Anda di halaman 1dari 24

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANSIETAS

Gangguan Ansietas merupakan masalah kesehatan pada umumnya

dan masalah kesehatan jiwa pada khususnya. Sejak empat belas tahun yang

lalu, masalah kesehatan jiwa menjadi perhatian dunia. Pada bulan Oktober

1997 yang lalu dinyatakan oleh World Health Organization, sebagai Tahun

Kesehatan Jiwa. Pertimbangan ini, sangat beralasan dengan hasil studi Bank

Dunia, ternyata gangguan kesehatan jiwa khususnya gangguan Ansietas

(neurosis), merupakan penyebab utama hilangnya sejumlah tahun bagi

kualitas hidup manusia.

a.Definisi Ansietas : (S.ayub, 2004. Sadock 2005)

Ansietas merupakan pengalaman yang bersifat subyektif, tidak

menyenangkan, tidak menentu, menakutkan dan mengkhwatirkan akan

adanya kemungkinan bahaya atau ancaman bahaya dan disertai oleh gejala

reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik.

Gangguan Ansietas memperingatkan adanya ancaman internal dan

external. seseorang yang mengalami gangguan Ansietas akan terpaksa

melarikan diri (flight) atau melawan (fight), yaitu dengan cara mengerahkan

seluruh energi psikologis guna mempertahankan dirinya. Energi psikologis

yang masih tersedia, semakin lama semakin berkurang. Akibat mekanisme


7

pembelaan hampir-hampir tidak mampu melawan ancaman tersebut

sehingga menimbulkan sejumlah perubahan pada organ tubuh, yang ditandai

dengan gangguan fisiologik, otonomik, biokimiawi, hormonal dan gangguan

psikologik

b. Epidemologi ansietas ( S Ayub 2004 )

Prevalensi gangguan Ansietas berkisar pada angka 6-7% dari populasi

umum. Prevalensi kelompok perempuan lebih banyak dibandingkan kelompok

laki-laki. Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan Hamilton

Anxiety Rating Scale (HARS), pada kelompok perempuan di dua kelurahan,

yaitu di Tanjung Duren Utara dan Tanjung Duren Selatan (Kecamatan Grogol

Petamburan Jakarta), ternyata prevalensi Ansietas sebesar 9,4%.

c. Etiologi ansietas ( sadock 2007)

Faktor Biologi

Teori biologi berhubungan dengan neurotrasmitter dan neuroanatomi.

Pada sistem neuroanatomi pada sistem saraf pusat beberapa mediator utama

berperan menimbulkan ansietas adalah norefinefrin, serotonin dan GABA.

Norefinefrin di lokus minoris dan pons memberikan respon atas perasaan nyeri

dan situasi bahaya.

Teori psikoanalisa
8

Freud mengatakan bahwa Ansietas sebagai sinyal, menyadarkan ego

untuk melakukan tindakan defensif terhadap tekanan dalam diri, misalnya

dengan menggunakan mekanisme represi, bila berhasil maka terjadi pemulihan

keseimbangan psikologis tanpa adanya gejala ansietas. Jika represi tidak

berhasil sebagai suatu pertahanan, maka dipakai mekanisme pertahanan yang

lain, misalnya konversi, regresi dan hal ini yang akan menimbulkan gejala.

Teori tingkah laku

merupakan suatu kondisi sebagi respon terhadap stimulus atau

lingkungan spesifik konsep prilaku pada ansietas karena adanya perasaan

bersalah yang merupakan pikiran atau maladaptif.

Teori Eksistensi

Teori eksistensi tentang ansietas memberikan model tentang gangguan

cemas menyeluruh, dimana tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi

secara spesifik untuk suatu perasaan cemas yang kronik. Jika terjadi gangguan

ini maka menyebabkan seseorang merasa cemas akan hidupnya dan ada

perasaan takut tentang kematian.

Teori Psikoneuroendokrinologi

i. Anatomi dan Fisiologi Psiko-neuro-endokrinologi(sholeh2002,guyton 1997)

Sistem saraf pusat mentransmisikan informasi neurologi menjadi respon

fisiologis dan biologis melalui berbagai hormon, neuropeptida, neurotransmitter,


9

Hypothalamic Pituitary Adrenal Axis (HPA), dan sistem saraf otonom. Susunan

tersebut merupakan alur yang sangat berperan dalam reaksi emosional,

optimistis dan stres.

Faktor psikologis mempengaruhi berbagai organ tubuh melalui mekanisme

yang kompleks antara faktor saraf, hormonal, dan imunologis. Stres kronik dapat

mempengaruhi sistem saraf simpatis dan aktivasi sistem hormonal (aksis

hypothalamus-hipofisis-adrenal). Pacuan sistem hormon adrenal yang

berlangsung lama dihubungkan dengan penekanan sistem imun (sistem

kekebalan tubuh) karena hormon steroid. Hal ini menerangkan mengapa

seseorang dengan stres kronik lebih mudah sakit.

Berbagai kondisi emosional, baik positif berupa rasa tenang, optimis,

senang ataupun negative berupa cemas, susah dan stress dapat menyebabkan

terjadinya aktivitas HPA. Dinamika rangsangan psikis ditransmisikan melalui

sistem limbik dan korteks frontal. Rangsangan yang tiba di hipotalamus akan

menyebabkan sekresi CRF yang berperan sentral dalam reaksi stress (sekresi

CRF stabil dalam kondisi emosi positif). CRF kemudian memicu reaksi HPA.
10

Nukleus mpPVN hipotalamus juga berhubungan dengan locus coeruleus

(LC) yang mengaktifkan sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom mengaktifkan

sekresi epinefrin dan norepinefrin di dalam medulla adrenal. Sekresi CRF oleh

nukleus mpPVN hipotalamus bergantung pada keseimbangan antara kondisi

yang merangsang dan menghambat, sintesis dan sekresi. Neurotransmitter yang

diketahui meningkatkan sekresi CRF adalah acetylcholine dan serotonin,

sedangkan yang menghambat adalah kortisol dan Gamma Aminobutyric Acid

(GABA). GABA terutama banyak terdapat di area hipokampus sesuai dengan

fungsinya sebagai pengontrol emosi dan pengendali HPA.

Sistem limbik yang terdiri dari amigdala dan hipokampus merupakan bagian

otak yang berfungsi dalam mengatur motivasi, respon emosi dan reaksi

penolakan terhadap stimulus yang tidak diinginkan.

Hipokampus berfungsi dalam encoding rangsang dalam proses belajar dan

mengingat, memberikan informasi masa lalu, apakah suatu stimulus merupakan

stressor atau bukan. Di hipokampus, terdapat GABA dalam konsentrasi tinggi

yang berfungsi utama sebagai neurotransmitter penghambat. Amigdala

menerima impuls atau informasi dari sistem sensori, batang otak, lewat talamus

yang memungkinkan timbulnya reaksi segera untuk mempertahankan tubuh.

Amigdala juga menerima informasi dari pusat kognisi dan asosiasi sensoris

dikorteks, hubungan dengan hipokampus memberikan informasi tentang

encoding rangsang yang tersimpan dalam memori.

ii. Ansietas menurut Psikoneuroendokrinologi (sholeh, 2002)


11

Kondisi emosi negatif seperti marah, takut, cemas, stres berpengaruh kuat

terhadap kinerja HPA aksis. Emosi negatif menyebabkan kinerja HPA aksis tidak

beraturan. Sekresi ACTH menjadi terganggu dan mempengaruhi irama sekresi

hormon kortisol. Sebagaimana diketahui, kondisi emosi negatif mempunyai

pengaruh yang lebih kuat terhadap pengaturan sekresi hormon kortisol

dibandingkan mekanisme umpan balik dan siklus sirkadian. Keadaan ini tidak

dibutuhkan tubuh, karena sekresi kortisol tidak sejalan dengan tingkat stres yang

terjadi. Sekresi kortisol yang tidak seharusnya hanya akan menurunkan sistem

imunitas tubuh.

Emosi negatif juga menyebabkan gangguan pada sistem saraf otonom.

Rangsangan emosi negatif pada hipotalamus akan diteruskan ke medulla

spinalis melalui formasioretikularis. Pelepasan impuls yang terjadi karena rasa

takut bersifat masif menimbulkan kondisi fight or flight reaction. Suatu reaksi akut

yang menyebabkan sikap siaga terhadap adanya suatu ancaman. Secara

fisiologis, keadaan ini menyebabkan timbulnya manifestasi perifer dari gangguan

ansietas seperti berdebar-debar, peningkatan aktivitas mental dan kecepatan

metabolisme.(guyton 1997)

Disamping itu, pengaruh pelepasan impuls secara masal oleh sistem saraf

simpatis menyebabkan sekresi epinefrin dan norepinefrin oleh medulla adrenal

menjadi terganggu. Karena pengaruh yang lebih lama dibandingkan kerja sistem

saraf simpatis, aktifitas epinefrin dan norepinefrin lebih bersifat kronis dalam

memunculkan manifestasi gangguan ansietas(guyton,1997)


12

B. DISPEPSIA

a. Definisi Dispepsia

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri

dari rasa tidak enak atau sakit perut pada saluran cerna bagian atas sering

terjadi pada saat atau sesudah makan disertai dengan keluhan rasa panas di

dada, daerah jantung , regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang,

sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan yang lain. Dispepsia

sering ditemukan pada penderita gastritis dan ulkus peptikum. Menurut


(M.Akil,2005. M
etiologinya dibagi 2 yaitu penyebab organik dan penyebab fungsional.
arief 2002. D Dharnika 2006)

Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria

maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam

beberapa waktu. (Bazaldua et al, 1999)

b. Epidemiologi Dispepsia

Prevalensi dispepsia diperkirakan sekitar 21% di Inggris, namun hanya

sekitar 2% yang datang ke dokter setiap tahunnya. Laporan dari klinik

gastroenterologi menyebutkan sekitar 40% pasien yang datang dengan keluhan

dispepsia. Di daerah Asia Pasifik keluhan dispesia merupakan keluhan yang

juga amat banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10 20 %. Insiden antara

pria dan wanita sama. (kusumabroto 2003).

Pada dispepsia organik, umur penderita dijadikan pertimbangan, karena

45 tahun ke atas sering ditemukan kasus keganasan, sedang dispepsia

fungsional diatas 20 tahun. Pada tukak peptik perbandingan laki-laki dan wanita
13

2 : 1. insiden tukak peptik meningkat pada usia pertengahan. Penyakit tukak

peptik memperlihatkan interaksi kompleks dari berbagai faktor lingkungan dan

genetik yang menghasilkan penyakit pada saluran cerna. (I.wibawa, 2006.)

c. Klasifikasi dispepsia

1. Dispesia Fungsional

Definisi dispepsia fungsional adalah perasaan nyeri dan rasa panas di

daerah ulu hati , rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan dan rasa cepat

kenyang yang telah berlangsung minimal selama 3 bulan dalam rentan waktu
(S Harrison,.2000)
selama 6 bulan.

2. Dispepsia organik

Dikatakan dispesia organik jika pada endoskopi ditemukan kelainan pada


(M.chundaman,2000. D Dharmika
saluran cerna bagian atas sehingga menimbulkan gejala.
2006)

d. Etiologi dispepsia organik

1. Penggunaan obat-obatan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik

(makrolides, metronidazole), Besi, KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol),

Kortikosteroid, Levodopa, Niacin, Gemfibrozil, Narkotik, Quinidine,

Theophiline.

2. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)

Alergi : susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis

produk kedelai dan beberapa jenis buah-buahan


Non-alergi :
14

- Produk alam : laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein, dll.


- Bahan kimia : Vetsin , asam benzoat, nitrit, nitrat, dll.

3. Penyakit metabolik / sistemik :

tuberkulosis, gagal ginjal, hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar diabetes

melitus, hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid, ketidakseimbangan elektrolit,

penyakit jantung kongestif.

4 . Kelainan struktural penyakit oesophagus :

Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia, akhalasia, obstruksi

esophagus.

Penyakit saluran empedu : kholelitiasis dan kholedokolitiasis, kholesistitis

Penyakit usus : malabsorbsi, obstruksi intestinal intermiten, sindrom kolon

iritatif, angina abdominal, karsinoma kolon

Penyakit gaster dan duodenum : gastritis erosif dan hemorhagik; sering

disebabkan oleh OAINS dan sakit keras (stres fisik) seperti luka bakar,

sepsis,

pembedahan, trauma, shock ulkus gaster dan duodenum.

Penyakit pankreas : pankreatitis, karsinoma pankreas

Salah satu penyebab dispepsia organik yang sering ditemukan

dalam klinik adalah tukak peptik, terbagi atas tukak peptik lambung dan

tukak peptik duodenum.

e. Gambaran klinik dispepsia organik

Gambaran klinik dispepsia organik dan dispepsia fungsional pada

dasarnya hampir sama. Perbedaan gambaran klinis di temukan jika


15

perlangsungan dispepsia organik semakin kronik dan berat dengan di

temukannya Alarm symptom antara lain

1. Usia lebih dari 45-50 tahun

2. Ditemukan riwayat keluarga dengan karsinoma lambung dan ulkus lambung

3.Penurunan berat badan > dari 10 %

4. Ditemukan riwayat demam

5. Muntah berat dan persisten

6. Sakit menelan , mulut terasa asam , anoreksia

7. Ditemukan anemia dan ikterus

8. Adanya perdarahan hematemesis /melena

9. Gangguan buang air besar berupa diare atau kostipasi

10.pembesaran kelenjar getah bening di leher

11, Gejala tetap persisiten setalah terapi dua bulan.

ULKUS PEPTIK

a. Definisi

Ulkus peptik merupakan salah satu penyebab dari dispepsia organik,

terdapat ulkus atau jaringan pada mukosa, submukosa yang berbatas tegas

dapat menembus sampai muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga

dapat terjadi perforasi yang dapat ditemukan pada saluran pencernaan yang

berhubungan dengan asam lambung. Secara klinis, suatu ulkus adalah

hilangnya epitel superficial atau lapisan lebih dalam dengan diameter 5 mm

yang dapat diamati secara endoskopi maupun radiologis


16

( Akil,M,2006. Hadi. S 2002)

b. Etiologi ulkus Peptik (Hadi S.2002. .Aakil M 2006,Tarigan L 2006)

Etiologi dan patogenesis terjadinya ulkus peptik adalah

ketidakseimbangan antara faktor agresif yang dapat merusak mukosa dan faktor

defensif yang memelihara keutuhan mukosa lambung dan duodenum.

1). Faktor Agresif

Bakteri Helicobakter pylori

Salah satu penyebab utama dari 60% ulkus gaster dan 90% ulkus

duodenum adalah adanya reaksi inflamasi kronik akibat invasi daripada bakteri

Helicobacter pylori. Paling banyak membentuk koloni disekitar antrum pylori.

Keadaan ini menyebabkan terjadi gangguan regulasi gastrin. Gastrin dapat

menstimulasi produksi asam lambung sehingga produksi asam lambung akan

meningkat yang memicu terjadinya erosi pada mukosa, dan lama kelamaan

berkembang jadi ulkus.

Penggunaan Obat anti Inflamasi Non Steroid (NSAID)

Meningkatnya angka kejadian helicobacter pylori sebagai penyebab

ulkus, di dunia barat seiring dengan bertambahnya terapi medis, terutama

peningkatan penggunaan NSAID pada pasien arthritis. Lambung melindungi diri

dari asam lambung karena adanya lapisan mukosa yang tebal. Sekresi asam
17

lambung di pengaruhi oleh protaglandin. NSAID memblokade fungsi dari

cyloocygenase 1 (Cox-1), yang sangat penting untuk produksi prostaglandin.

Zollinger Ellison Syndrome (gastrinomas)

Suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan produksi hormon gastrin

yang memicu terbentuknya asam klorida. Akumulasi asam klorida yang terjadi

terus menerus akan memudahkan ulkus terjadi dimukosa lambung,

Faktor stres

Faktor stres disini dibagi atas stres fisiologis dan stres psikologis. Dari

beberapa penelitian menyebutkan bahwa luka bakar dan trauma kepala dapat

menyebabkan stres ulkus fisiologis, ini berhubungan gangguan ventilasi yang

dialami oleh pasien tersebut.

Adapun tentang apakah stres psikologis dapat mempengaruhi

perkembangan ulkus sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Pada

pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh Academy of Behavioral Medicine

Research menyimpulkan bahwa ulkus yang terjadi tidak murni akibat penyakit

infeksi dan gangguan fisiologis dalam lambung, namun faktor-faktor psikologis

juga memegang peranan penting. Para peneliti kini sedang mempelajari

bagaimana stres dapat mempromosikan infeksi bakteri Helicobacter pylori.

Mereka menyimpulkan bakteri Helicobacter pylori tumbuh subur pada lingkungan

asam dan keadaan stres dapat menyebabkan produksi asam lambung

berlebihan.
18

Hasil penelitian ini di dukung oleh suatu penilitian yang lain terhadap

tikus yang menunjukkan bahwa stres yang timbul akibat perendaman dalam

jangka panjang dan infeksi bakteri Helicobacter pylori secara independen terkait

dengan perkembangan tukak lambung. Pada sebuah penelitian yang dilakukan

di rumah sakit Thailand menunjukkan bahwa stres kronis itu sangat terkait

dengan peningkatan resiko tukak lambung, dan kombinasi dari stres kronis dan

waktu makan yang tidak seimbang adalah faktor yang signifikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Reene. D. dkk memperlihatkan hubungan

ansietas dengan tukak peptik dimana didapatkan tukak peptik berkaitan dengan

ansietas tanpa mengenyampingkan penyebab lain seperti bakteri Helicobacter

pylori dan penggunaan OAINS dimana ansietas juga bisa menjadi co morbid
(Reene, et all. 2002)
terbentuknya tukak peptikum

Faktor merokok, makanan, alkohol dan golongan darah tertentu

Menunjukkan adanya korelasi dengan terbentuknya ulkus, namun ini telah

terbantahkan di anggap faktor- faktor diatas tidak bisa berdiri sendiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Goodwin, dkk menunjukkan gangguan mood dan

ansietas berhubungan dengan peningkatan ulkus peptik dimana rokok dan

penyalagunaan alkohol co morbid untuk terjadinya ulkus peptikum . Pada

penelitian ini ulkus peptik banyak ditemukan terkait dengan gangguan cemas

menyeluruh, disusul kemudian gangguan panik, distimia dan gangguan bipolar .(


Goodwin,et all.2009)
19

2). Faktor Defensif

Apabila terjadi gangguan satu atau beberapa dari pertahanan mukosa,

maka daya tahan mukosa akan menurun sehingga mudah dirusak oleh faktor

agresif yang akan menyebabkan terjadinya tukak peptikum. Ada 3 faktor

pertahanan yang berfungsi memelihara daya tahan mukosa gastro intestinal ,

yaitu :

Faktor preepitel

Terdiri dari mucus dan bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh asam

lambung/pepsin. Mucoid cap merupakan suatu stuktur yang terdiri dari mucus

dan fibrin, yang terbentuk sebagi respon terhadap rangsangan inflamasi. Aktif

surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan hidrofobitas membran

sel dan meningkatkan viskositas mucus.

Faktor epitel

Disini terjadi kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi migrasi

sel-sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan. pertahanan seluler,

yaitu kemampuan untuk memelihara electrical gradient dan mencegah

pengasaman sel. Kemampuan trasporter asam-basa untuk mengangkut

bikarbonat kedalam lapisan mucus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong

asam keluar jaringan. Faktor pertumbuhan ,prostalglandin dan nitrit oksida.


20

Faktor sub epitel

Disini terdapat aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi,

oksigen, dan bikarbonat ke epitel sel. Prostalglandin endogen menekan

perlekatan dan ektravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.

3. Patogenesis Ulkus Peptik

Ada tiga Penyebab dari kerusakan barier mukosa lambung yaitu yang pertama

akibat kerusakan mukosa oleh nikotin rokok, penggunaan alkohol dan

penggunaan NSAID seperti aspirin, penyebab kedua adalah pelepasan asam dan

pepsinogen yang disebabkan dari reaksi vagal karena reaksi stres, kemudian

faktor ketiga yang banyak di anut saat ini oleh karena infeksi helicobacter pylori,

kerusakan barier mukosa lambung ini mengalami kerusakan dari ketiga faktor tadi

akan menyebabkan rendahnya kualitas lapisan lendir mukosa dan menurunnya

fungsi daripada sel mukosa lambung selanjutnya terjadi gastritis oleh karena

adanya erosi menyebabkan proses inflamasi yang hebat sehingga menyebabkan

peningkatan asam dan terjadi penurunan dari faktor intrisik. Pada keadaan infeksi

terjadi peningkatan dari pepsin dan penurunan produksi somastatin sehingga

menyebabkan ulserasi mukosa dan perdarahan dan terbentuknya jaringan

parut .Bila terjadi kerusakan mukosa lambung maka tidak diproduksi lapisan lendir
21

lambung sehingga tidak dapat menahan keasaman lambung dan inilah awal

terjadinya tukak peptik.

GASTRITIS

a. Definisi

Gastritis ialah inflamasi atau radang dari dinding lambung terutama pada

mukosa gaster. Gastritis juga merupakan salah satu penyebab dari dispepsia

organik.

b. Pembagian klinis

Gastritis akut : Infamasi akut dari lambung, biasanya terbatas pada mukosa

biasanya terbatas pada mukosa. Tanda-tanda klinis dari gastritis akut biasa

menunjukkan gejala yang berat

Gastritis kronis : Merupakan suatu inflamasi yang kronis dari tipe tertentu

sehingga menyebabkan gastritis dari tipe yang spesifik

c. Etiologi
22

Obat analgetik-antiinflamasi terutama aspirin. Aspirin dalam dosis yang

rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung

Bahan kimia misalnya lisol

Merokok

Alkohol

Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar sepsis, trauma, pembedahan,

gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat

Refluks usus lambung

Endotoksin

Faktor psikologis dapat menyebabkan hipersekresi asam lambung dan

biasanya terjadi pada gastritis kronis sering berkembang menjadi ulkus

peptikum

d. Patogenesis Gastritis

Gastritis dapat terjadi oleh karena daya proteksi mukosa berkurang dan

faktor agresivitas yang melakukan invasi terhadap jaringan. Faktor proteksi terdiri

atas lapisan mukus, sekresi bikarbonat, keseimbangan asam lambung dan

sirkulasi darah yang adekuat. Faktor agresivitas adalah infeksi helicobacter

pylori, gangguan keseimbangan asam-pepsin dan iskemia mukosa.


23

Selain bakteri, bahan-bahan makanan, minuman, obat maupun zat kimia

yang masuk kedalam lambung dapat menyebabkan iritasi atau erosi pada

mukosanya sehingga lambung kehilangan barrier atau pelindung. Selanjutnya

terjadi peningkatan difusi balik dari ion hydrogen yang mengakibatkan gangguan

difusi pada mukosa dan peningkatan sekresi asam lambung serta enzim-enzim

pencernaan. Kemudian menginvasi mukosa lambung dan terjadilah reaksi

peradangan.

Demikian juga terjadi peradangan dilambung karena invasi langsung

pada sel-sel dinding lambung oleh bakteri. Peradangan ini bermanifestasi seperti

perasaan perih di epigastrium, rasa panas atau terbakar dan nyeri tekan.

Spasme lambung juga mengalami peningkatan diiringi gangguan pada sphincter

esophagus sehingga terjadi mual-mual sampai muntah.

C. PENGARUH ANSIETAS PADA DISPEPSIA

Morrel (1991) menyimpulkan keluhan dispepsia, merupakan keluhan yang

berarti dari pasien-pasien dengan adanya gangguan psikiatri, terutama ansietas,

depresi atau ciri kepribadian. Walaupun patofisiologi timbulnya keluhan fisik yang

berhubungan dengan gangguan psikis/emosi belum seluruhnya dapat

diterangkan, namun sudah terdapat banyak bukti dari hasil penelitian para ahli

yang dapat dijadikan pegangan.Talley dkk, melakukan case control study


24

terhadap pasien dispepsia fungsional dan dispepsia organik, menyimpulkan

dijumpainya pasien-pasien dispepsia fungsional dan dispepsia organik yang

lebih neurotik, depresi dari pada kelompok kontrolnya. Gangguan psikis atau

konflik emosi yang menimbulkan gangguan psikosomatik ternyata diikuti oleh

perubahan-perubahan fisiologis dan biokemis seseorang. Perubahan fisiologis ini

berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem saraf otonom vegetatif,

sistem endokrin dan sistem imun. (Citra JT)

Demikian pula telah banyak observasi yang menunjukkan bahwa emosi

atau stres mempengaruhi keadaan fisiologi traktus gastrointestinal, antara lain

sekresi musinoid, pepsin dan asam klorida lambung. Keadaan ini menyebabkan

motilitas lambung dan usus berkurang, kontraksi spingter menurun.

Pengaruh emosi terhadap fungsi gastrointestinal telah lama dikenal.

Wolf, et al, mengobservasi melalui lubang fistula permanen di lambung, bahwa

emosi, kesedihan dan depresi menyebabkan mukosa pucat, menurunkan dan

menghambat sekresi dan kontraksi lambung sehingga penderita merasa mual

dan tidak ada nafsu makan.

Sebaliknya perasaan gelisah dan perasaan dikucilkan akan menyebabkan

hipersekresi asam lambung, hipermotilitas, hiperemi mukosa lambung, maka

terjadilah keadaan seperti gastritis hipertropik, dimana penderita merasa nyeri

dan perih di uluhati (heartburn). Bila berlangsung cukup lama dan berat, dapat

terjadi erosi dan perdarahan pada mukosa lambung yang mengakibatkan

penurunan daya tahan mukosa lambung. Keadaan seperti ini dapat terjadi
25

spontan atau akibat kontraksi lambung yang kuat. Bila luka kecil tersebut terkena

asam lambung akan menyebabkan tambah membengkaknya seluruh mukosa

lambung, dan terbentuk tukak kronik di mukosa tersebut .

Pada dispepsia organik yang termasuk kategori alarm, biasanya penderita

sangat gelisah/khawatir (psikoneurosis) terhadap gejala-gejala yang

dirasakannya karena gejala hilang timbul tanpa henti.

D.HUBUNGAN DISPEPSIA DENGAN FAKTOR STRES PSIKOSOSIAL

Stres adalah suatu kondisi yang terjadi bila kebutuhan tidak terpenuhi

secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan. Taylor

(1995) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif disertai

perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan prilaku yang bertujuan

mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi penyebab stres .(Syamsulhadi,1999)

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres disebut stresor, stresor

dibedakan atas 3 golongan yaitu:

a. Stresor biologifisik : dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan dan

lain- lain.

b. Stresor psikologis : takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan, kesepian,

jatuh cinta dan lain-lain

c. Stresor sosial budaya :menganggur, perceraian, perselisihan dan lain-lain.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Johnson R, dan kawan-kawan

terhadap pasien dispepsia organik dan dispepsia fungsional melaporkan bahwa

pada pasien dispepsia organik biasanya berhubungan dengan usia, riwayat


26

keluarga dan kebiasaan merokok sedangkan dispepsia fungsional berhubungan

dengan kondisi sosial, kebiasaan hidup dan diet.

Adapun penelitian di RSCM yang dilakukan oleh Harsal A menemukan

faktor stresor psikososial yang berpengaruh untuk terjadinya ansietas dan

depresi pada dispepsia fungsional adalah hal-hal yang berhubungan dengan

kehidupan sehari-hari seperti masalah anak (30%), hubungan antar manusia

(27%), persoalan suami/istri dalam perkawinan (23%) dan masalah pekerjaaan

(21%). Peran faktor psikososial pada dispepsia fungsional sangat penting karena

dapat menyebabkan timbulnya perubahan psikologis pada saluran cerna,

menyebabkan terjadinya perubahan penyesuaian terhadap gejala yang timbul,

mempengaruhi perjalanan penyakit dan mempengaruhi prognosis pasien..


(E Mujaddid)

Rangsangan psikis/ emosi sendiri secara fisiologis dapat mempengaruhi

lambung dengan 2 cara yaitu:

1. Jalur neuron: rangsangan konflik emosi pada korteks serebri mempengaruhi

kerja hipotalamus anterior dan selanjutnya ke nucleus vagus, nervus vagus dan

selanjutnya ke lambung.
2. Jalur neurohumoral: rangsangan pada korteks serebri hipotalamus anterior

hipofisis anterior (mengeluarkan kortikotropin) hormon merangsang

korteks adrenal (menghasilkan hormone adrenal) merangsang produksi asam

lambung

Faktor psikis dan emosi (seperti pada ansietas dan depresi) dapat

mempengaruhi fungsi saluran cerna dan mengakibatkan perubahan sekresi

asam lambung, mempengaruhi motilitas dan vaskularisasi mukosa lambung


27

serta menurunkan ambang rangsang nyeri. Pasien dispepsia umumnya

menderita ansietas, depresi dan neurotik lebih jelas dibandingkan orang normal

E. KERANGKA KONSEP

variabel kendali Variabale. Moderate

riwayat merokok,riwayat Faktor agresif :


alkohol,
Helycobacter pylori , OAINS
tumor maligna,umur , Makanan
-

Patomekanisme dispesia

Jalur neuroendokrin variabel


Konflik emosi korteks cerebri
hipotalamus ant. sekresi tergantung
kortikotropin Hormon adrenal
sekresi Asam Hcl + Pepsin meatau
me

Jalur Neuron
28

Variabel bebas DISPEPSIA


ORGANIK
ANSIETAS

KETERANGAN:

1 V. Bebas : Ansietas

2 V. Tergantung : Dispepsia organik

3 V.Antara : Patomekanisme Dispepsia

4 V.Moderate : Helycobacter pylori, OAINS , makanan


MEKANISME
5. V. kendali : umur, riwayat merokok,riwayat alkohol, tumor maligna PATOMEKANISME
ANXIETAS
NYERI

LAMBUNG
29

Anda mungkin juga menyukai