Anda di halaman 1dari 7

Diskusi

Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan


individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau
perilaku kacau/aneh.
Psikotik terbagi atas gangguan organik dan fungsional (non-organik). Bila
terdapat gangguan organik :
1. Kesadaran yang menurun (delirium)
2. Kognitif yang menurun (demensia)
3. Daya ingat yang menurun (sindrom amnestik)
4. NAPZA (drug abuse)
5. Halusinasi/waham organik (gangguan kepribadian organik akibat disfungsi otak).
Bila terdapat gangguan fungsional (non-organik):
1. Gangguan persepsi (halusinasi,ilusi), perilaku, pemikiran (waham), perasaan
a. Kurang dari 1 bulan psikotik akut
b. Lebih dari 1 bulan skizofrenia
2. Gangguan isi pikiran 3 bulan gangguan waham
Untuk mendiagnosis gejalah pasti gangguan psikotik akut adalah :
1. Halusinasi misalnya mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat
sesuatu yang tidak ada bendanya.
2. Waham
3. Agitasi atau perilaku aneh (bizar)
4. Pembicaraan aneh dan kacau (disorganisasi)
5. Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (irritable)
Menurut buku Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa
(PPDGJ-III), gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku atau psikologi
seseorang, yang secara klinis cukup bermakna, dan yang khas berkaitan dengan suatu
gejala penderitaan (disstres) atau hendaya (disability) di dalam satu atau lebih fungsi
yang penting dari manusia. Pada gangguan psikotik gejalanya seperti halusinasi,
waham, perilaku kataton, perilaku kacau, pembicaraan kacau yang pada umumnya
(tidak selalu) disertai tilikan yang buruk. Gejala psikotik mendominasi gambaran
klinisnya baik dalam intensitas dan lama perjalanan penyakit.
Diagnosis gangguan psikotik non organik dapat ditegakkan jika gangguan
psikotik tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia (F20) atau untuk gangguan afektif
yang bertipe psikotik (F30-F39) dan gangguan-gangguan psikotik yang tidak
memenuhi criteria gejala untuk gangguan waham menetap (F22).
Berdasarkan PPDGJ-III dikatakan gangguan jiwa apabila ditemukan :
1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa :
Sindrom atau Pola Perilaku
Sindrom atau Pola Psikologik
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), antara lain dapat
berupa : rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi organ
tubuh, dll.
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas (disability) dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan
kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dll).
Dikatakan gangguan jiwa psikotik apabila terdapat hendaya berat dalam
menilai realita berupa waham, halusinasi, ilusi, bicara yang kacau, mengamuk.
Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan
individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau
perilaku kacau atau aneh. Psikotis akut adalah sekelompok gangguan jiwa yang
berlangsung kurang dari satu bulan dan tidak disertai gangguan mood, gangguan
berhubungan dengan zat, atau suatu suatu gangguan psikotik karena kondisi medis
umum.
Pedoman diagnostik gangguan psikotik akut dan sementara:
1. Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan prioritas yang
diberikan untuk ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini. Urutan prioritas yang
digunakan adalah:
a. Onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang sama dengan jangka
waktu gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya
beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk periode
prodormal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas yang
menentukan seluruh kelompok.
b. Adanya sindrom yang khas (berupa polimorfik = beraneka ragam dan
berubah cepat, atau schizophrenia-like = gejala skizofrenik yang khas)
c. Adanya stress akut yang berkaitan
d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung
2. Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi criteria episode manic
atau episode depresif, walaupun perubahan emosional dan gejala-gejala afektif
individual dapat menonjol dari waktu ke waktu
3. Tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis, delirium atau demensia.
Tidak merupakan intoksikasi akibat penggunaan alcohol atau obat-obatan
Gejala psikotik berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu
bulan. Diagnosis dapat dibuat sebelum periode waktu satu bulan, tetapi harus diterima
sebagai diagnosis sementara. Jika gejala menetap lebih dari satu bulan, diagnosis
berubah menjadi gangguan psikotik lainnya, seperti gangguan skizofreniform.
Bentuk-bantuk psikosis akut:
1. F 23.0 Gangguan psikotik polimorfik akut tanpa gejala skizofrenia
a. Onset harus akut (dari suatu keadaan nonpsikotik sampai keadaan psikotik
yang jelas dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang);
b. Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah dalam jenis dan
intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang sama.
c. Harus ada keadaan emosional yang sama beranekaragamnya;
d. Walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari gejala itu ada
secara cukup konsisten dapat memenuhi kriteria skizofrenia atau episode
manik atau episode depresif.
2. F 23.1 Gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala skizofrenia
a. Memenuhi kriteria (a), (b), dan (c) yang khas untuk gangguan psikotik
polimorfik akut;
b. Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia
yang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran
klinis psikotik itu secara jelas;
c. Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka
diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia.
3. F 23.2 Gangguan psikotik lir-skizofrenia (schizophrenia-like akut)
a. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari nonpsikosis
psikosis);
b. Memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi lamanya kurang dari 1 bulan;
c. Tidak memenuhi kriteria psikosis polimorfik akut.
4. F 23.3 Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham
a. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari nonpsikosis
psikosis);
b. Waham dan halusinasi;
c. Baik kriteria skizofrenia maupun gangguan psikotik polimorfik akut tidak
terpenuhi.
5. F 23.8 Gangguan psikotik akut dan sementara lainnya
Gangguan psikotik akut lain yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kategori
manapun.
6. F 23.9 Gangguan psikotik akut dan sementara YTT
Kategori gangguan psikotik non-organik yang tak tergolongkan (F.29)
digunakan untuk pasien yang mempunyai gejala psikotik (contoh: waham, halusinasi,
dan perilaku serta bicara kacau) tetapi yang tidak memenuhi kriteria diagnostik
gangguan psikotik lain yang mempunyai definisi spesifik. Pada beberapa kasus,
diagnosis gangguan psikotik yang tidak tergolongkan dapat digunakan bila tidak
cukup tersedia informasi untuk menegakkan diagnosis tertentu. Kriteria DSM-IV-TR
diberikan pada gangguan berikut yaitu pada tabel berikut:
Kategori tersebut meliputi simtomatologi psikotik (seperti waham, halusinasi, bicara kacau,
perilaku katatonik, atau kekacauan menyeluruh); terdapat informasi tidak adekuat untuk
membuat diagnosis spesifik atau kontradiksi informasi, atau gangguan dengan gejala psikotik
yang tidak memenuhi kriteria untuk setiap gangguan psikotik spesifik. Contoh meliputi:
1. Psikosis pascapartus yang tidak memenuhi kriteria gangguan mood dengan gambaran
psikotik, gangguan psikotik singkat, gangguan psikotik yang disebabkan kondisi medis
umum, atau gangguan psikotik akibat zat.
2. Gejala psikotik berlangsung kurang dari 1 bulan tetapi belum remisi, sehingga kriteria
gangguan psikotik singkat tidak terpenuhi.
3. Halusinasi pendengaran persisten tanpa gambaran lain.
4. Waham tidak bizar persisten dengan periode episode mood yang saling tumpang tindih
dan telah ada sebagai gejala penyerta gangguan waham yang bermakna.
5. Situasi yang klinisinya menyimpulkan bahwa gangguan psikotik ada tetapi tidak mampu
menentukan apakah primer, disebabkan kondisi medis umum, atau akibat zat.
Pada pasien ini diperlukan terapi yang dibagi menjadi 3, yaitu medikamentosa,
non medikamentosa dan terapi cairan. Medikamentosa yaitu dengan pemberian obat-
obatan, antipsikotik yaitu salah satunya seperti golongan Dibenzodiazepine seperti
clozapine (tab 25-100 mg). Di berikan clozapine dapat bekerja pada gejala positif
ataupun gejala negatif dan memiliki efek samping yang minimal.
Clozapine merupakan antipsikosis yang bekerja secara atipikal. Disamping
berafinitas terhadap Dopamine D2 Receptors, juga terhadap : Serotonin 5 HT2
Receptors (serotonin-dopamin antagonists), sehingga efektif untuk gejala negatif.
Dosis untuk clozapine 25-100 Mg/h.
Obat antipsikosis bekerja dalam menghambat jalur dopamin. Berdasarkan teori
dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu:
1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala positif
pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways memproyeksikan
badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum area (VTA) di batang otak
kemudian ke nukleus akumbens di daerah limbik. Jalur ini berperan penting pada
emosional, perilaku khususnya halusinasi pendengaran, waham dan gangguan
pikiran. Antipsikotik bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya
reseptor dopamin D2. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways
menyebabkan gejala positif meningkat.
2. Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke daerah
serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal dopamin
pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif dan kognitif pada penderita
skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif disebabkan terjadinya penurunan dopamin
di jalur mesokortikal terutama pada daerah dorsolateral prefrontal korteks.
Penurunan dopamin di mesokortikal dopamin pathways dapat terjadi secara
primer dan sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang
berlebihan pada jalur ini atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2.
Peningkatan dopamin pada mesokortikal dapat memperbaiki gejala negatif atau
mungkin gejala kognitif.
3. Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra pada batang
otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini merupakan bagian dari sistem
saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin di nigostriatal dopamin pathways dapat
menyebabkan gangguan pergerakan seperti yang ditemukan pada penyakit
parkinson yaitu rigiditas, bradikinesia dan tremor. Namun hiperaktif atau
peningkatan dopamin di jalur ini yang mendasari terjadinya gangguan pergerakan
hiperkinetik seperti korea, diskinesia atau tik.
4. Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah hipotalamus
ke hipofisis anterior. Dalam keadaan normal tuberoinfundibular dopamin
pathways mempengaruhi oleh inhibisi dan penglepasan aktif prolaktin, dimana
dopamin berfungsi melepaskan inhibitor pelepasan prolaktin. Sehingga jika ada
gangguan dari jalur ini akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik, maka akan
terjadi peningkatan prolaktin yang dilepas sehingga menimbulkan galaktorea,
amenorea atau disfungsi seksual.
Penggunaan obat antipsikotik menimbulkan beberapa efek samping
diantaranya sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik seperti hipotensi,
antikolinergik (seperti mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat
dan mata kabur), gangguan endokrin serta gangguan ekstrapiramidal (dystonia akut,
akathisia, sindrom Parkinson: tremor, bradykinesia, rigiditas).
Adapun pemberian obat antikolinergik, terutama diberikan bila terjadi efek
samping sindroma ekstrapiramidal seperti dystonia akut, akathisia atau parkinsonism.
Biasanya terlebih dahulu dilakukan penurunan dosis dan bila tidak dapat
ditanggulangi diberikan obat antikolinergik seperti Trihexyphenydil dengan dosis 3
kali 2 mg per hari.
Dikarenakan pasien masih gaduh gelisah, berbicara kacau dan tidak mau
makan dan minum sehingga diberikan terapi injeksi Chlorpromazine 50 mg
intramuskular. Chlorpromazine merupakan obat anti-psikosis tipikal golongan
Phenothiazine yang bekerja dengan cara memblockade dopamine pada reseptor pasca-
sinaptik neuron di otak. Khususnya di sistem limbik dan eksrapiramidal (Dopamine
D2 receptor antagonists) sehingga efektif untuk gejala positif.
Pasien datang dengan keadaan dehidrasi sedang sehingga diberikan terapi
cairan berupa IVFD D5 : RL 1:1 16 tpm dikarenakan sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit pasien tidak mau makan dan minum.
Sedangkan untuk non medikamentosa seperti psikoterapi yaitu melalui
pendekatan seperti psikoterapi dan sosioterapi. Dimana ini dilakukan agar pasien
mendapatkan dukungan untuk dapat sembuh.
DAFTAR PUSTAKA

1. Irawati, I,. Kristiana, S,. Buku Ajar Psikiatri. Ed. 2. Badan Penerbit FKUI : Jakarta.
2013.
2. Benjamin, JS,. Virginia, AS,. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta. 2010.
3. Rusdi, M,. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ-III
dan DSM-5. Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya : Jakarta.
2013.
4. Syarif, dkk., Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Badan Penerbit FKUI: Jakarta. 2011.
5. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai