Anda di halaman 1dari 28

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelasan

Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik

penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah, misalnya

pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian paduan timbal-timah.

Menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang

waktu antara tahun 3000 sampai 4000 SM.

Alat-alat las busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan

dalam praktek oleh Benardes (1985). Dalam penggunaan yang pertama ini

Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. Karena

panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama

dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan. Zerner (1889)

mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan dengan menggunakan

busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon. Slavianoff (1892) adalah

orang pertama yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut mencair

karena panas yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Kemudian

Kjellberg menemukan bahwa kualitas sambungan las menjadi lebih baik bila

kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus dengan terak.

Di samping penemuan-penemuan oleh Slavianoff dan Kjellberg dalam las

busur dengan elektroda terbungkus seperti diterangkan diatas, Thomas (1886)

menciptakan proses las resistansi listrik, Goldschmitt (1895) menemukan las

termit dan tahun 1901 las oksi-asitelin mulai digunakan oleh Fouche dan Piccard.
Kemudian pada tahun 1926 ditemukannya las hidrogen atom oleh

Lungumir, las busur logam dengan pelindung gas mulia oleh Hobart dan Dener

serta las busur rendam oleh Kennedy (1935). Wasserman (1936) menyusul dengan

menemukan cara pembrasingan yang mempunyai kekuatan tinggi.

Dari tahun 1950 sampai sekarang telah ditemukan cara-cara las baru antara

lain las tekan dingin, las listrik terak, las busur dengan pelindung gas CO 2 , las

gesek, las ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser, dan masih

banyak lagi lainnya.

Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah

ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan

dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, pengelasan adalah suatu proses

penyambungan logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa pengaruh

tekanan atau dapat juga didefinisikan sebagai ikatan metalurgi yang ditimbulkan

oleh gaya tarik menarik antara atom.

Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu

memperluas ruang lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran

bangunan konstruksi yang dapat dilas. Dengan kemajuan yang dicapai sampai saat

ini, teknologi las memegang peranan penting dalam masyarakat industri modern.

2.1.1 Siklus Termal Daerah Las (Heat Affected Zone)

Siklus termal las adalah proses pemanasan dan pendinginan pada daerah

lasan,sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 2.1 dan gambar 2.2, menunjukan

siklus termal daerah lasan pada gambar 2.1 dapat dilihat siklus termal dari

beberapa tempat dalam daerah HAZ (Heat Affected Zone) dengan kondisi
pengelasan tetap, sedangkan pada gambar 2.2 menunjukan siklus termal disekitar

lasan dengan kondisi pengelasan yang berbeda. Lamanya pendinginan dalam

suatu daerah temperatur tertentu dari suatu siklus termal las sangat mempengaruhi

kualitas sambungan, karena itu banyak sekali usaha-usaha pendekatan untuk

menentukan lamanya waktu pendinginan. Siklus termal dari beberapa tempat

dalam daerah HAZ dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Siklus termal dari beberapa tempat dalam daerah HAZ (Heat Affected

Zone)

Sifat mekanik dari daerah HAZ sebagian besar tergantung pada lamanya

pendinginan dari temperatur 8000C sampai 5000C, sedangkan retak dingin dimana

hidrogen memegang peranan penting terjadinya sangat tergantung oleh lamanya

pendinginan dari temperatur 8000C sampai 3000C atau 1000C. Sedangkan untuk

Silkus termal disekitar lasan dengan kondisi pengelasan yang berbeda dapat

dilihat pada gambar 2.2.


Gambar 2.2 Silkus termal disekitar lasan dengan kondisi pengelasan

yang berbeda

2.1.2 Ketangguhan Daerah Lasan

Bila patah getas terjadi pada logam dengan daya tahan yang rendah,

perpatahan tersebut dapat merambat dengan kecepatan sampai 200 m/detik yang

dapat menyebabkan kerusakan dalam waktu yang sangat singkat sekali.

Dalam hal sambungan las patah getas ini menjadi lebih penting karena

adanya faktor faktor yang membantu seperti: konsentrasi tegangan, struktur

tidak sesuai dan adanya cacat dalam lasan. Pengaruh struktur logam las terhadap

ketangguhan pada dasarnya sama seperti pada batas las, tetapi pada logam las

dalam proses pengelasan ini mencair dan kemudian membeku maka kemungkinan

besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang

tidak homogen.
2.1.3 Ketangguhan Logam Las

Logam las adalah logam yang dalam proses pengelasan mencair kemudian

membeku, sehingga logam las ini banyak sekali mengandung oksigen dan gas-gas

lain. Dalam menganalisa ketangguhan logam las harus diperhatikan pengaruh

unsur lain yang terserap selama proses pengelasan, terutama oksigen, dan

pengaruh dari struktur logam itu sendiri. Struktur logam daerah pengaruh panas

atau HAZ berubah secara berangsur dari struktur logam induk ke struktur logam

las, pada daerah HAZ dekat dengan daerah lebur, kristal tumbuh dengan cepat dan

membentuk butir-butir kasar daerah ini dinamakan batas las.

Didalam daerah pengaruh panas besar butir dan struktur berubah sesuai

dengan siklus termal yang terjadi pada waktu pengelasan, karena siklus termal

yang terjadi sangat komplek sehingga ketangguhannyapun semakin komplek.

2.2 Klasifikasi Pengelasan

Ditinjau dari sumber panasnya, pengelasan dapat dibedakan menjadi:

1. Mekanik

2. Listrik

3. Kimia

Sedangkan menurut cara pengelasan, dibedakan menjadi dua bagian besar:

1. Pengelasan Tekanan (Pressure Welding)

2. Pengelasan Cair (Fusion Welding)

Bedasarkan buku Haynes Techbook Welding Manual, Jay Storer And John

Haynes diagram temperatur cair material dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah

ini.
Gambar 2.3 Diagram Temperatur Cair Material

2.2.1 Pengelasan Cair (Fusion Welding)

Pengelasan cair (fusion welding) adalah proses penyambungan logam

dengan cara mencairkan logam yang tersambung, yaitu:

1. Oxyacetylene Welding

2. Elektrik Arc Welding

3. Shield Gas Arc Welding (TIG, MIG, MAG dan Submerged Welding)

4. Resistance Welding (Spot Welding, Seam Welding, Upset

5. Welding, Flash Welding, Electro Slag Welding dan Electro Gas Welding)

6. Electro Beam Welding

7. Laser Beam Welding

8. Plasma Welding

2.2.2 Jenis-Jenis Pengelasan yang Umum Dilakukan

1. Proses pengelasan busur logam terbungkus (Shielded Metal Arc Welding)

Salah satu jenis proses las busur listrik elektoda terumpan, yang

menggunakan busur listrik yang terjadi antara elektroda dan benda kerja setempat,
kemudian membentuk paduan serta membeku menjadi lasan. Elektroda

terbungkus yang berfungsi sebagai fluks akan terbakar pada waktu proses

pengelasan dan gas yang terjadi akan melindungi proses pengelasan terhadap

pengaruh udara luar, cairan yang terbungkus akan terapung membeku pada

permukaan las yang disebut slag. Proses pengelasan elektroda terbungkus

terlihat pada gambar 2.4.

Gambar.2.4 Proses pengelasan busur las terbungkus

2. Proses pengelasan busur terendam (Shield Arc Welding)

Ini adalah salah satu pengelasan dimana logam cair ditutup dengan

fluks yang diatur melalui suatu penampang fluks dan elektroda yang merupakan

kawat pejal diumpankan secara terus menerus, dalam pengelasan ini busur listrik

nya terendam dalam fluks dapat dilihat pada gambar 2.5. Prinsip las busur

terendam ini material yang dilas adalah baja karbon rendah, dengan kadar

karbon tidak lebih dari 0, 05%. Baja karbon menengah dan baja konstruksi

paduan rendah dapat juga dilas dengan proses SAW, namun harus dengan
perlakuan panas khusus dan elektroda khusus. Proses pengelasan busur terendam

(SAW) dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Proses pengelasan busur terendam

3. Proses pengelasan busur logam gas (Gas Metal Arc Welding)

Jenis pengelasan ini menggunakan busur api listrik sebagai sumber panas

untuk peleburan logam, perlindungan terhadap logam cair menggunakan gas

mulia (inert gas) atau CO 2 merupakan elektroda terumpan yang diperlihatkan pada

gambar 2.6. Proses GMAW dimodifikasikan juga dengan proses menggunakan

fluks yaitu dengan penambahan fluks yang magnetig atau fluks yang diberikan

sebagai inti.

Gambar 2.6 Proses pengelasan busur logam gas


4. Proses pengelasan busur berinti fluks

Proses pengelasan busur berinti fluks merupakan proses pengelasan

busur listrik elektroda terumpan. Proses peleburan logam terjadi diantara logam

induk dengan elektroda berbentuk turbolensyang sekaligus menjadi bahan

pengisi, fluks merupakan inti dari elektroda dan terbakar menjadi gas, akan

melindugi proses dari udara luar, seperti gambar 2.7.

Gambar.2.7 Proses pengelasan berinti fluks

5. Proses pengelasan busur tungsten gas (Gas Tungsten Arc Welding)

Pengelasan dengan memakai busur nyala api yang menghasilkan

elektroda tetap yang terbuat dari tungsten (wolfram), sedangkan bahan penambah

terbuat dari bahan yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan

terpisah dari torch, untuk mencegah oksidasi dipakai gas pelindung yang

keluar dari torch biasanya berupa gas argon 99%. Pada proses pengelasan

inipeleburan logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara
elektroda dan logam induk. Proses pengelasan busur tungsten gas dapat dilihat

pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Proses pengelasan busur tungsten gas

2.3 Parameter Pengelasan

Kestabilan dari busur api yang terjadi pada saat pengelasan merupakan

masalah yang paling banyak terjadi dalam proses pengelasan dengan SAW, oleh

karena itu kombinasi dari Arus listrik (I) yang dipergunakan dan Tegangan (V)

harus benar-benar sesuai dengan spesifikasi kawat elektroda dan fluksi yang

dipakai.

1. Pengaruh dari Arus Listrik (I)

Setiap kenaikan arus listrik yang dipergunakan pada saat pengelasan akan

meningkatkan penetrasi serta memperbesar kuantiti lasnya. Penetrasi akan

meningkat 2 mm per 100A dan kuantiti las meningkat juga 1,5 Kg/jam per 100A.
Gambar 2.9 Pengaruh Arus Listrik

2. Pengaruh dari Tagangan Listrik (V)

Setiap peningkatan tegangan listrik (V) yang dipergunakan pada proses

pengelasan akan semakin memperbesar jarak antara tip elektroda dengan material

yang akan dilas, sehingga busur api yang terbentuk akan menyebar dan

mengurangi penetrasi pada material las. Konsumsi fluksi yang dipergunakan akan

meningkat sekitar 10% pada setiap kenaikan 1 volt tegangan.

3. Pengaruh Kecepatan Pengelasan

Jika kecepatan awal pengelasan dimulai pada kecepatan 40 cm/menit,

setiap pertambahan kecepatan akan membuat bentuk jalur las yang kecil (Welding

Bead), penetrasi, lebar serta kedalaman las pada benda kerja akan berkurang.

Tetapi jika kecepatan pengelasannya berkurang dibawah 40 cm/menit cairan las

yang terjadi dibawah busur api las akan menyebar serta penetrasi yang dangkal,

hal ini dikarenakan over heat.

4. Pengaruh Polaritas arus listrik (Alternating Curret atau Direct Current)

Pengelasan dengan kawat elektroda tunggal pada umumnya menggunakan

tipe arus Direct Current (DC), elektroda positif (EP), jika menggunakan elektroda

negatif (EN) penetrasi yang terbentuk akan rendah dan kuantiti las yang tinggi.
Pengaruh dari arus Alternating Curret (AC) pada bentuk butiran las dan

kuantiti pengelasan antara elektroda positif dan negatif adalah sama yaitu

cenderung porosity, oleh karena itu dalam proses pengelasan yang menggunakan

arus AC harus memakai fluks yang khusus.

2.3.1 Klasifikasi Fluksi dan Kawat Elektroda

2.3.1.1 Fluksi

Fluksi merupakan pembungkus elektroda yang sangat diperlukan untuk

meningkatkan mutu sambungan karna fluksi bersifat melindungi metal cair dari

udara bebas serta menstabilkan busur.

Terdapat 2 macam Fluksi sesuai dengan pembuatannya, diantaranya:

1. Fused Fluksi

Fused Fluksi terbuat dari campuran butir-butir material seperti mangan,

kapur, boxit, kwarsa dan fluorpar didalam suatu tungku pemanas. Cairan terak

yang terbentuk akan diubah ke dalam bentuk fluksi dengan jalan:

Dituang di suatu cetakan dalam bentuk beberapa lapis / susun yang tebal

kemudian dipecah serta disaring sesuai dengan ukuran butiran yang diinginkan.

Dari kondisi panas dituang ke dalam air, sehingga timbul percikan percikan

yang kemudian disaring sesuai ukurannya. Metode ini lebih effisien, tetapi

kualitas fluksi yang dihasilkan mengandung hidrogen yang cukup tinggi yang

memerlukan prose lebih lanjut untuk mengurangi kadar hidrogen tersebut.

2. Bonded Fluksi

Bonded Fluksi ini dibuat di pabrik dengan jalan mencampur butiran-

butiran material yang ukurannya jauh lebih halus seperti mineral, ferroalloy, water
glass sebagi pengikat dalam suatu pengaduk (mixer) yang khusus. Campuran

tersebut kemudian akan dikeringkan dalam suatu pengering yang berputar pada

temperatur 600800 0C.

2.3.1.2 Kawat Elektroda

Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik

manurut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E

XXXX yang artinya sebagai berikut:

E menyatakan elaktroda busur listrik.

XX (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam

ribuan Ib/in2 lihat table.

X (angka ketiga) menyatakan posisi pangelasan angka 1 untuk pengelasan

segala posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan.

X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok

dipakai untuk pengelasan.

Contoh : E 6013

Artinya:

Kekuatan tarik minimum dan deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42

kg/mm2.

Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi.

Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC

+ atau DC .
2.3.2 Persiapan Sambungan

Klasifikasi sambungan las berdasarkan jenis sambungan dan bentuk alur,

yaitu:

1. Sambungan Las Dasar

Sambungan las dalam konstruksi baja pada dasarnya dibagi dalam

sambungan tumpul, sambungan t, sambungan sudut dan sambungan tumpang.

Sebagai perkembangan sambungan dasar tersebut diatas terjadi sambungan silang,

sambungan dengan penguat dan sambungan sisi berdasarkan buku Teknologi

Pengelasan Logam oleh Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto seperti yang

ditunjukkan dalam gambar 2.10.

Gambar 2.10 Alur sambungan las tumpul

2. Sambungan Tumpul

Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien.

Sambungan ini dibagi lagi mejadi dua yaitu sambungan penetrasi penuh dan

sambungan penetrasi sebagian seperti yang terlihat dalam gambar 2.10.

Sambungan penetrasi penuh dibagi lebih lanjut menjadi sambungan tanpa pelat
pembantu dan sambungan dengan pelat pembantu yang masih dibagai lagi dalam

pelat pembantu yang turut menjadi bagian dari konstruksi dan pelat pembantu

yang hanya sebagai penolong pada waktu proses pengelasan saja.

Bentuk alur dalam sambungan tumpul sangat mempengaruhi efisiensi

pengerjaan, efisiensi sambungan dan jaminan sambungan. Karena itu pemilihan

bentuk alur sangat penting. Bentuk dan ukuran alur sambungan datar ini sudah

banyak di standarkan dalam standar AWS, DIN, JSSC dan sebagainya.

Pada dasarnya dalam memilih bentuk alur harus menuju kepada penurunan

masukan panas dan penurunan logam las sampai kepada harga terendah yang

tidak menurunkan mutu sambungan. Karena hal ini maka dalam pemilihan bentuk

alur diperlukan kemampuan dan pengalaman yang luas. Bentuk-bentuk yang telah

distandarkan pada umumnya hanya meliputi bentuk alur harus ditentukan sendiri

berdasarkan pengalaman yang dapat dipercaya. Sambungan T berdasarkan buku

Teknologi Pengelasan Logam oleh Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto dapat

dilihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Sambungan T


2.3.3 Arus Pengelasan

Arus adalah aliran pembawa muatan listrik,simbol yang digunakan adalah

huruf besar I dalam satuan ampere. Pengelasan adalah penyambungan dua logam

dan atau logam paduan dengan cara memberikan panas baik diatas atau dibawah

titik cair logam tersebut,baik dengan atau tanpa tekanan serta ditambah atau tanpa

logam pengisi yang dimaksud dengan arus paengelasan disini adalah aliran

pembawa muatan listrik dari mesin las yang digunakan untuk menyambung dua

logam dengan mengalirkan panas ke logam pengisi atau elektroda. Hubungan

diameter elektroda dengan arus pengelasan menurut Howard BC,1998 dapat

dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Hubungan diameter elektroda dengan arus pengelasan

Diameter Elektroda (mm) Arus (Ampere)

2,5 60-90

2,6 60-90

3,2 80-140

4,0 150-190

5,0 180-250

2.3.4 Polaritas Terbalik

AC (Alternating Current) dan DC (Direct Current) digunakan untuk

menggambarkan polaritas arus listrik yang menghasilkan arus las dan arah

pengelasan. Istilah umum yang dihubungkan dengan polaritas yaitu polaritas

terbalik dan polaritas langsung. Ini sangat umum untuk dunia pengelasan.

Elektroda positif adalah sama dengan polaritas terbalik. Elektroda negatif adalah
sama dengan polaritas lurus. Oleh karena itu + dan - tertulis pada mesin las untuk

kabel yang tersambung.

Untuk arus muatan kutub langsung kawat lasnya negative, dan untuk

muatan kutub terbalik kawat las positifnya. Hal-hal seperti ini terkadang sangat

diperlukan untuk mengubah arah arus yang mengalir pada jaringan las. Ketika

muatan listrik mengalir dari kutub negative (katoda) dari busur las ke benda kerja

sistem ini adalah arus searah (DC) dengan sistem kutub terbalik.

Gambar 2.12 Muatan Kutub terbalik

2.3.5 Metalurgi Las

Pengelasan adalah proses penyambungan dengan menggunakan energi

panas, karena proses ini maka logam disekitar lasan mengalami siklus termal

cepat yang menyebabkan terjadinya perubahan - perubahan metalurgi yang rumit,

deformasi dan tegangan tegangan termal. Hal ini sangat erat hubunganya dengan

ketangguhan, cacat las, retak dan lain sebagainya yang umumnya mempunyai

pengaruh yang fatal terhadap keamanan dan konstruksi las.

Daerah lasan terdiri dari tiga bagian:

1. Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair

kemudian membeku.
2. Fusion Line, garis penggabungan atau garis batas cair antara logam las

dan logam Induk

3. Daerah pengaruh panas disebut HAZ (Heat Affected Zone), adalah

logam dasar yang bersebelahan dengan logam las selama pengelasan

mengalami pemanasan dan pendinginan yang cepat Pembagian daerah

lasan dapat dilihat pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Pembagian daerah las

Keterangan:

1. Weld Metal (Logam Las)

2. Fusion Line (Garis Penggabung)

3. HAZ (Daerah Pengaruh Panas)

4. Logam Induk

2.3.6 Kampuh V Tunggal dan Ganda

Salah satu yang harus dipersiapkan sebelum melakukan pengelasan adalah

pembuatan kampuh las. Kampuh las berguna sebagai tempat pengisian logam

pengisi (elektroda) yang ikut mencair. Bentuk kampuh sangat mempengaruhi

efisiensi sambungan dan jaminan sambungan.

Sambungan kampuh V dipergunakan untuk menyambung logam atau plat.

Sambungan ini terdiri dari sambungan kampuh V tunggal dan sambungan


kampuh V ganda dengan sudut kampuh antara 450-700. Kampuh V tunggal dan

ganda dapat dilihat pada gambar 2.14 dan 2.15. Pada dasarnya pemilihan bentuk

kampuh menuju kepada penurunan pemasukan panas dan penurunan logam las

pada tingkat harga terendah dan tidak menurunkan mutu dari sambungan.

Gambar 2.14 Kampuh V tunggal

Gambar 2.15 Kampuh V ganda

Ada 3 aturan dalam pemilihan sambungan dan kampuh:

1. Pemilihan sambungan yang memerlukan sedikit logam pengisi.

2. Penggunaan akar kampuh yang minimum dengan sudut yang sangat kecil

agar dapat mengurangi jumlah logam pengisi.

3. Pada pelat yang tebal menggunakan kampuh ganda untuk mengurangi

logam pengisi.

2.4 Pengujian Tarik (Tensile Test)

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda

uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk

mengetahui apakah kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau
lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan

tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah

letak putusnya suatu sambungan las.

Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan

memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda. Penarikan

gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk

(deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah

proses pergeseran butiran Kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya

elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh

penarikan gaya maksimum. Gambar 2.14 menunjukkan alat uji tarik.

Gambar 2.16 Alat uji tarik

Keterengan:

1. Load roll

2. Tombol Down
3. Tombol Up

4. Stop

5. Start

6. Chuck bawah

7. Chuck atas

8. Load

Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus

menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang

lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.15. Kurva ini

menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang (Callister,

2004).

Gambar 2.17 Kurva F vs l

Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik( eng .),

yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik

(L) terhadap panjang batang mula-mula (L 0 ). Tegangan yang dihasilkan pada


proses ini disebut dengan tegangan teknik ( eng ), dimana didefinisikan sebagai

nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A 0 ).

Tegangan normal tesebut akibat gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan

persamaan (2.1).

F
= (2.1)
Ao

Dimana:

= Tegangan tarik (MPa)

F = Gaya tarik (N)

A o = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2)

Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan

persamaan (2.2).

L
= x100% (2.2)
L

Dimana: L = L - L 0

Keterangan:

= Regangan akibat gaya tarik

L = Panjang spesimen akibat beban tarik (mm)

Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)

Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian

tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik yang

terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen akan

menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis (Nash, 1998). Hubungan

antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan (2.3)


E=/ (2.3)

E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan

tegangan () dan regangan () selalu tetap. E diberi nama Modulus Elastisitas

atau Young Modulus. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan

stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve). Kurva ini ditunjukkan oleh

gambar 2.16.

Gambar 2.18 Kurva Tegangan-Regangan

Umumnya, limit elastis bukan merupakan definisi tegangan yang jelas,

tetapi pada besi tidak murni dan baja karbon rendah, titik awal terjadinya

deformasi plastis ditandai dengan penurunan beban secara tiba-tiba yang

menunujukan adanya titik luluh atas dan titik luluh bawah. Perilaku luluh ini

merupakan karakteristik bebagai jenis logam, khusunya yang memiliki struktur


bcc dan mengandung sejumlah kecil elemen terlarut. Untuk material yang tidak

memiliki titik luluh yang jelas, berlaku definisi konvensional mengenai titik awal

deformasi plastis, yaitu tegangan uji 0,1 atau 0,2 %. Di sini ditarik garis sejajar

dengan bagian elastis kurva tegangan-regangan dari titik dengan regangan 0,2 %.

2.4 Pengujian Ketangguhan Impak (Impact Toughness Test/Impact Charpy

Test)

Bahan-bahan digunakan untuk membangun struktur yang menahan suatu

beban. Seorang insinyur perlu mengetahui jika bahan akan bertahan pada kondisi

dimana struktur akan dipergunakan. Faktor yang penting yang mempengaruhi

ketangguhan dari sebuah struktur meliputi pengujian temperatur rendah,

pembebanan lebih, dan laju regangan tinggi terhadap angin atau impak (benturan)

dan efek dari konsentrasi tegangan seperti takikan dan retakan. Hal tersebut

cenderung untuk mendorong terjadinya perpatahan. Untuk hal yang lebih luas,

interaksi kompleks dari faktor-faktor ini dapat dimasukkan dalam proses desain

dengan menggunakan teori mekanisme perpatahan.

Pengujian untuk ketangguhan impak, seperti halnya pengujian Impact

Charpy telah dikembangkan sebelum teori mekanika perpatahan tersedia.

Pengujian impak adalah sebuah metode untuk mengevaluasi ketangguhan relatif

dari bahan-bahan teknik. Pengujian Impact Charpy secara kontinyu digunakan

pada saat ini sebagai metode kontrol kualitas yang ekonomis untuk

memperkirakan sensitifitas takikan dan ketangguhan impak dari bahan-bahan

teknik. Hal ini biasanya digunakan untuk menguji ketangguhan logam-logam.

Pengujian yang serupa dapat digunakan untuk polimer, keramik dan komposit.
Alat uji Impact Charpy dan spesimen uji dapat dilihat pada gambar 2.17 dan

2.18.

Gambar 2.19 Alat uji Impact Charpy

Keterangan:

1. Pengunci palu

2. Piring busur derajat

3. Jarum penunjuk sudut

4. Lengan

5. Beban

6. Tempat benda uji dipasang

7. Batang pembawa jarum

8. Badan mesi uji


Gamber 2.20 Spesimen uji

Benda uji dipatahkan dengan benturan dari sebuah palu pendulum yang

berat, yang jatuh dari jarak tetap (energi potensial yang konstan) untuk

membentur benda uji dengan kecepatan yang tetap (energi kinetik yang

konstan). Bahan-bahan yang tangguh (tough) menyerap banyak energi ketika

dipatahkan dan bahan-bahan yang getas (brittle) menyerap energi sangat sedikit.

Energi impak yang diukur dengan pengujian Charpy adalah usaha yang

dilakukan untuk mematahkan benda uji. Pada Impak, spesimen berubah bentuk

secara elastis sampai peluluhan tercapai (deformasi plastik) dan sebuah zona

plastis berkembang pada takikan. Ketika pengujian dilanjutkan, perubahan

spesimen oleh impak menyebabkan usaha pada zona plastis mengeras. Hal ini

mengingkatkan tegangan dan regangan pada zona plastis sampai specimen

patah. Energi impak total tergantung pada ukuran dari benda uji, dan standar
ukuran benda uji yang digunakan untuk dibandingkan diantara bahan-bahan

yang berbeda. Energi impak dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti halnya:

1. Kekuatan peluluhan dan keuletan

2. Takikan

3. Suhu dan laju regangan

4. Mekanisme perpatahan

Peningkatan kekuatan luluh oleh mekanisme tersebut kemudian akan

menurunkan energi impak ketika usaha plastis yang kecil dapat terjadi sebelum

regangan pada zona plastis yang cukup untuk mematahkan benda uji.

Peningkatan kekuatan luluh dapat juga mempengaruhi energi impak disebabkan

oleh perubahan mekanisme perpatahan.

Takikan pada benda uji mempunyai dua efek. Keduanya dapat

menurunkan energi impak.Pertama, konsentrasi tegangan dari takikan

menyebabkan peluluhan atau deformasi plastis terjadi pada takikan. Suatu

daerah plastis dapat berkembang pada takikan, dimana akan menurunkan jumlah

total deformasi plastik pada benda uji. Hal ini menurunkan usaha yang dilakukan

oleh deformasi plastik sebelum perpatahan. Kedua, pembatasan deformasi pada

takikan meningkatkan tegangan tarik di zona plastis. Tingkat pembatasan

tergantung pada kerumitan takikan (kedalaman dan keruncingan). Peningkatan

tegangan tarik mendorong perpatahan dan menurunkan usaha yang dilakukan

oleh deformasi plastis sebelum perpatahan terjadi. Pengujian Impact secara

kontinu digunakan pada saat ini sebagai metode kontrol kualitas yang ekonomis

untuk memperkirakan sensitifitas takikan dan ketangguhan impak dari bahan-

bahan teknik.
Harga impak dapat dihitung dengan formula:

Energi awal (E 0 ) = P . D (1 Cos ) 2.4

Energi akhir (E 1 ) = P . D ( 1 Cos ) 2.5

Maka energi yang diserap adalah:

E = E0 E1

= P . D {(1 cos ) (1 cos )}

= P . D (- cos + cos )

E = P . D (cos cos ) 2.6

Dimana :

E = Energi yang diserap dalam satuan (Joule)

= Sudut awal pemukulan (147o rad)

= Sudut akhir pemukulan (rad)

P = Konstanta (251,3 N)

D = Konstanta (0,6495 m)

Atau bisa juga dengan formula:

Hi = P . D (cos cos ) / A 2.7

Hi = E/A

Dimana:

E = Energi yang diserap dalam satuan (Joule)

A = Luas penampang dibawah takik dalam satuan (mm2)

Anda mungkin juga menyukai