ANALGETIKA
SEPTEMBER 22, 2011 ACEPQURNADI TINGGALKAN KOMENTAR
ANALGETIKA
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah kelompok obat-obatan
yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah
melindungi dan meberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan di tubuh seperti ; peradangan
(rematik, encok), infeksi kuman, kejang otot, dll.
Penyebab timbulnya nyeri adalah adanya rangsangan mekanis atau kimiawi yang dapat
menimbulkan kerusakan pada jaringan dan menyebabkan dilepaskannya mediator nyeri
(histamin, serotonin, bradikinin, prostagladin, dll). Zat-zat tersebut akan merangsang reseptor
nyeri yang terletak pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir atau jaringan atau organ lain.
Dari tempat tersebut rangsangan nyeri dialirkan melalui syaraf sensoris ke SSP (Susunan Syaraf
Pusat) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di dalam otak
besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri.
Demam adalah suatu gejala pula, dan bukan merupakan penyakit tersendiri sebagaimana
dianggap banyak orang. Para ahli perpendapat bahwa demam adalah suatu reaksi tangkis tubuh
yang berguna dan menunjukan adanya infeksi, bila suhu melampaui 40 C barulah terjadi situasi
kritis yang bisa fatal, karena tidak terkendali lagi oleh tubuh.
Mekanisme Penghalang Rasa Nyeri :
1. Merintangi pembentukan rangsang dalam reseptor-reseptor nyeri perifer, oleh analgetik
perifer atau Anestetika Lokal.
2. Merintangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf-syaraf sensoris, misalnya dengan
Anestetika Lokal.
3. Blokade dari pusat nyeri dalam SSP dengan Analgetika Narkotik atau Anestetika Umum.
3. Nyeri yang hebat, seperti nyeri organ-organ dalam (lambung, usus) antara lain akibat kolik /
kejang pada serangan batu ginjal atau batu empedu, dapat digunakan Analgetik Sentral
(Narkotik) dengan Antispasmodik, misalnya Morfin dengan atropin, Butilskopolamin dengan
antalgin
(Buskopan), dll. Pada infark jantung jangan menggunakan Morfin berhubung efeknya
terhadap tekanan darah dan pernafasan, tetapi gunakan obat yang kerjanya sangat cepat
seperti ; Fentanyl.
4. Nyeri hebat yang menahun, sepeti kanker, atau kadang-kadang rematik dan neuralgia.
Hanya obat yang berkhasiat kuat yang dapat digunakan seperti, Fentanyl, Tramadol, dll.
Penggolongan Analgetika :
Analgetika dapat dikelompokan dalam dua golongan besar, yaitu Analgetik Narkotik dan
Analgetik Non-Narkotik.
Analgetik Narkotik
Analgetik Narkotik atau disebut juga Analgetik Opioid, memiliki daya penghalang nyeri yang
kuat sekali dengan titik kerja di SSP. Zat tersebut umumnya mengurangi kesadaran (Meredakan
dan menidurkan) , menimbulkan perasaan nyaman (euforia) serta dapat menimbulkan toleransi
dan kebiasaan (habituasi), serta menyebabkan ketergantungan fisik dan psikis (adiksi).
Kelompok obat tersebut adalah :
Pada tahun 1975 telah ditemukan analgetik endogen dalam otak binatang percobaan, yaitu
Endorfin atau Enkefalin (morfin endogen). Secara kimiawi endorfin adalah suatu molekul besar
yang tersusun dari polipeptida dengan 5 asam amino dan mampu menduduki reseptor-reseptor
nyeri di SSP hingga perasaan nyeri diblokir.
Khasiat analgetik narkotik berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa reseptor nyeri
yang belum ditempati oleh enkefalin-enkefalin tersebut. Tetapi apabila analgetik tersebut
diberikan terus-menerus, maka pembentukan reseptor-reseptor tersebut akan distimulir dan
produksi enkefalin diujung syaraf otak dirintangi sehingga terjadi kebiasaan dan ketagihan.
Efek samping umum dari morfin dan analgetik narkotik lainnya bahwa pada dosis biasa
menyebabkan gangguan lambung-usus (mual, muntah, obstipasi), juga efek pusat lainnya seperti
kegelisahan, sedasi, euforia. Pada dosis lebih tinggi menimbulkan efek yang lebih berbahaya
seperti : depresi pernafasan, tekanan darah menurun, sirkulasi darah terganggu, dan dapat
menimbulkan koma dan pernafasan terhenti.
A1. Morfin
Sumber : diperoleh dari getah buah Papaver Somniferum
Khasiat : disamping sebagai analgetik kuat, morfin memiliki kerja sentral lain seperti ;
menurunkan rasa kesadaran (Sedasi, Hipnotis), menghambat pernafasan, menghilangkan
reflek batuk, euforia (rasa nyaman).
Penggunaan ;
Terutama digunakan pada pengobatan nyeri yang hebat, baik akut maupun kronis, misalnya ;
kanker, operasi. Pemberian secara oral tidak efektif karena absorpsi dari usus kurang baik,
secara subcutan atau intra muskular lebih baik dan efektif. Kombinasi dengan atropin atau
skopolamin berguna untuk mengurangi efek sampingnya.
Antidotum : pada overdosis atau intoksikasi dengan Morfin digunakan antidotum /
antagonisnya, yaitu Nalorfin atau Nalokson.
Dosis : Oral : Sehari 3 kali @ 10- 30 mg
i.m. : 10 20 mg , maksimal 100 mg per hari
Efek Samping : Depresi pernapasan, konstipasi, gangguan SSP, hipotensi, mual, muntah.
A2. Heroin (Diasetilmorfin)
Heroin atau diasetil morfin adalah turunan semi-sintetis dari morfin dengan khasiat analgetik
lebih kuat dari Morfin, tetapi mengakibatkan adiksi yang cepat dan hebat sekali sehingga tidak
digunakan lagi dalam terapi.
Kodein merupakan turunan morfin yang mempunyai khasiat analgetik yang 6 kali lebih lemah
dibanding morfin, berhubung efek sampingnya juga lebih ringan maka kodein digunakan
untuk menekan rangsang batuk dan nyeri dalam tubuh.
Penggunaan ; digunakan sebagai obat batuk, sering dikombinasi dengan barbiturat
karena efek kodein terhadap batuk lebih kuat.
Efek samping : Yang sering terjadi adalah pusing-pusing dan mual.
Dosis : Sehari 3 5 kali @ 20 40 mg.
A4. Petidin
Petidin merupakan Analgetik narkotik yang dibuat secara sintetik dimana struktur kimianya lebih
mirip dengan atropin dibanding morfin.
Penggunaan : Petidin mempunyai efek analgetik lebih ringan dibanding morfin tetapi lebih
kuat dari kodein, berhkasiat juga menekan rangsang batuk dan memiliki daya spasmolitik.
Efek samping : lebih ringan dibanding morfin yaitu pada dosis tinggi menyebabkan
vasodilatasi, tremor, dan konvulsi, sehingga boleh digunakan pada kasus persalinan dan asma.
Petidin dapat menimbulkan adiksi dengan pesat pula.
Dosis : Rektal atau i.m. 50 100 mg. maksimal 200 mg sekali dan 600 mg perhari.
A5. Fentanyl
Fentanyl adalah derivat fenilpiperidin (seperti petidin) dengan khasiat analgetik 80 kali lebih
kuat dari morfin. Mulai kerjanya cepat, dalam 2-3 menit (i.m. atau i.v.) tetapi pendek sekali,
hanya sekitar 30 menit.
Penggunaan : digunakan untuk mengurangi nyeri setelah operasi, biasanya dikombinasi
dengan neuroleptika droperidol.
Efek Samping : lebih kurang sama dengan morfin.
Dosis : 0,05 0,10 mg setiap 1-2 jam (setelah operasi)
A6. Nalorfin
Nalorpin mempunyai rumus kimia mirip morfin dengan gugus alil pada atom-N. Zat ini dapat
merupakan antagonis morfin sehingga dapat meniadakan khasiat dari morfin dan analgetik
narkotik lainnya, terutama penghambatan pernafasan.
Penggunaan : pada overdosis atau intoksikasi dengan obat-obat analgetik narkotik.
Dosis : i.v. 5 10 mg, bila perlu diulang setelah 5 menit, lama kerjanya lebih kurang 4
jam.
A7. Nalokson
Nalokson adalah derivat terbaru yang mempunyai efek antagonis lebih kuat, tetapi kerjanya
pendek.
Penggunaan : digunakan pada kasus ketagihan morfin atau heroin.
Dosis : Oral 1 5 mg.
https://acepqurnadi.wordpress.com/2011/09/22/analgetika/
OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI
Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat anestesi
inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi lokal/regional,
dan analgesia (opioid dan non-opioid).
1. Golongan Narkotika
- Efek samping: dapat membuat depresi pernafasan, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah yang
dapat membuat hipotensi.
- Biasanya diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya:
halotan, tiopental, propofol.
- Pethidin :
- Morfin :
- Fentanyl :
Mempunyai mula kerja yang cepat dan mempunyai waktu eliminasi yang cepat juga dalam tubuh
Efek terhadap jantung sangat minimal tetapi dapat terjadi bradi yang dapat di tanggulangi dengan
pemberian sufas atropin
Mempunyai efek samping ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, mual dan muntah
2. golongan benzodiazepin
- Dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan respirasi walapun harus terus dipantau
penggunaannya
- Obat yang biasanya digunakan adalah diazepam 5-20mg yang dapat diberikan peroral ataupun iv
3. antikolinergik
- Obat-obatan itu berfungsi untuk mencegah terjadinya efek bradikardi dari obat-obatan premedikasi lain
ataupun obat-obatan anastetik yang akan digunakan nantinya
- Efek samping yang ditimbulkan seperti toksisitas SSP, takikardi (bahaya pada penderita penyakit
jantung), pireksia, midriasis
4. 5-HT antagonis
- Obat yang biasanya digunakan adalah ondansetron untuk mengurangi efek mual muntah dari obat-
obatan anestesi lainnya.
Macam- macam obat anastesi berikut dosis dan sediaannya :
5 mg (anak)
1. Ketamin
- Efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik tetapi tidak untuk nyeri viseral
- Refleks pharynx dan larynx masih cukup baik batuk saat anestesi refleks vagal
- Disosiasi mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh gelisah, tidak
terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi
- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil dengan
pemberian thiopental sebelumnya)
- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan aktivitas saraf
simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
- Dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamin. Baik untuk penderita- penderita
asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih ringan.
- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin
- Ketamin bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pada pusat retikular otak
Indikasi:
Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik pada daerah
leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar
Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk induksi pada
pasien syok.
Pasien asma
Kontra Indikasi
Dekompensasi kordis
2. Propofol
- Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut minyak kedelai &
postasida telur yang dimurnikan.
- Terasa nyeri saat penyuntikan dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol jarang pada anak
karena sakit & iritasi pd saat pemberian
- Saat dipakai untuk induksi juga dapat terjadi hipotensi karena vasodilatasi dan apnea sejenak
Efek Samping
Bradikardi
Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan
Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasan
Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan gangguan jalan napas, ginjal, liver,
syok hipovolemik
1. Halothan/fluothan
Efek:
- Menghambat salivasi
- Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
Keuntungan
cepat tidur
Tidak merangsang saluran napas
Salivasi tidak banyak
Bronkhodilator obat pilihan untuk asma bronkhiale
Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian
overdosis
Perlu obat tambahan selama anestesi
Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
aritmia jantung
Sifat analgetik ringan
Cukup mahal
Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan
- gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak larut dalam
darah
Efek:
3. Isofluran
- Merupakan cairan tak berwarna, berbau tajam, tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh cahaya dan tidak
merusak logam
- Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium pembedahan anastesi
4. Sevofluran
- Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, tidak korosif, tidak mudah terbakar dan stabil
terkena cahaya
- Mengurangi aliran darah ke ginjal sehingga dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal
- Bekerja pada otot bergaris terjadi kelumpuhan otot napas dan otot-otot mandibula, otot
intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.
- Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ abdominal tidak keluar dan
terjadi relaksasi
Durasi
Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
Short (10-15 menit) : mivakurium
Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,
doksakurium, galamin
Efek terhadap kardiovaskuler
tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan histamin
dan (penghambatan ganglion)
pankuronium : menaikkan tekanan darah
suksinilkolin : aritmia jantung
Onset 2 5 15
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 2 10
Keterangan:
Bupivacaine
- Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan <20ml .="" b="">
- Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot baik.
OPIOID
- Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.
- Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin. Opioid
disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan
nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.
A. Klasifikasi Opioid
1. MORFIN
a. Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada
sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu
analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis,
miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).
b. Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat
menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh lebih
rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama.
Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal.
Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.
c. Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang
tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya makin besar dosis yang diperlukan
juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul pada infark miokard,
neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner,
perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur
dan nyeri pasca bedah.
d. Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan, nausea, vomitus,
dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus bilier, retensi
urin, dan hipotensi.
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan teratur
dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/
kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.
2. PETIDIN
a. Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor . Seperti halnya morfin,
meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya.
Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari
kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin
lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan asam
normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat
petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan
dalam urin.
3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia.
4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.
5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada hubungannya
dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan absorbsi
mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit
dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya
dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih
lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama
dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian
sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin.
Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan intra kranial.
Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk ke fetus dan
menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.
d. Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, meperidin
diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga
untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik.
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml,
100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg.
Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
f. Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia,
mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan
sedasi.
3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil 75-125 kali
lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan
kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain)
meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat
anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor
opioid pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan
neureptanalgesia.
b. Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan dengan
morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh
hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
c. Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB analgesianya hanya
berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk
pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan
anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan
yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.
d. Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh
otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron
dan kortisol.
Diklofenak
Keterangan
1. Ketorolak
- Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari, pada manula, gangguan faal ginjal, dan BB <50kg
60mg="" dibatasi="" hari.="" maks.="" o:p="">
- Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di sistem
saraf pusat.
- Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita menyusui, usia lanjut, anak usia <4th
gangguan="" o:p="" perdarahan="" tonsilektomi.="">
2. Ketoprofen
- Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah, konstipasi, diare, dispepsia,
perdarahan tukak lambung, ulserasi mukosa lambung.
- Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus, retensi
natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin, pererenal azotemia, nekrosis papil ginjal, nefritis,
sindroma nefrotik.
- Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin, bilirubin, ikterus hepatoseluler.
- Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak kecil, manula.
STADIUM ANESTESI
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi menjadi 4
plana), yaitu:
Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada
stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).
Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada
stadium ini.
Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata
sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak
menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-
kadang apne dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah, midriasis,
hipertensi serta takikardia. stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.
StadiumIII
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang.
StadiumIII dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak
menurut kehendak pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah
tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).
Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat, bola
mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot
sedang, dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.
Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil
midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna
(tonus otot semakin menurun).
Plana 4: Pernapasan tidat teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat
midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik
sempurna (tonus otot sangat menurun).
Stadium lV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding
stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan
akhimya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan
pernapasan buatan.
MACAM-MACAM CAIRAN INFUS
I. KRISTALOID
A. Cairan Hipotonik
- Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (< 285 mOsmol/L), cairan ditarik dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
- Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam
terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
B. Cairan isotonik
- osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah) = 285
mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
- Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah
terus menurun).
- Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif
dan hipertensi.
- Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%)
C. Cairan Hipertonik
- Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum (> 285 mOsmol/L), sehingga menarik cairan dan
elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
- Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
- Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%,
produk darah (darah), dan albumin.
II. KOLOID
Contohnya adalah dextran, albumin dan steroid, HES (Hydroxy Etil Starch)
http://robinperdana.blogspot.com/2013/10/obat-yang-digunakan-dalam-anestesi_20.html