Cassandra Kelleher, Jacob C. Langer, Chapter 48 : Congenital Abdominal Wall Defects Dalam:
Ashcrafts Pediatric Surgery. Edisi ke-5. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. hal.625-636.
Gastroschisis dan omfalokel adalah dua defek dinding abdomen kongenital yang paling
sering. Dua keadaan ini sering terdiagnosis pada pemeriksaan ultrasonografi saat kehamilan
dan dapat dibedakan dari lokasi defek dan ada atau tidaknya kantong yang meliputi usus yang
eviserasi. Terdapat juga perbedaan dari anomali lain antara bayi dengan omfalokel dan
gastroschisis. Risiko dari abnormalitas jantung dan genetik pada bayi dengan omfalokel
mendekati 50% namun lebih rendah pada neonatus dengan gastroschisis. Keluaran jangka
panjang untuk neonatus dengan omfalokel sering kali ditentukan oleh kelainan yang terkait.
Perbedaan antara gastroschisis dan omfalokel terdapat pada gambar dan tabel berikut.
Atresia usus merupakan anomali asosiasi paling sering pada pasien dengan gastroschisis,
dengan angka berkisar antara 6,9% hingga 28% pada serial laporan terbaru. Gastroschisis juga
merupakan salah satu bagian dari kelainan pada sindrom anggota gerak-defek dinding tubuh,
yang dikenal juga sebagai sindrom amniotic band. Pada sindrom yang jarang ini, anomali
dinding thoraks atau gastroschisis ditemukan berhubungan dengan abnormalitas anggota
gerak, meningokel, abnormalitas genital, atresia intestinal yang bervariasi, dan abnormalitas tali
pusat.
Peningkatan serum maternal -fetoprotein juga ada pada beberapa kehamilan yang
berkomplikasi oleh janin omfalokel, meskipun tidak umum seperti pada gastroschisis. Diagnosis
prenatal dari omfalokel dapat dibuat dengan ultrasonografi 2D selama evaluasi rutin kehamilan
18 minggu. Deteksi awal trimester pertama juga mungkin jika digunakan ultrasonografi 3D.
Insidensi dari omfalokel yang dilihat pada ultrasonografi pada 14 hingga 18 minggu sebanyak 1
dalam 1100. Karena baik kematian intrauterin spontan atau terminasi kehamilan, insidensinya
pada kelahiran hidup kurang lebih 1 : 4000.
Evaluasi ultrasonografi sangat berguna untuk deteksi dari kelainan assosiasi pada bayi
dengan omfalokel. Insidensi 18% hingga 24% dari anomali jantung ditemukan dan dapat
dideteksi pada fetal echokardiografi. Hipoplasia paru juga umumnya dihubungkan dengan
omfalokel dan mungkin berakibat pada distres pernafasan awal membutuhkan intubasi dan
bantuan ventilasi pada saat persalinannya. Sindrom yang sudah dikenali seperti exstrofi cloaca
and pentalogi Cantrell didiagnosis terutama berdasarkan pemeriksaan fisik. Abnormalitas
kromosom terjadi mencapai 48% dari neonatus dengan omfalokel. Trisomi 13 dan trisomi 18
merupakan yang paling umum. Namun, sindrom Down juga berhubungan. Resiko dari
abnormalitas kromosom lebih sering pada bayi dengan omfalokel central dan yang terdiri hanya
usus, jika dibandingkan dengan neonatus dengan omfalokel epigastrik atau yang mengandung
hepar dan usus. Bayi dengan anomali multiple juga lebih mungkin untuk memiliki kelainan
kromosom.
Persalinan dari bayi dengan defek dinding abdomen membutuhkan intervensi neonatus.
Evaluasi segera dari status pernafasan dan sirkulasi, pemasangan akses intravena, dan resusitasi
harus dilakukan pada saat lahir. Jika perawatan pediatrik tidak tersedia di institusi persalinan,
transfer segera harus dilakukan.
Embriologi
Suatu omfalokel terjadi jika usus gagal untuk kembali ke rongga abdomen. Jumlah yang
bervariasi dari usus dapat berada dalam kantong omfalokel. Viscera intraabdominal lainnya
termasuk hepar, vesika urinaria, gaster, ovarium dan testis juga dapat ditemukan dalam
kantong. Kantong dapat terdiri dari lapisan yang meliputi tali pusat, yang termasuk amnion,
Whartons jelly, dan peritoneum. Tali pusat tertanam pada kantong tersebut.
Etiologi dari gastroschisis masih kurang jelas. Satu teori mengemukakan bahwa
gastroschisis merupakan akibat dari kegagalan mesoderm untuk membentuk pada dinding
abdomen anterior. Teori kedua menyebutkan bahwa kegagalan dari lempeng lateral untuk
menyatu di garis tengah meninggalkan defek di sebelah kanan dari umbilicus. DeVries dkk dan
Hoyme dkk mengemukakan bahwa thrombosis dari vena omfalomesenterikus kanan (vena
umbilicus) menyebabkan nekrosis dari sekeliling dinding abdomen, mengarah pada defek di sisi
kanan. Teori ini didukung oleh observasi bahwa gastroschisis sering kali dihubungkan dengan
atresia intestinal, sebuah kondisi yang juga dihubungkan dengan penyebab iskemik. Sebagai
tambahan, data retrospektif menunjukkan peningkatan resiko gastroshisis dan atresia intestinal
dengan ibu yang menggunakan obat-obatan vasokonstriksi seperti efedrin, pseudoefedrine,
atau kokain, sama seperti merokok. Ruptur intrauterine dari omfalokel juga dikemukakan
sebagai mekanisme terbentuknya gastroschisis. Kebanyakan pasien dengan defek dinding
abdomen kongenital memiliki bentuk abnormalitas rotasi, karena usus yang herniasi tidak
mengalami proses rotasi yang normal dan tidak tertahan pada posisi yang benar selama
perkembangan.
Perawatan Perinatal
Cara persalinan yang optimal untuk bayi dengan gastroschisis telah menjadi perdebatan
selama bertahun-tahun. Kelompok mendukung persalinan cesar rutin mendebatkan bahwa
proses kelahiran per vaginam mengakibatkan kerusakan dari usus yang terpapar. Bagaimana
pun juga, literatur dapat menyarankan bahwa baik persalinan vaginal dan sectio cesar adalah
aman. Meta-analisis terbaru oleh Segel dan kawan-kawan gagal untuk menunjukkan perbedaan
pada keluaran untuk bayi-bayi yang dilahirkan secara sectio cesar atau vaginal. Oleh karena itu,
cara persalinan dari bayi dengan gastroschisis harus diserahkan dari ahli obstetri dan ibu,
dengan sectio cesar diperuntukkan untuk indikasi obstetri atau gawat janin.
Persalinan awal dari janin dengan gastroschisis telah didukung untuk membatasi
paparan usus dari cairan amnion dalam usaha untuk mengurangi peel inflamasi pada
permukaan usus. Motilitas yang buruk dari usus mungkin berhubungan dengan paparan dari
cairan amnion dan mengantikan selular dinding usus dan komposisi matriks ekstraselular.
Interleukin 6, interleukin 8, dan feritin meningkat pada cairan amnion pada janin dengan
gastroschisis jika dibandingkan dengan control. Sitokin cairan amnion dan mediator
proinflamasi lainnya telah menunjukkan kerusakan pada pleksus saraf myenterikus dan sel
intersisiel Cajal pada model binatang dengan gastroschisis. Kerusakan dari sel pacemaker dan
pleksus saraf mungkin menyebabkan dismotilitas dan malabsorpsi yang terlihat pada pasien
dengan gastroschisis. Edem usus dan pembentukan peel meningkat sejalan dengan
perkembangan kehamilan, paling signifikan jika defek gastroschisis mengurangi aliran vena dari
usus yang herniasi. Persalinan awal mungkin mengurangi efek ini, namun literatur dicampurkan
dengan istilah dari keuntungan persalinan prematur. Percobaan acak terbaru menunjukkan
waktu yang lebih singkat untuk feeding enteral yang penuh atau lama rawat yang lebih singkat
setelah dilakukan persalinan awal. Berat badab lahir yang rendah tampaknya mempengaruhi
keluaran, dengan bayi kurang dari 2 kg meningkatkan waktu untuk feeding enteral penuh,
peningkatan jumlah hari dengan ventilator, dan peningkatan panjang dari nutrisi parenteral
dibandingkan dengan yang beratnya lebih dari 2 kg.
Manajemen Bedah
Manajemen bedah dari gastroschisis bervariasi tiap pusat. Tujuan utamanya untuk
mengembalikan organ viscera kembali ke rongga abdomen dengan memperkecil resiko
kerusakan organ viscera akibat trauma langsung atau karena peningkatan tekanan
intraabdominal. Pilihan termasuk penempatan silo, reduksi serial, dan penundaan penutupan
dinding abdomen, reduksi primer dengan penutupan operatif dengan penutupan tali pusat.
Sebagai tambahan, waktu dan lokasi dari intervensi bedah masih kontroversial, beragam dari
perbaikan segera di ruang persalinan, hingga reduksi dan penutupan di unit rawat intensif
neonatus (NICU), hingga penutupan secara bedah di ruang operasi. Pada semua kasus, inspeksi
dari usus untuk band obstruksi, perforasi, atau atresia harus dilakukan. Band melintasi loop
usus harus dilepaskan sebelum pemasangan silo atau penutupan abdomen secara primer untuk
menghindari obstruksi usus selanjutnya.
Penutupan Primer
Secara historis, penutupan primer segera dari gastroschisis didukung pada semua kasus.
Cara penanganan ini masih secara umum dilakukan untuk neonatus yang diperkirakan reduksi
penuh dari organ viscera yang herniasi mungkin untuk dilakukan. Prosedur bisanya dilakukan di
ruang operasi, namun belakangan beberapa penulis telah mendukung penutupan primer di
ruangan tanpa anestesi umum. Berbagai cara penutupan telah digambarkan untuk anak dimana
penutupan fascia secara primer tidak dapat dilakukan. Kebanyakan menyatukan umbilikus
sebagai allograft. Pilihan prostetik termasuk mesh non-absorbel atau material bioprotetik
seperti dura atau submukosa usus halus babi (Surgisis, Cook, Inc., Bloomington, IN). Setelah
penutupan fascia selesai, flap kulit dapat dimobilisasi untuk melapisi penutupan dinding
abdomen. Selain itu dapat ditinggalkan defek kulit dan diharapkan penyembuhan secara
sekunder.
Biasanya, kebanyakan ahli bedah mengeksisi umbilicus saat perbaikan gastroschisis.
Bagaimanapun juga, kebanyakan kasus dapat diperbaiki dengan preservasi umbilicus dengan
hasil kosmetik yang baik. Pilihan lain pada beberapa kasus adalah dengan mengurangi usus dan
menempatkan Silastic dibawah dinding abdomen untuk mencegah eviserasi. Teknik ini berguna
pada bayi dimana ahli bedah mangkhawatirkan perburukan fungsi paru-paru dengan
penutupan fascia dan kulit. Silastic disingkirkan pada hari ke-4 hingga hari ke-5, dan dinding
abdomen dan kulit ditutup.
Gambar 3. Hasil kosmetik yang baik setelah perbaikan gastroschisis dimana umbilicus dipreservasi.
Selama bertahun-tahun, penutupan primer dari gastroschisis telah dicoba untuk semua
kasus. Tinjauan retrospektif multipel dari penutupan primer versus bertahap dapat ditemukan
dalam literatur, kebanyakan dari hasil dokumentasi keluarannya lebih baik pada pasien yang
menjalani penutupan primer. Bagaimana pun juga, temuan ini mungkin mewakili pengaruh
pilihan karena pasien dengan kerusakan intestinal yang banyak lebih mungkin untuk dilakukan
penutupan bertahap dan juga tampak memiliki keluaran yang buruk. Data terakhir dari data
dasar Canadian Pediatrics Surgeons Network (CAPSNet) mengkonfirmasikan pemikiran ini,
menyebabkan bayi yang dapat menjalani reduksi dan penutupan primer yang segera memiliki
penggunaan nutrisi parenteral dan lama rawat total yang lebih singkat jika dibandingkan
dengan yang membutuhkan reduksi bertahap dan penundaan repair.
Gambar 4. Pada beberapa kasus, sangat mungkin untuk mengembalikan usus ke dalam rongga abdomen (A), namun ahli bedah
lebih cemas tentang perburukan fungsi paru jika fascia dan kulit ditutup. Oleh karena itu, satu teknik adalah dengan memotong
sirkuler dari lembar Silastic (B) dan menempatkannya di abdomen dan diatas dari usus yang direduksi (C). Empat sampai 5 hari,
setelah neonatus lebih stabil dan fungsi paru membaik, lembar Silastic diangkat dan fascia dan kulit ditutup.
Gambar 5. Penggunaan silo yang terbuat dengan pegas ditunjukkan dalam foto-foto ini. A, defek gastroschisis terlihat. B, Silo
berpegas berukuran cukup ditempatkan diatas intestinal yang eviserasi. C, Cincin dari silo diposisikan dibawah defek fascia dan
dilekatkan pada penyokong untuk menjaga usus dari terpuntir, yang dapat menyebabkan iskemik intestinal. D, reduksi bertahap
dari silo dilakukan. E, Akhirnya, usus telah dikembalikan secara komplit ke rongga abdomen dan neonatus siap dipindahkan ke
ruang operasi untuk penutupan dari fascia dan kulit.
Penutupan definitif di kamar operasi terdiri dari membuat flap kulit disekeliling defek
fascia dan penutupan fascia primer pada arah yang horizontal. Penutupan kulit pada gaya linier
akan menciptakan gambaran lubangkunci dengan parut horizontal di sisi kanan pusat.
Beberapa ahli bedah menyokong jahitan purse-string dari kulit mengelilingi pusat untuk
menciptakan parut yang sirkuler dengan perbaikan kosmetiknya. Belakangan, cara penutupan
plastik telah diperkenalkan dimana tali pusat, jika tidak terlalu maserasi atau mengering,
dijahitkan untuk mengisi defek gastroschisis dan kemudian dilindungi dengan balutan adhesif.
Jika tali pusat tidak dapat diselamatkan, usus dapat langsung ditutup dengan balutan. Pada
pertumbuhannya jaringan granulasi dan epitelisasi akan terjadi seiring waktu. Dengan teknik ini,
sebuah operasi dapat dihindari pada banyak bayi. Hernia ventralis residual dilaporkan 60%
hingga 84%, kebanyakan dari penutupan spontan.
Hingga mencapai 10% dari neonatus dengan gastroschisis akan berassosiasi dengan
atresia, kebanyakan yeyunum atau ileum. Pada tinjauan terakhir dari 4344 bayi dengan
gastroschisis, ditemukan 5% insidensi dari atresia usus halus dan 2% insidensi dari atresia usus
besar. Atresia ini dapat ditangani saat penutupan dinding abdomen dengan reseksi dan
anstomosis primer. Jika kondisi dari usus membuat anastomosis primer menjadi mungkin, usus
dapat direduksi dengan atresia tetap intak dan repairnya dilakukan 4 sampai 6 minggu setelah
penutupan dinding abdomen lebih dulu. Beberapa ahli bedah memilih untuk membuat stoma
pada kasus dengan atresia, khususnya pada kasus atresia distal. Jika perforasi terjadi, segmen
yang perforasi dapat direseksi dengan anastomosis primer jika inflamasi usus minimal.
Alternatifnya, jika ostomi dibuat dan penutupan primer dilakukan dengan penutupan dari
ostomi dapat dilakukan nantinya. Pada kasus dimana perforasi telah terjadi dan penutupan
primer tidak mungkin dilakukan, silo dapat dipasang dan area perforasi dieksteriosasi melalui
sebuah lubang dari silo. Setelah usus telah tereduksi, stoma sebenarnya dapat dibuat pada saat
penutupan dinding abdomen. Tidak terdapat konsensus dari literatur tentang manajemen
optimal dari masalah komplikasi ini.
Atresia intestinal hasil dibedakan dari vanishing bowel bayi dengan gastroschisis.
Kondisi ini biasanya dihubungkan dengan defek dinding abdomen yang sangat kecil dan
ditandai oleh nekrosis dan menghilangnya beberapa atau seluruh intestinal. Meskipun ini
sangat jarang ditemukan, biasanya berakibat pada short bowel sindrome.
Rangkaian postoperative
Gambar 6. A dan B. Dua foto ini menunjukkan neonatus yang berbeda dengan diagnosis prenatal gastroschisis.
Keluaran jangka panjang untuk pasien yang lahir dengan gastroschisis secara umum
baik. Keberadaan dari atresia usus merupakan prognonostik paling penting yang menentukan
untuk keluaran yang buruk. Pasien dengan atresia usus secara signifikan mungkin
membutuhkan nutrisi parenteral lebih lama dengan risiko assosiasi dari nutrisi parenteral total-
berhubungan penyakit hepar cholestasis dan akses central-berhubungan sepsis. Komplikasi ini
mengarah pada 20 kali peningkatan risiko mati jika dibandingkan dengan pasien tanpa atresia
assosiasi.
Necrotizing enterocolitis secara kebetulan dijumpai pada bayi cukup bulan dengan
gastroschisis lebih tinggi daripada frekuensi yang diharapkan (mencapai hingga 18.5%).
Kehilangan usus signifikan dari necrotizing enterocolitis dapat mencetus pasien untuk short
bowel sndrome dan komplikasi hepatik dan sepsis. Di sisi lain, kelompok lainnya ditemukan
pada pasien dengan necrotizing enterocolitis setelah gastroshisis klinisnya terkadang tidak
komplek. Sebuah laporan menyarankan bahwa bayi diberi minum dengan ASI memiliki insidensi
yang lebih rendah untuk necrotizing enterocolitis setelah perbaikan gastroschisis dibandingkan
dengan bayi yang diberi minum dengan formula.
Kriptokismus dihubungkan dengan gastroschisis dengan insidensi dari 15% hingga 30%.
Bagaimana pun, tidak terlalu jelas dari literatur bahwa hal ini disebabkan karena testis berada
diluar abdomen melalui defek dinding abdomen, mengarah pada maldecensus testikular, atau
akibat prematuritas yang berhubungan dengan gastroschisis. Beberapa anlisis retrospektif
menunjukkan bahwa menempatkan kembali testis ke rongga abdomen akan berakibat pada
penurunan testis ke skrotum pada kebanyakan kasus. Pada praktik kami diijinkan percobaan
penurunan testikular spontan setelah penempatan testis ke rongga abdomen. Kami kemudian
menlanjutkan dengan orchidopexy jika testis tetap undesensus pada usia 1 tahun.