MENINGITIS
Disusun oleh :
Verita Dian Permatasari 4151141501
Kanya Monica Putri 4151141504
Aini Nurfadillah 4151141506
Pembimbing :
dr. Sandi Lesmana Sp.S
1. Definisi Meningitis
selaput lapisan yang berisi cairan serebrospinal yang menyelimuti otak, otak
kecil, dan sumsum tulang belakang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
jamur, atau zat kimia yang dapat terjadi secara akut ataupun kronis.
2. Epidemiologi Meningitis
Data WHO tahun 2014 memperkirakan jumlah kasus meningitis
mengenai 400 juta orang yang terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia. Paling
33%.
sering terjadi pada orang yang berpergian ke Arab Saudi untuk ibadah haji.
Meningitis viral merupakan infeksi susunan saraf pusat yang paling sering
terjadi pada populasi anak. Meningitis viral terjadi terutama pada bayi dan
3.1 Etiologi
walaupun ada kemungkinan lain seperti infeksi jamur dengan jumlah kasus
aeruginosa
3. Sosio-ekonomi rendah
5. Malnutrisi
6. Infeksi HIV
8. Endokarditis bakteri
9. Konsumsi kortikosteroid
10. Keganasan
4. Klasifikasi Meningitis
1. Akut:
Meningitis yang perjalanan klinisnya kurang dari 3 hari sejak awitan panas
badan hingga gejala penuh meningitis seperti kaku kuduk dan penurunan
2. Subakut/ kronis:
aeruginosa
serebrospinal, dibagi menjadi tiga yaitu meningitis viral, meningitis TB, dan
sebagai berikut:
Meningitis Meningitis
Meningitis TB
Viral Bakterialis
Normal
Tekanan CSS (70-200 Meningkat Meningkat
mmH2O)
Warna Jernih Xantokrom Keruh
Nonne - -/+ ++/+++
Pandy - -/+ ++/+++
bakterialis akut atau meningitis purulenta, yaitu meningitis yang terjadi dalam
waktu kurang dari 3 hari. Pada umumnya meningitis purulenta timbul sebagai
komplikasi dari suatu infeksi di tempat lain sebagai contoh otitis media, infeksi
nasofaring, dan septicemia. Penyebab paling sering adalah Neisseria meningitides,
di paru.
Meningitis viral dapat disebut juga dengan meningitis aseptik, yang terjadi
sebagai akibat dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak,
mumps, dan herpes simpleks. Gejala meningitis viral tidak seberat meningitis
menginvasi susunan saraf pusat melalui aliran darah. Agen akan bermigrasi ke
kerusakan neurologis.
Selain dari melalui hematogen, agen infeksi dapat masuk melalui trauma
tajam, prosedur operasi yang tidak steril, abses otak yang pecah, maupun penyakit
namun tidak setiap bakteri mempunyai cara yang sama dalam menyebabkan
menempel di sel endotel kapiler serebral dan bermigrasi melewati sel tersebut
langsung menuju cairan serebrospinal. Bakteri dapat bermultiplikasi dengan cepat
komplikasi merupakan hasil dari respon imun tubuh terhadap bakteri yang masuk
Necroting Factor (TNF) dan Interleukin-1 (IL-1) yang bekerja secara sinergis
tekanan intracranial.
hematogen ke seluruh tubuh termasuk ke organ yang tidak termasuk dalam sistem
RES seperti otak dan meningen. Tubuh akan menangkap organisme tersebut
sehingga terbentuk tuberkel yang terdiri dari makrofag, limfosit, dan sel-sel lain
yang mengelilingi daerah kaseosa nekrotik. Pada host dengan gangguan imunitas
akan terjadi proliferasi infeksi primer tuberkuler sehingga tuberkel pecah dan
Terdapat dua rute virus dapat menyerang sistem saraf pusat manusia yaitu
Virus). Enterovirus pertama kali menuju ke lambung dan bertahan terhadap asam
lambung lalu berlanjut pada sistem pencernaan bawah. Beberapa virus bereplikasi
di sel enterosit tersebut. Kemudian virus akan menuju plak peyeri dimana
pusat, hepar, jantung, dan RES. Virus bereplikasi dengan cepat di tempat-tempat
tersebut. Mekanisme enterovirus memasuki sistem saraf pusat diduga dengan cara
dengan jalur neuronal. Pada HSV-1 virus masuk melalui jalur oral menuju nervus
trigeminal dan olfaktori, sedangkan HSV-2 virus menyebar dari lesi genital
menuju sacral nerve roots menuju meningen kemudian virus menjadi fase laten
6.1 Anamnesis
letargi, muntah dan kejang. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh
Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh
pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada
meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,
muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan
ekstremitas.
gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh
atau purulen.
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti
gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering
turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi
menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai
dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini
penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat
dapat berupa hanya rewel sampai penurunan kesadaran yang dapat diukur sesuai
dilakukan untuk menilai apakah ada hidrosefalus atau peningkatan tekanan intra
kranial. Anak kurang dari satu tahun sering didapatkan ubun ubun yang menonjol.
mata. Strabismus akibat penekanan pada saraf abdusen dan dilatasi pupil yang
tidak berespon terhadap cahaya terjadi karena penekanan saraf okulomotorik.
Bradikardi dan hipertensi arteri dapat terjadi karena tekanan pada batang otak.
lain pemeriksaan kaku kuduk, tanda Kernig, tanda Brudzinski I dan Brudzinski II.
Pemeriksaan kaku kuduk (nuchal rigidity) dapat dilakukan dengan menekuk leher
secara pasif. Pemeriksaan kaku kuduk dikatakan positif bila terdapat tahanan
sehinggga dagu tidak dapat menempel pada dada. Tahanan juga terasa apabila
Kernig diperiksa pada penderita dalam posisi telentang, dilakukan fleksi tungkai
atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut.
Tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap tungkai
atas dalam keadaan normal. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi di bawah
umur enam bulan. Tanda Brudzinski I (Brudzinski's Neck Sign) diperiksa dengan
meletakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala penderita dan tangan lainnya
di dada penderita untuk mencegah agar badan tidak terangkat. Kemudian kepala
dikatakan positif jika kedua tungkai bawah fleksi pada sendi panggul dan sendi
fleksi tungkai penderita pada sendi panggul secara pasif. Rangsang dikatakan
positif bila terjadi fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut. Hasil
akan tampak lebih jelas bila pada waktu fleksi panggul dan sendi lutut tungkai lain
sel yang bersamaan dengan penurunan kadar glukosa dan peningkatan protein
dapat ditemukan pada CSS. Hal yang harus diperiksa pada analisis CSS, antara
lain tekanan likuor, warna likuor, kekeruhan likuor, pemeriksaan Nonne dan
Pandy, hitung jenis likuor, kadar glukosa, dan jumlah protein dalam likuor.
Perbedaan gambaran likuor dari ketiga agen penyebab meningitis dapat dilihat
Meningitis
Normal Meningitis Viral Meningitis TB
Bakterialis
70200
Tekanan CSS Normal meningkat Meningkat
mmH2O
Warna Jernih Jernih Xantokrom Keruh
Nonne - - -/+ ++/+++
Pandy - - -/+ ++/+++
1000
Sel 05/mm3 5100/mm3 100500/mm3
10000/mm3
Hitung jenis <5 MN MN>PMN MN>PMN MN<PMN
Glukosa >45 mg/dl >45 mg/dl <40 mg/dl 040 mg/dl
Protein <45 mg/dl <45 mg/dl >75 mg/dl 100500 mg/dl
7. Penatalaksanaan
Terapi empirik sesuai dengan usia, kondisi klinis dan pola resistensi
antibiotik. Dosis yang dianjurkan 0,15 mg/kgBB (10 mg per pemberian pada
Dosis yang digunakan pada pemakaian obat diatas adalah sebagai berikut:
orang yang makan dan tidur di tempat yang sama dengan pasien, orang yang
murid yang sekelas dengan pasien dan petugas kesehatan yang ada kontak
langsung dengan sekret mulut dan hidung pasien dalam 7 hari terakhir.
Regimen profilaksis pada infeksi N. meningitis.1
Nama obat Dosis sesuai umur
Rifampin 1 bulan: 5mg/kgBB p.o >1 bulan: 10mg/kgBB
q12h untuk 2 hari (maksimum 600mg),
p.o q12h untuk 2 hari
Seftriakson 12 tahun: 125mg IM >12 tahun: 250mg IM
dosis tunggal dosis tunggal
Siprofloksasin <18 tahun: tidak 18 tahun: 500mg p.o
direkomendasikan dosis tunggal
7.2 Meningitis TB
obat yang dapat menembus sawar darah otak dengan lebih baik. Kortikosteroid
angka kematian, namun tidak mengurangi sekuele meningitis jika sudah sempat
8. Komplikasi
9. Prognosis
dan adekuat pada meningitis bakterial turunkan kematian dari 50% menjadi 10% .
a) Pencegahan Primer
bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti
(MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine
(Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan
bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.Vaksinasi
Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%.
Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada
bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di
berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan
satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2
kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah
kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi
BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded
(luas lantai > 4,5 m/orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan
yang cukup.
di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat
dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang
b) Pencegahan Sekunder
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan
dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik
pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan
Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga
penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan
kondisi- kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk
Dapfus
1. Ganiem A.R, Basuki A, Dian S. Neurology in Daily Practice. (3rd ed). Bandung:
Fakultas Kedokteran Unpad; 2012, hlm 16-24