Anda di halaman 1dari 31

i

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai
DRP, Jenis DRPs, Blanko DRPs.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kelemahan, baik dari segi
penulisan, tata bahasa maupun bentuk ilmiahnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan kami. Oleh karena itu kami dengan senang hati menerima kritik
dan saran yang bermanfaat untuk kesempurnan makalah ini.
Kami pun menyadari, bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak mendapatkan
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga semua bantuan, dukungan dan doa yang telah
diberikan menjadi amal yang baik serta mendapat ridho dan balasan dari Allah SWT. Amin
Akhir kata kami ucapkan selamat membaca. Semoga makalah yang kami buat ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada khususnya bagi teman-teman.

Pekanbaru , April 2017

Penyusun

Daftar isi

ii
Contents
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii
Pekanbaru , April 2017 ................................................................................................................. ii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................................................................. 2
BAB II.............................................................................................................................................. i
PEMBAHASAN .............................................................................................................................. i
2.1 Drug Related Problems (DRPs) ............................................................................................. i
2.2 Kategori Drug Related Problems (DRPs) ............................................................................. ii
2.3 Komponen DRPs ............................................................................................................... viii
2.4 Cara Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) ............................................................. viii
2.5 Jenis jenis DRPs............................................................................................................ xviii
Bab III ........................................................................................................................................ xxiv
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... xxiv
3.2 Saran ................................................................................................................................ xxiv

iii
i
1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pharmaceutical care berkembang akibat dari sejarah perkembangan obat yang


mengakibatkan makin banyaknya DRPs (Drug Related Problems). Terlihat dari catatan sejarah
bahwa di USA pada tahun 1997, 140.000 kematian dan 1 juta pasien dirawat dirumah sakit
akibat adanya DPRs dari obat yang diresepkan (Cipolle et al., 1998). Identifikasi, pencegahan
dan pemecahan terhadap timbulnya DRPs merupakan aktivitas utama dalam pharmaceutical
care. DRPs merupakan suatu masalah yang timbul dalam penggunaan obat atau terapi obat yang
secara potensial maupun aktual dapat mempengaruhi outcome terapi pasien, meningkatkan biaya
perawatan serta dapat menghambat tercapainya tujuan terapi (Van Mill et al., 2004).

DRPs terdiri dari tujuh kategori, empat kategori diantaranya adalah ketidaktepatan pemilihan
obat, dosis kurang, dosis lebih dan interaksi obat. Ketidaktepatan pemilihan obat dapat
menyebabkan obat tidak efektif, menimbulkan toksisitas atau efek samping obat, dan
membengkakan biaya pengobatan. Faktor pendukung yang menyebabkan pasien menerima dosis
lebih atau kurang, antara lain ialah obat diresepkan dengan metode fixed- model (hanya merujuk
pada dosis lazim) tanpa mempertimbangkan lebih lanjut usia, berat badan, jenis kelamin dan
kondisi penyakit pasien sehingga terjadi kesalahan pada peresepan, adanya asumsi dari tenaga
kesehatan yang lebih menekankan keamanan obat dan meminimalisir efek toksik sampai
mengorbankan sisi efektivitas terapi (Strand et al., 1998).
Farmasis dalam kaitannya dengan Pharmaceutical care harus memastikan bahwa pasien
mendapatkan terapi obat yang tepat, efisien dan aman. Hal ini melibatkan tiga fungsi umum,
yaitu: mengidentifikasi DRPs yang terjadi dan potensial terjadi, mengatasi DRPs yang terjadi,
mencegah terjadinya DPRs yang potensial terjadi (Rovers et.al., 2003). Munculnya DRPs dapat
dipicu dengan semakin meningkatnya jenis dan jumlah obat yang dikonsumsi pasien untuk
mengatasi berbagai penyakit yang diderita, seperti pada beberapa penyakit kronik (Rakhmawati
et al., 2007).

1
1.2 Rumusan masalah

1.Apa yang dimaksud dengan Drug Related Problems (DRPs) ?


2. Apa saja jenis-jenis Drung related problems(DRPs) ?
3.Bagaimana tanggung jawab farmasis terhadap Drug Related Problems (DRPs) ?
4.Bagaimana intruksi menyelesaikan DRP ?
5.Apa saja jenis-jenis DRPs?

1.3 Tujuan Makalah


1.Untuk mengetahui pengertian Drug Related Problems (DRPs)
2.Untuk mengetahui jenis-jenis Drug Related Problems (DRPs)
3.Untuk mengetahui tanggung jawab seorang farmasis terhadap Drug Related Problems
(DRPs)
4.Untuk mengetahui bentuk blanko Drug Related Problems (DRPs)
5.untuk menggetahuai jenis-jenis DRPs

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Drug Related Problems (DRPs)


Drug Related Problem (DRP) atau masalah terkait obat adalah bagian dari asuhan
kefarmasian (pharmaceutical care) yang menggambarkan suatu keadaan, dimana profesional
kesehatan (apoteker) menilai adanya ketidaksesuaian pengobatan dalam mencapai terapi
yang sesungguhnya.
Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan dari
pengalaman pasien akibat terapi obat sehingga secara aktual maupun potensial dapat
mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Cipolle et al., 1998)
DRPs dibagi menjadi dua yaitu DRPs aktual dan DRPs potensial, tetapi pada
kenyataannya problem yang muncul tidak selalu terjadi dengan segera.DRPs aktual adalah
suatu masalah yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi yang sedang diberikan pada
pasien. DRPs potensial adalah suatu masalah yang diperkirakan akan terjadi berkaitan
dengan terapi yang sedang diberikan pada pasien (Cipolle et al., 1998)
Penggunaan obat yang tidak tepat atau tidak rasional telah menjadi masalah tersendiri
dalam pelayanan kesehatan, masalah ini dapat dijumpai di unitunit pelayanan kesehatan
seperti di rumah sakit maupun di Puskesmas (Depkes RI, 2009)
Masalahmasalah yang berkaitan dengan penggunaan obat adalah suatu kejadian atau
keadaan yang melibatkan terapi obat dan nyata atau mungkin mempengaruhi hasil optimal
untuk pasien (Siregar dan Amalia, 2003)
Praktek pelayanan farmasi klinik mengharuskan setiap farmasis meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dalam proses pelayanan kesehatan, memahami penyakit
dan terapinya dengan memperhatikan kondisi pasien secara individual, mampu
mengidentifikasi dan menatalaksana problem kesehatan yang terkait dengan penggunaan
obat DRP, dan mampu bekerja sama langsung dalam perawatan penderita (Cipolle et al.,
1998)

i
DRPs dapat diatasi atau dicegah ketika penyebab dari masalah tersebut dipahami dengan
jelas. Dengan demikian perlu untuk mengidentifikasi dan mengkatagorikan DRPs dan
penyebabnya.
Kunci utama untuk mengidentifikasi DRPs dan untuk menyusun rencana yang tepat
sebagai respon atas kebutuhan obat pasien secara individu adalah dengan pasien itu sendiri,
apabila pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan pemakaian maka kemungkinan
terjadinya DRPs selama pengobatan dapat dihindari (Cipolle et.al., 1998 : 81).

2.2 Kategori Drug Related Problems (DRPs)


1. Membutuhkan Obat Tambahan (Indikasi Butuh Obat)
Penyebabnya yaitu pasien membutuhkan obat tambahan misalnya untuk profilaksis
atau pramedikasi, memiliki penyakit kronik yang memerlukanpengobatan kontinu,
memerlukan terapi kombinasi untuk menghasilkan efeksinergis atau potensiasi dan atau
ada kondisi kesehatan baru yangmemerlukan terapi obat.
2. Obat Tanpa Indikasi yang Sesuai
Hal ini dapat terjadi sebagai berikut : menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat,
dapat membaik kondisinya dengan terapi non obat, minumbeberapa obat padahal hanya
satu terapi obat yang diindikasikan atauminum obat untuk mengobati efek samping.
Merupakan tanggungjawab farmasi agar pasien tidak menggunakan obat yang tidak
memiliki indikasi yang tepat. DRP kategori ini dapat menimbulkan implikasi negatif pada
pasien berupa toksisitas atau efek samping, dan membengkaknya biaya yang dikeluarkan
diluar yang seharusnya. Misalnya, pasien yang menderita batuk dan flu mengkonsumsi
obat batuk dan analgesik-antipiretik terpisah padahal dalam obat batuk tersebut sudah
mengandung paracetamol.
3. Menerima Obat yang Salah
Kasus yang mungkin terjadi adalah : obat tidak efektif, ketidaktepatan pemilihan
obat, alergi, adanya resiko kontraindikasi, resisten terhadap obatyang diberikan,
kombinasi obat yang tidak perlu dan atau obat bukan yangpaling aman.
4. Dosis Terlalu Kecil
Pasien menerima obat dalam jumlah lebih kecil dibandingkan dosis terapinya. Hal ini
dapat menjadi masalah karena menyebabkan tidak efektifnya terapi sehingga pasien tidak
sembuh, atau bahkan dapat memperburuk kondisi kesehatannya. Hal-hal yang

ii
menyebabkan pasien menerima obat dalam jumlah yang terlalu sedikit antara lain ialah
kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi obat yang tidak tepat dapat
menyebabkan jumlah obat yang diterima lebih sedikit dari yang seharusnya,
penyimpanan juga berpengaruh terhadap beberapa jenis sediaan obat, selain itu cara
pemberian yang tidak benar juga dapat mengurangi jumlah obat yang masuk ke dalam
tubuh pasien.
Ada beberapa faktor pendukung yang menyebabkan kejadian tersebut yaitu antara
lain obat diresepkan dengan metode fixed model (hanya merujuk pada dosis lazim) tanpa
mempertimbangkan lebih lanjut usia, berat badan, jenis kelamin dan kondisi penyakit
pasien sehingga terjadi kesalahan dosis pada peresepan. Adanya asumsi dari tenaga
kesehatan yang lebih menekankan keamanan obat dan meminimalisir efek toksik
terkadang sampai mengorbankan sisi efektivitas terapi. Ketidakpatuhan pasien yang
menyebabkan konsumsi obat tidak tepat jumlah, antara lain disebabkan karena faktor
ekonomi pasien tidak mampu menebus semua obat yang diresepkan, dan pasien tidak
paham cara menggunakan obat yang tepat. Misalnya pemberian antibiotik selama tiga
hari pada penyakit ISFA Pneumonia.
5. Dosis Terlalu Besar
Pasien menerima obat dalam jumlah dosis terlalu tinggi dibandingkan dosis terapinya.
Hal ini tentu berbahaya karena dapat terjadi peningkatan resiko efek toksik dan bisa jadi
membahayakan Hal-hal yang menyebabkan pasien menerima obat dalam jumlah dosis
terlalu tinggi antara lain ialah kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi
minum obat yang tidak tepat. Misalnya, penggunaan fenitoin dengan kloramfenikol
secara bersamaan, menyebabkan interaksi farmakokinetik yaitu inhibisi metabolisme
fenitoin oleh kloramfenikol sehingga kadar fenitoin dalam darah meningkat.
6. Pasien Mengalami Efek Obat yang Tidak Diinginkan (Adverse Drug Reaction)
Dalam terapinya pasien mungkin menderita ADR yang dapat disebabkan karena obat
tidak sesuai dengan kondisi pasien, cara pemberian obat yang tidak benar baik dari
frekuensi pemberian maupun durasi terapi, adanya interaksi obat, dan perubahan dosis
yang terlalu cepat pada pemberian obat-obat tertentu.

iii
ADR merupakan respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak diharapkan
serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosis maupun terapi.
Pada umumnya ADR dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a. Reaksi tipe A
Reaksi tipe A mencakup kerja farmakologis primer atau sekunder yang berlebihan
atau perluasan yang tidak diharapkan dari kerja obat seperti diuretik mengimbas
hipokalemia atau propanolol mengimbas pemblok jantung. Reaksi ini seringkali
bergantung dosis dan mungkin disebabkan oleh suatu penyakit bersamaan, interaksi
obat-obat atau obat-makanan. Reaksi tipe A dapat terjadi pada setiap orang.
b. Reaksi tipe B
Reaksi tipe B merupakan reaksi idiosinkratik atau reaksi imunologi. Reaksi alergi
mencakup tipe berikut :
Tipe I, anafilaktik (reaksi alergi mendadak bersifat sistemik) atau segera
(hipersensitivitas)
Tipe II, sitotoksik
Tipe III, serum
Tipe IV, reaksi alergi tertunda misalnya penggunaan fenitoin dalam jangka waktu
lama dapat menyebabkan Steven Johnson syndrome.
c. Reaksi Tipe C (berkelanjutan)
Reaksi tipe C disebabkan penggunaan obat yang lama misalnya analgesik, nefropati.
d. Reaksi Tipe D
Reaksi tipe D adalah reaksi tertunda, misalnya teratogenesis dan karsinogenesis.
e. Reaksi Tipe E
Reaksi tipe E, penghentian penggunaan misalnya timbul kembali karena
ketidakcukupan adrenokortikal.
7. Terjadinya Interaksi Obat
Interaksi antara obat-obat merupakan masalah yang perlu dihindari. Semua obat
termasuk obat non resep harus dikaji untuk interaksi obat. Apoteker perlu mengetahui
interaksi obat-obat yang secara klinik signifikan. Suatu interaksi dianggap signifikan
secara klinik jika hal itu mempunyai kemungkinan menyebabkan kerugian atau bahaya

iv
pada pasien. Interaksi antar obat dapat berakibat merugikan atau menguntungkan.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas
dan/atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat
dengan batas keamanan yang sempit.
Mekanisme interaksi obat, yakni :
a. Interaksi farmasetik (inkompatibilitas)
Inkompatibilitas ini terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat
yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian
menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi yang hasilnya
mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau
mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktifasi obat.
Bagi tenaga kesehatan, interaksi farmasetik yang penting adalah interaksi antar
obat suntik dan interaksi antara obat suntik dengan cairan infus.

b. Interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi absorpsi,
distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua
meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan
efektivitas obat tersebut. Interaksi farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke
obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimianya
mirip, karena antara obat segolongan terdapat variasi sifat-sifat fisiko kimia yang
menyebabkan variasi sifat-sifat farmakokinetiknya. Misalnya, penggunaan
ketokonazol dan paracetamol secara bersamaan, menyebabkan inhibisi metabolisme
paracetamol oleh ketokonazol sehingga kadar paracetamol meningkat.
c. Interaksi farmakodinami
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem
reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang
aditif, sinergistik atau antagonistik. Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian
besar dari interaksi obat yang penting dalam klinik. Berbeda dengan interaksi
farmakokinetik, interaksi farmakodinamik seringkali dapat diekstrapolasikan ke obat
lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena penggolongan obat

v
memang berdasarkan persamaan efek farmakodinamiknya. Misalnya, penggunaan
warfarin dan aspirin dapat meningkatkan terjadinya perdarahan.
8. Ketidakpatuhan Pasien (Pasien Mengalami Kondisi Keadaan Yang Tidak Diinginkan
Akibat TidakMinum Obat Secara Benar)
Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis
atau kesehatan. Kepatuhan pasien untuk minum obat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain :
a. Persepsi tentang kesehatan
b. Pengalaman mengobati sendiri
c. Pengalaman dengan terapi sebelumnya
d. Lingkungan (teman, keluarga)
e. Adanya efek samping obat
f. Keadaan ekonomi
g. Interaksi dengan tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat).
Akibat dari ketidakpatuhan (non-compliance) pasien untuk mengikuti aturan selama
pengobatan dapat berupa kegagalan terapi dan toksisitas. Ketidakpatuhan seolah-olah
diartikan akibat kelalaian dari pasien, dan hanya pasienlah yang bertanggung jawab
terhadap hal-hal yang terjadi akibat ketidakpatuhannya. Padahal penyebab
ketidakpatuhan bukan semata-mata hanya kelalaian pasien dalam mengikuti terapi yang
telah ditentukan, namun banyak faktor pendorongnya, yaitu :
a. Obat tidak tersedia
Tidak tersedianya obat yang dibutuhkan pasien diapotek terdekat menyebabkan
pasien enggan untuk menebus obat keapotek lain.
b. Regimen yang kompleks
Jenis sediaan obat terlalu beragam, misalnya pada saat bersamaan pasien mendapat
sirup, tablet, tablet hisap, dan obat inhaslasi, hal ini dapat menyebabkan pasien
enggan minum obat.
c. Usia lanjut
Misalnya, banyak pasien geriatrik menggunakan lima atau eman obat-obatan
beberapa kali dalam sehari pada waktu yang berbeda. Kesamaan penampilan seperti
ukuran, warna, atau bentuk obat-obat tertentu dapat berkontribusi pada kebingungan.

vi
Beberapa pasien geriatrik dapat mengalami hilang daya ingat yang membuat ketidak
patuhan lebih mungkin.
d. Lamanya terapi
Pemberian obat dalam jangka panjang misalnya pada penderita TBC, DM, arthritis,
hipertensi dapat mempengaruhi kepatuhan pasien, dimana pasien merasa bosan dalam
penggunaan obat tersebut yang menyebabkan efek terapi tidak tercapai.
e. Hilangnya gejala
Pasien dapat merasa lebih baik setelah menggunaan obat dan merasa bahwa ia tidak
perlu lebih lama menggunakan obatnya setelah reda. Misalnya, ketika seorang pasien
tidak menghabiskan obatnya selama terapi antibiotik setelah ia merasa bahwa infeksi
telah terkendali. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kembali infeksi,
sehingga pasien wajib diberi nasehat untuk menggunakan seluruh obat selama terapi
antibiotik.
f. Takut akan efek samping
Timbulnya efek samping setelah meminum obat, seperti : ruam kulit dan nyeri
lambung atau timbulnya efek ikutan seperti urin menjadi merah karena minum obat
rimpafisin dapat menyebabkan pasien tidak mau menggunakan obat.
g. Rasa obat yang tidak enak
h. Masalah rasa obat-obatan paling umum dihadapi dengan penggunaan cairan oral oleh
anak-anak, misalnya dalam formulasi obat cair oral bagi anak-anak penambahan
penawar rasa dan zat warna dilakukan untuk daya tarik, sehingga mempermudah
pemberian obat dan meningkatkan kepatuhan.
i. Tidak mampu membeli obat
Ketidakpatuhan sering terjadi dengan penggunaan obat yang relatif mahal, pasien
akan lebih enggan mematuhi instruksi penggunaan obat yang lebih mahal.
j. Pasien lupa dalam pengobatan.
k. Kurangnya pengetahuan terhadap kondisi penyakit, pentingnya terapi dan petunjuk
penggunaan obat.
Pasien biasanya mengetahui relatif sedikit tentang kesakitan mereka, apalagi manfaat
dan masalah terapi yang diakibatkan oleh obat. Biasanya pasien menetapkan pikiran
sendiri berkenaan dengan kondisi dan pengharapan yang berkaitan dengan efek terapi

vii
obat. Jika terapi tidak memenuhi harapan, mereka cenderung tidak patuh. Oleh karena
itu diperlukan edukasi pada pasien tentang kondisi penyakitnya, manfaat serta
keterbatasan terapi obat.
Dari beberapa faktor pendorong terjadinya ketidakpatuhan, apoteker memiliki peran
untuk meningkatkan kepatuhan pasien dengan memberikan informasi tentang pentingnya
pengobatan pada keadaan penyakit pasien. Selain itu, diperlukan juga komunikasi yang
efektif antara dokter dan apoteker sehingga upaya penyembuhan kondisi penyakit pasien
dapat berjalan dengan baik.

2.3 Komponen DRPs


Suatu kejadian dapat disebut DRPs bila memenuhi dua komponen berikut :
1. Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien
Kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosis penyakit, ketidakmampuan
(disability) atau sindrom; dapat merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis,
sosiokultural atau ekonomi.
2. Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat
Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun kejadian yang
memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif.
Sebagai pengemban tugas pelayanan kefarmasian, seorang farmasis memiliki tanggung
jawab terhadap adanya DRPs yaitu dalam hal:
1. Mengidentifikasi masalah
2. Menyelesaikan masalah
3. Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya DRPs

2.4 Cara Identifikasi Drug Related Problems (DRPs)


Dalam mengidentifikasi dan memecahkan Drug Related Problems (DRPs) baik aktual
maupun potensial menggunakan modul 1-5 yaitu:

1. Modul 1 : Pharmacists Patient Data Base


Tujuan pengisian Pharmacists Patient Data Base adalah untuk memperoleh data
pasien yang obyektif maupun subyektif sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan terapi.
Yang dicantumkan di dalam Pharmacists Patient Data Base adalah:

viii
a. Informasi tentang data demografi pasien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin,
BB, alamat, agama, pekerjaan, dan lokasi ruangan.
b. Tanggal masuk dan ke luar rumah sakit.
c. Identitas dokter dan farmasis.
d. Riwayat penyakit pasien.
e. Riwayat pengobatan sebelumnya dan yang sekarang.
f. Riwayat keluarga dan status sosial.
g. Gaya hidup atau kebiasaan pasien sehari-hari (pola makan, pola tidur, dan
sebagainya).
h. Masalah medis yang bersifat kronis dan akut.
i. Data laboratorium dan hasil pemeriksaan lain.
j. Jadwal pemberian obat.
k. Riwayat alergi
2. Modul 2: Drug Therapy Assesment Worksheet (DTAW)
DTAW adalah form yang berisi langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
mereview DRPs, untuk menilai kualitas dan efisiensi pengobatan yang dihubungkan
dengan profil penyakit, profil obat, dan profil pasien dengan mempertimbangkan efikasi,
keamanan, dan biaya. Semua DRPs yang ditemukan dicatat di dalam DTAW.
3. Modul 3: Drug Therapy Problem List (DTPL)
Pada lembar ini ditulis jenis DRPs yang ditemukan sesuai yang ada,di DTAW dan
rekomendasi yang diberikan kepada dokter atau perawat untuk tercapainya keberhasilan
terapi.
4. Modul 4: Pharmacist Care Plan (PCP)
PCP berisi ulasan lebih rinci tentang rencana yang akan dilakukan oleh farmasis
untuk mewujudkan kerasionalan penggunaan obat. Lembar ini memuat rencana kerja
yang harus dikerjakan oleh farmasis, parameter klinik yang dipantau untuk mencapai
tujuan terapi, frekuensi pemantauan kepada pasien dan waktu pemantauan.

5. Modul 5: Pharmacist Care Plan Monitoring Worksheet (PCPMW)


PCPMW berfungsi untuk mengarahkan farmasis dalam melakukan monitoring
secara efektif dalam pelaksanaan Pharmacist Care Plan (PCP). Pada PCPMW dilakukan

ix
pencatatan efektivitas dari terapi, ataupun kemungkinan efek samping obat yang dialami
pasien.

Secara ringkas, langkah-langkah untuk mengidentifikasi dan menangani DRPs adalah


sebagai berikut.
1. Menentukan klasifikasi permasalahan terapi obat yang terjadi.
2. Menentukan penyebab terjadinya DRPs.
3. Menentukan tindakan intervensi yang paling tepat terhadap DRPs.
4. Melakukan asesmen (penilaian) terhadap intervensi yang telah dilakukan untuk
evaluasi.
Berdasarkan PCNE, DRP di klasifikasikan menjadi 4 bagian dasar yaitu
1. The Problems/masalah
2.The Causes/ penyebab
3.The Interventions/ intervensi
4. The Outcome of intervention/ hasil intervensi
Untuk lebih memudahkan pemahaman, berikut adalah klasifikasi permasalahan terkait
obat terbaru (versi 6.2) menurut PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe Foundation).

Klasisikasi Permasalahan Terkait Obat (DRP)

Permasalahan

Kode
Domain Primer v6.2 Permasalahan

P1.1 Tidak ada efek terapi

Efektivitas Terapi obat/kegagalan terapi.

Terdapat (potensi)
P1.2
masalah karena efek Efek pengobatan tidak optimal.
farmakoterapi yang
buruk. P1.3 Efek yang tidak diinginkan dari
terapi.

x
P1.4
Indikasi tidak tertangani.

Reaksi Tidak P2.1 Kejadian yang tidak diinginkan


Diinginkan (non-alergi)
Pasien menderita
P2.2 Kejadian yang tidak diinginkan
kesakitan atau
(alergi)
kemungkinan menderita
kesakitan akibat suatu
efek yang tidak
diinginkan dari obat. P2.3
Reaksi toksisitas

Biaya terapi obat lebih tinggi

P3.1 dari yang sebenarnya


BiayaTerapi
dibutuhkan.
Terapi obat lebih mahal
dari yang dibutuhkan. P3.2
Terapi obat yang tidak perlu.

Pasien tidak puas dengan terapi

P4.1 akibat hasil terapi dan biaya


pengobatan.

P4.2 Masalah yang tidak jelas.


Lain-lain Dibutuhkan klasifikasi lain.

Permasalahan di atas dapat disebabkan oleh berbagai faktor.Klasifikasi penyebab


permasalahan terkait obat terbaru (versi 6.2) menurut PCNE (Pharmaceutical Care Network
Europe Foundation) adalah sebagai berikut.

xi
Klasifikasi Penyebab Permasalahan Terkait Obat (DRP)

Penyebab
(satu masalah dapat disebabkan banyak hal)

Kode
Domain Primer v6.2 Penyebab

Pemilihan Obat C1.1 Obat yang tidak tepat


Penyebab DRP terkait (termasuk kontraindikasi
pemilihan obat
C1.2 Penggunaan obat tanpa
indikasi

Kombinasi obat-obat atau

C1.3 makanan-obat yang tidak


tepat

C1.4
Duplikasi yang tidak tepat

C1.5 Indikasi bagi penggunaan


obat tidak ditemukan

C1.6 Terlalu banyak obat


diresepkan pada indikasi

C1.7 Terdapat obat lain yang


lebihcost-effective

Dibutuhkan obat yang

C1.8 sinergistik/pemcegahan
namun tidak diberikan

xii
C1.9 Indikasi baru bagi terapi obat
muncul

Bentuk sediaan obat


Penyebab DRP berkaitan
dengan pemilihan bentuk
sediaan obat. C2.1 Pemilihan bentuk sediaan
yang tidak tepat.

Pemilihan dosis C3.1


Penyebab DRP berkaitan Dosis terlalu rendah

dengan dosis dan jadwal


C3.2
penggunaan obat. Dosis terlalu tinggi

C3.3 Frekuensi regimen dosis


kurang

C3.4 Frekuensi regimen dosis


berlebih

C.3.5 Tidak ada monitoring terapi


obat

Masalah farmakokinetik yang

C3.6 membutuhkan penyesuaian


dosis

Memburuknya/membaiknya

C3.7 kesakitan yang membutuhkan


penyesuaian dosis

C4.1
Durasi Terapi Durasi terapi terlalu singkat

xiii
Penyebab DRP berkaitan
dengan durasi terapi. C4.2
Durasi terapi terlalu lama

Proses Penggunaan Obat Waktu penggunaan dan/atau


Penyebab DRP berkaitan C5.1 interval dosis yang tidak
dengan cara pasien tepat
menggunakan obat, diluar
C5.2 Obat yang dikonsumsi
instruksi penggunaan pada
kurang
etiket.

C5.3 Obat yang dikonsumsi


berlebih

C5.4 Obat sama sekali tidak


dikonsumsi

C5.5
Obat yang digunakan salah

C5.6
Penyalahgunaan obat

Pasien tidak mampu

C5.7 menggunakan obat sesuai


instruksi

C6.1 Obat yang diminta tidak


tersedia

Persediaan/Logistik
C6.2 Kesalahan peresepan
Penyebab DRP berkaitan
(hilangnya informasi penting)
dengan ketersediaan obat
saat dispensing. C6.3
Kesalahan dispensing (salah

xiv
obat atau salah dosis)

C7.1
Pasien lupa minum obat

C7.2 Pasien menggunakan obat


yang tidak diperlukan

Pasien mengkonsumsi
Pasien makanan yang berinteraksi
C7.3
Penyebab DRP berkaitan dengan obat
dengan kepribadian atau
perilaku pasien. C7.4 Pasien tidak benar
menyimpan obat

C8.1
Penyebab lain

C8.2 Tidak ada penyebab yang


Lainnya jelas

Berikut adalah Intervensi terhadap permasalahan terkait obat terbaru (versi 6.2) menurut PCNE
(Pharmaceutical Care Network Europe Foundation).

Klasisikasi Intervensi Penanganan Permasalahan Terkait Obat (DRP)

Intervensi
(satu masalah dapat mendorong lebih dari satu intervensi)

Kode
Domain Primer v6.2 Intervensi

I0.0
Tidak Ada Intervensi Tidak Ada Intervensi

xv
I1.1 Menginformasikan kepada
dokter

I1.2
Dokter meminta informasi

I1.3 Mengajukan intervensi,


disetujui oleh dokter

I1.4 Mengajukan intervensi, tidak


disetujui dokter

I1.5 Mengajukan intervensi,


Pada tahap peresepan respon tidak diketahui

I2.1 Melakukan konseling obat


pasien

I2.2 Hanya memberikan


informasi tertulis

I2.3 Mempertemukan pasien


dengan dokter

I2.4 Berbicara dengan anggota


Pada tahap pasien keluarga pasien

Pada tahap pengobatan I3.1


Mengganti obat

I3.2
Mengganti dosis

I3.3 Mengganti formulasi/bentuk


sediaan

xvi
I3.4 Mengganti instruksi
penggunaan

I3.5
Menghentikan pengobatan

I3.6
Memulai pengobatan baru

I4.1
Intervensi lain

I4.2 Melaporkan efek samping


Intervensi lain kepada otoritas

Berikut adalah klasifikasi efek dari intervensi terhadap permasalahan terkait obat terbaru
(versi 6.2) menurut PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe Foundation).

Efek Dari Intervensi Permasalahan Terkait Obat (DRP)

Efek Dari Intervensi


(satu masalah atau kombinasi intervensi-hanya dapat mendorong satu hasil
penyelesaian masalah)

Kode
Domain Primer v6.2 Efek Dari Intervensi

O0.0 Efek dari intervensi tidak


Tidak Diketahui diketahui

O1.0 Masalah terselesaikan


Masalah terselesaikan seluruhnya

Sebagian masalah O2.0


terselesaikan Sebagian masalah terselesaikan

xvii
Masalah tidak O3.1 Masalah tidak terselesaikan,
terselesaikan pasien kurang kooperatif

O3.2 Masalah tidak terselesaikan,


dokter kurang kooperatif

O3.3 Masalah tidak terselesaikan,


intervensi tidak efektif

O3.4 Masalah tidak perlu atau tidak


mungkin terselesaikan

2.5 Jenis jenis DRPs


Ada 8 jenis Drug Related Problem, yaitu :
1. Indikasi yang tidak ditangani (Untreated Indication)
Ada indikasi penyakit/keluhan pasien yang belum ditangani dalam resep tersebut,
misalnya pasien mengeluh nyeri di persendian, sedang dalam resep tersebut tidak ada
obat untuk mengatasi masalah nyeri tersebut.
2. Pilihan Obat yang Kurang Tepat (Improper Drug Selection)
Pemilihan obat dalam resep kurang tepat (salah obat) dan beresiko, misalnya pasien
demam dikasih antibiotik rifampisin, ini jelas pemilihan bat salah.atau obat yang dipilih
memiliki kontraindikasi atau perhatian (caution) terhadap pasien.
3. Penggunaan Obat Tanpa Indikasi(Drug Use Without Indication)
Obat yang ada dalam resep, tidak sesuai dengan indikasi keluhan penyakit pasien.
4. Dosis Terlalu Kecil(Sub-Therapeutic Dosage)
Dosis obat yang diberikan dalam dosis tersebut terlalu kecil, sehingga efek terapi tidak
memadai untuk mengobati penyakit pasien.
5. Dosis Terlalu Besar(Over Dosage)
Dosis yang diberikan dalam resep terlalu besar, diatas dosis maksimum, hal ini dapat
berakibat fatal.
6. Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (Adverse Drug Reactions)

xviii
Obat yang diberikan memberikan efek samping yang memberatkan kondisi pasien,
misalnya captopril menyebabkan batuk yang mengganggu (efek samping ini tidak selalu
terjadi, karena sensitifitas setiap orang berbeda-beda).

7.Interaksi Obat(Drug Interactions)


Obat-obatan dalam resep saling berinteraksi seperti warfarin dan vitamin K bersifat
antagonis, atau obat dengan makanan semisal susu dan tetrasiklin membentuk
khelat/kompleks yang tidak bisa diabsorpsi.
8. Gagal Menerima Obat(Failure to receive medication)
Obat tidak diterima pasien bisa disebabkan tidak mempunyai kemampuan ekonomi, atau
tidak percaya dan tidak mau mengkonsumsi obat-obatan. atau bisa juga disebabkan obat
tidak tersedia di apotek sehingga pasien tidak dapat memperoleh obat.
Jenis-jenis DRPs dan penyebabnya menurut standar disajikan sebagai berikut :

DRPs Kemungkinan kasus pada DRPs


Terapi obat 1. Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan
tambahan terapi obat yang terbaru
(need for additional 2. Pasien yang kronik membutuhkan lanjutan terapi
drug therapy) obat
3. Pasien dengan kondisi kesehatan yang
membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk
mencapai efek sinergis ataupotensiasi.
4. Pasien dengan resiko pengembangan kondisi
kesehatan barudapat dicegah dengan penggunaan
prophylactic drug atau premedication
Terapi obat yang 1. Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat
tidak perlu indikasi
(Unnecessary drug 2. Pasien yang toksik karena obat atau hasil
therapy) pengobatan

xix
3. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat,
alkohol dan rokok
4. Pasien dalam kondisi pengobatan yang lebih baik
diobatidengan non drug therapy
5. Pasien dengan multiple drugs untuk kondisi
dimana hanyasingle drug therapy dapat
digunakan
6. Pasiendengan terapi obat untuk penyembuhan
dapatmenghindari reaksi yang merugikan dengan
pengobatanlainnya
Obat tidak tepat 1. Pasien dimana obatnya tidak efektif
(Wrong drug) 2. Pasien alergi
3. Pasien penerima obat yang paling tidak efektif
untuk indikasi pengobatan
4. Pasien dengan faktor resiko pada kontraindikasi
penggunaanobat
5. Pasien menerima obat efektif tetapi least costly
6. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman
7. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap
obat yang diberikan
Dosis terlalu 1. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi
rendah (Inadequate obat yang digunakan
dosage) 2. Pasien menerima kombinasi produk yag tidak
perlu dimana single drug dapat memberikan
pengobatan yang tepat
3. Pasien alergi
4. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk
menimbulkanrespon
5. Konsentrasi obat dalam serum pasien di bawah
rangeterapeutik yang diharapkan
6. Waktu prophylaksis (presurgikal) antibiotik

xx
diberikan terlalucepat
7. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien
8. Terapi obat berubah sebelum terapetik percobaan
cukupuntuk pasien
9. Pemberian obat terlalu cepat
Reaksi obat yang 1. Pasien dengan faktor resiko yang berbahaya bila
Merugikan obatdigunakan
(Adverse drug 2. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan
reaction) interaksi dengan obat lain atau makanan pasien
3. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi
makanan pasien
4. Efek dari obat diubah enzym inhibitor atau
induktor dari obatlain
5. Efek dari obat diubah dengan pemindahan obat
dari bindingsite oleh obat lain
6. Hasil laboratorium dapat berubah karena
gangguan obat lain
Dosis telalu tinggi 1. Dosis terlalu tiggi
(Over dosage) 2. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas
therapeuticrange obat yang diharapkan
3. Dosis obat meningkat terlalu cepat
4. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak
tepat
5. Dosis dan interval flexibility tidak tepat
Ketidakpatuhan 1. Pasien tidak menerima aturan pemkaian obat
pasien yang tepat (penulisan, obat, pemberian,
(Uncompliance) pemakaian)
2. Pasien tidak menuruti (ketaatan) rekomendasi
yang diberikan untuk pengobatan
3. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan
karena harganya mahal

xxi
4. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkankarena kurang mengerti
5. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkansecara konsisten karena merasa sudah
sehat
(Cipolle et al., 1998)

xxii
xxiii
Bab III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan dari
pengalaman pasien akibat terapi obat sehingga secara aktual maupun potensial dapat
mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan
- Tipe DRP dibagi menjadi :
Reaksi tipe A, reaksi tipe B, reaksi tipe C, reaksi tipe D, reaksi tipe E
- Komponen DPRs
Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien, Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi
obat
-Cara identifikasi DPRs yaitu dengan modul 1-5

3.2 Saran
Dengan adanya DRP diharapkan seorang apoteker menjalankan perannya dengan melakukan
screening resep untuk mengetahui ada atau tidaknya DRP, serta melakukan konseling pada
pasien tersebut agar masalah terkait penggunaan obat dapat diatasi dan pasien dapat mengerti
tentang pengobatannya yang bermuara pada meningkatnya kepatuhan pasien dalam pengobatan
yang teratur

xxiv

Anda mungkin juga menyukai