1. Kuda lumping
juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa
menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan
kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda.
Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping
biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan
kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis,
seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran
Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari
Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera
Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia.
Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang
terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu
menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi
ke generasi berikutnya.
Konon, tari kuda lumping merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata
terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda.
Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah
perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda.
Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan
Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi
pasukan Belanda.
Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat
heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat
dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu,
menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang
mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca,
menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-
lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu
berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang
dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
2. Reog
adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut
dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo
dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog
dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat
kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.
Ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan
Warok [1], namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang
pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja
Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh
kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Cina, selain itu juga murka kepada
rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan
Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di
mana ia mengajar seni bela diri kepada
anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa
anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali.
Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan
politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan
"sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki
Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai
"Singa barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya
ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan
pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya.
Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan
menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan
kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi
simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang
mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya [2]. Kepopuleran Reog Ki
Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan
menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan
perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki
Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya
sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan
populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana
ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono,
Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang
berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat
oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan
singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujang Anom,
dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini
memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara
Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para
penari dalam keadaan "kerasukan" saat mementaskan tariannya[3].
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur
mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog
merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada
secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang
tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang
jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
3. Sintren
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke
tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh
ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R.
Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti
dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan
apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).
4. Ludruk
adalah kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Ludruk merupakan suatu
drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah
panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita
perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan
gamelan sebagai music.
Sebuah pementasan ludruk biasa dimulai dengan Tari Remo dan diselingi dengan
pementasan seorang tokoh yang memerakan "Pak Sakera", seorang jagoan Madura.
Kartolo adalah seorang pelawak ludruk legendaris asal Surabaya, Jawa Timur. Ia sudah
lebih dari 40 tahun hidup dalam dunia seni ludruk. Nama Kartolo dan suaranya yang
khas, dengan banyolan yang lugu dan cerdas, dikenal hampir di seluruh Jawa Timur,
bahkan hingga Jawa Tengah.
Ludruk berbeda dengan ketoprak dari Jawa Tengah. Cerita ketoprak sering diambil dari
kisah zaman dulu (sejarah maupun dongeng), dan bersifat menyampaikan pesan tertentu.
Sementara ludruk menceritakan cerita hidup sehari-hari (biasanya) kalangan wong cilik.
5. Karapan sapi
Merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari
Pulau Madura, Jawa Timur. Karapan Sapi, Budaya Indonesia dari Madura, pada
perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki
berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat
melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter
dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit. Beberapa
kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September
setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota
Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.
6. Ondel-ondel
adalah bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-
pesta rakyat. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang
senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar 2,5 meter dengan garis tengah
80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul
dari dalamnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat
dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya dicat dengan warna merah, sedangkan
yang perempuan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang
ada di beberapa daerah lain.
Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis,
sedangkan
di Bali lebih dikenal dengan nama Barong Landung. Menurut perkiraan jenis pertunjukan
itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa.
Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang
gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak
pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misalnya pada peresmian
gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel
masih bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.
7. Wayang kulit
Wayang kulit diyakini sebagai embrio dari berbagai jenis wayang yang ada saat ini.
Wayang jenis ini terbuat dari lembaran kulit kerbau yang telah dikeringkan. Agar gerak
wayang menjadi dinamis, pada bagian siku-siku tubuhnya disambung menggunakan
sekrup yang terbuat dari tanduk kerbau.
Wayang kulit dimainkan langsung oleh narator yang disebut dalang. Dalang tidak dapat
diperankan oleh sembarang orang. Selain harus lihai memainkan wayang, sang dalang
juga harus mengetahui berbagai cerita epos pewayangan seperti Mahabrata dan
Ramayana. Dalang dahulu dinilai sebagai profesi
yang luhur, karena orang yang menjadi dalang biasanya adalah orang yang terpandang,
berilmu, dan berbudi pekerti yang santun.
Sambil memainkan wayang, sang dalang diiringi musik yang bersumber dari alat musik
gamelan. Di sela-sela suara gamelan, dilantunkan syair-syair berbahasa Jawa yang
dinyanyikan oleh para pesinden yang umumnya adalah perempuan. Sebagai kesenian
tradisi yang bernilai magis, sesaji atau sesajen menjadi unsur yang wajib dalam setiap
pertunjukan wayang.
Sesajian berupa ayam kampung, kopi, nasi tumpeng, dan hasil bumi lainnya, serta tak
lupa asap dari pembakaran dupa selalu ada di setiap pementasan wayang. Tapi, karena
banyak yang menganggap sesajian tersebut merupakan suatu hal yang mubazir,
belakangan ini sesajian dalam pementasan wayang juga diperuntukkan bagi penonton
dalam bentuk makan bersama.
Wayang kulit merupakan kekayaan nusantara yang lahir dari budaya asli masyarakat
Indonesia yang mencintai kesenian. Setiap bagian dalam pementasan wayang mempunyai
simbol dan makna filosofis yang kuat. Apalagi dari segi isi, cerita pewayangan selalu
mengajarkan budi pekerti yang luhur, saling mencintai dan menghormati, sambil
terkadang diselipkan kritik sosial dan peran lucu lewat adegan goro-goro. Tidak salah jika
UNESCO mengakuinya sebagai warisan kekayaan budaya Indonesia yang bernilai
adiluhung.
8. Batik
Untuk pengertian batik Menurut bahasa sendiri berasal dari bahasa Jawa ambayang
berarti menulis dan titik. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang
dihasilkan oleh bahan malam (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga
menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam Bahasa Inggris disebut "wax-resist
dyeing".
Menurut Sejarah batik secara turun temurun dari nenek moyang kita zaman dahulu
mengatakan bahwa membatik (membuat batik) adalah keterampilan yang kemudian
menjadi mata pencaharian bagi kaum perempuan remaja dan dewasa waktu itu. Pada
masa ini kondisi pembuatan batik masih masuk dalam taraf manual (menggunakan
tangan) atau disebut dengan istilah Canthing. Sebelum akhirnya masuk zaman lebih
modern yaitu ditemukannya pembuatan batik dengan media cap atau mesin. Untuk
pembuatan batik menggunakan media cap inilah memungkinkan
peranan laki-laki untuk turut terjun didalamnya.
Untuk batik dengan media kain pada proses pembuatannya terdapat beberapa langkah
yang harus dikerjakan dalam pembuatan batik, diantaranya :
1. Pemotongan bahan baku (mori) sesuai dengan kebutuhan.
2. Mengetel : menghilangkan kanji dari mori dengan cara membasahi mori tersebut
dengan larutan : minyak kacang, soda abu, tipol dan air secukupnya. Lalu mori diuleni
setelah rata dijemur sampai kering lalu diuleni lagi dan dijemur kembali. Proses ini
diulang-ulang sampai tiga minggu lamanya lalu di cuci sampai bersih. Proses ini agar zat
warna bisa meresap ke dalam serat kain dengan sempurna.
3. Nglengreng : Menggambar langsung pada kain.
4. Isen-isen : memberi variasi pada ornamen (motif) yang telah di lengreng.
5. Nembok : menutup (ngeblok) bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai.
6. Ngobat : Mewarnai batik yang sudah ditembok dengan cara dicelupkan pada larutan
zat warna
7. Nglorod : Menghilangkan lilin dengan cara direbus dalam air mendidih (finishing).
8. Pencucian : setelah lilin lepas dari kain, lalu dicuci sampai bersih dan kemudian
dijemur.
Menurut para sejarah seni budaya Indonesia khususnya di bidang batik mengatakan
bahwa terdapat beberapa pendapat yang berkembang mengenai asal muasal batik
Indonesia
Ditinjau dari Sejarah Kebudayaan
Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparta menyatakan bahwa sebelum masuknya kebudayaan
India bangsa Indonesia telah mengenal teknik membuat kain batik.
Dari Segi Design Batik Dan Proses Loax-resist tehnique
Prof. Dr. Alfred Steinmann mengemukakan bahwa :
1. Telah ada semacam batik di Jepang pada zaman dinasti Narayang disebut Ro-
Kechr, di China pada zaman dinasti Tang, di Bangkok dan Turkestan Timur.Design
batik dari daerah-daerah tersebut pada umumnya bermotif geometris, sedang batik
Indonesia lebih banyak variasinya. Batik dari India Selatan (baru mulai dibuat tahun 1516
di Palekat dan Gujarat) Adalah sejenis kain batik lukisan lilin yang terkenal dengan nama
batik Palekat. Perkembangan batik India mencapai puncaknya pada abad 17-19.
2. Daerah-daerah di Indonesia yang tidak terpengaruh kebudayaan India, ada produksi
batik pula, misalnya di Toraja, daerah Sulawesi, Irian dan Sumatera.
3. Tidak terdapat persamaan ornamen batik Indonesia dengan ornamen batik India.
Misal : di India tidak terdapat tumpal, pohon hayat, caruda, dan isen-isen cece serta
sawut. Ditinjau dari sejarah Baik Prof. M. Yamin maupun Prof. Dr. R.M. Sutjipto
Wirjosuparta, mengemukakan bahwa batik di Indonesia telah ada sejak zaman Sriwijaya,
Tiongkok pada zaman dinasti Sung atau Tang (abad 7-9). Kota-kota penghasil batik,
antara lain : Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Lasem, Banyumas, Purbalingga, Surakarta,
Cirebon, Tasikmalaya, Tulunggagung, Ponorogo, Jakarta, Tegal, Indramayu, Ciamis,
Garut, Kebumen, Purworejo, Klaten, Boyolali, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, Kudus, dan
Wonogiri.
Sejarah batik diperkirakan dimulai pada zaman prasejarah dalam bentuk prabatik dan
mencapai hasil proses perkembangannya pada zaman Hindu. Sesuai dengan lingkungan
seni budaya zaman Hindu seni batik merupakan karya seni Istana. Dengan bakuan tradisi
yang diteruskan pada zaman Islam. Hasil yang telah dicapai pada zaman Hindu, baik
teknis maupun estetis, pada zaman Islam dikembangkan dan diperbaharui
Lagu Daerah Indonesia
1. NAD.
Bugong Jeumpa
Bungong jeumpa bungong jeumpa megah di Aceh
Bungong telebeh, telebeh indah lagoina
Puteh kuneng mejampu mirah
Keumang siulah cidah that rupa
Lam sinar buleun lam sinar buleun angen peu ayon
Ru roh mesuson mesuson, nyang malamala
Mangat that mebe
2. Bali
Meang Meong
Meong-meong
Alih je bikule
Bikul gede gede
Buin mokoh-mokoh
Kereng pesan ngerusuhin
Yang artinya sebagai berikut:
Kucing-kucing
Carilah tikusnya
Tikus besar-besar
Juga gemuk-gemuk
Selalu membuat masalah
3. Banten
Dayung Sampan
Dayung sampan mencari ikan ikan dicari hai nelayan di tengah muara
Kalau tuan mencari makan cari makan jual suara menjual suara
Lay lay la la la la lay menjual suara lay lay lay
lay lay lay lay lay lay lay lay lay
Dayung dayung dayung dayung dayung sampan
Dayung sampan sampan didayung sampan didayung hai nelayang ke tengah lautan
Kalau tuan mencari jodoh jangan mencari hai nalayan hai nelayan Lay lay
Lay lay la la la la lay hai nelayan lay lay lay
lay lay lay lay lay lay lay lay lay
Dayung dayung dayung dayung dayung sampan
4. Bengkulu
Semulen Keme
5. Gorontalo
6. Jakarta
Kicir-Kicir
7. Jambi
Injit-Injit Semut
8. Jawa Barat
Manuk Dadali
Mesatngapungluhur jauh di awang awang
Meberkeunjanjangna bangun taya karingrang
Kukuna ranggaos reujeungpamatukna ngeluk
Ngepak mega bari hiberna tarik nyuruwuk
Saha anu bisa nyusul kana tandangna
gadangjeungpartentang taya badingan nana
Dipikagimir dipikaserab ku sasama
Taya karempan ka sieun leber wawanenna
Manuk dadali manuk panggagahna
Perlambang sakti Indonesia jaya
Manuk dadali pang kakoncarana
Resep ngahiji rukun sakabehna
Hirup sauyunan tara pahirihiri
Silih pikanyaah teu inggis bela pati
Manuk dadali gadung siloka sinatria
Keur sukamna bangsa di nagara Indonesia
9. Jawa Tengah
LIR ILIR
Indung Indung
Lahawaala Walaquwataa
Mata Melihat Seperti Buta
Tiada Daya Tiada Upaya
Melainkan Tuhan Yang Maha Esa
15. Maluku
Rasa Sayange
Reff
E do re re do
O e do re re do
E hau tebe o nana
E hau tebe o nana
tebe o nana nanensa
E hau na nanensa
22. Papua
Apuse
Bugis, Ma Rencong