Anda di halaman 1dari 13

Textbook Reading Bedah Anak

Presentasi tanggal : 21 Agustus 2010

Oleh : Emiliana Lia

Pembimbing : dr.Rizki Diposarosa,SpB,SpBA

dr. Bustanul Arifin, SpB, SpBA(K)

dr. Dikki Drajat K. SpB, SpBA

GASTROSCHISIS (Congenital Abdominal Wall Defects)

Cassandra Kelleher, Jacob C. Langer, Chapter 48 : Congenital Abdominal Wall Defects Dalam:
Ashcrafts Pediatric Surgery. Edisi ke-5. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. hal.625-636.

Gastroschisis dan omfalokel adalah dua defek dinding abdomen kongenital yang paling
sering. Dua keadaan ini sering terdiagnosis pada pemeriksaan ultrasonografi saat kehamilan
dan dapat dibedakan dari lokasi defek dan ada atau tidaknya kantong yang meliputi usus yang
eviserasi. Terdapat juga perbedaan dari anomali lain antara bayi dengan omfalokel dan
gastroschisis. Risiko dari abnormalitas jantung dan genetik pada bayi dengan omfalokel
mendekati 50% namun lebih rendah pada neonatus dengan gastroschisis. Keluaran jangka
panjang untuk neonatus dengan omfalokel sering kali ditentukan oleh kelainan yang terkait.
Perbedaan antara gastroschisis dan omfalokel terdapat pada gambar dan tabel berikut.

Gastroschisis terjadi pada 1:4000 kelahiran hidup. Mayoritas kehamilan terkomplikasi


oleh gastroschisis didiagnosis dengan sonografi pada gestasi 20 minggu. Sering kali evaluasi
ultrasound dilakukan karena adanya level serum alfa-fetoprotein maternal yang abnormal, yang
secara umum akan meningkat pada gastroschisis. Deteksi dari usus yang melayang bebas dalam
cairan amniotik dan defek pada dinding abdomen di kanan dari insersi tali pusat yang normal
merupakan diagnostik untuk gastroschisis. Insidens yang meningkat dari gastroschisis pada ibu
yang lebih muda dari 21 tahun telah didokumentasikan. Terdapat juga peningkatan yang
signifikan dari seluruh insidens gastroschisis dalam semua kelompok umur lebih dari 2 dekade
sebelumnya. Persalinan prematur lebih sering pada bayi dengan gastroschisis, dengan insidens
28% dibandingkan dengan 6% dari persalinan normal.
Gambar 1. Kedua foto ini menunjukkan perbedaan antara omfalokel dan gastroschisis. A. Pada omfalokel baik hepar dan usus
dapat herniasi. Kantong selalu ada dan tali pusat (tanda panah) berada diatas kantong. Dan defeknya selalu di garis tengah. B.
Gastroschisis, hepar tidak pernah herniasi dan kantong tidak ada. Lokasi dari defek fascia berada di kanan dari umbilicus, dan
tali pusat (tanda panah) berada di pusat. Selain usus besar dan usus kecil, gaster terkadang dapat herniasi juga.

Tabel 1. Perbedaan karakteristik antara Gastroschisis dan Omfalokel

Karakteristik Omfalokel Gastroschisis


Organ yang herniasi Usus hepar Hanya usus
Kantong Ada Tidak ada
Anomali assosiasi Sering (50%) Jarang (<10)
Lokasi defek Umbilikus Kanan dari umbilicus
Cara persalinan Vaginal/SC Vaginal
Manajemen bedah Tidak segera Segera
Faktor prognostik Anomali assosiasi Kondisi usus

Atresia usus merupakan anomali asosiasi paling sering pada pasien dengan gastroschisis,
dengan angka berkisar antara 6,9% hingga 28% pada serial laporan terbaru. Gastroschisis juga
merupakan salah satu bagian dari kelainan pada sindrom anggota gerak-defek dinding tubuh,
yang dikenal juga sebagai sindrom amniotic band. Pada sindrom yang jarang ini, anomali
dinding thoraks atau gastroschisis ditemukan berhubungan dengan abnormalitas anggota
gerak, meningokel, abnormalitas genital, atresia intestinal yang bervariasi, dan abnormalitas tali
pusat.

Peningkatan serum maternal -fetoprotein juga ada pada beberapa kehamilan yang
berkomplikasi oleh janin omfalokel, meskipun tidak umum seperti pada gastroschisis. Diagnosis
prenatal dari omfalokel dapat dibuat dengan ultrasonografi 2D selama evaluasi rutin kehamilan
18 minggu. Deteksi awal trimester pertama juga mungkin jika digunakan ultrasonografi 3D.
Insidensi dari omfalokel yang dilihat pada ultrasonografi pada 14 hingga 18 minggu sebanyak 1
dalam 1100. Karena baik kematian intrauterin spontan atau terminasi kehamilan, insidensinya
pada kelahiran hidup kurang lebih 1 : 4000.
Evaluasi ultrasonografi sangat berguna untuk deteksi dari kelainan assosiasi pada bayi
dengan omfalokel. Insidensi 18% hingga 24% dari anomali jantung ditemukan dan dapat
dideteksi pada fetal echokardiografi. Hipoplasia paru juga umumnya dihubungkan dengan
omfalokel dan mungkin berakibat pada distres pernafasan awal membutuhkan intubasi dan
bantuan ventilasi pada saat persalinannya. Sindrom yang sudah dikenali seperti exstrofi cloaca
and pentalogi Cantrell didiagnosis terutama berdasarkan pemeriksaan fisik. Abnormalitas
kromosom terjadi mencapai 48% dari neonatus dengan omfalokel. Trisomi 13 dan trisomi 18
merupakan yang paling umum. Namun, sindrom Down juga berhubungan. Resiko dari
abnormalitas kromosom lebih sering pada bayi dengan omfalokel central dan yang terdiri hanya
usus, jika dibandingkan dengan neonatus dengan omfalokel epigastrik atau yang mengandung
hepar dan usus. Bayi dengan anomali multiple juga lebih mungkin untuk memiliki kelainan
kromosom.

Persalinan dari bayi dengan defek dinding abdomen membutuhkan intervensi neonatus.
Evaluasi segera dari status pernafasan dan sirkulasi, pemasangan akses intravena, dan resusitasi
harus dilakukan pada saat lahir. Jika perawatan pediatrik tidak tersedia di institusi persalinan,
transfer segera harus dilakukan.

Embriologi

Dinding abdomen berkembang selama minggu keempat kehamilan dari pertumbuhan


diferensial dari embrio menyebabkan pelipatan pada arah kraniokaudal dan mediolateral.
Lipatan abdomen lateral dari embrio bertemu di garis tengah anterior dan mengelilingi yolk sac,
akhirnya pengecilan yolk sac menjadi yolk stalk yang menjadi tempat dari tali pusat. Selama
minggu keenam kehamilan, pertumbuhan cepat dari usus menyebabkan herniasi dari midgut ke
tali pusat. Elongasi dan rotasi dari midgut terjadi selama 4 minggu. Pada minggu ke-10, midgut
kembali ke rongga abdomen dan bagian pertama, kedua dan ketiga dari duodenum dan kolon
ascending dan descending menetap, pada posisi retroperitoneal.

Suatu omfalokel terjadi jika usus gagal untuk kembali ke rongga abdomen. Jumlah yang
bervariasi dari usus dapat berada dalam kantong omfalokel. Viscera intraabdominal lainnya
termasuk hepar, vesika urinaria, gaster, ovarium dan testis juga dapat ditemukan dalam
kantong. Kantong dapat terdiri dari lapisan yang meliputi tali pusat, yang termasuk amnion,
Whartons jelly, dan peritoneum. Tali pusat tertanam pada kantong tersebut.

Etiologi dari gastroschisis masih kurang jelas. Satu teori mengemukakan bahwa
gastroschisis merupakan akibat dari kegagalan mesoderm untuk membentuk pada dinding
abdomen anterior. Teori kedua menyebutkan bahwa kegagalan dari lempeng lateral untuk
menyatu di garis tengah meninggalkan defek di sebelah kanan dari umbilicus. DeVries dkk dan
Hoyme dkk mengemukakan bahwa thrombosis dari vena omfalomesenterikus kanan (vena
umbilicus) menyebabkan nekrosis dari sekeliling dinding abdomen, mengarah pada defek di sisi
kanan. Teori ini didukung oleh observasi bahwa gastroschisis sering kali dihubungkan dengan
atresia intestinal, sebuah kondisi yang juga dihubungkan dengan penyebab iskemik. Sebagai
tambahan, data retrospektif menunjukkan peningkatan resiko gastroshisis dan atresia intestinal
dengan ibu yang menggunakan obat-obatan vasokonstriksi seperti efedrin, pseudoefedrine,
atau kokain, sama seperti merokok. Ruptur intrauterine dari omfalokel juga dikemukakan
sebagai mekanisme terbentuknya gastroschisis. Kebanyakan pasien dengan defek dinding
abdomen kongenital memiliki bentuk abnormalitas rotasi, karena usus yang herniasi tidak
mengalami proses rotasi yang normal dan tidak tertahan pada posisi yang benar selama
perkembangan.

Perawatan Perinatal

Cara persalinan yang optimal untuk bayi dengan gastroschisis telah menjadi perdebatan
selama bertahun-tahun. Kelompok mendukung persalinan cesar rutin mendebatkan bahwa
proses kelahiran per vaginam mengakibatkan kerusakan dari usus yang terpapar. Bagaimana
pun juga, literatur dapat menyarankan bahwa baik persalinan vaginal dan sectio cesar adalah
aman. Meta-analisis terbaru oleh Segel dan kawan-kawan gagal untuk menunjukkan perbedaan
pada keluaran untuk bayi-bayi yang dilahirkan secara sectio cesar atau vaginal. Oleh karena itu,
cara persalinan dari bayi dengan gastroschisis harus diserahkan dari ahli obstetri dan ibu,
dengan sectio cesar diperuntukkan untuk indikasi obstetri atau gawat janin.

Persalinan awal dari janin dengan gastroschisis telah didukung untuk membatasi
paparan usus dari cairan amnion dalam usaha untuk mengurangi peel inflamasi pada
permukaan usus. Motilitas yang buruk dari usus mungkin berhubungan dengan paparan dari
cairan amnion dan mengantikan selular dinding usus dan komposisi matriks ekstraselular.
Interleukin 6, interleukin 8, dan feritin meningkat pada cairan amnion pada janin dengan
gastroschisis jika dibandingkan dengan control. Sitokin cairan amnion dan mediator
proinflamasi lainnya telah menunjukkan kerusakan pada pleksus saraf myenterikus dan sel
intersisiel Cajal pada model binatang dengan gastroschisis. Kerusakan dari sel pacemaker dan
pleksus saraf mungkin menyebabkan dismotilitas dan malabsorpsi yang terlihat pada pasien
dengan gastroschisis. Edem usus dan pembentukan peel meningkat sejalan dengan
perkembangan kehamilan, paling signifikan jika defek gastroschisis mengurangi aliran vena dari
usus yang herniasi. Persalinan awal mungkin mengurangi efek ini, namun literatur dicampurkan
dengan istilah dari keuntungan persalinan prematur. Percobaan acak terbaru menunjukkan
waktu yang lebih singkat untuk feeding enteral yang penuh atau lama rawat yang lebih singkat
setelah dilakukan persalinan awal. Berat badab lahir yang rendah tampaknya mempengaruhi
keluaran, dengan bayi kurang dari 2 kg meningkatkan waktu untuk feeding enteral penuh,
peningkatan jumlah hari dengan ventilator, dan peningkatan panjang dari nutrisi parenteral
dibandingkan dengan yang beratnya lebih dari 2 kg.

Beberapa penulis mendukung persalinan prematur yang selektif didasarkan pada


penampakan distensi usus dan penebalan pada ultrasonografi prenatal. Adanya usus janin yang
dilatasi telah menunjukkan hubungan dengan keluaran yang buruk, termasuk gawat janin dan
kematian di beberapa serial tapi tidak di lainnya. Satu faktor pendukung pada dilatasi usus yang
digunakan untuk memprediksi keluaran adalah kurangnya definisi yang umum dari
berdilatasi, dengan angka dari 7 hingga 25 mm yang dianggap sebagai abnormal. Waktu dari
ultrasonografi janin dan pengukuran usus juga kurang terstandarisasi. Adanya atresia usus juga
telah dihubungkan dengan keluaran yang memburuk oleh beberapa penulis tapi tidak oleh
lainnya. Diantara yang mendukung persalinan prematur, beberapa ada yang menyarankan
bahwa persalinan dilakukan dengan sectio cesar rutin. Yang lain mencoba induksi dari
persalinan pada 36 hingga 37 minggu kehamilan. Kami menemukan bahwa persalinan dapat
sukses terinduksi pada kehamilan dengan gastroschisis dengan persentase kasus yang tinggi,
mungkin karena kecenderungan yang tetap terhadap kelahiran prematur. Kebanyakan penulis
menyokong persalinan pada pusat perinatal tersier sehingga dapat menyediakan akses yang
segera ke neonatal dan bedah anak.

Resusitasi Neonatus dan Manajemen

Neonatus dengan gastroschisis terdapat kehilangan air melalui penguapan yang


signifikan dari rongga abdomen yang terbuka dan usus yang terpapar. Akses intravena yang
baik harus didapatkan dan resusitasi cairan diberikan sebelum pindah ke pusat rujukan, jika
diperlukan. Dekompresi nasogastrik atau orogastrik penting untuk mencegah distensi yang
tidak diharapkan dari lambung dan usus. Usus yang herniasi harus dibungkus dalam kassa
lembab-saline yang hangat dan ditempatkan pada posisi yang central di dinding abdomen. Bayi
harus diposisikan pada sisi kanan untuk mencegah kinking dari mesenterial dan berakibat
iskemik usus. Usus harus dibungkus dengan kantong plastik atau bayi diletakkan dengan usus
dan kaki berada dalam kantong plastik untuk mengurangi kehilangan melalui penguapan dan
memperbaiki homeostasis suhu. Meskipun gastroschisis merupakan kelainan tersendiri, melalui
pemeriksaan neonatus harus dilakukan untuk menyingkirkan keberadaan dari kelainan lainnya.
Sebagai tambahan, usus harus secara hati-hati diperiksa untuk mencari bukti atresia intestinal,
nekrosis dan perforasi.
Gambar 2. Foto dari bayi dengan gastroschisis yang telah dipindahkan dengan kantong usus. Kantong telah dibuka untuk
memudahkan inspeksi dari usus herniasi.

Manajemen Bedah

Manajemen bedah dari gastroschisis bervariasi tiap pusat. Tujuan utamanya untuk
mengembalikan organ viscera kembali ke rongga abdomen dengan memperkecil resiko
kerusakan organ viscera akibat trauma langsung atau karena peningkatan tekanan
intraabdominal. Pilihan termasuk penempatan silo, reduksi serial, dan penundaan penutupan
dinding abdomen, reduksi primer dengan penutupan operatif dengan penutupan tali pusat.
Sebagai tambahan, waktu dan lokasi dari intervensi bedah masih kontroversial, beragam dari
perbaikan segera di ruang persalinan, hingga reduksi dan penutupan di unit rawat intensif
neonatus (NICU), hingga penutupan secara bedah di ruang operasi. Pada semua kasus, inspeksi
dari usus untuk band obstruksi, perforasi, atau atresia harus dilakukan. Band melintasi loop
usus harus dilepaskan sebelum pemasangan silo atau penutupan abdomen secara primer untuk
menghindari obstruksi usus selanjutnya.

Penutupan Primer

Secara historis, penutupan primer segera dari gastroschisis didukung pada semua kasus.
Cara penanganan ini masih secara umum dilakukan untuk neonatus yang diperkirakan reduksi
penuh dari organ viscera yang herniasi mungkin untuk dilakukan. Prosedur bisanya dilakukan di
ruang operasi, namun belakangan beberapa penulis telah mendukung penutupan primer di
ruangan tanpa anestesi umum. Berbagai cara penutupan telah digambarkan untuk anak dimana
penutupan fascia secara primer tidak dapat dilakukan. Kebanyakan menyatukan umbilikus
sebagai allograft. Pilihan prostetik termasuk mesh non-absorbel atau material bioprotetik
seperti dura atau submukosa usus halus babi (Surgisis, Cook, Inc., Bloomington, IN). Setelah
penutupan fascia selesai, flap kulit dapat dimobilisasi untuk melapisi penutupan dinding
abdomen. Selain itu dapat ditinggalkan defek kulit dan diharapkan penyembuhan secara
sekunder.
Biasanya, kebanyakan ahli bedah mengeksisi umbilicus saat perbaikan gastroschisis.
Bagaimanapun juga, kebanyakan kasus dapat diperbaiki dengan preservasi umbilicus dengan
hasil kosmetik yang baik. Pilihan lain pada beberapa kasus adalah dengan mengurangi usus dan
menempatkan Silastic dibawah dinding abdomen untuk mencegah eviserasi. Teknik ini berguna
pada bayi dimana ahli bedah mangkhawatirkan perburukan fungsi paru-paru dengan
penutupan fascia dan kulit. Silastic disingkirkan pada hari ke-4 hingga hari ke-5, dan dinding
abdomen dan kulit ditutup.

Gambar 3. Hasil kosmetik yang baik setelah perbaikan gastroschisis dimana umbilicus dipreservasi.

Tekanan intraabdomen, diukur baik dengan tekanan intravesika menggunakan kateter


vesika atau tekanan intragastrik menggunakan selang nasogatrik, dapat terkadang digunakan
sebagai panduan untuk ahli bedah selama reduksi. Tekanan lebih tinggi dari 10 hingga 15
mmHg mengindikasikan peningkatan tekanan intraabdomen dan dihubungkan dengan
berkurangnya perfusi ke ginjal dan usus. Tekanan lebih dari 20 mmHg dapat mengarah pada
gagal ginjal dan iskemik usus dengan akibat infark. Hampir sama, peningkatan tekanan vena
central lebih besar dari 4 mmHg telah dihubungkan dengan kebutuhan untuk pemasangan silo
atau penutupan sebagian selama percobaan penutupan primer. Pada keadaan dimana tekanan
vesika lebih tinggi dari 20 mmHg sebelum atau selama reduksi organ viscera, beberapa
penulismendukung pemasangan silo atau pacth untuk memelihara tekanan kurang dari 20
mmHg. Tekanan perfusi splangnik, diartikan sebagai perbedaan antara mean arterial pressure
dan tekanan intra-abdomen, juga digunakan untuk panduan ahli bedah selama reduksi, dengan
tekanan perfusi splangnik kurang dari 44 mmHg mengindikasikan penurunan aliran darah dan
kebutuhan untuk pemasangan silo.
Penutupan Bertahap

Selama bertahun-tahun, penutupan primer dari gastroschisis telah dicoba untuk semua
kasus. Tinjauan retrospektif multipel dari penutupan primer versus bertahap dapat ditemukan
dalam literatur, kebanyakan dari hasil dokumentasi keluarannya lebih baik pada pasien yang
menjalani penutupan primer. Bagaimana pun juga, temuan ini mungkin mewakili pengaruh
pilihan karena pasien dengan kerusakan intestinal yang banyak lebih mungkin untuk dilakukan
penutupan bertahap dan juga tampak memiliki keluaran yang buruk. Data terakhir dari data
dasar Canadian Pediatrics Surgeons Network (CAPSNet) mengkonfirmasikan pemikiran ini,
menyebabkan bayi yang dapat menjalani reduksi dan penutupan primer yang segera memiliki
penggunaan nutrisi parenteral dan lama rawat total yang lebih singkat jika dibandingkan
dengan yang membutuhkan reduksi bertahap dan penundaan repair.

Gambar 4. Pada beberapa kasus, sangat mungkin untuk mengembalikan usus ke dalam rongga abdomen (A), namun ahli bedah
lebih cemas tentang perburukan fungsi paru jika fascia dan kulit ditutup. Oleh karena itu, satu teknik adalah dengan memotong
sirkuler dari lembar Silastic (B) dan menempatkannya di abdomen dan diatas dari usus yang direduksi (C). Empat sampai 5 hari,
setelah neonatus lebih stabil dan fungsi paru membaik, lembar Silastic diangkat dan fascia dan kulit ditutup.

Mula-mula, penutupan bertahap merupakan penempatan usus ke dalam silo yang


terbuat dari lembar Silastic yang dijahit bersama dan kemudian dijahitkan ke dinding abdomen.
Belakangan dikenalkan silo yang dibuat dengan pegas sirkular yang dapat ditempatkan pada
bagian fascia yang terbuka, tanpa perlu dijahit atau anestesi umum, memungkinkan untuk
pemasangan silo di ruang persalinan atau di ruangan pada unit neonatal. Pada kasus yang
sama, usus direduksi sekali atau dua kali sehari ke dalam rongga abdomen dimana silo akan
memendek dengan ligasi yang berkelanjutan. Saat isi eviserasi telah seluruhnya tereduksi,
penutupan definitif dapat dilakukan. Proses ini biasanya berlangsung antara 1 hingga 14 hari,
tergantung dari kondisi usus dan bayinya.
Lebih dari 2 dekade terakhir, penggunaan rutin dari pemasangan silo dengan penutupan
bertahap dari dinding abdomen telah meningkat, dengan teori untuk menhindari tekanan tinggi
intra-abdomen akan menghindari kerusakan iskemik dari viscera dan menyebabkan ekstubasi
menjadi lebih cepat. Sebuah studi melaporkan, ventilator mekanis yang lebih singkat untuk
pasien yang menjalani reduksi silo bertahap jika dibandingkan dengan penutupan primer.
Bagaimanapun, tidak ditemukan perbedaan pada pemberian minum penuh atau hari-hari pada
pemberian nutrisi parenteral. Laporan lainnya menunjukkan waktu yang hampir sama pada
pemberian minum enteral yang penuh namun juga menunjukkan kebutuhan tekanan jalan
nafas rata-rata yang lebih tinggi, kebutuhan oksigen, penggunaan vasopresor, dan penurunan
urin output pada pasien yang ditangani dengan penutupan primer. Pada studi prospektif
menggunakan kontrol historis, kelompok kami menunjukkan pengunaan rutin dari silo berpegas
dihubungkan dengan pendeknya penggunaan ventilator, tekanan jalan nafas postoperatif yang
lebih rendah, lama rawat yang lebih pendek, biaya yang lebih rendah, dan resiko komplikasi
yang lebih rendah. Pada percobaan multisenter acak terakhir, penggunaan rutin dari silo
berpegas dihubungkan dengan kecenderungan terhadap hari-hari dengan ventilator yang lebih
singkat, dengan insidens serupa dari keluaran lainnya. Keuntungan utama dari pendekatan ini
akan memunculkan bahwa repair dari defek akan lebih terkendali dan lingkungan elektif.

Gambar 5. Penggunaan silo yang terbuat dengan pegas ditunjukkan dalam foto-foto ini. A, defek gastroschisis terlihat. B, Silo
berpegas berukuran cukup ditempatkan diatas intestinal yang eviserasi. C, Cincin dari silo diposisikan dibawah defek fascia dan
dilekatkan pada penyokong untuk menjaga usus dari terpuntir, yang dapat menyebabkan iskemik intestinal. D, reduksi bertahap
dari silo dilakukan. E, Akhirnya, usus telah dikembalikan secara komplit ke rongga abdomen dan neonatus siap dipindahkan ke
ruang operasi untuk penutupan dari fascia dan kulit.

Penutupan definitif di kamar operasi terdiri dari membuat flap kulit disekeliling defek
fascia dan penutupan fascia primer pada arah yang horizontal. Penutupan kulit pada gaya linier
akan menciptakan gambaran lubangkunci dengan parut horizontal di sisi kanan pusat.
Beberapa ahli bedah menyokong jahitan purse-string dari kulit mengelilingi pusat untuk
menciptakan parut yang sirkuler dengan perbaikan kosmetiknya. Belakangan, cara penutupan
plastik telah diperkenalkan dimana tali pusat, jika tidak terlalu maserasi atau mengering,
dijahitkan untuk mengisi defek gastroschisis dan kemudian dilindungi dengan balutan adhesif.
Jika tali pusat tidak dapat diselamatkan, usus dapat langsung ditutup dengan balutan. Pada
pertumbuhannya jaringan granulasi dan epitelisasi akan terjadi seiring waktu. Dengan teknik ini,
sebuah operasi dapat dihindari pada banyak bayi. Hernia ventralis residual dilaporkan 60%
hingga 84%, kebanyakan dari penutupan spontan.

Manajemen dari Atresia Intestinal

Hingga mencapai 10% dari neonatus dengan gastroschisis akan berassosiasi dengan
atresia, kebanyakan yeyunum atau ileum. Pada tinjauan terakhir dari 4344 bayi dengan
gastroschisis, ditemukan 5% insidensi dari atresia usus halus dan 2% insidensi dari atresia usus
besar. Atresia ini dapat ditangani saat penutupan dinding abdomen dengan reseksi dan
anstomosis primer. Jika kondisi dari usus membuat anastomosis primer menjadi mungkin, usus
dapat direduksi dengan atresia tetap intak dan repairnya dilakukan 4 sampai 6 minggu setelah
penutupan dinding abdomen lebih dulu. Beberapa ahli bedah memilih untuk membuat stoma
pada kasus dengan atresia, khususnya pada kasus atresia distal. Jika perforasi terjadi, segmen
yang perforasi dapat direseksi dengan anastomosis primer jika inflamasi usus minimal.
Alternatifnya, jika ostomi dibuat dan penutupan primer dilakukan dengan penutupan dari
ostomi dapat dilakukan nantinya. Pada kasus dimana perforasi telah terjadi dan penutupan
primer tidak mungkin dilakukan, silo dapat dipasang dan area perforasi dieksteriosasi melalui
sebuah lubang dari silo. Setelah usus telah tereduksi, stoma sebenarnya dapat dibuat pada saat
penutupan dinding abdomen. Tidak terdapat konsensus dari literatur tentang manajemen
optimal dari masalah komplikasi ini.

Atresia intestinal hasil dibedakan dari vanishing bowel bayi dengan gastroschisis.
Kondisi ini biasanya dihubungkan dengan defek dinding abdomen yang sangat kecil dan
ditandai oleh nekrosis dan menghilangnya beberapa atau seluruh intestinal. Meskipun ini
sangat jarang ditemukan, biasanya berakibat pada short bowel sindrome.

Rangkaian postoperative

Gastroschisis dihubungkan dengan motilitas intestinal dan absorpsi nutrien yang


abnormal, keduanya membaik perlahan-lahan seiring waktu pada kebanyakan pasien.
Pengenalan feeding enteral sering kali ditunda unutk beberapa minggu sementara menunggu
fungsi usus kembali. Selama periode dari dismotilitas, dibutuhkan nasogastrik dekompresi dan
nutrisi parenteral. Jika output nasogastrik tidak lagi bilious dan aktivitas usus telah kembali,
makan enteral dapat mulai diberikan dan perlahan-lahan ditingkatkan. Terkadang ada
intoleransi inisial yang membutuhkan progresi perlahan dari pemberian makan. Penangguhan
pemberian makan dan mengulang kembali beberapa hari kemudian karena intolerasi feeding
terkadang dibutuhkan dengan baik. Karena progresi terhadap pemberian makan enteral penuh
dapat berlangsung beberapa minggu, akses vena central yang aman sangatlah penting. Kami
juga mendukung stimulasi oral awal, karena refleks menghisap-menelan dapat hilang saat
menunggu fungsi usus.

Gambar 6. A dan B. Dua foto ini menunjukkan neonatus yang berbeda dengan diagnosis prenatal gastroschisis.

Penanganan dismotilitas gastrointestinal dengan prokinetik sering kali digunakan untuk


mempercepat inisiasi dari pemberian minum atau waktu untuk pemberian minum.
Bagaimanapun juga, terdapat sedikit dokumentasi literatur yang mendukung penggunaannya.
Prokinetik yang sering digunakan termasuk eritromisin, metoklorpramide, domperidone, dan
cisapride. Pada model kelinci dari gastroschisis, hanya cisapride yang memperbaiki
kontraktilitas dari usus bayi, dimana eritromisin memperbaiki motilitas hanya pada jaringan
dewasa control. Percobaan terkontrol acak dari eritromisin versus placebo secara serupa
ditunjukkan bahwa pemberian eritromisin enteral tidak memperbaiki waktu untuk mencapai
pemberian minum enteral yang penuh dibandingkan placebo. Bagaimanapun juga, percobaan
acak yang serupa untuk memeriksa kegunaan dari cisapride pada post operatif neonatus,
kebanyakan gastroschisis, memang menunjukkan efek yang menguntungkan. Cisapride tersedia
pada penggunaan di Amerika Utara. Kami telah sukses dengan penggunaannya pada bayi
dengan dismotilitas berat yang tidak berespon pada agen lainnya.

Sejumlah penulis akhir-akhir ini mencoba untuk memisahkan pasien dengan


gastroschisis menurut resiko, menemukan kerusakan usus memprediksikan perawatan di
rumah sakit yang lebih lama dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Pada satu tinjauan
dari 103 bayi dengan gastroschisis, penulis mampu mendokumentasikan peningkatan yang
signifikan pada komplikasi dan mortalitas pada bayi dengan kelainan yang komplit dimana
terdapat adanya atresia, volvulus, segmen usus yang nekrotik atau perforasi. Pada kelompok
yang komplek, panjang dari ventilasi mekanik, waktu untuk inisiasi dan untuk pemberian
minum enteral penuh, komplikasi infeksius, dan mortalitas (28% vs 0%) dimana semua
meningkat jika dibanding dengan bayi yang kondisinya lebih sederhana. Menggunakan
klasifikasi dari kondisi sederhana dan komplek, satu kelompok menunjukkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas serupa pada bayi dengan gastroschisis komplek pada tinjauan 4344
pasien. Selain itu juga, studi lainnya menemukan insidensi serupa yang meningkat dari kateter
vena central berhubungan sepsis, waktu yang lebih lama untuk pemberian minum enteral yang
penuh, dan lawa rawat di rumah sakit yang lebih lama pada bayi dengan gastroschisis
berkomplikasi dengan usus yang atresia atau nekrotik. Pada sebuah tinjauan tunggal
institucional, kelompok lainnya menemukan peningkatan angka yang signifikan dari pasien
dengan komplek gastroschisis membutuhkan akses enteral jangka panjang untuk kesulitan
pemberian minum. Pada anlisis tambahan dari 2003 data pasien dirawat, penulis
membuktikan risiko indeks stratifikasi yang mengidenfikasi pasien dengan gastroschisis dimana
beresiko tinggi mati. Bayi dengan gastroschisis komplek oleh atresia intestinal, necrotizing
enterocolitis, kelainan jantung, atau hipoplasia paru/displasia bronkopneumonia dengan 2
sampai 14 kali peningkatan resiko mati. Kemampuan untuk stratifikasi resiko pasien
gastroschisis dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas telah digunakan pada konseling
keluarga, prediksi penggunaan rumah sakit, dan identifikasi sebuah kelompok pasien yang
menginginkan strategi lebih lanjut untuk memperbaiki keluaran.

Keluaran jangka panjang

Keluaran jangka panjang untuk pasien yang lahir dengan gastroschisis secara umum
baik. Keberadaan dari atresia usus merupakan prognonostik paling penting yang menentukan
untuk keluaran yang buruk. Pasien dengan atresia usus secara signifikan mungkin
membutuhkan nutrisi parenteral lebih lama dengan risiko assosiasi dari nutrisi parenteral total-
berhubungan penyakit hepar cholestasis dan akses central-berhubungan sepsis. Komplikasi ini
mengarah pada 20 kali peningkatan risiko mati jika dibandingkan dengan pasien tanpa atresia
assosiasi.

Necrotizing enterocolitis secara kebetulan dijumpai pada bayi cukup bulan dengan
gastroschisis lebih tinggi daripada frekuensi yang diharapkan (mencapai hingga 18.5%).
Kehilangan usus signifikan dari necrotizing enterocolitis dapat mencetus pasien untuk short
bowel sndrome dan komplikasi hepatik dan sepsis. Di sisi lain, kelompok lainnya ditemukan
pada pasien dengan necrotizing enterocolitis setelah gastroshisis klinisnya terkadang tidak
komplek. Sebuah laporan menyarankan bahwa bayi diberi minum dengan ASI memiliki insidensi
yang lebih rendah untuk necrotizing enterocolitis setelah perbaikan gastroschisis dibandingkan
dengan bayi yang diberi minum dengan formula.
Kriptokismus dihubungkan dengan gastroschisis dengan insidensi dari 15% hingga 30%.
Bagaimana pun, tidak terlalu jelas dari literatur bahwa hal ini disebabkan karena testis berada
diluar abdomen melalui defek dinding abdomen, mengarah pada maldecensus testikular, atau
akibat prematuritas yang berhubungan dengan gastroschisis. Beberapa anlisis retrospektif
menunjukkan bahwa menempatkan kembali testis ke rongga abdomen akan berakibat pada
penurunan testis ke skrotum pada kebanyakan kasus. Pada praktik kami diijinkan percobaan
penurunan testikular spontan setelah penempatan testis ke rongga abdomen. Kami kemudian
menlanjutkan dengan orchidopexy jika testis tetap undesensus pada usia 1 tahun.

Kebanyakan pasien dengan gastroschisis akan mencapai pertumbuhan normal dan


perkembangan setelah sebuah periode cacth-up inisial di awal masa anak-anak. Jika umbilikus
dikorbankan selama perbaikan defek gastroschisis, hingga mencapai 60% anak dilaporkan
mengalami stres sosial akibat tidak memiliki umbilikus. Rekonstruksi umbilikus dapat dilakukan
jika anak sehat, jika hal itu diinginkan oleh orang tua atau anak.

Anda mungkin juga menyukai