I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. I
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 29 tahun
Alamat : Jl. Kedunglor 4A/7
No. Rekam Medik : 925036
Tgl. Masuk RS : 26 mei 2017
II. ANAMNESIS
2. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar
lymponodi.
3. Pemeriksaan Toraks
a. Paru
Inspeksi : Pergerakan hemithoraks kanan kiri normal, sela iga
tidak melebar.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, fremitus suara hemithoraks
kanan kiri normal.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi pernafasan normal, bunyi pernafasan tipe
vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing.
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tampak SIC V 2 jari Medial LMCS
Palpasi : Ictus Cordis tampak SIC V 2 jari Medial LMCS
Perkusi : Batas Jantung
Kanan atas SIC II LPSD
Kiri atas SIC II LPSS
Kanan bawah SIC IV LMCD
Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2, Regular
4. Pemeriksaan Abdomen
Inspkesi : Gravid
Auskultasi : BU (+) N
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri Tekan (-)
5. Pemeriksaan ekstermitas
Superior : Edema (-/-), Pucat (-/-), Sianosis -/-
Inferior : Edema (-/-), Pucat (-/-), Sianosis -/-
6. Status neurologi : Dalam batas normal
V. RESUME
1. Anamnesis
a. Kenceng - kenceng
b. RPD: disangkal
c. RPK: disangkal
d. Riwayat persalinan
Anak pertama lahir normal, aterm, 2000 gram, laki-laki, usia 8
tahun
Anak kedua lahir normal, aterm, 3400 gram, perempuan, usia
1,5 tahun
Hamil ini
2. Pemeriksaan Fisik
a. KU : Baik
b. Vital Sign : TD: 128 / 84 N: 86 x/mnt, RR : 18 x/mnt.
c. Status gizi : Cukup
d. Pemeriksaan Toraks : Paru
Inspeksi : Dada simetris
Palpasi : Hemithorax kanan kiri simetris
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : bunyi pernapasan vesikuler, RH -/-, Wh -/-
VI. DIAGNOSIS
G3P2A0 41 42 minggu dengan in partu
VII. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan di IGD
a. NST
b. motivasi
Konsultasi dr.Harnoprihadi N, SpOG
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
II. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan terdapat 20.000 kasus pneumothorax traumatik setiap
tahunnya di Amerika Serikat. Insidensi umum dari tension pneumotoraks
pada Unit Gawat Darurat (UGD) tidak diketahui. Literatir-literatur medis
hanya menyediakan gambaran singkat mengenai frekuensi terjadinya
tension pnemothorax. Sejak tahun 2000, insidensi yang dilaporkan kepada
Australian Incident Monitoring Study (AIMS), 17 pasien yang diduga
menderita pneumotoraks, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai tension
pneumotoraks. Pada tinjauan yang lebih lanjut, angka kematian prajurit
militer dari trauma dada menunjukan hingga 5% dari korban pertempuran
dengan adanya trauma dada mempunyai tension pneumotoraks pada saat
waktu kematiannya(3). Sedangkan di Indonesia, dilaporkan oleh Instalasi
Gawat Darurat (IGD) Persahabatan Jakarta pada tahun 2010, sebesar 253
penderita pneumothorax dan angka ini merupakan 5,5 % kunjungan dari
seluruh kasus respirasi yang datang.(4)
Insidensinya pria lebih banyak terkena dibanding wanita dengan
perbandingan 6:1. Pada pria, resiko pneumothorax spontan akan
meningkat pada perokok berat dibanding non perokok. Pneumothorax
spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada
dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun). Sementara itu, pneumothorax
traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung
pada dinding dada. Pneumothorax iatrogenik merupakan tipe
pneumothorax yang sangat sering terjadi.(4)
III. ETIOLOGI
Menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi
dua,yaitu :(2), (3)
1. Pneumothorax spontan
Yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumothorax tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang
terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax
yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru
yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,
penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru,
asma, dan infeksi paru.
2. Pneumothorax traumatik
Yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya
pleura, dinding dada maupun paru. Pneumothorax tipe ini juga
dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax
yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada
dinding dada, barotrauma.
b. Pneumothorax traumatik iatrogenik, yaitu pneumothorax yang
terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumothorax
jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan
tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2. Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
IV. PATOFISIOLOGI
Pneumothorax terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru
yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan
berhubungan dengan bronchus. Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-
septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bula di dekat suatu daerah
proses non spesifik atau granulomatous fibrosis adalah salah satu sebab
yang sering terjadi pneumothorax, dimana bula tersebut berhubungan
dengan adanya obstruksi emfisema.
Pada kasus ini terjadi pneumothorax akibat kecelakaan yang
menyebabkan terjadinya emfisema subkutis. Luka tembus dada merupakan
penyebab umum pneumothorax traumatik. Ketika udara masuk ke dalam
rongga pleura, dalam keadaan normal bertekanan lebih rendah daripada
tekanan atmosfer, maka paru akan kolaps sampai batas tertentu. Sebagai
contoh, jika terbentuk saluran terbuka (pneumothorax terbuka) maka
kolaps masif akan terjadi sampai tekanan di dalam rongga pleura sama
dengan tekanan atmosfer.
Sebaliknya, jika selama inspirasi saluran tetap terbuka dan
menutup saat ekspirasi maka banyak udara yang akan tertimbun dalam
rongga pleura sehingga tekanannya akan melebihi tekanan atmosfer.
Keadaan ini akan akan menyebabkan paru mengalami kolaps total dan
disebut sebagai tension pneumothorax.Tekanan di dalam rongga pleura,
pada keadaan tension pneumothorax, akan semakin meningkat karena
penderita akan memaksakan diri untuk inspirasi.
V. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis pneumothorax berdasarkan anamnesa, gejala
klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada anamnesa perlu diketahui
adanya riwayat penyakit paru sebelumnya (seperti TB paru, PPOK dll)
serta adanya riwayat trauma sebelumnya. Dari gejala klinis yang dirasakan
pasien adalah sesak napas, batuk dan nyeri dada.
A. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan:(3), (5)
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus
pneumothorax antara lain:(8)
a. Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang
luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan
sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan
besar telah terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan intra pleura yang
tinggi.
d. Pada pneumothorax perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut:(5)
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam
pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal
ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati
hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di
mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah
yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher
terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh
udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup
banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut,
bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka
akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas
diafragma
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada
pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan
mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra
dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumothorax
spontan primer dan sekunder.
LAPORAN KASUS
G3P2A0 dengan POST TERM
Disusun oleh :
Pembimbing:
2017
DAFTAR PUSTAKA