis) dan menimbulkan anemia (Fatimah, 2009).

B. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada
Thalassemia terjadi gangguan produksi rantai atau . Dua kromosom 11
mempunyai satu gen pada setiap kromosom (total dua gen )
sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen pada setiap
kromosom (total empat gen ). Oleh karena itu satu protein Hb
mempunyai dua subunit dan dua subunit . Secara normal setiap gen
globin memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang
dihasilkan gen globin , menghasilkan produksi subunit protein yang
seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi
protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin
akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas
pada gen rantai globin dapat menyebabkan defek yang menyeluruh
atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
1. Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana
yang mengalami defek, yaitu Thalassemia dan Thalassemia .
Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan
Thalassemia (Rodak, 2007).
a. Thalassemia
Oleh karena terjadi duplikasi gen (HBA1 dan HBA2)
pada kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen
(/). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia maka
terminologi untuk Thalassemia tergantung terhadap delesi
yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila
terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang
delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda
(trans). Delesi pada satu gen dilabel + sedangkan pada
dua gen dilabel o (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen / silent carrier/ (-/)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi
protein sehingga secara umum kondisinya kelihatan
normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk
mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai
karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit,
2007).
2) Delesi dua gen / Thalassemia minor (--/) atau (-/-
)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik
mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini
biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka
merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada
anak (Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen / Hemoglobin H (--/-)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat
dan sering memerlukan transfusi darah untuk hidup.
Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai dan
menyebabkan akumulasi rantai di dalam eritrosit
menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu
Hemoglobin H (Hb H/ 4) (Wiwanitkit, 2007).
4) Delesi 4 gen / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup
dan biasanya meninggal di dalam kandungan atau
beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya
diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai
menyebabkan kelebihan rantai (diproduksi semasa
kehidupan fetal) dan rantai menghasilkan masing-
masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin
Barts (4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi)
(Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (4, tidak stabil) (Sachdeva,
2006).
b. Thalasemia
Thalassemia disebabkan gangguan pada gen yang
terdapat pada kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari
mutasi Thalassemia disebabkan point
mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006).
Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya
terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah
dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
1) Thalassemia o
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin yang dihasilkan
(Rodak, 2007). Satu pertiga penderita Thalassemia
mengalami tipe ini (Chen, 2006).
2) Thalassemia +
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai
globin terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin
yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS
PRECISE, 2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan
kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya,
penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi
cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang
bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan
tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan
mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa
muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan
facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor,
yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol
akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk
mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia
mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada
umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani
transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa
perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor
hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari
berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani
transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit
thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda
penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak
bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor
juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka
menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan
ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai
ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan
sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada
sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup
penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di
sepanjang hidupnya
3. Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al,
2004)
a. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
b. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
c. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai a dan d yang
letak gen-nya diduga berdekatan).
d. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)

C. ETIOLOGI
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang
diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen
yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11.
Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta
ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk
hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan
disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat
thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen
dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa
sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin
terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia
(Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari
kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-
masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan
terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak
dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak
hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak
hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak
mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah
penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh
pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel selnya/
Faktor genetik. Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia
trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka
menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau
Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak
mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka
satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak
mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut
kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat
tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga
memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita
Thalassaemia mayor
Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel

D. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin
Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin.
Hem terdiri dari zat besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang
terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin manusia normal pada orang
dewasa terdiri dari 2 rantai alfa () dan 2 rantai beta () yaitu HbA (22
= 97%), sebagian lagi HbA2 (22 = 2,5%) dan sisanya HbF (22) kira-
kira 0,5%. Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa
embrio di dalam kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan
hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini
adalah hati, limpa, dan sumsum tulang. Karena rantai globin merupakan
suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh gen tertentu. Ada 2
kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya,
yaitu kluster gen globin- yang terletak pada lengan pendek autosom 16
(16 p 13.3) dan kluster gen globin- yang terletak pada lengan pendek
autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen globin- secara berurutan mulai dari
5 sampai 3 yaitu gen 5-2-1-2-1-2-1-1-3 (Evans et al.,
1990). Sebaliknya kluster gen globin- terdiri dari gen 5--G-A----
3
Hemoglobin normal adalah terdiri dari dari Hb-A dengan dua
polipeptida rantai alpha dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu
tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin,
sehingga ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada
suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai
beta memproduksi secara terus-menerus sehingga menghasilkan
hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah
menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia.
Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit.
Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai
rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-
badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC
yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi
RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya
sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan
bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder.
Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang
tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab
sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume
plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi
eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya
hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang
tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

Pathway :
E. GEJALA KLINIS
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus,
bervariasi, dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan
(Atmakusuma, 2009). Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi
beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan
jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita
mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam,
2009)
Talasemia- dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang
baru ditentukan, yakni (1) Talasemia- minor/heterozigot: anemia
hemolitik mikrositik hipokrom. (2) Talasemia- mayor/homozigot: anemia
berat yang bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia- intermedia:
gejala di antara Talasemia mayor dan minor. Terakhir merupakan
pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier) (Atmakusuma,
2009). Empat sindrom klinik Talasemia- terjadi pada Talasemia-,
bergantung pada nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah
rantai- yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah pembawa
sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier), Talasemia- trait
(Talasemia- minor), HbH diseases dan Talasemia- homozigot (hydrops
fetalis) (Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-
mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan
pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang
lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu
empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat,
yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai
bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk
darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang,
terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah
dan mudah patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh
lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan
anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan
seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan
mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan
gagal jantung (Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala
awalnya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama
kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu
setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan
dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat
hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada
tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat
system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang,
tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang
ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu
empedu.

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :


1. Thalasemia Mayor:
a. Pucat
b. Lemah
c. Anoreksia
d. Sesak napas
e. Peka rangsang
f. Tebalnya tulang kranial
g. Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
h. Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
i. Disritmia
j. Epistaksis
k. Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
l. Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
m. Kadar besi serum tinggi
n. Ikterik
o. Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar
hidung lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
a. Pucat
b. Hitung sel darah merah normal
c. Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml
di bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan
hipokromik sedang

F. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai
jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang
thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan
trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal
jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah
transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis
mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi
kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin (Herdata, 2008)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui
sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

a. Interpretasi apusan darah


Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat
dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali
Thalassemia silent carrier. Pemeriksaan apusan darah
rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi
kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti
eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila
konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang
dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada
membran yang regang bervariasi mengikut order ini:
Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007).
Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah
dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false
positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53%
(Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari
tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom
serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode
matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia
berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan.
Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x
(MCV), RDW x MCH x (MCV) /Hb x 100, MCV/RBC dan
MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia
(Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi
sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada
penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada
anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke
rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).

2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe
hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal
hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2%
(anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus
bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk
diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb
A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2%
dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb
S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik
dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance
liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran
Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa
Thalassemia karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin
dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat
terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat
menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan
mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh
(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena,
namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan
secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada
abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang
berasal dari suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat,
mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik
masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan


dan Alatas, 2002; Herdata, 2008)
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan
setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau
saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari
subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur
b. hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi
darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg
berat badan dalam satu tahun.
c. Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi
penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita
thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali.
Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun.
Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan
saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi
ini.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl.
Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang
yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg
BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

PENGKAJIAN
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,
thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan
pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak
baru datang berobat pada umur sekitar 4 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya
pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi
terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah
kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada
jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan,
sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak
tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah
merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah
orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua
menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita
thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya
perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit
yang mungkin disebabkan karena keturunan.

8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ANC)


Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa
dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya
nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan
diantaranya adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah aanak seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya
adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia
kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat
pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya
kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia
pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak
adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis.
Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense
karena adanya anemia kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu
seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam
jaringan kulit (hemosiderosis).
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan
berkurangnya komponen seluler yang menghantarkan
oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai
oksigen
3. PK: Perdarahan
4. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia
5. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
6. Nyeri b.d penyakit kronis
7. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan

RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI
o
1. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan Perfusi Jaringan :
b.d berkurangnya Perifer 1. Monitor Tanda Vital
komponen Status sirkulasi Definisi: Mengumpulkan
seluler yang Kriteria Hasil: dan menganalisis sistem
menghantarkan Klien kardiovaskuler, pernafasan
oksigen/nutrisi menunjukkan dan suhu untuk
perfusi jaringan menentukan dan
yang adekuat yang mencegah komplikasi
ditunjukkan Aktifitas:
dengan terabanya 1. Monitor tekanan
nadi perifer, kulit darah , nadi, suhu
kering dan hangat, dan RR tiap 6 jam
keluaran urin atau sesuai indikasi
adekuat, dan tidak 2. Monitor frekuensi dan
ada distres irama pernapasan
pernafasan. 3. Monitor pola
pernapasan abnormal
4. Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
5. Monitor sianosis
perifer

2. Monitor status neurologi


Definisi: Mengumpulkan
dan menganalisis data
pasien untuk
meminimalkan dan
mencegah komplikasi
neurologi
Aktifitas:
1. Monitor ukuran,
bentuk, simetrifitas,
dan reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat
kesadaran klien
3. Monitor tingkat
orientasi
4. Monitor GCS
5. Monitor respon
pasien terhadap
pengobatan
6. Informasikan pada
dokter tentang
perubahan kondisi
pasien
3. Manajemen cairan
Definisi:
Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi
akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
1. Mencatat intake dan
output cairan
2. Kaji adanya tanda-
tanda dehidrasi
(turgor kulit jelek,
mata cekung, dll)
3. Monitor status nutrisi
4. Persiapkan
pemberian transfusi (
seperti mengecek
darah dengan
identitas pasien,
menyiapkan
terpasangnya alat
transfusi)
5. Awasi pemberian
komponen
darah/transfusi
6. Awasi respon klien
selama pemberian
komponen darah
7. Monitor hasil
laboratorium (kadar
Hb, Besi serum,
angka trombosit)
2. Intoleransi NOC NIC
aktifitas b.d tidak
Konservasi
seimbangnya Energi 1. Manajemen energi
kebutuhan dan
Perawatan Diri: Definisi: Mengatur
suplai oksigen ADL penggunaan energi untuk
Kriteria Hasil: mencegah kelelahan dan
Klien dapat mengoptimalkan fungsi
melakukan aktifitas Aktifitas:
yang dianjurkan 1. Tentukan
dengan tetap keterbatasan aktifitas
mempertahankan fisik pasien
tekanan darah, 2. Kaji persepsi pasien
nadi, dan frekuensi tentang penyebab
pernafasan dalam kelelahan yang
rentang normal dialaminya
3. Dorong
pengungkapan
peraaan klien
tentang adanya
kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan
sumber energi yang
cukup
5. Konsultasi dengan
ahli gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopulmonari
terhadap aktifitas
(seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, warna
kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan
kuantitas tidur
8. Bantu pasien
menjadwalkan
istirahat dan aktifitas
9. Monitor respon
oksigenasi pasien
selama aktifitas
10. Ajari pasien
untuk mengenali
tanda dan gejala
kelelahan sehingga
dapat mengurangi
aktifitasnya.

2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola
pemberian oksigen dan
memonitor keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut,
hidung, trakea bila
ada secret
2. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran
oksigen sesuai
program
5. Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan
alat
3. Ketidakseimbang NOC NIC
an nitrisi kurang
Status Nutrisi
dari kebutuhan
Status Nutrisi:1. Manajemen Nutrisi
tubuh b.d Energi Definisi: Membantu dan
anoreksia Kontrol Berat atau menyediakan asupan
Badan makanan dan cairan yang
Kriteria Hasil : Klien seimbang
menunjukkan Aktifitas:
Pencapaian 1. Tanyakan pada pasien
berat badan tentang alergi terhadap
normal yang makanan
diharapkan 2. Tanyakan makanan
Berat badan kesukaan pasien
sesuai dengan
3. Kolaborasi dengan ahli
umur dan tinggi gizi tentang jumlah kalori
badan dan tipe nutrisi yang
Bebas dari dibutuhkan (TKTP)
tanda malnutrisi 4. Anjurkan masukan kalori
yang tepat yang sesuai
dengan kebutuhan energi
5. Sajikan diit dalam
keadaan hangat

2. Monitor Nutrisi

Definisi : Mengumpulkan
dan menganalisis data
pasien untuk mencegah
atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:
1. Monitor adanya
penurunan BB
2. Ciptakan lingkungan
nyaman selama klien
makan.
3. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan, tidak
selama jam makan.
4. Monitor kulit (kering)
dan perubahan
pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan
muntah
7. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, kadar
hematokrit
8. Monitor kadar limfosit
dan elektrolit
9. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan.

4. Kelelahan b.d NOC NIC


malnutrisi, Konservasi
kondisi sakit Energi 1. Manajemen energi
Kriteria Hasil: Klien Definisi: Mengatur
menunjukkan penggunaan energi untuk
Istirahat dan mencegah kelelahan dan
aktivitas seimbang mengoptimalkan fungsi
Mengetahui Aktifitas:
keterbatasanan 1. Tentukan
energinya keterbatasan aktifitas
Mengubah fisik klien
gaya hidup sesuai 2. Kaji persepsi pasien
tingkat energi tentang penyebab
Memelihara kelelahan
nutrisi yang 3. Dorong
adekuat pengungkapan
Energi yang perasaan tentang
cukup untuk kelemahan fisik
beraktifitas 4. Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan
sumber energi yang
cukup
5. Konsultasi dengan
ahli gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopumonari
terhadap aktifitas
(seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, wwarna
kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan
kuantitas tidur
8. Bantu klien
menjadwalkan
istirahat dan aktifitas

2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola
pemberian oksigen dan
memonitor keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut,
hidung, trakea bila
ada secret
2. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran
oksigen sesuai
program
5. Secara periodik,
monitor ketepatan
pemasangan alat
3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi
akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
1. Persiapkan
pemberian transfusi
(seperti mengecek
darah dengan
identitas pasien,
menyiapkan
terpasangnya alat
transfusi)
2. Awasi pemberian
komponen
darah/transfusi
3. Awasi respon klien
selama pemberian
komponen darah
4. Monitor hasil
laboratorium (kadar
Hb, Besi serum)

5. PK: Perdarahan Mencegah/ Aktifitas


meminimalkan Monitor tanda-tanda
terjadinya perdarahan dan perubahan
perdarahan tanda vital
2. Monitor hasil
laboratoium, seperti Hb,
angka trombosit,
hematokrit, angka eritrosit,
dll
3. Gunakan alat-alat yang
aman untuk mencegah
perdarahan (sikat gigi
yang lembut, dll)

6. Nyeri b.d NOC NIC


penyakit kronis Mengontrol Manajemen nyeri
Nyeri Definisi : mengurangi nyeri
Menunjukkan dan menurunkan tingkat
tingkat nyeri nyeri yang dirasakan
Kriteria Hasil: Klien pasien.
dapat Aktfitas:
Mengenali 1. Lakukan pengkajian
faktor penyebab nyeri secara
Mengenali komprehensif
lamanya (onset ) termasuk tingkat
sakit nyeri ( dengan face
Menggunakan scale), lokasi,
cara non analgetik karakteristik, durasi,
untuk mengurangi frekuensi, dan faktor
nyeri presipitasi
Menggunakan 2. Observasi reaksi
analgetik sesuai nonverbal
kebutuhan dari ketidaknyam
anan pasien
(misalnya menangis,
meringis, memegangi
bagian tubuh yang
nyeri, dll)
3. Gunakan teknik
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
pasien
4. Jelaskan pada pasien
tentang nyeri yang
dialaminya, seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri
mungkin akan
dirasakan, metode
sederhana untuk
mengalihkan rasa
nyeri, dll.
5. Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain
tentang pengalaman
nyeri dan
ketidakefektifan
kontrol nyeri pada
masa lampau
6. Atur lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
7. Kurangi faktor
pencetus nyeri pada
pasien
2. Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan agen
farmakologi untuk
menghentikan atau
mengurangi nyeri.
Aktifitas:
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
pada pasien
4. Kolaborasi pemilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri, rute
pemberian, dan dosis
optimal
5. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
6. Kolaborasi pemberian
analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
7. Monitor respon klien
terhadap
penggunaan
analgetik
7. Kecemasan NOC : NIC
(orang tua) b.d
Kontrol 1. Menurunkan cemas
kurang Kecemasan Definisi: Meminimalkan
pengetahuan Kriteria Hasil : rasa takut, cemas, merasa
Klien mampu dalam bahaya atau
mengidentifikasi ketidaknyamanan terhadap
dan sumber yang tidak
mengungkapkan diketahui.
gejala cemas Aktifitas:
Mengidentifikas
1. Gunakan pendekatan
i, mengungkapkan, dengan konsep atraumatik
dan menunjukkan care
teknik untuk 2. Jangan memberikan
mengontrol cemas jaminan tentang prognosis
Vital sign (TD, penyakit
nadi, respirasi) 3. Jelaskan semua prosedur
dalam batas dan dengarkan keluhan
normal klien
Postur tubuh, 4. Pahami harapan pasien
ekspresi wajah, dalam situasi stres
bahasa tubuh, dan5. Temani pasien untuk
tingkat aktivitas memberikan keamanan dan
menunjukkan mengurangi takut
berkurangnya 6. Bersama tim kesehatan,
kecemasan. berikan informasi
Menunjukkan mengenai diagnosis,
peningkatan tindakan prognosis
konsentrasi dan 7. Anjurkan keluarga untuk
akurasi dalam menemani anak dalam
berpikir pelaksanaan tindakan
keperawatan
8. Lakukan massage pada
leher dan punggung, bila
perlu
9. Bantu pasien mengenal
penyebab kecemasan
10. Dorong pasien/keluarga
untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi tentang penyakit
11. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi (sepert tarik
napas dalam, distraksi, dll)
12. Kolaborasi pemberian
obat untuk mengurangi
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.
Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran E d i s i ke - 3 J i l i d
2 . Media Aesculapius Fkul.
Hartoyo, Edi, dkk. 2006. Standar Pelayanan Medis. Fakultas
KedokteraanUnlam / RSUD Ulin Banjarmasin.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT
Fajar Interpratama : Jakarta.
McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition. Mosby
Year Book: USA
North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses :
Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions
Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-
Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA.
info.services@nucleus-precise.com

Anda mungkin juga menyukai