(Tesis)
Oleh
SUPRIYANTO
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRAK
Oleh
SUPRIYANTO
By
SUPRIYANTO
Biogas is a renewable energy. POME and cattle manure are the main material for
producing biogas. POME have a high concentration of COD, its potential to
produce biogas as an energy source, but the results are not optimal, so perform the
addition of cattle manure. Cattle manure contains a lot of methanogenic bacteria
in order to increase the production of methane in an anaerobic fermentation
process. The cattle manure are abundant around the plantation and palm oil mill.
This study was conducted to use cattle manure especially for industries that have
implemented ISSE program. The purpose of this study was to obtain of loading
rate substrates POME and cattle manure are optimal with an investigate of the
biogas production process and efficiency of COD removal, furthermore to
describe the biogas production process, its using the mathematical kinetics form
of biogas production, so that it can be used on a scale up bioreactor. The treatment
was done with three replications and five different treatments on each month (0,5
L/day, 1,0 L/day, 1,5 L/day, 2,0 L/day and 2,5 L/day).
The production process of the best biogas produced from each treatment loading
rate is 2,0 L/day or organic loading rate of 2.1884 Kg/m 3/day, reaching an
average of 28,17 L/day. While the flow rate which has the highest COD removal
are at a flow rate of 0.5 L/day amounting to 75.68% is almost the same in the
treatment flow rate of 1.0 L/day amounting to 75.28%, but the value of the highest
conversion into methane COD , is at a flow rate of 1.0 L/day 0.320
LCH4/CODremoval at STP (Standard Temperature and Pressure) conditions or
0.362 LCH4/CODremoval at a temperature of 35oC. Based on kinetic modeling by
using biorekator CSTR, appropriate kinetic model is a model Moser, with a
correlation value obtained by 0.9767.
Oleh
SUPRIYANTO
Tesis
Pada
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
PERNYATAAN
1. Tesis dengan judul : Produksi Biogas dari Limbah Cair Pabrik Kelapa
saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas
karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan etika ilmiah yang
Universitas Lampung.
kepada saya. Saya bersedia dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.
Supriyanto
NPM. 1424051006
RIWAYAT HIDUP
sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Rusman dan
Ibu Supiani. Menikah dengan Herlina, S.Si. pada tanggal 04 Juli 2010 dan telah
mempunyai dua orang putra bernama Faeyza Syazani Naufal dan Ghaisan Tsaqib
Alkhalifi.
Lampung dari tahun 1986 sampai 1992, Pendidikan Menengah Pertama di SLTP
Negeri 1 Bandar Lampung dari tahun 1992 sampai 1995, dan Pendidikan
Program Studi Analis Kimia dari tahun 2001 sampai 2005. Pada tahun 2011
penulis membuat Skripsi yang berjudul Pengaruh berbagai jenis starter dan abu
sisa boiler terhadap kualitas kompos tandan kosong kelapa sawit (TKKS).
Selanjutnya untuk mendalami tentang proses pengolahan limbah pada pabrik
Penulis pernah bekerja di PT. IKA NUSA PRATAMA sebagai Enggineering pada
dari tahun 1998-2000 sebagai Operator Filling and Packing. Bekerja sebagai
sekarang.
SANWACANA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Salawat serta salam
CSTR sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di
Dengan selesainya tesis ini, penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang tulus
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S. selaku Dekan Fakultas
Universitas Lampung.
3. Bapak Prof. Dr. Eng Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku dosen pembimbing
saranya.
4. Bapak Dr. Ir. Sarono, M.Si. selaku dosen anggota pembimbing yang telah
6. Ibu Dr. Ir. Sri Hidayati, M.P. selaku ketua Program Studi Magister
7. Bapak dan ibu dosen serta staf Program Studi Magister Teknologi Industri
8. Orang Tuaku Bapak Rusman dan Ibu Supiani, Istriku Herlina, S.Si. dan
kedua anakku Faeyza Syazani Naufal dan Ghaisan Tsaqib Alkhalifi, serta
9. Bapak Ir. Joko S.S. Hartono, M.T.A. selaku Direktur, Bapak Ir. Yatim R.
Widodo, M.Sc. selaku Wakil Direktur I, Bapak Ir. Nurman Abdul Hakim,
M.P. selaku Wakil Direktur II, Bapak Ir. Bambang Utoyo, M.P. selaku
10. Bapak Ir. M. Rofiq, M.P. dan Ibu Ir. Any Kusumastuti, M.P selaku Ketua
Politeknik Negeri Lampung yang telah memberikan izin serta dukungan atas
11. Tim Laboratorium Limbah THP Universitas Lampung, Mas Joko Sugiono,
Mas Midi, Arafat, Amel, Mba Sinta, Widya, Ica dan teman-teman lainya
Lampung.
14. Mb Dini, Mas Suryo, Bang Dim, Deary, Tulus, Mb Reni, Mas Sutoyo, Mb
Penulis berharap semoga Allah SWT berkenan melipatgandakan pahala atas amal
perbuatan mereka yang diberikan kepada penulis dan semoga tesis ini dapat
Penulis
Supriyanto
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................. xv
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang. 1
B. Tujuan Penelitian....... 5
C. Kerangka Pemikiran........ 5
D. Hipotesis... 8
A. Aklimatisasi 55
B. Proses Operasional Bioreaktor Anaerob dalam Memproduksi Biogas
dari LCPKS dan Kotoran Sapi 59
1. Nilai pH . 63
2. Biomassa Aktif dalam Bioreaktor Anaerobik .. 66
3. Kandungan VS terhadap Produksi Biogas 72
4. COD, Penyisihan COD dan Konversi COD menjadi Metana 76
5. Potensi Biogas dan Sludge Activity Index (SAI) . 83
6. Kandungan Gas Metana dan Karbondioksida.. 86
C. Profil Kinetika Pertumbuhan Biomasa . 91
1. Penentuan Nilai Kinetika Model Monod 92
2. Penentuan Nilai Kinetika Model Moser 96
3. Penentuan Nilai Kinetika Model Chen-Hashimoto 98
V. SIMPULAN DAN SARAN 102
A. Simpulan . 102
B. Saran 103
LAMPIRAN .. 111
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
10. Hasil perhitungan regresi linier, Ks, dan max model kinetika
Monod pada ketiga bioreaktor.. 94
12. Hasil perhitungan regresi linier untuk menentukan nilai max dan
Ks dengan pemodelan kinetika Moser .. 96
13. Hasil perhitungan nilai Y, Kd, Ks dan max model kinetika Moser
pada bioreaktor anaerobik ....... 97
14. Hasil perhitungan regresi linier untuk menentukan nilai max dan
Ks dengan pemodelan kinetika Chen-Hashimoto .. 99
Gambar Halaman
10. Rata-rata TSS outlet bioreaktor selama proses degradasi bahan organik
pada ketiga bioreaktor ... 67
13. Rata-rata rasio VSS/TSS outlet selama proses degradasi bahan organik
pada ketiga bioreaktor ... 71
14. Rata-rata VS outlet bioreaktor selama proses degradasi bahan organik
pada ketiga bioreaktor .. 73
17. Kandungan rata-rata COD hasil degradasi bahan organik pada ketiga
bioreaktor ... 76
18. Nilai rata-rata penyisihan COD hasil degradasi bahan organik pada
ketiga bioreaktor .... 78
20. Nilai konversi COD menjadi metana dalam kondisi STP pada ketiga
bioreaktor. 81
22. Nilai rata-rata SAI dari ketiga bioreaktor dengan beberapa perlakuan
laju alir ... 85
24. Hasil Slope dan Intercept untuk menentukan nilai Y dan Kd pada
bioreaktor anaerobik . 93
25. Kurva linier untuk menentukan nilai max dan Ks dengan pemodelan 94
kinetika Monod ...
26. Kurva linier untuk menentukan nilai max dan Ks dengan pemodelan 97
kinetika Moser ....
27. Kurva linier untuk menentukan nilai max dan Ks dengan pemodelan
kinetika Chen-Hasimoto ..... 100
1
I. PENDAHULUAN
fosil, maka ketersediaan bahan baku tersebut akan habis. Oleh karena itu
diperlukan alternatif energi yang dapat diperbarui dan lebih sustainable. Salah
satu sumber yang dapat dijadikan alternatif adalah biogas yang berasal dari
dapat dijadikan sebagai sumber metana yang jumlahnya cukup banyak. Industri
produksi minyak sawit dari tahun 2009 sampai dengan 2014 berkisar antara 5,17
minyak kelapa sawit dan turunannya. Hal ini merupakan sumber devisa negara
yang penting dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Penerimaan devisa dari
2
produk olahan kelapa sawit meningkat dari US$ 1.087,3 juta (2000) menjadi US$
17.464,9 juta (2014) (Badan Pusat Statistik, 2015). Pabrik minyak kelapa sawit
dalam mengolah setiap satu ton tandan buah segar akan menghasilkan 0,75 0,9
m3 atau setiap ton CPO menghasilkan 3,33 ton LCPKS (Sarono, 2013).
kolam anaerobik, kolam fakultatif dan kolam aerobik. Teknologi ini diketahui
kolam-kolam penampungan memerlukan lahan yang lebih luas, selain itu proses
tersebut menghasilkan gas metan yang merupakan gas rumah kaca. LCPKS
mempunyai nilai COD 41.250 52.000 mg/L, TSS 46.174 55.328 mg/L dan VSS
prosesnya juga menghasilkan gas metana sebagai emisis gas rumah kaca yang
produksi biogas dari suatu limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik dengan
kapasitas 60 ton/jam tersebut kurang lebih sebesar 216.000 m3/tahun, dengan total
kandungan COD yang dihasilkan 10.800 ton/tahun, produksi dari LCPKS tersebut
m3/tahun atau setara energi yang dihasilkan sebesar 133.398.934 MJ/tahun atau
minyak sawit (CPO) sebagai produk utama tetapi juga hasil samping (by product)
tandan kosong kelapa sawit, serabut sawit, limbah cair kelapa sawit dan bungkil
sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan untuk sumber energi dan protein
bagi peternakan sapi. Banyaknya tanaman gulma yang ada di sekitar perkebunan
kelapa sawit merupakan sumber makanan hijauan yang berpotensi besar bagi
peternakan sapi. Dengan adanya sumber makanan untuk peternakan sapi, saat ini
Sawit (SISKA) (Bambang et al, 2012) atau Program Integrasi Sapi Sawit Energi
merupakan salah satu produsen industri kelapa sawit terbesar di dunia dan dengan
Perkebunan kelapa sawit dipilih karena mempunyai potensi bahan pangan hijauan
sawit pada tahun 2014 sebesar 10,956 juta hektar dengan produksi CPO mencapai
29,344 juta ton dan LCPKS sebanyak 96,835 juta ton ( Ditjen Perkebunan, 2015).
masyarakat Indonesia. Pada tahun 2011 standar konsumsi protein sudah di atas
standar yaitu 1,997 kg perkapita pertahun kemudian turun pada tahun 2014
Program ISSE dalam pelaksanaannya akan menghasilkan dua jenis limbah yang
dapat dimanfaatkan sebagai sumber metana yang baik. Dari pengolahan pabrik
kelapa sawit didapatkan LCPKS (Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit) dan pada
peternakan sapi didapatkan feses. Kedua limbah ini berpotensi untuk dijadikan
bahan baku pembuatan energi alternatif, salah satunya adalah biogas. Pada
umumnya kotoran sapi hanya digunakan sebagai pupuk untuk tanaman, karena
substrat paling cocok untuk pemanfaatan biogas. Substrat dalam kotoran sapi
telah mengandung bakteri penghasil gas metana yang terdapat dalam perut hewan
ruminansia.
bahwa pembuatan biogas dari LCPKS sangat tidak menguntungkan. Hal ini
disebabkan gas metana yang dihasilkan sangat kecil (0,28 L/g COD) dan
kandungan nitrogen 750 mg/L dan kandungan fosfor 120 mg/L, sumber utama
bakteri penghasil gas metana berasal dari mikroorganisme yang terdapat pada
LCPKS. Dengan adanya program SISKA, maka akan didapatkan sumber nutrisi
dan bakteri penghasil gas metana yang murah dengan jumlah yang banyak.
Proses pengolahan LCPKS ini dilakukan dengan fermentasi anaerob, untuk dapat
menghasilkan proses dekomposisi yang akurat dan presisi pada bioreaktor, maka
hal yang dapat dijadikan acuan untuk mengukur performa dari bioreaktor.
5
pemodelan kinetika produksi biogas ini dapat digunakan sebagai acuan analisis
kemampuan dan efisiensi bioreaktor serta prediksi biogas yang akan dihasilkan.
B. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan laju alir substrat LCPKS dan kotoran sapi yang optimal
sesuai, sehingga dapat digunakan untuk skala yang lebih besar (scale up).
C. Kerangka Pemikiran
Kotoran sapi merupakan sumber nutrisi yang dapat digunakan untuk pembentukan
biogas pada LCPKS. Akan tetapi kotoran sapi mengandung sejumlah komponen
yang sulit dihidrolisis seperti selulosa, hemi selulosa dan lignin, oleh karena itu
Penelitian Mahajoeno (2008) terhadap produksi biogas yang berasal dari LCPKS
biogas selama 12 minggu percobaan dikondisi tekanan suhu dan tekanan rumah
Selain sebagai sumber nutrisi penghasil gas metana, kotoran sapi merupakan
menyatakan bahwa produksi biogas dengan biostater kotoran sapi lebih tinggi
produksi tertinggi 23,67 gram pada konsentrasi 15 %. Selain itu juga penambahan
berupa sampah sayuran sawi hijau dapat dilakukan dengan tujuan menjaga
2013).
Penggunaan kotoran sapi sebagai sumber nutrisi tidak dapat secara langsung
fisiologis atau adaptasi dari suatu mikroorganisme terhadap substrat baru yang
kondisi campuran yang menghasilkan produksi biogas dan penyisihan COD yang
Penggunaan kotoran sapi sebagai sumber inokulum dalam produksi biogas pernah
dilakukan oleh Nasir et al, (2012) menggunakan LCPKS dan manur dengan
konsentrasi 500 g manur dan 1,5 L LCPKS menghasilkan penyisihan COD yang
7
masih sedikit yaitu 33 % dengan sistem semi batch reaktor. Penelitian selanjutnya
5 : 1 dan 5 : 1,5 antara manur dan LCPKS. Dari hasil penelitian tersebut
Pengaturan umpan dilakukan dengan menjaga pH substrat tidak terlalu asam serta
dipengaruhi oleh jumlah asam lemak volatil (VFA), ammoniak, dan CO2
Selain kondisi pH yang optimum ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan,
seperti perlu adanya agitasi yang berpengaruh terhadap produksi biogas pada
itu pada penelitian ini menggunakan temperatur udara normal yaitu 35 o 40oC.
Masih kecilnya produksi biogas yang dihasilkan dari pengolahan LCPKS secara
dan produksi biogas yang dihasilkan masih sedikit. Selain itu laju alir optimal
suspended solids(VSS), total suspended solids (TSS), volatile solids (VS), total
Sedangkan untuk mengetahui kinerja bioreaktor dan besarnya laju alir yang
berasal dari LCPKS dan larutan kotoran sapi dapat digambarkan melalui hasil
D. Hipotesis
1. Laju alir substrat LCPKS dan kotoran sapi yang optimal akan
Kebutuhan energi listrik merupakan suatu kenyataan yang harus dihadapi oleh
industri dan informasi, menjadi bagian yang tidak dapat dihindari. Namun
selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola masalah
kelistrikan di Indonesia, sampai saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan
Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar dan tidak
Selain itu, makin berkurangnya ketersediaan sumber daya energi fosil, khususnya
minyak bumi, yang sampai saat ini masih merupakan tulang punggung dan
adalah:
Sistem penyediaan energi listrik yang dapat memenuhi kriteria di atas adalah
seperti: matahari, angin, air, biomas dan lain sebagainya. Menurut Muchlis et al.,
PLN, dan selama kurun waktu 17 tahun (2003 s.d. 2020) diperkirakan tumbuh
sebesar 6,5% per tahun dari 91,72 TWh pada tahun 2002 menjadi 272,34 TWh
Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan Pembangkit Listrik
menyediakan lahan serta regulasi mengenai harga bahan bakar biomassa jangka
panjang.
11
pertumbuhan PLT Biomassa ini, PLN lebih memberi kesempatan kepada swasta
perkebunan yang dapat dilakukan upaya sebagai sumber biomassa dan biogas
adalah industri kelapa sawit, industri tebu, industri tapioka dan beberapa industri
lainnya.
Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil
aktivitas manusia, maupun proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai
ekonomi. Aktivitas pengolahan pada pabrik kelapa sawit menghasilkan dua jenis
limbah, antara lain limbah padat dan limbah cair. Limbah padat, antara lain tandan
kosong kelapa sawit, cangkang, dan serat yang sebagian besar telah dimanfaatkan
kelapa sawit berupa limbah padat memiliki kandungan energi yang cukup tinggi.
Bila dikelola dengan baik, limbah padat kelapa sawit dapat digunakan sebagai
energi alternatif pengganti bahan bakar fosil dan minyak yang biasa digunakan
Keseluruhan parameter diukur di atas ambang baku mutu peruntukan yang telah
lingkungan. Tanpa adanya upaya untuk mencegah atau mengelola secara efektif
pencemaran air dan perairan umum di sekitar pabrik, dan gas rumah kaca yang
sawit di Malaysia untuk setiap ton produksi CPO adalah 2,5-3 ton. Hasil samping
proses produksi tersebut berasal dari air kondensat rebusan 36 % (150-175 kg/ton
TBS). Sistem pengelolaan LCPKS pada saat ini didominasi oleh pengelolaan
ini diketahui mengeluarkan biaya yang besar untuk perawatan dan juga dalam
prosesnya menghasilkan gas metana sebagai gas rumah kaca yang dilepaskan
bebas ke atmosfir (Nasution, 2012). Sistem kolam adalah sistem operasi yang
mudah tetapi memiliki kelemahan seperti membutuhkan lahan yang luas, waktu
retensi hidrolik yang relatif lama untuk kinerja yang efektif, bau busuk serta
Pada emisi gas metan dari kolam anaerobik menunjukkan bahwa gas metana yang
retensi terpanjang di sistem tambak yaitu sekitar 20-200 hari. Umumnya, retensi
waktu air limbah di tangki anaerobik terbuka 20 hari. Akumulasi lumpur terjadi
dan air di tangki dikeringkan sekali setiap dua minggu. Lumpur dikeringkan
dalam lubang dangkal dan kemudian dijual ke petani untuk digunakan sebagai
Bakteri metanogen terjadi secara alami di dalam sedimen yang dalam atau dalam
pencernaan herbivora. Kelompok ini dapat berupa kelompok bakteri gram positif
dan gram negatif dengan variasi bentuk yang banyak. Mikroorganisme metanogen
tumbuh secara lambat dalam air limbah dan waktu tumbuh berkisar 3 hari pada
suhu 35C dengan 50 hari pada suhu 10C. Bakteri metanogen dibagi menjadi dua
asetat, yang merubah asetat menjadi metan dan CO2. Bakteri asetoklastik tumbuh
jauh lebih lambat daripada bakteri pembentuk asam. Kelompok ini terdiri dari dua
kelompok, yaitu Metanosarkina dan Metanotrik. Kurang lebih sekitar 2/3 metan
lumpur, pupuk kandang, limbah industri, dan fraksi organik dari limbah kota
15
(Classen et al., 1999; Finstein, 2010; Verstraete et al., 2002). Dalam proses
mereduksi sulfat menjadi sulfit dan hidrogen sulfida yang terjadi selama
Tahap awal metabolisme anaerobik serupa dengan proses aerobik. Ketika oksigen
yang teroksidasi (sulfat dan nirat sebagai akseptor hidrogen terakhir). Hasil
oksidasi tersebut, sama seperti pada kondisi aerobik menggunakan rantai respirasi,
tetapi produk akhir adalah hidrogen atau molekul nitrogen dan energi (Santosh et
al., 2004). Proses digesti yang dilepaskan ke lingkungan merupakan produk akhir
berenergi tinggi, seperti alkohol atau metan. Pembentukan metan adalah proses
biokimia H2 dan CO2 menjadi metana, dan asetat menjadi metana dan CO2 adalah
berbagai enzim dan senyawa prostetik yang hanya terjadi pada metanogen.
Pengikatan CO2 secara autotrof oleh metanogen terjadi tanpa bagian dari reaksi
reaksi reduksi dari asetil-CoA dengan piruvat (Mashaphu, 2005;. Saxena et al.,
2009). Pada tahap pertama dari proses reaksi, CO2 tersebut diikat oleh
16
al., 2000).
oleh CO2. Kelompok metil dalam proses karbonilasi diubah menjadi gugus
2005;. Saxena et al., 2009). Tahap ini disebut tahap metanogenesis, pada tahap ini
banyak koenzim yang tidak memiliki gugus flavinic atau quinonic. Metabolisme
ini muncul dalam lingkungan sebagai akibat dari pencernaan dan pembusukan
produk dari bahan nabati dan hewani dan juga pestisida. Metana dihasilkan oleh
dalam tahap inisiasi methanogenese hanya ketika CO2 terikat dengan furan. Pada
tahap berikutnya MRF direduksi secara alami lalu menjadi koenzim lainnya yaitu
Menurut Tong (2011), Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan kapasitas produksi 60
Ton TBS/ jam atau 360.000 ton TBS/tahun akan menghasilkan LCPKS sebanyak
216.000 m3/tahun dengan total COD 10.800 ton/tahun. Produksi LCPKS tersebut
dapat menghasilkan metana 2.675 ton/tahun atau biogas 6.726.318 m3/tahun atau
Metana adalah salah satu bahan bakar yang dapat digunakan pada pembangkitan
listrik, dengan cara membakarnya dalam gas turbin atau pemanas uap. Jika
menghasilkan gas karbon dioksida yang lebih sedikit untuk setiap satuan panas
yang dihasilkan. Panas pembakaran yang dihasilkan metana adalah 891 kJ/mol.
Jumlah panas ini lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar hidrokarbon
lainnya. Tetapi jika dilihat rasio antara panas yang dihasilkan dengan massa
molekul metana (16 g/mol), maka metana akan menghasilkan panas per satuan
massa (55,7 kJ/mol) yang lebih besar daripada hidrokarbon lainnya. Pada
untuk pemanas rumah dan kebutuhan memasak. Metana yang dialirkan di rumah
18
ini biasanya dikenal dengan gas alam. Gas alam mempunyai kandungan energi 39
megajoule per meter kubik, atau 304,8 BTU per meter kubik standar.
Program integrasi adalah suatu kegiatan yang memadukan 2 (dua) atau lebih
efisiensi suatu usaha atau kedua usaha yang dipadukan disamping menghasilkan
produk utamanya juga menghasilkan produk hasil samping, sebagai input usaha
yang kedua atau juga terjadi hal yang sebaliknya, maka diperolehlah keuntungan/
pendapatan ganda.
Pada kebun kelapa sawit menghasilkan pelepah, hijauan daun dan gulma
dapat dimanfaatkan untuk kesuburan tanah dalam kebun kelapa sawit, dimana
kondisi ini saling sinergi dan bermanfaat. Pembinaan masyarakat petani kelapa
dengan kisaran 65-75% untuk sapi potong. Tingkat produksi dan reproduksi sapi
Produk samping industri kelapa sawit yang belum dimanfaatkan secara optimal
adalah pelepah, daun, tandan kosong, serat perasan, lumpur sawit, dan bungkil
19
kelapa sawit (Bangun, 2010). Salah satu cara pemecahannya adalah dengan
tersebut sebagai pakan dan sekaligus menghasilkan pupuk organik untuk tanaman.
Pola integrasi ataupun diversifikasi tanaman dan ternak diharapkan dapat menjadi
produk samping industri kelapa sawit pada wilayah perkebunan dapat menjadi
sawit diharapkan dapat memberikan nilai tambah, baik secara langsung maupun
D. Kotoran Sapi
Potensi biogas yang berasal dari kotoran sapi sudah banyak digunakan dalam
dunia industri. Energi tersebut dibutuhkan dalam bidang industri maupun pada
bidang pembangkit tenaga listrik. Hal ini berguna untuk menunjang kualitas hidup
masyarakat secara nasional. Ini berarti pula bahwa dalam mencari energi
alternatif, biogas tersebut harus ramah lingkungan yang nantinya limbah yang
20,2 %, nitrogen 1,67%, fosfat 1,11 %, kalium 0,56 % dan C/N rasio 6,6-25 %
banyak. Bila pada tahun 2011 populasi sapi 14.824 ribu ekor dengan produksi
20
kotoran 29/kg perhari, maka akan dihasilkan limbah kotoran sapi sebesar 429.896
E. Biogas
bantuan bakteri. Biokonversi adalah sebuah proses yang mampu mengubah bahan
organik menjadi produk lain yang berguna dan memiliki nilai tambah dengan
(CH4) dengan kadar dominan dan karbondioksida (CO2). Material organik yang
terkumpul pada digester (bioreaktor) akan diuraikan menjadi dua tahap dengan
pendek dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan
Setelah material organik berubah menjadi asam-asam, maka tahap kedua dari
aplikasi. Proses ini memiliki kemampuan untuk mengolah sampah / limbah yang
keberadaanya melimpah dan tidak bermanfaat menjadi produk yang lebih bernilai.
(25-45%), hidrogen, nitrogen, dan hidrogen sulfida dalam jumlah yang sedikit
(0-3%), hidrogen (0-1%), hidrogen sulfida (0-1%), dan unsur nitrogen, fosfor dan
Senyawa organik yang ada dalam air limbah merupakan bagian terpenting dalam
teknik sanitasi. Berbagai mikroorganisme yang ada dalam air limbah atau di
badan air akan berinteraksi dengan senyawa organik. Dari hasil interaksi ini dapat
sebagai sumber energi atau sebagai sumber bahan untuk menghasilkan sintesis
disebut metabolisme.
Reaksi biokimia yang menghasilkan energi dalam asimilasi senyawa organik dan
produksi produk akhir yang stabil disebut katabolisme, dan hasil sintesis materi
metabolisme yang terjadi dalam proses lumpur aktif, maka perlu menentukan
ada dalam air limbah dan menetapkan katabolik yang berbeda dan proses anabolik
bagian-perbagian dari pencemar tersebut. Oleh sebab itu konsep bahan organik
dapat dijadikan sebagai indikator untuk konsentrasi gabungan dari semua senyawa
organik yang ada dalam air limbah. Untuk mengukur jumlah ataupun konsentrasi
bahan organik dapat dilakukan dengan dua cara pengujian yaitu; Biochemical
Proses konversi bahan organik menjadi gas metana dilakukan secara fermentasi
a. Hidrolisis
Selama hidrolisis dari polimer yang sebagian besar senyawa organik tidak larut
gula sederhana, asam amino dan asam lemak. Tahap pembentukan metan ini
yang dihasilkan oleh strain yang tepat dari bakteri hidrolisis. Hidrolisis polimer
yang sulit didekomposisi yaitu selulosa dan cellucottons dianggap tahap yang
masih tetap dalam kondisi utama dari senyawa tersebut akibat kurangnya enzim
tergantung pada parameter seperti: Ukuran partikel, pH, produksi enzim, difusi
dan adsorpsi enzim pada partikel limbah mengalami proses pencernaan. Hidrolisis
Enterobacterium.
b. Acidogenesis
Selama tahap ini, bakteri pengasam mengkonversi zat kimia yang larut dalam air,
termasuk produk hidrolisis rantai pendek asam organik (format, asetat, propionat,
hidrogen. Dari dekomposisi protein, asam amino dan peptida dapat dijadikan
sumber makanan yang akan dirubah menjadi sumber energi bagi mikroorganisme
anaerobik. Acidogenesis akan berlangsung secara dua arah karena efek dari
berbagai populasi mikroorganisme. Proses ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
organik akan menghasilkan asetat, CO2 dan H2, sedangkan produk acidogenesis
menghasilkan produk baru (metana) dan sebagian lagi dapat dijadikan sumber
energi. Akumulasi elektron oleh senyawa, seperti laktat, etanol, propionat, butirat,
asam lemak volatil yang lebih tinggi adalah respon bakteri terhadap peningkatan
konsentrasi hidrogen dalam larutan. Substrat yang baru masuk dalam sistem tidak
dapat digunakan secara langsung oleh bakteri metanogen dan harus dikonversi
oleh bakteri obligatif yang memproduksi hidrogen dalam proses yang disebut
memberikan bau yang tidak sedap (Ntaikou et al., 2010;. Classen et al., 1999;
c. Acetogenesis
Dalam proses ini, bakteri asetat termasuk dari genera Syntrophomonas dan
Akibatnya, asetat yang merupakan produk setengah jadi menjadi kunci utama dari
dijadikan limbah.
d. Metanogenesis
menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi
ditemukan dalam rawa dan lahan basah lainnya, di mana metana yang dihasilkan
dikenal sebagai gas rawa. Metanogen juga ada dalam perut beberapa hewan,
termasuk sapi dan manusia. Metanogen tidak memerlukan oksigen dalam reaksi
metanogenesis, dan dalam beberapa kasus, bahkan tidak bisa bertahan di oksigen,
hidrogen sebagai agen pereduksi (Tchobanoglous et al, 2003). Oleh karena itu,
seperti mata air panas, ventilasi hidrotermal, tanah gurun yang panas, dan
kompleks. Hanya 30 % gas metana yang dihasilkan berasal dari dalam proses ini,
proses ini H2 habis, yang menciptakan kondisi yang baik untuk pengembangan
bakteri asam yang menghasilkan rantai pendek asam organik pada fase
konsekuensi dari konversi tersebut mungkin gas yang kaya CO2, karena hanya
bagian kecil yang akan diubah menjadi metan (Griffin et al., 2000.; Karakashev et
al., 2005).
Fermentasi aerobik adalah proses perombakan bahan organik yang dilakukan oleh
polimer menjadi senyawa sederhana yang bersifat terlarut. Ke dua , omomer dan
oligomer dirombak menjadi asam asetat, H2, CO2, asam lemak rantai pendek dan
alkohol; tahap ini disebut pula sedogenesis. Ke tiga, disebut tahap non-
metanogenik yang menghasilkan asam asetat, CO2 dan H2. Ke empat, pengubahan
Penetapan nilai perubahan substrat bahan organik yang akan digunakan dalam
proses metogenik dapat ditentukan dengan reaksi CO2 dan gugus metil.
senyawa organik seperti asam format, asam asetat, karbon monoksida, methanol
Berdasarkan reaksi tersebut, pembentukan asam asetat akan menjadi metana dan
karbon dioksida. Perombakan COD pada proses fermentasi akan digantikan oleh
oksigen untuk mengurangi COD pada proses anaerobik. Dengan demikian secara
stoikiometri COD setara dengan jumlah metana yang dihasilkan atau besarnya
nilai COD untuk berubah menjadi metan setara dengan jumlah oksigen yang
Dari hasil persamaan reaksi tersebut, maka dapat dinyatakan 1 mol COD metan
adalah (2(32 g O2/mol)) = 64 g O2/mol CH4. Volume per mol metan standar pada
29
kondisi 0oC dan 1 atm adalah 22,414 L, sehingga 1 mol metana setara dengan
COD pada kondisi anaerob adalah 22,414L/64 g COD = 0,35L CH4/g COD.
(Tchobanoglous et al, 2003). Jika produksi gas pada kondisi 35oC, maka nilai
n.RT
V =
P
= 25,29 L
Dari hasil konversi tersebut secara stoikiometri perubahan COD menjadi metan
Reaktor kimia adalah suatu tabung yang berbentuk silinder dirancang untuk
secara bertahap dan homogenasi substrat yang terdapat pada bioreaktor dilakukan
oleh pengaduk sehingga mikroorganisme akan menyebar secara merata. Selain itu
fungsi pengadukan sendiri akan membantu untuk memecah substrat yang masih
substrat akan menjadi lebih kecil. Semakin kecil partikel substrat yang digunakan
untuk berkembang biak. Beberapa aspek penting yang jadi pengamatan pada
1. Pada kondisi steady state, laju alir biomassa yang masuk harus seimbang
dengan laju alir yang keluar dari bioreaktor. Sedangkan kondisi bioreaktor
bioreaktor.
CSTR merupakan suatu sistem yang dapat diisolasi dari udara luar atau
terjadi di dalam bioreaktor CSTR terdiri dari reaksi satu arah, reaksi bolak-balik
atau reaksi berantai, aliran masa masuk dan keluar berlangsung secara terus
Kelebihan dari CSTR adalah distribusi sifat fisis dan kimiawi dapat berlangsung
secara merata dari zat yang bereaksi di setiap titik dalam bioreaktor. Sedangkan
besar ukurannya. Selain itu CSTR hanya dapat digunakan untuk reaksi dalam fase
mesofilik harus didesain untuk beroperasi pada temperatur antara 30 sampai 35C
sampai 7,4, tetapi optimalnya pada kisaran pH antara 7,0 sampai 7,2 dan proses
karbohidrat, protein, dan lipida, dan juga senyawa komplek aromatik (contoh:
ferulik, vanilik, dan asam syringik). Walaupun demikian beberapa senyawa lignin
dan n-parafin sulit terurai oleh bakteri anaerobik. Rasio C:N:P untuk bakteri
sumber nitrogen dan sulfur. Walaupun sulfida bebas bersifat toksik terhadap
metanogen bakteri pada tingkat 150 sampai 200 mg/L, unsur ini sumber sulfur
sama, asetat dan H2. Bakteri pemakan sulfat memiliki afinitas yang lebih tinggi
terhadap asetat (Ks= 9,5 mg/L) daripada metanogen (Ks=32,8 mg/L). Ini berarti
33
konsentrasi asetat yang rendah. Bakteri pemakan sulfat dan metanogen sangat
kompetitif pada rasio COD/SO4 berkisar 1,7 sampai 2,7. Pada rasio yang lebih
tinggi baik untuk metanogen, sedangkan bakteri pemakan sulfat lebih baik pada
Beberapa zat toksik yang dapat menghambat pembentukan metan antara lain: 1)
oleh oksigen dalam kadar trace level, 2) ammonia, ammonia beracun untuk
terbentuk pada pH tinggi), sedikit toksisitas yang dapat diamati pada pH netral.
bakteri metanogen dan cenderung menghambat secara total, hal ini dapat diukur
dari produksi metan dan akumulasi hidrogen pada konsentrasi di atas 1 mg/L, 4)
7) logam berat, 8) sianida, 9) sulfida, 10) tannin, 11) salinitas, 12) efek balik,
sistem anaerobik dapat dihambat oleh beberapa hasil antara selama proses.
menyatakan jumlah material organik dalam satu satuan volume yang diumpankan
pada reaktor. Substrat cair yang diumpankan dapat didegradasi oleh mikroba,
mengakibatkan kenaikan yang setara dalam produksi asam, yang tidak dapat
penurunan pH dan penghambatan lebih jauh dari produksi metan akan terjadi.
pembuatan dimensi reaktor dan juga bagi kelangsungan proses penguraian zat
dengan kandungan COD yang rendah adalah kebutuhan volume reaktor yang
Asam lemak organik bisa disebut sebagai volatile fatty acid yang
seperti asetat, propionat dan butirat. Konsentrasi asam lemak yang tinggi akan
lemak rantai panjang. Batas konsentrasi asam asetat yang dapat ditoleransi
biologi.
35
h. Alkalinitas
didalam reaktor untuk menetralkan asam. Hal ini diperlukan untuk mengimbangi
Pada proses pembentukan biogas ada beberapa hal tinjauan yang digunakan dalam
dilakukan dengan tujuan meningkatkan skala (scale up) dari bioreaktor biogas
hubungan non linier antara laju pertumbuhan dan konsentrasi substrat pembatas.
Chen-Hashimoto.
36
namun menurut Contois (1959), model Monod pada umumnya digunakan untuk
kultur yang mempunyai kemurnian sangat tinggi dan jenis substrat yang
sederhana. Model ini cocok untuk substrat yang homogen, tetapi tidak untuk
substrat yang heterogen atau substrat kompleks. Maka disimpulkan bahwa model
sel yang dimungkinkan memerlukan substrat ataupun produk yang dapat disintesis
ternak dan sisa pakan tumbuhan menggunakan digester CSTR (Completely Stirred
kotoran ternak dan sisa pakan. Selain itu Hermann Moser (1958) juga
diri (biner).
sel dan jumlah sel (kecuali mikrobia yang berbentuk filamen) akan menyebabkan
37
Dalam pertumbuhan mikrobia juga terlibat proses metabolik yaitu mulai dari
transport nutrien dari medium ke dalam sel, konversi bahan nutrien menjadi
energi dan konstituen sel, replikasi kromosom, peningkatan ukuran dan masa sel
serta pembelahan sel secara biner yang terjadi pula pewarisan genetik (genom
yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan
fase kematian. Pertumbuhan sel pada fase eksponensial adalah pertumbuhan sel
ketika sel telah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru maka sel mulai
membelah hingga mencapai populasi yang maksimum. Fase ini disebut fase
yang cepat, sel membelah dengan laju konstan, aktivitas metabolik konstan, dan
dan kondisi pertumbuhannya. Setiap sel dalam populasi membelah menjadi dua
sel dengan laju sama. Variasi derajat pertumbuhan bakteri pada fase eksponensial
ini sangat dipengaruhi oleh sifat genetik yang diturunkannya. Selain itu, derajat
38
pertumbuhan juga dipengaruhi oleh kadar nutrien dalam media, suhu inkubasi,
populasi yang maksimum, maka akan terjadi keseimbangan antara jumlah sel
yang mati dan jumlah sel yang hidup. Pada fase ini, kadar substrat menurun,
bersamaan dengan peningkatan kadar sel dan akumulasi hasil akhir metabolik.
Jenis model Monod adalah jenis model yang banyak digunakan untuk
menerapkan model tersebut (Grady et al, 1972). Ini mungkin karena persamaan
limbah pada konsentrasi influen substrat. Grady et al. (1972) telah menunjukkan
(COD). Chen dan Hashimoto (1980) telah menyarankan bahwa kinetika Contois
akan lebih cocok daripada model Monod untuk menggambarkan kinerja proses
ada hubungan langsung antara influen dan konsentrasi substrat limbah. Namun
= ) + (1)
( 0
maka pada kondisi steady state dX/dt = 0, apabila Waktu Retensi Hidrolik
(WRH) didefinisikan sebagai volume reaktor dibagi dengan pengaruh laju alir
Pada kondisi steady state laju perubahan konsentrasi substrat dapat diabaikan dan
biomassa efluen.
( 0 )
= (1+ ) (5)
(Y) dan konstanta kematian (Kd) dengan mensubtitusi persamaan (5) berdasarkan
( 0 ) 1 1 1
= + (6)
Dengan memplotkan persamaan (6) maka nilai Y dan Kd dapat ditentukan dengan
menghitung nilai slope dan intercept. Sedangkan untuk menentukan nilai kinetika
max dan Ks (model Monod) dapat ditentukan dengan memplotkan persamaan (7),
persamaan tersebut menggunakan turunan dari persamaan (3). Nilai max dapat
41
ditentukan dari nilai intercept (1/intercept) dan Ks dapat ditentukan sebagai nilai
1
= + (7)
1
1+
menggunakan teknik pemodelan yang hampir sama dengan Monod, tapi pada
ditentukan dengan :
= +1 (8)
1 1
= + (9)
Sehingga dari persamaan tersebut dapat dibuat persamaan lengkap dalam bentuk
regresi linier :
1
= + (10)
1+
42
yang ditentukan adalah max dan Ks. Penentuan nilai max dan Ks dapat ditentukan
dari persamaan (6). Nilai max dapat ditentukan sebagai intercept (1/intercept) dan
1
= + (11)
1
1+
Penelitian dilakukan pada Bulan Agustus 2015 sampai dengan Maret 2016 dan
pengambilan sampel air limbah cair berasal dari Industri Pabrik Kelapa Sawit PT.
Bahan yang digunakan adalah limbah cair pabrik kelapa sawit dari Industri Pabrik
Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nasional VII Bekri, Lampung Tengah, kotoran
sapi, Kalium Dikromat, Fero Amonium Sulfat, Asam Sullfat, Natrium Hidroksida,
Aquades, Aquabides, Kertas Saring bahan kimia lain yang digunakan untuk
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bench Scale Advance Methane
C. Metode Penelitian
Politeknik Negeri Lampung, baik proses produksi biogas maupun analisis bahan
baku dan produk biogasnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif dengan menyajikan hasil pengamatan dalam bentuk tabel dan grafik
1. Aklimatisasi
kolam anaerob pabrik kelapa sawit PTPN VII sebanyak 50L. Sebelumnya sludge
dikaraterisasi terlebih dahulu dengan mengukur parameter pH, COD, VSS, VS,
TSS dan TS. Pemberian umpan limbah cair pabrik kelapa sawit dilakukan dengan
yang dihasilkan serta beberapa parameter lain seperti COD, VSS, VS, TSS dan
TS. Pengamatan dilakukan sampai produksi gas yang dihasilkan dan penyisihan
campuran limbah cair pabrik kelapa sawit dan kotoran sapi yang ditambahkan
cair pabrik kelapa sawit dan kotoran sapi dengan perbandingan konsentrasi 50%
limbah cair pabrik kelapa sawit dan 50% larutan kotoran sapi, dengan
berbeda dengan variasi pemberian 0,5 L/hari, 1 L/hari, 1,5 L/hari, 2 L/hari dan 2,5
L/hari. Secara keseluruhan skema penelitian dapat dilihat pada gambar 10.
46
Aklimatisasi Pencampuran
LCPKS dan Kotoran
Volume 50 L Sapi 1 : 1
Temperatur 35-40oC
Evaluasi pH R = 80 rpm
dan Produksi Pemberian Umpan
Biogas Laju Pembebanan
- 0,5 L/hari
- 1,0 L/hari
Produksi Biogas - 1,5 L/hari
- 2,0 L/hari
Volume 50 L - 2,5 L/hari
Temperatur 35-40oC
R = 80 rpm
Evaluasi Produksi
Biogas, Pengukuran pH,
COD, TSS, VSS, TS,
VS, Metana
Evaluasi Kinetika
Produksi Biogas
dengan Pemodelan Scale Up
Monod, Moser dan Produksi Biogas
Chen-Hashimoto
Pemberian campuran limbah cair pabrik kelapa sawit dan larutan kotoran sapi
Persiapan limbah cair pabrik kelapa sawit dan kotoran sapi dilakukan setiap satu
minggu sekali. Parameter yang diamati adalah volume gas, suhu, pH, COD, VSS,
VS, TSS, TS, dan konsentrasi gas metana. Pengamatan volume biogas, pH dan
suhu dilakukan dua hari. Pengamatan COD, VSS, VS, TSS dan TS dilakukan
47
pengujian yang dihasilkan dari proses produksi biogas yaitu : COD, VSS dan
tersebut akan didapatkan nilai growth yield (Y), endogeneous constant (Kd),
maximum specific growth rate (max) dan substrat saturation constant (Ks). Data-
D. Pelaksanaan Penelitian
limbah cair pabrik kelapa sawit, sludge dan larutan kotoran sapi untuk
menentukan karakteristik dari semua bahan baku tesebut. Analisis yang dilakukan
Tahap selanjutnya adalah aklimatisasi cairan limbah cair pabrik kelapa sawit dan
sludge. Setelah proses aklimatisasi selesai dan produksi gas stabil pemberian
cairan limbah cair pabrik kelapa sawit dan larutan kotoran sapi ditambahkan. pH
substrat stabil pada nilai 6,5 7,5 proses aklimatisasi limbah cair pabrik kelapa
sawit dan sludge dimulai dengan penambahan limbah cair pabrik kelapa sawit
48
limbah cair pabrik kelapa sawit yang berbeda setelah produksi gas stabil.
bersamaan. Parameter yang diamati adalah volume biogas, suhu, pH, COD, VSS,
E. Pengamatan
oleh gas meter dicatat ke dalam lembar data setiap hari. Volume biogas didapat
dengan cara mengurangi pencatatan hari pada saat pengukuran dengan pencatatan
catat nilai pH dan suhu yang terbaca pada alat (DKK-TOA Corporation, 2004).
pada putaran 300 rpm selama 15-20 menit. Endapan yang terbentuk dari hasil
desikator sekitar 30 menit atau sampai suhu ruang kemudian ditimbang. Selisih
berat cawan + sampel setelah dioven pada 105oC selama 2 jam dengan berat
kering cawan kosong dibagi volume sampel yang disentrifius dalam Liter adalah
berat cawan setelah dioven 105o C, 2 jam (g) - berat kering cawan (g)
TSS =
volume sampel yang disentrifius (L)
Kemudian cawan + sampel yang telah dioven 105oC dan ditimbang pada analisis
menit, setelah 40 menit biarkan cawan + sampel dalam furnace hingga suhu
dalam furnace turun sampai 60oC cawan dimasukkan ke dalam desikator selama
30 menit atau sampai suhu ruang dan setelah itu ditimbang. Selisih berat cawan +
sampel setelah dioven pada 105oC selama 2 jam dengan cawan + sampel setelah
ditanur pada 600oC dan dibagi dengan volume sampel yang disentrifius dalam
berat cawan setelah dioven 105o C, 2 jam (g) - berat cawan setelah di tanur(g)
VSS =
volume sampel yang disentrifius (L)
50
4. Pengukuran COD
Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi
oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang
gelombang 420 nm dan Cr3+ kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 620 nm.
a. Bahan :
dalam 500 mL air suling. Tambahkan 167 mL H2SO4 pekat dan 33,3 g
HgSO4. Larutkan dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan sampai
1000 mL.
K2Cr2O7 yang telah dikeringkan pada suhu 150 C selama 2 jam ke dalam
500 mL air suling. Tambahkan 167 mL H2SO4 pekat dan 33,3 g HgSO4.
Larutkan dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan sampai 1000 mL.
contoh uji.
51
500 mg O2/L Gerus perlahan KHP, lalu keringkan sampai berat konstan
pada suhu 110 C. Larutkan 425 mg KHP ke dalam air bebas organik dan
tepatkan sampai 1000 mL. Larutan ini stabil bila disimpan dalam kondisi
7. Bila nilai COD contoh uji lebih besar dari 500 mg/L, maka dibuat larutan
700 nm)
2. Kuvet
5. Buret
6. Labu ukur 50 mL; 100 mL; 250 mL; 500 mL dan 1000 mL
8. Gelas piala
9. Magnetic stirrer
52
dengan H2SO4 20 % sebelum digunakan. Bila contoh uji tidak dapat segera diuji,
maka contoh uji diawetkan dengan menambahkan H2SO4 pekat sampai pH lebih
Buat deret larutan kerja dari larutan induk KHP dengan 1 (satu) blanko dan
minimal 3 kadar yang berbeda secara proporsional yang berada pada rentang
pengukuran.
e. Prosedur Kerja
dalam tabung atau ampul, seperti yang dinyatakan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Contoh uji dan larutan pereaksi untuk bermacam-macam digestion vessel
3. Letakkan tabung pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150 C,
620 nm
3. Buat kurva kalibrasi dari data di atas dan tentukan persamaan garis
lurusnya
4. Jika koefisien korelasi regreasi linier (r) < 0,995, periksa kondisi alat dan
Untuk contoh uji COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L
2. Biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur benar-
benar jernih;
3. Ukur serapan contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan
(620 nm);
Apabila kadar contoh uji berada di atas kisaran pengukuran, lakukan pengenceran.
Perhitungan
Keterangan:
- C adalah nilai COD contoh uji, dinyatakan dalam miligram per liter
(mg/L)
- Masukkan hasil pembacaan serapan contoh uji ke dalam regresi linier yang
- Nilai COD adalah hasil pembacaan kadar contoh uji dari kurva kalibrasi.
terbentuk pada bioreaktor ke dalam gas sampler kemudian sampel gas dianalisis
A. SIMPULAN
mengalami peningkatan sampai laju alir 2,0 L/hari atau laju pembebanan
2. Laju alir yang mempunyai COD removal tertinggi terdapat pada laju alir
0,5 L/hari yaitu sebesar 75,68% hampir sama pada perlakuan laju alir 1,0
L/hari yaitu sebesar 75,28%, namun nilai konversi COD menjadi metana
tertinggi, terdapat pada laju alir 1,0 L/hari atau laju pembebanan 0,9956
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agustine, R. 2011. Produksi Biogas dari Palm Oil Mill Effluent (POME) dengan
penambahan kotoran sapi sebagai aktivator. Skripsi IPB Bogor
Amri Qayuum. 2015. Kebutuhan Minyak Nabati Dunia Tergantung pada CPO
Indonesia. Majalah Sawit Indonesia. Jakarta.
Andriani. 2003. Escherichia Coli 01157 H:7 sebagai Penyebab Penyakit Zoonosis.
Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2015. Ekspor Minyak Kelapa Sawit Menurut Negara
Tujuan Utama, 2008-2014. Badan Pusat Statistik.
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1026 Diunduh
tanggal 14 Mei 2016
Bambang S., Kusuma D., Wisri P., Mahendri dan Bess T. 2011. Peta Potensi dan
Sebaran Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia : Sistem Integrasi Sapi-
Kelapa Sawit (SISKA). Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. Balai Penelitian dan Pengambangan Pertanian.
Kementerian Pertanian.
Benefield, L.D. dan Randall C.W. 1980. Biological Process Design for Waste
Water Treatment Prentice. Hall, Inc. Englewood Cliffs. 526 Halaman.
Cahyono A., Faridah E., Wulandari D. dan Purwanto B.H. 2014. Peran Mikroba
Stater dalam Dekomposisi Kotoran Ternak dan Perbaikan Kualitas Pupuk
Kandang. Skripsi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Classen PAM, Van Lier JB, Lopez Contreras AM, Van Niel EWJ, Sittsma L,
Stams AJ, De Vries S.S. dan Westhuis R.A. 1999. Utilisation of biomass
for the supply of energy carries. Appl. Microbiol. Biotechnol. 52: 741-
755.
Griffin M.E., McMahon K.D., Mackie R.I. dan Raskin L. 2000. Methanogenic
population dynamics during start-up of anaerobic digesters treating
municipal soild waste and biosolids. Biotechnol. Eng. 57: 342-355.
Herawati, D.A. dan Arif W.A. 2010. Pengaruh Pretreatment Jerami Padi pada
Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah Sayur Sawi Hijau secara
Batch. Jurnal Rekayasa Proses Vol. 4. Universitas Setia Budi.
Hu, W.C., Thayanithy, K. dan Forster, C.F. 2001. Kinetic Study of Anaerobic
Digestion of Sulphate-Rich Wastewataers from Manufacturing Food
Industries. School of Chemical Engineering. University of Birmingham,
Edgbaston, Birmingham. United Kingdom.
Igoni, A.H., Ayotamuno, M.J., Eze, C.L., Ogaji, S.O.T. dan Probert, S.D. 2008.
Designs of anaerobic digesters for producing biogas from municipal
solidwaste. Applied Energy 85: 430 438.
Khaerunnisa Gita. dan Rahmawati Ika. 2013. Pengaruh pH dan Rasio COD : N
Terhadap Produksi dengan Bahan Baku Limbah Industri Alkohol
(Vinasse). Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vo. 2, No. 3, Hal. 1-7
Universitas Dipenogoro. Semarang.
Michaelis, L. dan Menten, M.L. 1913. Die Kinetic Investinwerkung (The Kinetic
of Investase Action, Translated by Roger S. Goody and Kenneth).
Biochem. Ze. 49. 334-369.
Muchlis dan Permana, A.D. 2013. Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003
s/d 2020. RUPTL-PLN.
Lim Soo King dan Yu Low Chong. 2013. A Retrofitted Palm Oil Mill Effluent
Treatment for Tapping Biogas. European International Jounal of Science
and Technology. ISSN : 2304-9693. Kuala Lumpur.
Liu, C-f., Yuan, X-z., Zeng, G-m., Li, W-w., Li, J. 2008. Prediction of methane
yield at optimum pH for anaerobic digestion of organic fraction of
municipal solid waste. Bioresource Technology 99: 882 888.
Mawarti, Syarif, Zulfansyah. 2012 Pengolahan Limbah Cair Pabrik CPO dengan
Teknologi Ozonasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik. Skripsi
Universitas Riau. Riau
Mahajoeno E., Widiyati B.L., Sutjahjo S.H., Siswanto. 2008. Potensi Limbah Cair
Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas. Disertasi IPB
Bogor.
Mahanta, D.J., Borah, M., dan Saikia, P. 2014. A Study on Kinetic Models for
Analysing the Bacterial Growth Rate. Department of Mathematical
Science Tezpur University, Napaam.
Menteri Lingkungan Hidup. 2014. Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri Minyak Sawit. Kementerian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia. Jakarta.
Nasir I.M., Mohd G., Omar R. dan Idris A., 2012. Anaerobic Digestion of Cattle
Manure : Influence of Inoculum Concentration. Universiti Putra
Malaysia. Serdang, Selangor, Malaysia.
Nasir I.M., Mohd G., Omar R. dan Idris A., 2013. Palm Oil Mill Effluent as an
Additive with Cattle Manure in Biogas Production. International
Converence on Advances Science an Contemporary Engineering 2012.
Universiti Putra Malaysia.
Nasution, M.A. 2012. Pengolahan LCPKS keluaran Fat pit, Kolam Anaerobik dan
Reaktor Biogas dengan Elektrokoagulasi. Bogor. Prosiding InSINas
2012.
Nimah, L. 2014. Biogas From Solid Waste Of Tofu Production and Cow Manure
Composition Effect. Jurnal Chemica Vol.1 No.1 Juni 2014, 1-9.
Ntaikou I., Gavala H.N. dan Lyberatos G. 2010 Aplication of Modified Anaerobic
Digestion Model 1 version for Fermentative Hydrogen Production from
Sweet Sorghum Extract by Ruminococcus albus. Department of
Chemistry and Bioscience. Aalborg University Copenhagen.
Riliandi, D.H. 2010. Studi Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Genset Listrik
Biogas, Penerangan dan Memasak Menuju desa Nongkojajar (Kecamatan
Tutur) Mandiri Energi. Skripsi ITS . Surabaya.
Sarono, 2013. Strategi Pengurangan Gas Rumah Kaca Melalui Konversi Limbah
Cair Pabrik Kelapa Sawit menjadi Energi Listrik (Studi Kasus di
Lampung). Disertasi. IPB. Bogor.
109
Sastika Yuliana, Dharma Abdi dan Mardiah Elida. 2013. Produksi Biogas dari
Kombinasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dan Sampah Sawi Hijau
dalam Sistem Batch. Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401),
Volume 2.
Sidik U.H., Firdausi, Rafidah S. dan Maigari F. 2013. Biogas Production through
C0-digestion of Palm Mill Effluent with Cow Manure. Nigerian Journal
of Basic and Aplplied Science. Universiti Teknologi Malaysia.
Soegiman, Bucman, Harry. O. dan Brady N.C. 1982. Ilmu Tanah terjemahan .
1982. Brata Karya Aksara. Jakarta. 788 Halaman.
Tchobanoglous G., Buton F.L. dan Stensel H.D. 2003. Wastewater Engineering
Treatment and Reuse (fourth Edition). Metcalf and Eddy Inc.
Tong, SL. 2011. Recents Development On Palm Oil Mill Residues Biogas
Recovery and Utilization. International Conference an Exhibition of
Palm Oil. Jakarta.
110
Ulum, M. 2014. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2014. Badan Pusat Statistik
Indonesia. Katalog BPS no. 5504003.
Veeken, A., Kalyuzhnyi, S., Scharff, H.dan Hamelars, B. 2000. Effect of pH and
VFA on hydrolysis of organic solid waste. Journal of Environmental 9
Engineering, Vol. 126, No.12, page 1076 1081.
Verstraete, W., Doulami, F., Volcke, E., Tavarnier, M., Nollet, H. dan Roels J.
2002. The importance of anaerobic digestion for global environmental
development. J. Environ. Syst. Eng. 706: 97-102.
Yahaya S., Madaki.dan Lau Seng. 2013. Palm Oil Mill Effluent (POME) from
Malaysia Palm Oil Mills : Waster or Resource. Intitute of Biodiversity
and Environmental Cocervation. Universiti Malaysia Serawak.