Anda di halaman 1dari 12

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. I
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 29 tahun
Alamat : Jl. Kedunglor 4A/7
No. Rekam Medik : 925036
Tgl. Masuk RS : 26 mei 2017

II. ANAMNESIS

1. Keluhan utama : kenceng-kenceng


2. Keluhan tambahan :-
3. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien G3P2A0 41- 42 minggu. Tafsiran lahir 10 mei (USG), gerak
janin aktif, tunggal, hidup dan HPHT lupa. Pasien datang dengan keluhan
kenceng kenceng 2 jam terakhir, ketuban pecah (-), lendir darah (-).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat HT : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat Asma / Alergi : disangkal
d. Riwayat Jantung : disangkal
e. Riwayat Kolestrol : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a) Riwayat penyakit Asma : disangkal
b) Riwayat HT : disangkal
c) Riwayat DM : disangkal
6. Riwayat Persalinan
1. Anak pertama lahir normal, aterm, 2000 gram, laki-laki, usia 8
tahun
2. Anak kedua lahir normal, aterm, 3400 gram, perempuan, usia 1,5
tahun
3. Hamil ini

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4 M6 V5)
Vital Sign : TD : 128 / 84 mmHg
RR : 18 x/menit
N : 86 x/menit
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 65 kg
Status Gizi : Cukup
A. Status Generalis
1. Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala : Mesocephal, Simetris, Venektasi Temporal (-)
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
merata.
Mata : simetris, Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik
-/-, Refleks Pupil +/+ Normal, Isokor, diameter 3/3
mm, Edema Palpebra -/-
Telinga : discharge -/-, deformitas -/-
Hidung : discharge -/-, deformitas -/-
Mulut : bibir sianosis -

2. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar
lymponodi.

3. Pemeriksaan Toraks
a. Paru
Inspeksi : Pergerakan hemithoraks kanan kiri normal, sela iga
tidak melebar.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, fremitus suara hemithoraks
kanan kiri normal.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi pernafasan normal, bunyi pernafasan tipe
vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing.
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tampak SIC V 2 jari Medial LMCS
Palpasi : Ictus Cordis tampak SIC V 2 jari Medial LMCS
Perkusi : Batas Jantung
Kanan atas SIC II LPSD
Kiri atas SIC II LPSS
Kanan bawah SIC IV LMCD
Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2, Regular
4. Pemeriksaan Abdomen
Inspkesi : Gravid
Auskultasi : BU (+) N
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri Tekan (-)

5. Pemeriksaan ekstermitas
Superior : Edema (-/-), Pucat (-/-), Sianosis -/-
Inferior : Edema (-/-), Pucat (-/-), Sianosis -/-
6. Status neurologi : Dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


NST

V. RESUME
1. Anamnesis
a. Kenceng - kenceng
b. RPD: disangkal
c. RPK: disangkal
d. Riwayat persalinan
Anak pertama lahir normal, aterm, 2000 gram, laki-laki, usia 8
tahun
Anak kedua lahir normal, aterm, 3400 gram, perempuan, usia
1,5 tahun
Hamil ini

2. Pemeriksaan Fisik
a. KU : Baik
b. Vital Sign : TD: 128 / 84 N: 86 x/mnt, RR : 18 x/mnt.
c. Status gizi : Cukup
d. Pemeriksaan Toraks : Paru
Inspeksi : Dada simetris
Palpasi : Hemithorax kanan kiri simetris
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : bunyi pernapasan vesikuler, RH -/-, Wh -/-

VI. DIAGNOSIS
G3P2A0 41 42 minggu dengan in partu

VII. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan di IGD
a. NST
b. motivasi
Konsultasi dr.Harnoprihadi N, SpOG

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

II. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan terdapat 20.000 kasus pneumothorax traumatik setiap
tahunnya di Amerika Serikat. Insidensi umum dari tension pneumotoraks
pada Unit Gawat Darurat (UGD) tidak diketahui. Literatir-literatur medis
hanya menyediakan gambaran singkat mengenai frekuensi terjadinya
tension pnemothorax. Sejak tahun 2000, insidensi yang dilaporkan kepada
Australian Incident Monitoring Study (AIMS), 17 pasien yang diduga
menderita pneumotoraks, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai tension
pneumotoraks. Pada tinjauan yang lebih lanjut, angka kematian prajurit
militer dari trauma dada menunjukan hingga 5% dari korban pertempuran
dengan adanya trauma dada mempunyai tension pneumotoraks pada saat
waktu kematiannya(3). Sedangkan di Indonesia, dilaporkan oleh Instalasi
Gawat Darurat (IGD) Persahabatan Jakarta pada tahun 2010, sebesar 253
penderita pneumothorax dan angka ini merupakan 5,5 % kunjungan dari
seluruh kasus respirasi yang datang.(4)
Insidensinya pria lebih banyak terkena dibanding wanita dengan
perbandingan 6:1. Pada pria, resiko pneumothorax spontan akan
meningkat pada perokok berat dibanding non perokok. Pneumothorax
spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada
dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun). Sementara itu, pneumothorax
traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung
pada dinding dada. Pneumothorax iatrogenik merupakan tipe
pneumothorax yang sangat sering terjadi.(4)

III. ETIOLOGI
Menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi
dua,yaitu :(2), (3)
1. Pneumothorax spontan
Yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumothorax tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang
terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax
yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru
yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,
penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru,
asma, dan infeksi paru.
2. Pneumothorax traumatik
Yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya
pleura, dinding dada maupun paru. Pneumothorax tipe ini juga
dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax
yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada
dinding dada, barotrauma.
b. Pneumothorax traumatik iatrogenik, yaitu pneumothorax yang
terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumothorax
jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan
tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2. Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumothorax dapat


diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (5) :
1. Pneumothorax Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun
lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya
sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumothorax Terbuka (Open Pneumothorax)
Yaitu pneumothorax dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat
luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama
dengan tekanan udara luar. Pada pneumothorax terbuka tekanan
intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan
tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. (5)
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi
mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound). (2)
3. Pneumothorax Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumothorax dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis
yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura
melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga
pleura tidak dapat keluar.(5) Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas.(2)
Pada kasus ini terjadi pneumothorax traumatik tipe tension
pneumothorax akibat kecelakaan lalu lintas.

IV. PATOFISIOLOGI
Pneumothorax terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru
yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan
berhubungan dengan bronchus. Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-
septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bula di dekat suatu daerah
proses non spesifik atau granulomatous fibrosis adalah salah satu sebab
yang sering terjadi pneumothorax, dimana bula tersebut berhubungan
dengan adanya obstruksi emfisema.
Pada kasus ini terjadi pneumothorax akibat kecelakaan yang
menyebabkan terjadinya emfisema subkutis. Luka tembus dada merupakan
penyebab umum pneumothorax traumatik. Ketika udara masuk ke dalam
rongga pleura, dalam keadaan normal bertekanan lebih rendah daripada
tekanan atmosfer, maka paru akan kolaps sampai batas tertentu. Sebagai
contoh, jika terbentuk saluran terbuka (pneumothorax terbuka) maka
kolaps masif akan terjadi sampai tekanan di dalam rongga pleura sama
dengan tekanan atmosfer.
Sebaliknya, jika selama inspirasi saluran tetap terbuka dan
menutup saat ekspirasi maka banyak udara yang akan tertimbun dalam
rongga pleura sehingga tekanannya akan melebihi tekanan atmosfer.
Keadaan ini akan akan menyebabkan paru mengalami kolaps total dan
disebut sebagai tension pneumothorax.Tekanan di dalam rongga pleura,
pada keadaan tension pneumothorax, akan semakin meningkat karena
penderita akan memaksakan diri untuk inspirasi.

V. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis pneumothorax berdasarkan anamnesa, gejala
klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada anamnesa perlu diketahui
adanya riwayat penyakit paru sebelumnya (seperti TB paru, PPOK dll)
serta adanya riwayat trauma sebelumnya. Dari gejala klinis yang dirasakan
pasien adalah sesak napas, batuk dan nyeri dada.
A. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan:(3), (5)
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus
pneumothorax antara lain:(8)
a. Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang
luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan
sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan
besar telah terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan intra pleura yang
tinggi.
d. Pada pneumothorax perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut:(5)
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam
pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal
ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati
hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di
mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah
yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher
terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh
udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup
banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut,
bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka
akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas
diafragma
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada
pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan
mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra
dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumothorax
spontan primer dan sekunder.
LAPORAN KASUS
G3P2A0 dengan POST TERM

Disusun oleh :

dr. Anggelina Angkola


Dokter Internsip RS PHC Kota Surabaya
Narasumber :

dr. Harnoprihadi N, SpOG

Pembimbing:

Dr. Syaiful Adam


Dr. Rini Murtisari

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT PHC SURABAYA

2017

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai