Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DYSLEXIA

Secara bahasa dyslexia berasal dari bahasa yunani yaitu dys yang berarti buruk dan
lexikon yang berarti dalam kata- kata. S edangkan secara istilah dyslexia adalah sebuah
kesulitan belajar dalam hal bahasa, baik dalam membaca atau memahami bacaan.
Kesulitan umumnya terletak pada area ingatan jangka pendek dan working memory,
kecepatan mengolah data, kemampuan mengurutkan, persepsi auditori dan/atau visual,
spoken language, serta kemampuan motorik.

Dyslexia mengacu pada anak- anak yang memiliki ketrampilan yang buruk dalam
mengenali kata- kata dan memehami bacaan. Dyslexia diperkirakan mempengaruhi 4%
dari anak- anak usia sekolah (APA, 2000). Anak- anak yang menderita dyslexia
membaca dengan lambat dan kesulitan dan mereka mengubah, menghilangkan atau
mengganti kata- kata ketika membaca dengan keras. Meraka memiliki kesulitan
menguraikan huruf- huruf dan kombinasinya serta mengalami kesulitan menerjemah
kannya menjadi suara yang tepat.

Sebagian besar penderita dyslexia adalah anak laki- laki daripada anak perempuan
tetapi, perbedaan ini mungkin lebih disebabkan oleh danya bias dalam meng
identifikasi gangguan terhadap anak laki- laki. Hal ini berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Universitas Colorado yang menemukan bahwa dalam suatu keluarga
anggota keluarga laki- laki memiliki kecenderungan menderita dyslexia lebih besar
dibandingkan dengan anggota keluarga perempuan.

Anak- anak penderita dyslexia mungkin saja sangat berbakat dalam banyak bidang
tetapi harus berjuang keras untuk dapat membaca dan menulis. Adakalanya terkait
masalah- masalah seperti: kesulitan koordinasi, bingung membedakan kri dan kanan,
clumsiness, dll.

Sayangnya, maslah demikian ini jarang diketahui dengan segera. Anak yang
mengalami kesulitan belajar mungkin tertinggal pelajaran sekolahnya, atau menghadapi
masalah- maslah emosional atau perilaku sebelum oranglain menyadari bahwa masalah
itu ada.

B. PENYEBAB ANAK MENGALAMI DYSLEXIA

Penyebab anak mengalami disleksia antara lain :

1. Faktor genetis.

Yaitu, diturunkan oleh salah satu atau keduaorangtua anak yang menderitanya.
bukti ini didapatkan dari hasil penelitian terhadap anak yang kembar identik.
Apabila salah satu dari anak kembar itu diidentifikasi menderita disleksia, maka
kemunkinan besar anak yang lain juga menderita hal yang sama.

2. Gangguan fungsi pada otak.

Gangguan fungsi pada otak diyakini dapat menyebabkan disleksia. Para peneliti
bersepakat bahwa permasalahan disleksia ini bisa dilacak melalui perbedaan-
perbedaan pada struktur, kimiawi dan fungsi dari otak. Selain itu bukti-bukti
mengarah pada ketidakmampuan otak memproses invormasi visual.

3. Terganggunya pemrosesan fonologis

Yaitu ketidakmampuan untuk membuat korelasi antara bentuk tertulis dari


sebuah kata dan bunyi pengucapan kata tersebut ketika diucapkan. Dalam kata
lain, mereka bisa menangkap kata-kata tersebut melelui indera pendengarannya,
tetapi ketika di minta untuk menuliskannya di selembar kertas mereka
mengalami kebinungan.

4. Kerusakan neurologis

Anak mengalami kerusakan sistem syaraf dalam proses pembicaraan.

C. KARAKTERISTIK UNTUK ANAK YANG MENDERITA DYSLEXIA

Umumnya anak yang mengalami dyslexia mempunyai karakteristik sebagai berikut:


1. Perbedaan yang signifikan antara kemampuan anak dengan performa yang
ditunjukkannya
Anak dyslexia umumnya menunjukkan performa yang baik dalam are kreativitas
(sperti drama, seni, melukis), dan dalam area koordinasi fisik (seperti pelajaran
olahraga, berenang, kegiatan olahraga). Namun, perbedaan hubungan saraf di dalam
otak membuat mereka sulit memahami teks (dan sering kali dengan angka-angka).
Kemampuan membaca yang mereka tunjukkan umumnya sesuai dengan anak-anak
yang 2 tingkat lebih rendah dari mereka.

2. Terdapat sejarah gangguan belajar dalam keluarga.

Dyslexia bersifat genetic. Meski demikian, dyslexia juga dapat disebabkan infeksi
telinga pada usia dini. Kedua hal ini dapat menyebabkan anak mengalami
kesulitan dalam membedakan bunyi kata yang serupa.

3. Kesulitan mengeja.

Mengeja adalah tugas tersulit bagi anak-anak dyslexic. Mereka sering membuat
kesalahan dalam mengeja kata-kata singkat yang sederhana, seperti mengeja
does/duz, please/pleeze, knock/nock, dll. Anak-anak dyslexic juga mengeja secara
jumbled. Semua huruf yang diperlukan dalam membentuk satu kata diletakkan
dalam urutan yang berbeda, seperti dose/does, freind/friend, siad/said, dll.
Jumbled spelling menunjukkan anak mengalami kesulitan dalam visual
memory. Umumnya, anak-anak non- dyslexic menggunakna visual memory
ketika mencoba mengingat ejaan yang sulit: mereka anak mencoba menuliskan 2
atau 3 versi ejaan dan memutuskan ejaan mana yang paling benar. Kemampuan
visual memory anak dyslexic tidak adekuat untuk tugas ini.

4. Sulit membedakan kanan dan kiri.

Kesulitan ini terlihat dengan jelas ketika anak diminta untk menunjukkan kaki kiri
dengan tangan kanan.

5. Menulis huruf dan angka secara terbalik.

Anak dyslexia terkadang terbalik menuliskan huruf b dan d, p dan q.


Huruf-huruf ini terlihat sama jika dipantulkan melalui cermin, dan hal ini
membingungkan anak dyslexia.

6. Kesulitan dalam mengerjakan persoalan matematika.


Anak dyslexic kesulitan dalam mengurutkan sesuai aturan. Matematika sangat
mengandalkan kemampuan anak dalam mengurutkan bilangan, seperti 2. 4. 6. 8.

7. Kesulitan dalam mengoraganisasi diri.

Anak dyslexic mungkin memiliki kesulitan dalam merencanakan dan berpikir


tentang langkah-langkah yang harus dilakukan berikutnya ketika mereka
mengerjakan tugas. Mereka dapat dibantu dengan lembaran langkah-langkah
tugas yang harus mereka kerjakan atau memberikan kode-kode warna tertentu.

8. Kesulitan mengikuti instruksi 2 atau 3 tahap.

pergi ke rumah ibu dan tanyakan apakah Peter masuk sekolah hari ini. Tanyakan
juga apakah ibu dapat meminjamkan kamusnya kepada saya. Instruksi semacam
ini terlalu sulit bagi anak dyslexic karena melibatkan pengurutan dan kemampuan
mengingat.

9. membaca dengan amat lamban dan terkesan tidak yakin atas apa yang ia ucapkan .
10. Menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya yang beranjak
dari teks satu ke teks yang lain.

D. CARA MENDIAGNOSA ANAK YANG MENDERITA DYSLEKSIA

Ada dua pendekatan dalam melakukan diagnosa terhadap dysleksia. Pendekatan


pertama adalah dengan melakukan sebuah test tertentu, seperti test pendidikan, test
medis dan test psikologis. Pendekatan lainnya adalah dengan menggunakan
mamancara, pengamatan, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan observasi.

1. Pendekatan Pertama ( test IQ,test kemampuan akademis, test medis )

Tes IQ

Tes IQ boleh dilakukan untuk para siswa, dan cara seperti ini bisa
berguna untuk mendiagnosa mengenai ada atau tidaknya disleksia.
Namun, walaupun demikian sebaiknya kita tidak perlu terlalu
menggantungkan pada test IQ. Karena test ini penuh dengan
kekurangan dan kelemahan seperti tingkat emosional dan lain
sebagainya.
Test Kemampuan Akademik

Pemerintah Inggris telah memperkenalkan dan menggunakan empat


model test yang diujikan dalam suasana yang menyerupai suasana di
kelas yang sebenarnya.

Ke empat model tersebut. Berfungsi untuk mengukur prestasi


akademik. Dari ke empat model tersebut dua diantaranya yang paling
dipercaya akurasinya yakni :

a. Metropolitan Achivement Test

Adalah sejumlah test yang diperuntukkan khusus anak-anak


mulai masuk sekolah sampai di bawah 10 tahun untuk
mengukur kemampuan bahasa, membaca, matematika, ilmu
pengetahuan alam, dan ilmu sosial. Test ini dilakukan dalam
suasana di kelas, sehingga mencerminkan bagaimana anak-
anak mengerjakan test tersebut dalam situasi kelas yang
sebenarnya.

b. Wide Range Achievment Test

Berfokus pada kemempuen membaca, mengeja dan aritmatika.


Test ini memiliki 2 level, yang pertama digunakan untuk anak-
anak yang berusia lima sampai sebelas tahun, dan yang kedua
untuk anak- anak yang berusia lebih dari sebelas tahun.

Test Medis

Penglihatan anak perlu diperiksa untuk mengetahui adanya


kemungkinan gangguan membaca yang bukan karena dysleksia. Test
-test lain adalah scotopic sensitivity (mengukur selarasatau tidaknya
bola mata) dan test persendian tulang kepala. Kedua test ini tidak
dapat lagi digunakan untuk mendiagnosa dysleksia karena teori yang
mencoba menghubungkan hubungannya dengan disleksia tidak valid
2. Pendekatan kedua ( pengamatan, wawancara)

Tahapan- tahapan wawancara untuk mendiagnosa disleksia diantaranya


adalah sebagai berikut :

a. Mengumpulkan data mengenai intelegensi dan kepribadiannya.

Dengan cara menanyakan kepada anak tersebut tentang kegiatan apa


saja yang dilakukan di sekolah. Umumnya anak yang menderuta
dysleksia akan merasa ,malu jika kekurangannya diketahui orang lain.
Namun, kita harus bisa menggali informasi dari anaknya karena hanya
dengan berbicara dengan orang tua saja tidak cukup.

b. Menanyakan perkembangan anak dari bayi.

Hal ini perlu dilakukan unyuk mengetahui apakah anak tersebut


mengalami lambat dalam perkembangannya atau menderita disleksia.

c. Menguji kemampuan membaca anak.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada tingkat apa sebenarnya ia


berada. Banyak anak yang mengalami disleksia mempunyai
kemampuan membaca yang jauh lebih rendah dibanding teman
seusianya, misalnya saja 3 tingkat lebih rendah, bahkan lebih.

d. Memberikan pertanyaan matematika tertulis.

Apabila ketika ia mengerjakan soal matematika tertulis mengalami


kesulitan, tetapi ketika dibacakan ia bisa menjawabnya dengan tepat,
maka jelas kesalahannya terletak pada membaca.

e. Melihat catatan pihak sekolah mengenai prestasi belajarnya.

Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui gambaran kapan anak tersebut


mulai mendapat kesulitan dalam belajar. Umumnya anak yang
mengalami disleksia dalam pelajaran yang ada hubungannya dengan
membaca ia mulai kesulitan dan prestasinya menurun.

f. Mencari riwayat disleksia anggota keluarganya yang lain.


E. TUNTUTAN LINGKUNGAN ANAK DISLEKSIA SERTA CARA
MEMBANTUNYA

Fakta tentang anak-anak dyslexia yang mempunyai tingkat intelegensi normal


bahkan di atas rata-rata, sungguh terbalik dengan penampilan nya di sekolah ataupun
dalam kehidupan sehari-harinya. Secara kasat mata, sungguh sangat mengherankan
anak dengan intelegensi bagus tidak bisa menghafal nama-nama hari dalam seminggu
atau tidak bisa menyebutkan nama-nama bulan secara berurutan maupun diacak.
Ketidakmampuan yang tidak lazim ini tentu saja bisa menjadi sangat memalukan bagi
penderita dyslexia itu sendiri, karena dia terlihat sangat berbeda dengan lingkungan
dan biasanya orang yang tidak bisa melakukan apa yang dilakukan orang kebanyakan
akan dipandang sebagai inferior.

Oleh karena itu penting sekali menyiapkan anak-anak dyslexia agar bisa
memenuhi tuntutan lingkungan. Setidaknya ada 6 area, diluar baca-tulis-hitung yang
harus dikuasai agar ia tidak menjadi begitu berbeda dengan lingkungannya, yaitu :

1. Konsep Waktu

Sebagian besar penderita dyslexia mengalami masalah waktu ini. Saat masih
kecil, mereka terlihat tidak bisa memenuhi harapan orangtua dan guru, tetapi ketika
dewasa hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh pada hubungan sosialnya. Ada 4
hal yang menjadi fokus utama dalam konsep waktu ini, yaitu:

a. Membaca Jam

Hampir semua anak dyslexia mengalami kesulitan saat harus membaca jam,
tetapi apabila dilakukan dengan pendekatan yang tepat maka mereka pun bisa
menguasai kemampuan ini. Sebagian orang mengatakan kenapa harus bersusah payah
mengajarkan jam yang konvensional.Dalam masyarakat kita penggunaan jam biasa
masih sangat umum digunakan, dan apabila mereka tidak bisa membaca jam tentu
saja akan menjadi hal yang sangat memalukan dan nantinya akan berdampak pada
konsep diri nya. Selain itu saat anak-anak membaca pada jam digital misalnya 9 : 50,
mereka tidak akan memahami maknanya, jadi konsep waktunya sendiri justru malah
tidak terpelajari.

Oleh karena itu penting untuk mengajarkan materi membaca jam ini, yang di
sebagian daerah materi ini sudah masuk ke dalam kurikulum sekolah. Ada beberapa
tahapan penting yang harus diperhatikan saat mengajarkan jam ini yaitu :

Tahap awal yang harus dilakukan adalah mengecek apakah mereka sudah
menguasai konsep angka dan jumlah. Apabila belum, konsep ini
merupakan dasar yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum memulai
belajar jam, karena dalam jam terdapat angka 1-12, begitupula dalam
konsep menit, terdapat angka 1-60.
Ajarkan bahwa ada 60 menit dalam 1 jam
Kita biasa mengucapkan istilah jam tujuh kurang 10 (06.50) atau lima
lebih seperempat (05.15) bahkan pengucapan jam setengah dua (01.30),
kita bisa menyampaikannya secara otomatis, tapi tidak begitu bagi anak-
anak dyslexia. Hal ini bisa menjadi sesuatu yang sangat membingungkan,
oleh karena itu penting sekali untuk mengajarkan istilah-istilah tersebut
satu demi satu.
Gunakan jam asli atau jam buatan yang menyerupai aslinya, karena
dengan memberi kesempatan pada anak untuk mengetahui dan meraba
tekstur dari jam akan sangat membantu proses pemahaman itu sendiri.
Teknik multisensory sangat penting disini.
Perkenalkan ada 2 jarum, yang menunjukkan jam dan menit. Apabila
menggunakan jam yang dibuat sendiri, akan lebih baik apabila tampilan
jarum jam nya dibuat berbeda antara menit dan jam dengan penggunaan
warna yang berbeda ataupun tekstur yang berbeda seperti penambahan
butiran pasir pada jarum menit, dll.
Tunjukkan pada mereka mengenai pergerakan jarum jam tersebut, beri
kesempatan pada mereka untuk melakukannya beberapa kali.
Jelaskan mengenai sistem angka pada jam, ada 2 sistem yaitu jam dan
menit. Ini biasanya yang membuat belajar jam menjadi sangat susah bagi
sebagian orang. Sistem pertama adalah jam, ada angka 1-12 untuk
menunjukkan jam. Perkenalkan juga penggunaan angka 13-24 untuk
menunjukkan waktu siang sampai malam hari, seperti jam 20.00. Sistem
yang kedua adalah menit, perkenalkan bahwa satu perubahan gerakan
angka pada jarum menit berarti 5 menit, setelah itu baru masuk pada
kelipatannya. Intinya adalah buat sekongkrit mungkin.
Gunakan games saat mengajarkan konsep waktu ini, agar anak-anak bisa
menikmati proses belajarnya.

b. Ekspresi bahasa waktu

Harus diketahui juga apakah mereka mengetahui konsep waktu yang lain,
yang juga sangat penting bagi kehidupan sehari-hari terutama dalam percakapan
dengan orang lain, yaitu istilah kemarin, besok, dulu, sekarang, nanti, lama,
sebentar karena anak-anak dyslexia juga mengalami kesulitan dalam penggunaan
istilah-istilah ini.

c. Cara Agar bisa tepat waktu

Sebagian besar dari kita mempunyai naluri untuk memperkirakan jam berapa
sekarang atau lama sebentarnya sebuah acara walaupun tidak melihat jam. Tidak
begitu dengan anak-anak dyslexia, mereka tidak mempunyai naluri ini, sehingga
seringkali waktu terus berlalu dan mereka benar-benar tidak menyadarinya. Hal ini
tentu saja akan menimbulkan banyak masalah di dalam kehidupan sehari-harinya.

d. Cara agar tidak membuang waktu

Secara ekstrim anak-anak dyslexia tidak bisa merasakan lamanya satu jam dengan
beberapa menit saja. Ini disebabkan karena mereka sangat berfokus pada apa yang
sedang mereka kerjakan sampai tidak bisa merasakan lamanya waktu.

2. Konsep Uang

Meskipun hampir semua anak-anak dyslexia mengalami kesulitan dalm konsep


waktu, tetapi tidak demikian dalam konsep uang, hanya beberapa saja yang
mengalami kesulitan. Hal penting dalam konsep uang ini, yaitu :

Menghitung Uang

Saat disediakan di sebelah kiri 2 uang 500an dan di sebelah kanan 5 uang
100an kemudian ditanyakan mana yang nilanya lebih besar, mereka pasti akan
mengalami kesulitan. Dalam belajar uang, ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
seperti :

Cek pemahaman mereka mengenai konsep angka dan jumlah, apabila


belum memahami betul, jangan dulu mengajarinya tentang uang, ini tentu
saja akan membuat mereka semakin bingung.
Cek apakah mereka bisa mengidentifikasi nilai dari setiap bentuk uang
yang diperlihatkan dari uang kertas sampai uang koin. Lakukan
pengecekan ini dalam area private dan nyaman, jangan sampai
ketidaktahuannya membuat mereka malu dan malah menurunkan self
esteemnya.
Gunakan uang asli atau yang bentuknya benar-benar mirip dengan aslinya
saat mulai belajar konsep uang.
Minta untuk menukar bentuknya, tapi nilainya sama, seperti uang kertas
500, ditukar dengan uang koin 100 sebanyak lima buah.
Berikan banyak kesempatan agar mereka bisa belajar menggunakan uang,
terutama dalam setting nyata, seperti lakukan simulasi toko dimana setiap
barang-barang yang disediakan ada harganya dan mereka diminta untuk
membeli barang-barang tertentu dan tentu saja mereka harus menghitung
berapa uang yang harus dikeluarkan dan berapa kembaliannya. Ini akan
membuat mereka merasa nyaman dalam menggunakan uang.

3. Mengingat detil-detil yang penting

Salah satu bagian dari kelemahan gaya belajar anak-anak dyslexia adalah:

1. Rote Auditory Memory (hafalan)terutama untuk kata-kata yang tidak terlalu


bermakna
2. Sequencing skills (keterampilan mengurutkan)
Dua kelemahan inilah yang membuat anak-anak dyslexia susah untuk belajar
nama-nama hari, bulan dan mengingat nomor teleponnya. Beberapa cara yang bisa
digunakan untuk mengatasi hal ini adalah :

Hubungkan masing-masing hari dengan kegiatan yang dilakukan oleh


anak. Misalnya hari senin adalah hari pertama dia pergi ke sekolah setiap
minggunya, atau selasa adalah kelas robot nya. Buatlah tabel beserta
gambarnya, sehingga mereka bisa mengingat bahwa setiap ada kelas robot
berarti hari selasa, dll. Untuk setiap anak pasti berbeda-beda karena akan
sangat tergantung dari jenis kegiatannya.
Buatlah agar mereka familiar dengan nama-nama hari tersebut misalnya
dengan menceritakan sejarah pemberian nama-nama hari tersebut.
Setelah mereka familiar dengan nama hari, mulailah masuk pada
sequencing yaitu dengan diberikan pertanyaan.

3. Terbiasa dengan tulisan-tulisan di lingkunga

Tidak bisa kita pungkiri di lingkungan kita terdapat banyak sekali tulisan dan
angka, contoh pentingnya seperti pada kalender, katalog, menu, koran, panduan
acara televisi, dll. Yang bisa dilakukan terhadap hal ini adalah :

Latih mereka untuk bisa menggunakan benda-benda tersebut, gunakan


yang asli
Bahas bagian-bagian dari setiap benda tersebut, seperti saat membaca
koran, dimana kita bisa mendapatkan info tentang acara televisi, dll.
Gunakan dalam simulasi pretend play, setting mereka sedang berada di
restoran dan mereka harus membaca menu untuk memilih jenis makanan
dan minuman yang mereka inginkan. Mereka juga bisa sekalian diminta
untuk menghitung berapa yang harus dibayar beserta pajak dan tip nya,
kemudian kembaliannya berapa. Bisa sekalian belajar konsep uang juga.
Minta mereka untuk membuat kalender yang akan dipajang di kelas, atau
membuat menu yang akan digunakan di cafetria sekolah. Hal ini akan
membuat mereka lebih familiar dengan benda-benda tersebut.

5. Menyimpan barang-barang pada tempatnya

Hal yang sering dikeluhkan oleh para orangtua yang mempunyai anak
dyslexia adalah bahwa mereka sering sekali kehilangan barang, buku sekolahnya
yang hilang saat berpindah ruang kelas, pensil yang sudah berapa kali ganti, buku PR,
dll.

Mengetahui bagaimana perasaan anak tentang hal ini adalah hal pertama yang
harus dilakukan. Akan sangat bagus apabila mereka mengatakan merasa tidak
nyaman dengan seringnya kehilangan barang-barang tersebut, sehingga mereka bisa
termotivasi untuk berubah.

6. Area masalah spesifik lainnya

Beberapa area ini bisa menimbulkan pengalaman yang sangat memalukan bagi
anak-anak dyslexia, misalnya saja saat dia berada di lingkungan yang pada saat itu dia
di wajibkan untuk membaca sesuatu padahal itu adalah salah satu kelemahannya. Dia
tentu akan merasa sangat malu ketika teman-temannya mengetahui bahwa ia tidak
mampu membaca dengan baik. Hal ini sangat berpengaruh pada psikologis anak.

Beberapa hal yang bisa dillakukan untuk mengatasi hal tersebut di atas adalah :r.

Ajak mereka untuk mau bercerita tentang kesulitannya pada temannya yang bisa
dipercaya. Apabila dalam satu kelompok, mungkin bisa bercerita pada ketua
kelompoknya. Hal ini tentu saja sangat berguna, agar teman-teman yang lain bisa
mengerti kelemahan mereka yang tentunya bisa mengurangi hal-hal memalukan
yang mungkin akan terjadi
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Di era globalisasi saat ini banyak sekali macam hambatan belajar yang
dialami oleh anak-anak, diantaranya adalah disleksia. Tidak daapat dipungkiri
bahwakesulitan membaca membuat anak penderita dysleksia mengalami
frustasi karena ejekan tidak bisa membaca. Padahal ia mempunyai kelebihan
yang mungkin melebihi anak-anak pada usia nya. Hal ini dapat di akibatkan
karena kurabgnya pemahaman dan penanganan secara tepat mengenai anak
yang menderita disleksia ini.

Oleh sebab itu, kami menyusun makalah ini agar dapat lebih memahami
tentang karakteristik dan penanganan tepat mengenai kasus disleksia ini,
sebagai bekal kami kelak untuk terjun ke lapangan jikaliau anak didik kami
mempunyai kasus yang sama.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami dapat merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang di maksud disleksia?
2. Apa saja penyebab anak mengalami gangguan belajar disleksia?
3. Karakteristik apa saja yang terdapat pada anak penderita disleksia?
4. Bagaimana cara mendiagnosa anak yang mengalami disleksia?
5. Bagaimana cara membantu anak yang mengalami disleksia untuk
mengatasi tuntutan lingkungannya?

C. TUJUAN
Dari perumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk memahami makna dari disleksia
2. Agar mengetahui penyebab anak mengalami disleksia
3. Agar dapat memahami karakteristik anak yang menderita disleksia
4. Agar dapat mengetahui bagaimana cara mendiagnosa penderita
disleksia
5. Agar dapat membantu anak yang mengalami disleksia untuk
mengatasi tuntutan hidup.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN.
Dari pembahasan di atas, kami dapat menyimpulkan nahwa:
1. Bahwa dyslexia adalah salah satu gangguan belajar.
2. Dyslexia biasanya dialami oleh anak laki- laki.
3. Dyslexia terjadi karenaa adanya faktor keturunan, kerusakan fungsi otak,
terganggunya pemrosesan fonologis, serta kerusakan neurologis.
4. Dalam pendiagnosaan terhadap dyslexia ada dua pendekatan yaitu wawancara
dan juga dengan menggunakan tes, akan tetapi pendekatan wawancara lebih baik.

B. SARAN
Adapun saran yang ingin kami sampaikan adalah:
1. Kami sebagai penulis menerima kritik dan saran dari pembaca agar nantinya
bisa lebih baik lagi.
2. Saran kami untuk pembaca agar lebih menggali informasi lagi mengenai
dyslexia.
DYSLEXIA
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah deteksi dini tumbuh kembang
anak semester ganjil

Disusun Oleh:
1. Retno Wulandari A 520090055
2. Dewi Rachmawati A520090102
3. Lisa Ardiana A520090119

PROGRAM STUDI PAUD


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
DAFTAR PUSTAKA

Fanu, James Le. 2006. Deteksi Dini Masalah- masalah Psikologi Anak. Think: Jogjakarta
Lask, Bryan. 1991. Memahami dan Mengatasi Masalah Aanak Anda. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.
Nevid, Jeffrey S. Dkk. 2005. Psikologo Abnormal. ERLANGGA: JAKARTA
Sulistiyawati, Febrina Nur. 2006. Gangguan belajar. ( www.sukapsikologi .com, 27
Oktober 2010)

Anda mungkin juga menyukai