Anda di halaman 1dari 2

BAB IV

PEMBAHASAN

Penentuan ketersediaan hayati kebanyakan hanya untuk bentuk sediaan obat seperti
tablet dan kapsul yang digunakan peroral untuk memperoleh efek sistematik. Hal ini bukan
berarti ketersediaan hayati tidak ada dalam bentuk sediaan obat yang lain selain bentuk
padat/penggunaan bentuk obat melalui rute lain selain melalui mulut. Pengetahuan tentang
konsentrasi obat dalam serum dapat menjelaskan mengapa seorang penderita tidak
memberikan reaksi terhadap terapi obat, atau mengapa penderita mengalami suatu efek yang
idak diinginkan. Sebagai tambahan, praktisi mungkin ingin menjelaskan ketelitian dari aturan
dosis.
Pada pengukuran konsentrasi obat dalam serum, suatu konsentrasi tunggal dari obat
dalam serum dapat tidak menghasilkan informasi yang berguna kecuali jika faktor-faktor lain
dipertimbangkan, sebagai contoh, aturan dosis obat yang meliputi besaran dan jarak
pemberian dosis, rute pemberian obat, serta waktu pengambilan cuplikan (puncak, palung,
atau keadaan tunak) hendaknya diketahui. Mungkin ada keterbatasan dalam hal jumlah
cuplikan darah yang dapat diambil, keseluruhan volume darah yang diperlukan untuk
penetapan kadar, dan waktu untuk melakukan analisis obat, pengukuran konsentrasi serum
hendaknya juga mempertimbangkan biaya penetapan kadar, resiko, dan ketidaksenangan
penderita, dan kegunaan informasi yang diperoleh.
Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kadar obat dalam serum hendaknya
telah sahih, berkenaan dengan hal-hal berikut seperti spesifitas, linieritas, kepekaan,
ketepatan, ketelitian, dan stabilitas. Untuk menganalisis darah total, komponen sel darah
harus dilisis demikian sehingga kandungannya bercampur merata dengan sonikator atau
ditentukan dalam jangka waktu tertentu lalu disonikasi. Plasma berbeda dengan serum, serum
adalah plasma yang fibrinogennya telah dihilangkan dengan proses penjendalan, sedangkan
plasma diperoleh dengan menambahkan suatu pencegah penjendalan ke dalam darah. Bila
darah tidak diberi antikoagulan terjadilah penjendalan dan bila contoh seperti dipusingkan
maka beningannya adalah serum.
Penilaian ketersediaan hayati dapat dilakukan dengan metode menggunakan data
darah, data urin, dan data farmakologis atau klinis, namun lazimnya dipergunakan data darah
atau data urin untuk menilai ketersediaan hayati sediaan obat yang metode analisis zat
berkhasiatnya telah diketahui cara dan validitasinya. Jika cara dan validitas belum diketahui,
dapat digunakan data farmakologi dengan syarat efek farmakologi yang timbul dapat diukur
secara kuantitatif. Parameter-parameter yang berguna dalam penentuan ketersediaan hayati
suatu obat meliputi data plasma, data urin, efek farmakologi akut, respon klinik. Ketersediaan
hayati dilakukan baik terhadap bahan aktif yang telah disetujui maupun obat dengan efek
terapeutik yang belum disetujui oleh FDA untuk dipasarkan. Setelah ketersediaan hayati dan
parameter-parameter farmakokinetika dari bahan aktif diketahui aturan dosis dapat diajukan
untuk mendukung pemberian label obat.
Pada praktikum ini pertama tama dibuat kurva baku dari parasetamol untuk mencari
nilai a dan b dalam persamaan kurva baku y = a + bx. Kemudian dilakukan penetapan kadar
parscetamol. Sampel yang berupa darah ditambahkan Na2EDTA dengan tujuan
untuk koagulasi darah agar tidak mengental. Kemudian sampel tersebut ditambahkan TCA
10% sebanyak 2 ml yang dihomogenkan. TCA 10% digunakan untuk deproteinisasi pada
sampel darah. Apabila protein pada sampel tidak dihilangkan maka akan mengganggu
absorbsi. Setelah itu, sampel disentrifuge 3000 rpm selama 15 menit. Dalam praktikum ini,
sentrifuge dilakukan sabanyak dua kali karena filtrat belum bening pada sentrifuge pertama.
Sampel dipindahkan ketabung lain (filtrat atas atas saja) lalu ditambahkan TCA 10% 1 ml dan
sentrifuge kembali. Setelah didapat filtrat bening, samel dibaca absorbansinya dengan =
256 nm menggunakan spektrofotometer uv-vis. Setelah itu, didapat kadar dan dapat dihitung
recovery, kesalahan acak, dan kesalahan sistemik. Dari hasil analisis yang didapat, racovery
pada sampel melebihi persyaratannya 90% - 110%. Ini menunjukkan bahwa data tidak valid
sehingga tidak dapat digunakan sebagai kinetika obat. Data recovery tersebut disimpulkan
tidak efisien.
Selanjutnya pada perhitungan kesalahan acak pada sampel 1,3, dan 6 hasilya melampaui
dari 10% sedangkan pada sampel 2,4, dan 5 hasilnya kurang dari 10%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa data sampel 1,3, dan 6 tidak efisien sedangkan sampel 2,4, dan 5 teliti
dan efisien. Perhitungan yang terakhir adalah kesalahan sistemik. Hasil yang didapat dari
penelitian ini yaitu mee\lebihi persyaratan kesalahan sistemik 10%. Data ini dinyatakan tidak
akurat dan tidak efisien. Dari ketiga perhitungan ini, data data yang diperoleh sebagian
besar tidak valid. Hal ini disebsbkan beberapa faktor, antara lain : kesalahan pada waktu
pembuatan larutan, kesalahan pada alat/instrumen yang digunakan, dan kesalahan pada
praktikan sendiri. Dimana kurang teliti dalam menganalisis data yang diperoleh. Oleh sebab
itu, diperlukan ketelitian dalam menggunakan alat dan mengamati data yang diperoleh selama
percobaan berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai