Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PEMBAHASAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Usia : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Barat , RT 015
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk RS : 19 April 2017
No RM : 127335

II. Riwayat Penyakit


Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa dan alloanamnesa dengan keluarga pasien
pada hari kamis 20 April 2017 di bangsal bedah RSUD KH.Daud Arif.

Keluhan Utama :
Benjolan di perut.

Keluhan Tambahan :
Mual (+), muntah (+), BAB terakhir 1 har yang lalu, BAK dan buang angin terakhir
tadi pagi.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke ruang IGD dengan keluhan benjolan di perut. Hal ini sudah dialami
pasien sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Benjolan terdapat dibagian perut bawah .
benjolan terasa sakit , berbatas tegas dan berukuran 6 x 6 x 5 cm. Pasien juga mengeluhkan
mual (+) dan muntah (+) , yang bersamaan dengan timbulnya benjolan tersebut. Demam
disangkal pasien , nafsu makan pasien juga baik, pasien tidak memiliki riwayat penyakit
batuk yang lama ataupun buang air besar yang keras. BAB terakhir pasien 1 hari yang lalu,
BAK dan buang angin terakhir tadi pagi.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Sebelumnya pasien sudah pernah mengalami keluhan seperti ini pada saat kecil tetapi
benjolan tersebut hilang timbul dan kembali muncul sejak 3 hari SMSR.Pasien tidak pernah
dirawat inap di RS. Pasien tidak menderita penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit
jantung, penyakit ginjal dan asma.

Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah berobat Ke bidan dan diberikan obat pereda nyeri tetapi keluhan tidak
hilang.

Riwayat Keluarga :
Riwayat penyakit serupa disangkal. Riwayat tekanan darah tinggi, penyakit jantung,
diabetes melitus, alergi, dan asma disangkal.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengatakan lebih sering makan di rumah daripada membeli makanan dari luar.
Riwayat BAK dan BAK biasanya lancar sebelum pasien menderita nyeri perut.

III. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah : 120/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 62x/menit
- Frekuensi nafas : 24x/menit
- Suhu tubuh : 36,8C

Pemeriksaan Generalisata
Kulit
Warna : Sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak terdapat
hipopigmentasi ataupun hiperpigmentasi.
Lesi : Tidak terdapat lesi primer seperti makula, papula, vesikula,
pustula maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau
keloid
Rambut : Tumbuh rambut pada permukaan kulit
Turgor : Baik
Keringat : Normal

Kepala
Normocephali
Distribusi rambut merata dan berwarna hitam
Tidak tampak adanya deformitas

Mata
Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
Conjunctiva tidak anemis
Sklera tidak tampak ikterik
Pupil : isokor, RCL +/+, RCTL +/+

Telinga
Daun telinga : Normal
Tofi : Tidak ditemukan
Liang telinga : Lapang
Membrana timpani : Intak
Nyeri tekan mastoid : Tidak nyeri tekan
Serumen : Tidak ada
Sekret : Tidak ada

Hidung
Bagian luar : Normal, tidak terdapat deformitas
Septum : Terletak di tengah dan simetris
Mukosa hidung : Tidak hiperemis
Cavum nasi : Tidak ada tanda perdarahan

Mulut dan Tenggorokan


Bibir : Tidak pucat dan tidak sianosis
Gigi geligi : Lengkap, ada karies
Palatum : Tidak ditemukan torus
Lidah : Normoglosia
Tonsil : T1/T1 tenang
Faring : Tidak hiperemis
Leher
JVP : (5+2) cm H20
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar
Trakea : Letak di tengah

Kelenjar Getah Bening


Leher : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar

Thorax

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari linea midklavikularis kiri, ICS 5


Perkusi : Batas atas : ICS 2 garis parasternal kiri
Batas kanan : ICS 3-4 garis sternalis kanan
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral garis midklavikularis kiri
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Pergerakan nafas saat statis dan dinamis
Palpasi : Vocal Fremitus sama pada kedua paru
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua paru, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak terdapat pelebaran vena
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), benjolan (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-)
Auskultasi : Bising usus 3 x/menit
- Ekstremitas
Superior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)

Inferior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)

Status Lokalisata
Regio inguinal dextra

Inspeksi
Tanpa mengedan atau batuk tampak massa dengan ukuran sebesar 6x6x5 cm
di daerah inguinal dextra, berbentuk bulat, warnanya seperti kulit di
sekitarnya, dan tidak terdapat tanda-tanda radang
Palpasi
Teraba massa di regio inguinal dextra, permukaan rata, nyeri tekan, massa
teraba kenyal dan tidak bisa dimasukkan kembali ke dalam cavum
abdominalis. Finger tip test dilakukan dan teraba di medial jari.
Auskultasi
Tidak terdengar bunyi peristaltik usus.

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium 19 April 2017

Pemeriksaan Hematologi
Hematologi
o Hb : 14,9 g/dl
o Ht : 44,6 %
o Trombosit : 306.000 /dl
o Leukosit : 10,100 /ul
o Eritrosit : 4,76 juta
o Bleeding time : 3
o Clotting time : 6
o GDS : 126 mg/dl
Kimia darah
o Ureum : 33
o Kreatinin : 0,8

V. Diagnosa Kerja
Hernia Inguinalis Medialis Inkarserata Dextra

VI. Tatalaksana
- IVFD RL 20 TPM
- Ceftriaxone injeksi 2x1 gr (ST)
- Pasang Kateter
- Pro herniotomi dan hernioplasti
- Puasakan pasien

VII. Laporan Operasi


Herniorafi Dextra
Pasien telentang dalam spinal anastesi
Insisi kulit oblique di inguinal dextra
Insisi diperdalam sampai fasia
Kantonghernia diidentifikasi dan dibuka
Didalam kantong hernia didapatkan usus halus yang masih viabel
Cincin hernia dibuka
Usus halus direduksi
Dilakukan herniotomi
Dilakukan hernioplasty dengan menjahit didaerah inguinal
Fasia ditutup
Luka operasi ditutup lapis demi lapis
Operasi selesai

VIII. Diagnosa pasca bedah


Post herniorafi ec hernia inguinal medialis inkarserata dextra

IX. Prognosa
Dubia ad bonam

X. Follow Up
19 April 2017
S Post op
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 11/80 mmHg
O
Nadi : 92 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5C
A Post herniorafi ec hernia inguinal medialis inkarserata dextra
- Diet NB
- IVFD Asering 20gtt/I
- Cefoperazone injeksi 2x1 gr
P - Ranitidin injeksi 2x1 amp
- Dexketoprofen injeksi 3x25mg
- Tirah baring dengan 1 bantal sampai pukul 07.00wib besok
- Kateter terpasang
20 April 2017
S Nyeri luka post op , nyeri pinggang
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
O Nadi : 68 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37C
Abd : Nyeri luka post op (+), BU (+)
A Post herniorafi ec hernia inguinal medialis inkarserata dextra H+1
- Diet MB
- Aff infus dan kateter
- Ganti obat oral : cefadroxyl 2x500mg
P
Dexketoprofen 3x25mg
- Mobilisasi : Duduk ( pagi )
Jalan (sore )

21 April 2017
S Nyeri luka post Op, nyeri pinggang (-)
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
O Nadi : 70 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,2C
Abd : Nyeri luka post op (+), BU (+)
A Post herniorafi ec hernia inguinal medialis inkarserata dextra H+2
- Cefadroxyl 2x500mg
P - Dexketoprofen 3x25mg
- Pasien boleh pulang, kontrol ke poli bedah

Resume
Seorang perempuan berusia 64 tahun datang dengan keluhan benjolan diperut kanan
bagian bawah, dirasakan sejak 3 hari sebelum datang ke IGD. Awalnya benjolan tersebut
sudah pernah dialami pasien dari kecil , benjolan tersebut dahulunya hilang timbul, dan
muncul kembali sejak 3 hari sebelum datang ke IGD. Benjolan tersebut terasa nyeri. Pasien
juga mengeluhkan mual (+) dan muntah (+) yang bersamaan timbul dengan benjolan . Dari
riwayat penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien sudah pernah mengalami sakit seperti ini
sebelumnya dan tidak pernah menderita peyakit jantung, kencing manis atau darah tinggi.
Dari riwayat penyakit keluarga tidak didapatkan riwayat adanya anggota keluarga yang
menderita penyakit jantung, kencing manis dan darah tinggi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, dengan
tanda-tanda vital: tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 62 kali/menit reguler, frekuensi
pernafasan 24x/ menit dan suhu 36,80C (axiller). Pada pemeriksaan fisik didapatkan masssa
di daerah inguinal berukuran 6x6x5cm pada inspeksi. Nyeri tekan pada palpasi. Bising usu
pada auskultasi. Dari pemeriksaan tambahan didapatkan Finger tip test dilakukan dan teraba
di medial jari.
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien di diagnosa dengan
hernia inguinalis medialis inkarserata dextra.
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Definisi Hernia
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
yang lemah dari dinding yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol
melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia
terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.

2. Epidemiologi
Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen muncul
disekitar lipatan paha. Hernia sisi kanan lebih sering terjadi daripada di sisi kiri. Hernia
indirect lebih banyak daripada hernia direct yaitu 2:1, perbandingan pria:wanita pada hernia
indirect adalah 7:1. Hernia femoralis kejadiaanya kurang dari 10% dari semua hernia tetapi
40% dari itu muncul kasus emergensi dengan inkaserasi atau strangulasi. Hernia femoralis
lebih sering terjadi pada lansia dan laki-laki yang pernah menjalani operasi hernia inguinal.

3. Etiologi
Penyebab terjadinya hernia adalah:
a) Lemahnya dinding rongga perut. Dapat sejak lahit atau didapat kemudian dalam hidup
b) Akibat dari pembedahan senelumnya
c) Kongenital
Hernia kongenital sempurna
Bayi sudah menderita hernia karena adanya defek pada tempat-tempat tertentu.
Hernia kongenital tidak sempurna
Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi mempunyai defek pada
tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0-1 tahun) setelah
lahir akan terjadi melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan
tekanan intraabdominal (mengejan, batuk, menangis)
d) Aquisial adalah hernia yang bukan disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi
disebabkan oleh faktor lain yang dialami manusia, antara lain:
Tekanan intraabdominal yang tinggi, yaitu pada pasien yang sering mengejan
pada saat buang air besar atau buang air kecil.
Konstitusi tubuh. Pada orang kurus terjadinya hernia karena jairngan ikatnya
yang sedikit, sedangkan pada orang gemuk disebabkan karena jaringan lemak
yang banyak sehingga menambah beban jaringan ikat penyokong.
Distensi diding abdomen karena peningkatan tekanan intaabdominal
Penyakit yang melemahkan dinding perut
Merokok
Diabetes mellitus

4. Bagian Hernia
Bagian-bagian dari hernia menurut:
1) Kantong hernia. Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua
hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia internalis.
2) Isi hernia: berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya
usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).
3) Pintu hernia: merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
4) Leher hernia: bagian tersempit kantong hernia.

5. Klasifikasi Hernia
Menurut sifat dan keadaannya hernia dibedakan menjadi:
Hernia reponibel: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau
mengedan dan masuk lagi bila berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada
keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
Hernia ireponibel: Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga
perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia.
Hernia inkarserata atau strangulata: bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya,
terjadi gangguan vaskularisasi. Reseksi usus perlu segera dilakukan untuk
menghilangkan bagian yang mungkin nekrosis.

Menurut Erickson (2009) dalam Muttaqin 2011, ada beberapa klasifikasi hernia yang
dibagi berdasarkan regionya, yaitu: hernia inguinalis, hernia femoralis, hernia
umbilikalis, dan hernia skrotalis.
Hernia Inguinalis, yaitu: kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke
rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis.
Materi yang masuk lebih sering adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu
jaringan lemak atau omentum. Predisposisi terjadinya hernia inguinalis adalah
terdapat defek atau kelainan berupa sebagian dinding rongga lemah. Penyebab pasti
hernia inguinalis terletak pada lemahnya dinding, akibat perubahan struktur fisik dari
dinding rongga (usia lanjut), peningkatan tekanan intraabdomen (kegemukan, batuk
yang kuat dan kronis, mengedan akibat sembelit, dll).

hernia inguinalis medialis, menonjol langsung ke depan melalui segitiga Hasselbach,


daerah yang dibatasi oleh ligamentum inguinale di bagian inferior, pembuluh epigastrika
inferior di bagian lateral dan tepi otot rektus di bagian medial. Dasar segitiga hasselbach
dibentuk oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat aponeurosis m.transversus
abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga daerah ini potensial untuk menjadi
lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum,
umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar.

Nervus ilioinguinalis dan n.iliofemoralis mempersarafi otot di regio inguinalis, sekitar kanalis
inguinalis, dan tali sperma, serta sensibilitas kulit regio inguinalis, skrotum, dan sebagian
kecil kulit tungkai atas bagian proksimomedial.
Hernia directa tidak begitu sering seperti hernia indirecta; kurang lebih 15 % dari seluruh
hernia inguinalis dan biasanya bilateral. Biasanya terjadi pada laki-laki berusia lebih dari 40
tahun, jarang terjadi pada wanita dan terjadi sebagai akibat kelemahan otot-otot abdomen
bagian depan, yang disertai peninggian tekanan intraabdominal. Kantong hernia terdiri dari
peritoneum dan fascia transversalis.

Kantung dari inguinalis direk menonjol secara langsung melalui dasar kanalis inguinalis,
terhadap pembuluh epigastrika inferior, dan jarang turun ke dalam skrotum.

Hernia inguinalis direk ini hampir selalu disebabkan peninggian tekanan intraabdomen kronik
dan kelemahan otot dinding di trigoum Hasselbach. Oleh karena itu, hernia ini umumnya
terjadi bilateral, khususnya pada lelaki tua. Hernia ini jarang, bahkan hampir tidak pernah,
mengalami inkarserasi dan strangulasi. Mungkin terjadi hernia geser yang mengandung
sebagian dinding kandung kemih. Kadang ditemukan defek kecil di m. oblikus internus
abdominis, pada segala usia, dengan cincin yang kaku dan tajam yang sering menyebabkan
strangulasi. Hernia ini banyak diderita oleh penduduk Afrika.

Kantung hernia inguinalis direk berasal dari dasar kanalis inguinalis, yaitu segitiga
Hesselbach; menonjol secara langsung; dan kantung hernia ini tidak mengandung
aponeurosis otot obliqus ekstemus. Hanya pada keadaan yang jarang, hernia ini sedemikian
besarnya sehingga mendesak keluar melalui anulus superfisialis dan turun ke dalam skrotum.
Kandung kemih sering menjadi komponen sliding dari kantung hernia direk.

Perbedaan antara hernia inguinalis indirek dan hernia inguinalis direk

Indirek Direk
Usia pasien Usia berapapun, terutama Lebih tua
muda
Penyebab Dapat kongenital Didapat
Bilateral 20 % 50 %
Penonjolan saat batuk Oblik Lurus
Muncul saat berdiri Tidak segera mencapai Mencapai ukuran terbesar
ukuran terbesarnya dengan segera
Reduksi saat berbaring Dapat tidak tereduksi segera Tereduksi segera
Penurunan ke skrotum Sering Jarang
Oklusi cincin internus Terkontrol Tidak terkontrol
Leher kantong Sempit Lebar
Strangulasi Tidak jarang Tidak biasa
Hubungan dengan pembuluh Lateral Medial
darah epigastric inferior

Hernia Femoralis, yaitu: suatu penonjolan organ intestinal yang masuk melalui kanalis
femoralis yang berbentuk corong dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha. Penyebab
hernia femoralis sama seperti hernia inguinalis.
Hernia Umbilikus, yaitu: suatu penonjolan (prostrusi) ketika isi suatu organ
abdominal masuk melalui kanal anterior yang dibatasi oleh linea alba, posterior oleh
fasia umbilicus, dan rektus lateral. Hernia ini terjadi ketika jaringan fasia dari dinding
abdomen di area umbilicus mengalami kelemahan.
Hernia Skrotalis, yaitu: hernia inguinalis lateralis yang isinya masuk ke dalam
skrotum secara lengkap. Hernia ini harus cermat dibedakan dengan hidrokel atau
elevantiasis skrotum.

6. Patofisiologi hernia inguinalis


Dinding abdomen terdiri dari lapisan kulit, fasia subkutis, fasia scarpa yang melapisi
otot, dari luar otot-otot tersebut; obliqus eksternus, obliqus internus, dan tranversus
abdominis. Otot-otot tersebut terpisah pada sisi lateral dan mengalami aponeurosis pada
sisi medial, yang selanjutnya otot-otot tersebut akan terpisah dengan otot rektus
abdominis oleh fascia.
Lapisan paling dalam dinding abdomen adalah peritoneum parietal, yang berlanjut
pada peritoneum viseral yang membungkus organ intra-abdomen. Pada pria, secara
embriologis peritoneum akan membentuk kantong yang berjalan di sepanjang prosesus
vaginalis pada ring interna, proses ini akan mengikuti turunnya testis dari retroperitoneal
ke skrotum. Penyebab munculnya hernia inguinalis lateralis (hernia indirek) adalah
adanya kantong hernia pada prosesus vaginalis. Dengan kata lain prosessus vaginalis
gagal dalam melakukan obliterasi.
Pada hernia inguinalis medialis (hernia direk), penyebab kelainan ini adalah
kelemahan dinding posterior dari kanalis inguinalis, dan kemudian memicu penonjolan isi
hernia pada trigonum Hesselbach. Hernia direk umumnya muncul pada usia tua. Pada
hernia femoralis, tidak hanya terjadi kelemahan pada dinding posterior namun juga terjadi
pelebaran ring femoral. Kantong hernia terbentuk dari peritoneum dan masuk melalui ring
femoral.
Peningkatan tekanan intra-abdomen dapat menjadi faktor predisposisi munculnya hernia
inguinalis. Hal ini dapat terjadi pada pekerja bangunan atau pekerja yang sering
mengangkat beban yang berat. Peningkatan tekanan intra-abdomen juga dapat terjadi
pada pasien dengan batuk kronis, konstipasi, gangguan miksi akibat pembesaran prostat,
atau konstipasi akibat adanya kanker pada kolorektal. Perlu diingat bahwa segala hal yang
dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen harus dieliminasi sebelum dilakukan
herniorafi. Misalnya pada pasien dengan hiperplasia prostat (BPH) dan hernia inguinal,
maka prostatektomi harus terlebih dahulu dikerjakan sebelum herniorapi.

Kanalis inguinalis dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 dari
kehamilan, terjadi desensus vestikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan testis akan
menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang
disebut dengan prosesus vaginalis pritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus telah
mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut.
Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena yang kiri turun terlebih dahulu
dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam
keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka sebagian, amka timbul hidrokel. Bila kanal terbuka terus,
karena rosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateral kongenital.
Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi karena dengan bartambahnya umur, organ
dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah
menutup. Namuan karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada
keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti batuk-batuk
kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang-barang berat, mengejan. Kanal yang
sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena
terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya
menekan dinding rongga yang telah melemas akibat trauma, hipertrofi prostat, asites,
kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua.
Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses perkembangan
alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Potensial komplikasi terjadi perlekatan
antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat
dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin
banyaknya usus yang masuk cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan
perdarahan akan timbul perut kembung, muntah, konstipasi. Bila inkaserata dibiarkan,
maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah
dan terjadi nekrosis.

7. Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Finger test menggunakan jari ke 2
atau jari ke 5, dimasukkan lewat skrotum melalui
anulus eksternus ke kanal inguinal, penderita disuruh
batuk. Bila impuls diujung jari berarti hernia
ingunalis lateralis, bila impuls disamping jari hernia
inguinalis medialis.

Pemeriksaan Ziemen test posisi


berbaring, bila ada benjolan
masukkan dulu, hernia kanan
diperiksa dengan tangan kanan,
penderita disuruh batuk bila
rangsangan pada jari ke-2 hernia
ingunalis lateralis, jari ke-3 hernia inguinalis medialis, jari ke-4 hernia
femoralis.
Pemeriksaan Thumb test anulus ditekan dengan
ibu jari dan penderita disuruh mengejan, bila keluar
benjolan berarti hernia inguinalis medialis, bila tidak
keluar benjolan berarti hernia inguinalis lateralis.
b. Pemeriksaan penunjang
Leukosit > 10.000 18.000/mm3
Serum elektrolit meningkat
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna untuk membedakan hernia incaserata
dari suatu nodus limfatikus patologis atau penyebab lain dari suatu massa yang
teraba di inguinal.
CT scan dapat digunakan untuk mngevaluasi pelvis untuk mencari adanya
hernia obturator.

8. Diagnosis banding
a. Keganasan : limfoma, retroperitoneal sarcoma, metastasis, tumor testis
b. Penyakit testis primer: varicocele, epididimitis, torsio testis, hidrokel, testis ectopic,
undescenden testis
c. Aneurisma artery femoralis
d. Nodus limfatikus
e. Kista limfatikus
f. Kista sebasea
g. Psoas abses
h. Hematoma
i. Ascites

9. Penatalaksanaan
Penanganan DI IGD
Mengurangi hernia. Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk
mencegah nyeri. Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat.
Menurunkan tegangan otot abdomen. Posisikan pasien berbaring terlentang dengan
bantal di bawah lutut. Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut sekitar 15-20
terhadap hernia inguinalis. Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi
pembengkakan dan menimbulkan proses analgesia. Posisikan kaki ipsi lateral dengan
rotasi eksterna dan posisi flexi unilateral (seperti kaki kodok) Posisikan dua jari di
ujung cincin hernia untuk mencegah penonjolan yang berlanjutselam proses reduksi
penonjolan Usahakan penekanan yang tetap pada sisi hernia yang bertujuan untu
mengembalikan isis hernia ke atas. Jika dilakukan penekanan ke arah apeks akan
menyebabkan isis hernia keluar dari pintu hernia. Konsul ke ahli bedah jika usaha
reduksi tidak berhasil dalam 2 kali percobaanm Teknik reduksi spontan memerlukan
sedasi dam analgetik yang adekuat dan posisikan Trendelenburg, dan kompres dingin
selama 20-30 menit.

Operasi elektif dilakukan untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi


seperti inkeserasi dan strangulasi. Pengobatan non operatif direkomendasikan hanya pada
hernia yang asimptomatik. Prinsip utama operasi hernia adalah herniotomy: membuka
dan memotong kantong hernia. Herniorraphy: memperbaiki dinding posterior abdomen
kanalis ingunalis.

Herniotomy
Insisi 1-2 cm diatas ligamentum inguinal dan aponeurosis obliqus eksterna dibuka
sepanjang canalis inguinalis eksterna. Kantong hernia dipisahkan dari m.creamester
secara hati-hati sampai ke kanalis inguinalis internus, kantong hernia dibuka, lihat isinya
dan kembalikan ke kavum abdomen kemudian hernia dipotong. Pada anak-anak cukup
hanya melakukan herniotomy dan tidak memerlukan herniorrhapy.

Herniorrhapy
Dinding posterior di perkuat dengan menggunakan jahitan atau non-absorbable mesh
dengan tekhnik yang berbeda-beda. Meskipun tekhnik operasi dapat bermacam-macam
tekhnik bassini dan shouldice paling banyak digunakan. Teknik operasi liechtenstein
dengan menggunakan mesh diatas defek mempunyai angka rekurensi yang rendah.
10. Prognosis
Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi kantong
hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani. Penyulit pasca
bedah seperti nyeri pasca herniorraphy, atrofi testis dan rekurensi hernia umumnya dapat
diatasi.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartzs Principles of Surgery.


Eighth edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-1394.
2. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery.
17thEdition. Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-1217

3. Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong, (2012), Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, 706-
710, EGC, Jakarta.

4. Inguinal Hernia: Anatomy and


Managementhttp://www.medscape.com/viewarticle/420354_4
5. Dunphy, J.E, M.D, F.A.C.S. dan Botsford, M.D, F.A.C.S, Pemeriksaan Fisik Bedah,
edisi ke-4, 145-146, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta.

6. Dudley and Waxmann, Scott; An Aid to Clinical Surgery, 4nd ed, 247, Longman
Singapore Publisher Ltd, Singapore.

7. Darmokusumo, K, Buku Pegangan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran,


Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai