Anda di halaman 1dari 27

REFLEKSI KASUS

HENOCH SCHONLEIN PURPURA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu
Kesehatan Anak
Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono

DISUSUN OLEH :

RATU AYU KUSUMANINGRUM


1120221180

PEMBIMBING :
Letkol (CKM) dr. ROEDI DJATMIKO, SpA

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
VETERAN JAKARTA
PERIODE 16 SEPTEMBER 23 NOVEMBER 2013

LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS
HENOCH SCHONLEIN PURPURA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan
Anak
Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono

Disusun Oleh :
Ratu Ayu Kusumaningrum
1120221180

Telah Diseteujui Dan Dipresentasikan Pada Tanggal : Oktober 2013

Magelang, Oktober 2013


Dosen Pembimbing,

Letkol (CKM) dr. ROEDI DJATMIKO, SpA


KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan pada Allah Yang Maha Esa karena atas rahmat dan

karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas refleksi kasus yang berjudul HENOCH

SCHONLEIN PURPURA. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan

klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Tk. II Dr. Soedjono periode 16 September 23

November 2013.

Dalam usaha penyelesaian tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Letkol (CKM) dr. Roedi Djatmiko, SpA selaku pembimbing dalam

penyusunan makalah ini, paramedik serta seluruh staf di SMF Ilmu Kesehatan Anak dan

semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini, serta kepada teman

teman yang selalu ada untuk berbagi dalam berbagai hal.

Saya menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangannya. Oleh

karena itu dengan segala kerendahan hati saya menerima semua saran dan kritik yang

membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Magelang, Oktober 2013

Penyusun
BAB I
STATUS PASIEN

I.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. A
Usia : 8 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Jambu no. I RT 03/RW 10 Mungkid, Mungkid, Magelang
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 8 Oktober 2013 pukul 16.45

I.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan muntah sejak kemarin malam.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan muntah sejak semalam, muntah disertai dengan
mual, muntah sebanyak >10 kali, muntah setiap habis makan dan minum. Muntah
berupa cairan sebanyak gelas setiap kali muntah.
Keluhan Tambahan :
Pasien mengeluhkan perut terasa mulas, nyeri terasa pada perut bagian tengah.
Pasien juga mengeluhkan BAB cair sebanyak 2 kali, BAB tidak ada ampas, tidak ada
lendir maupun darah. BAK terakhir 3 jam SMRS, menurut pasien BAK seperti biasa,
tidak ada nyeri saat BAK. Menurut keluarga pasien, pasien tidak mau makan dan
minum.
4 hari SMRS pasien mengatakan kakinya bengkak dan terasa sakit. Setelah
bengkaknya menghilang kemudian muncul ruam di kedua kaki pasien. Ruam
berwarna kemerahan, tidak disertai dengan nyeri maupun gatal.
Pasien dan keluarga menyangkal adanya demam, batuk, pilek, pusing, nyeri
kepala, sesak, maupun nyeri sendi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Menurut keluarga, pasien belum pernah mengalami gejala yang sama seperti ini
sebelumnya. Riwayat alergi dan asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga pasien lainnya yang mengalami gejala yang sama
seperti pasien saat ini.
Riwayat Pengobatan :
Menurut keluarga, pasien belum diberikan pengobatan sebelumnya.
Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir secara normal.
Riwayat Imunisasi :
Lengkap.
Riwayat Tumbuh Kembang :
Menurut keluarga, tumbuh kembang pasien baik.

I.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis/ E4M6V5
Berat Badan : 23 kg
Tanda Vital :
Nadi : 120 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 37,40 C
Kepala :
Pupil : Isokor
Air mata : +/+
Mata cekung :-
Sianosis :-
Dispneu :-
Konjungtiva anemis : -/-
Sklera ikterik : -/-
Mulut kering :-
Leher :
Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal.
Thoraks :
Bentuk : Normochest, retraksi (-).
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal.
o Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-), gallops (-).
Paru :
o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-.
Abdomen :
Inspeksi : Datar.
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat.
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran. Turgor
baik.
Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri.
o Tampak adanya ruam berwarna kemerahan, nyeri tekan (-)
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.

I.4 DAFTAR MASALAH


A. Anamnesis
a. Muntah sejak semalam
b. BAB cair sejak semalam
c. Nyeri perut
d. Tidak mau makan dan minum
e. Ruam pada kaki
B. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Sakit sedang
b. Pemeriksaan abdomen : Bising usus meningkat.

I.5 PENANGANAN
1 Rencana Diagnostik
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan urin lengkap
Pemeriksaan ureum-creatinin
1 Rencana Terapi
Terapi Suportif
Infus KAEN 3B 1500 ml/hari
Terapi Simtomatis
Inj. Norages 3x250 mg
Inj. Ranitidin 2x ampul
Vometa (Domperidone) 3 x 1 cth
Dehidralit 230 cc/BAB cair
L Bio 1x1mg
Zinc 1x20 mg
Terapi Kausatif
Inj. Cefotaksime 3 x 700 mg
3) Rencana Monitoring
Observasi tanda vital : suhu, nadi, pernafasan.
Observasi dehidrasi.
Efek samping obat.

I.6 DIAGNOSIS AKHIR


Henoch Schonlein Purpura
Follow Up
Tanggal S O A P
9 -10 2013 - Muntah (-) Keadaan Umum : sakit sedang Obs. Vomitus + Ruam Rencana Diagnostik
- Nyeri perut (-) Kesadaran : CM Dd HSP Pemeriksaan darah
- Demam (-) BB : 23 kg
- Bab cair (-) lengkap
Tanda Vital
- Ruam (+) Pemeriksaan urin
o N : 130 x/menit
- Makan ()
- Minum () o RR : 23 x/menit lengkap
- BAB (-) o S : 36,5 0 C Pemeriksaan ureum-
- BAK (+) Kepala dan leher creatinin
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),
Dispneu (-) Rencana Terapi
Thoraks Terapi Suportif
Jantung :
Infus KAEN 3B 1500
o Inspeksi : Iktus kordis tidak
tampak. ml/hari
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat Terapi Simtomatis
angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam Inj. Norages 3x250 mg
Inj. Ranitidin 2x
batas normal.
o Auskultasi : S1 > S2, reguler, ampul
murmur (-), gallops (-). Vometa (Domperidone)
Paru :
3 x 1 cth
o Inspeksi : Pergerakan dada
Dehidralit 230 cc/BAB
simetris kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+. cair
o Perkusi : Sonor +/+. L Bio 1x1mg
o Auskultasi : Vesikuler +/+, Zinc 1x20 mg
Ronki -/-, Wheezing -/-. Terapi Kausatif
Abdomen : Inj. Cefotaksime 3 x
o Inspeksi : Datar.
700 mg
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan Rencana Monitoring
lien tidak teraba adanya Observasi tanda vital :
pembesaran. Turgor kembali cepat.
suhu, nadi, pernafasan.
Nyeri tekan pada perut kanan Observasi dehidrasi.
bawah. Efek samping obat.
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema
dari carpal sampai dorsum
manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema
pada kedua pedis kanan dan
kiri.
o Tampak adanya ruam pada
kedua ekstremitas inferior
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.

Tanggal S O A P
10-10-2013 - Muntah (-) Keadaan Umum : sakit sedang Obs. Vomitus + Ruam Terapi Suportif
- Nyeri perut (+) Kesadaran : CM Dd HSP Infus KAEN 3B 1500
- Demam (-) BB : 23 kg
- Bab cair (-) Tanda Vital ml/hari
- Ruam (+) o N : 92 x/menit Terapi Simtomatis
- Makan () o RR : 23 x/menit
- Minum (n) o S : 36,7 0 C Inj. Norages 3x250 mg
- BAB (-) Kepala dan leher Inj. Ranitidin 2x
- BAK (+)
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), ampul
Dispneu (-) Vometa (Domperidone)
Thoraks
3 x 1 cth
Jantung : Dehidralit 230 cc/BAB
o Inspeksi : Iktus kordis tidak
tampak. cair
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat L Bio 1x1mg
angkat. Zinc 1x20 mg
o Perkusi : Batas jantung dalam Terapi Kausatif
batas normal.
Inj. Cefotaksime 3 x
o Auskultasi : S1 > S2, reguler,
murmur (-), gallops (-). 700 mg
Paru : Rencana Monitoring
o Inspeksi : Pergerakan dada
simetris kanan-kiri. Observasi tanda vital :
o Palpasi : Vokal fremitus +/+. suhu, nadi, pernafasan.
o Perkusi : Sonor +/+. Efek samping obat.
o Auskultasi : Vesikuler +/+,
Ronki -/-, Wheezing -/-.
Abdomen :
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan
lien tidak teraba adanya
pembesaran. Turgor kembali cepat.
Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema
dari carpal sampai dorsum
manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema
pada kedua pedis kanan dan
kiri.
o Tampak adanya ruam pada
kedua ekstremitas inferior
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.

Tanggal S O A P
11-10-2013 - Muntah (+) 1x Keadaan Umum : sakit sedang Henoch Schonlien Terapi Suportif
- Nyeri perut (+) Kesadaran : CM Purpura Infus KAEN 3B 1500
- Demam (-) BB : 23 kg
- Bab cair (-) ml/hari
Tanda Vital
- Ruam (+)
o N : 86 x/menit Terapi Simtomatis
- Makan () o RR : 23 x/menit Inj. Norages 3x250 mg
- Minum (n) o S : 36,5 0 C Inj. Ranitidin 2x
- BAB (-) Kepala dan leher
- BAK (+) ampul
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Vometa (Domperidone)
Dispneu (-)
Thoraks 3 x 1 cth
Jantung : Dehidralit 230 cc/BAB
o Inspeksi : Iktus kordis tidak cair
tampak. L Bio 1x1mg
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat Zinc 1x20 mg
angkat.
Terapi Kausatif
o Perkusi : Batas jantung dalam
batas normal. Inj. Cefotaksime 3 x
o Auskultasi : S1 > S2, reguler, 700 mg
murmur (-), gallops (-).
Paru : Rencana Monitoring
o Inspeksi : Pergerakan dada Observasi tanda vital :
simetris kanan-kiri.
suhu, nadi, pernafasan.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
Efek samping obat.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi : Vesikuler +/+,
Ronki -/-, Wheezing -/-.
Abdomen :
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan
lien tidak teraba adanya
pembesaran. Turgor kembali cepat.
Nyeri tekan pada perut kanan
bawah.
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema
dari carpal sampai dorsum
manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema
pada kedua pedis kanan dan
kiri.
o Ruam pada kedua
ekstremitas inferior mulai
menghilang
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.

Tanggal S O A P
12-10-2013 - Muntah (-) Keadaan Umum : sakit sedang Henoch Schonlein Di ijinkan pulang
- Nyeri perut (+) Kesadaran : CM Purpura Terapi Simtomatis
- Demam (-) BB : 23 kg
- Ruam (+) Vometa (Domperidone)
Tanda Vital
- Makan (n)
o N : 96 x/menit 3 x 1 cth
- Minum (n)
- BAB (+) o RR : 24 x/menit Dehidralit 230 cc/BAB
- BAK (+) o S : 36,3 0 C
cair
Kepala dan leher L Bio 1x1mg
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Zinc 1x20 mg
Dispneu (-)
Thoraks
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak
tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat
angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam
batas normal.
o Auskultasi : S1 > S2, reguler,
murmur (-), gallops (-).
Paru :
o Inspeksi : Pergerakan dada
simetris kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi : Vesikuler +/+,
Ronki -/-, Wheezing -/-.
Abdomen :
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan
lien tidak teraba adanya
pembesaran. Turgor kembali cepat.
Nyeri tekan pada perut kanan
bawah.
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema
dari carpal sampai dorsum
manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema
pada kedua pedis kanan dan
kiri.
o Tampak adanya ruam pada
kedua ekstremitas inferior
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 10 Oktober 2013
Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi
WBC 12.4 3,5 10,0 x 103 /uL
RBC 6,14 3,50 5,50 x 106 /mm3
HGB 14,5 11,0 15,0 N
HCT 44,1 36,0 48,0 % N
MCV 72 80,0 99,0 fL
MCH 23,6 26,5 32,0 Pg
MCHC 32,8 32,0 36,0 g/dL N
PLT 538 150-450 x 103 /uL
MPV 7,0 6,5 - 10,4 um3 N
PDW 12,9 10,0 15,0 Fl N
PCT 0,375 0,10 0,28 %
RDW 12,9 11,5 15,0 % N

Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi


LYM% 22,5 20,0 40,0 % N
MON% 5,5 4,0 10,0 L % N
GRAN% 72,0 43,0 76,0 % N
LYM# 2,8 0,6 4,1 x 103 /uL N
MON# 0,6 0,3 0,8 x 103 /uL N
GRAN# 9,0 2,0 6,8 x 103 /uL

Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi


UREUM 24 8 50 mg/dL N
CREATININ 1,1 0 1,3 mg/dL N

BAB II
PEMBAHASAN KASUS
II.1 Pendahuluan
Penyakit Henoch-Schnlein purpura pertama kali dikemukakan oleh seorang
dokter dari Inggris bernama dr. William Heberden, yang mendeskripsikan suatu
penyakit pada 1801 pada seorang anak berusia 5 tahun, dengan gejala nyeri perut,
hematuri, hematokezia, dan purpura pada kaki. Pada tahun 1837, seorang dokter anak
dari Jerman, dr. Johan Schnlein, mendeskripsikan sindrom dari purpura ini
berhubungan pula dengan nyeri sendi, dan presipitasi urinaria pada anak. Penelitiannya
dilanjutkan oleh muridnya, dr. Eduard Henoch, yang menambahkan nyeri perut, dan
gangguan ginjal, pada sindrom ini. Pada tahun 1915, dr. Frank, dan dr. William Osler,
mengungkap istilah Anaphylactoid purpura untuk penyakit ini. Ini berdasarkan hasil
pengamatan bahwa patogenesis dari penyakit ini, berhubungan erat dengan reaksi
hipersensitivitas pada agen tertentu atau berhubungan dengan sistim imun.
Henoch-Schnlein purpura (HSP) adalah vaskulitis pembuluh darah kecil yang
dimediasi oleh immunoglobulin (Ig) A yang secara predominan mempengaruhi anak-
anak tetapi juga terlihat pada orang dewasa. Manifestasi klinis primer termasuk purpura
yang dapat dipalpasi, arthralgia atau arthritis, nyeri abdomen, perdarahan
gastrointestinal, dan nephritis. Komplikasi serius jangka panjang dari HSP adalah gagal
ginjal progresif, dimana timbul pada 1-2% pasien.

II.2 Definisi
Henoch-Schnlein purpura (HSP) atau dikenal juga dengan anafilaksis
purpura atau alergi purpura, atau vaskular purpura adalah suatu penyakit peradangan
pembuluh darah yang berhubungan dengan reaksi imunolgis khususnya
immunoglobulin A. Pada HSP, terjadi proses nekrosis dari vascular, yang ditandai
dengan terjadinya destruksi fibrin dinding pembuluh darah dan leukositoklasis.
Definisi lain menyebutkan HSP adalah suatu penyakit vaskulitis dengan
kombinasi gejala; rash pada kulit, atrhalgia, periartikular edema, nyeri abdomen, dan
glomerulonefritis. Dapat disertai infeksi saluran pernafasan atas, dan berhubungan
dengan Imunoglobin A, dan sintesis imunoglobin G.Ig A dan Ig G berinteraksi untuk
menghasilkan kompleks imun, yang mengaktifkan komplemen, yang di depositkan
pada organ,menimbulkan respon inflamasi berupa vaskulitis.
Sementara pada Nelson Text book of Pediatrics disebutkan bahwa HSP adalah
vaskulitis pembuluh darah kecil yang memiliki kekhasan, adanya purpura, arthritis,
nyeri abdomen, dan glomerulonefritis, sehingga dapat berupa manifestasi nya HSP
nefritis dan Ig A nefropati.
Dua sistem klasifikasi utama digunakan untuk menegakkan diagnosa HSP.
Pertama, dari American College of Rheumatology, membutuhkan 2 atau lebih
keadaan berikut:
Pasien berumur lebih muda dari 20 tahun
Purpura yang dapat dipalpasi
Nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna
Granulosit perivaskular atau ekstravaskular pada biopsi.
Sistem klasifikasi kedua dari Chapel Hill Consensus Group, secara primer
digunakan kriteria nonklinis, dan membutuhkan hanya kehadiran dari vaskulitis
pembuluh darah kecil dengan deposisi IgA.
Dua tambahan keadaan kriteria telah disarankan untuk diagnosis HSP.
Helander et al mengajukan bahwa tiga atau lebih dari keadaan berikut ini:
Direct immunofluorescence (DIF) menghasilkan konsistensi dengan deposisi
vaskular IgA
Pasien berumur lebih muda dari 20 tahun
Keterlibatan gastrointestinal
Prodromal infeksi saluran pernafasan atas
Mesangioproliperatif glomerulonefritis dengan atau tanpa deposisi IgA
Michel mengajukan kriteria untuk membedakan HSP dari vaskulitis
hipersensitivitas, membutuhkan tiga atau lebih dari keadaan berikut untuk
menegakkan diagnosis:
Purpura yang dapat dipalpasi
Bowel angina
Perdarahan gastrointestinal
Hematuria
Pasien berumur lebih dari 20 tahun
Tidak ada medikasi sebagai agen presipitasi
II.3 Etiologi
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor
memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas,
makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi (vaksin varisela, rubella,
rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obatobatan
(ampisillin, eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin). Infeksi bisa berasal dari bakteri
(spesies Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan
Salmonella) ataupun virus (adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr).
Vaskulitis juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan
metotreksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor). Namun, IgA jelas mempunyai
peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan
deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium renal. HSP adalah suatu kelainan
yang hampir selalu terkait dengan kelainan pada IgA1 daripada IgA2.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:
Infeksi: - Mononukleosis - Infeksi parvovirus B19
- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis
- Infeksi Mikoplasma - Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr - Infeksi Salmonella
- Infeksi viral Varizella-zoster- Enteritis Campylobacter
Vaksin: - Tifoid - Kolera
- Campak - Demam kuning
Alergen: - Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin)
- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin
Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease

II.4 Epidemiologi
Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 15 tahun (usia anak sekolah)
dengan puncaknya pada umur 47 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak lakilaki
dibanding anak perempuan (1,5 : 1).

II.5 Patogenesis
Henoch-Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya tidak
diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis, inflamasi pada dinding pembuluh
darah kecil dengan infiltrasi leukositik pada jaringan yang menyebabkan perdarahan
dan iskemia. Adanya keterlibatan kompleks imun IgA memungkinkan proses ini
berkaitan dengan proses alergi. Namun mekanisme kausal tentang ini belum dapat
dibuktikan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa HSP berhubungan dengan infeksi
kuman streptokokus grup A. Namun, mekanisme inipun belum dapat dibuktikan.
Inflamasi dinding pembuluh darah kecil merupakan manifestasi utama penyakit
ini. Bila pembuluh darah yang terkena adalah kulit, maka terjadi ekstravasasi darah ke
jaringan sekitar, yang terlihat sebagai purpura. Namun purpura pada HSP adalah khas,
karena batas purpura dapat teraba pada palpasi. Bila yang terkena adalah pembuluh
darah traktus gastrointestinal, maka dapat terjadi iskemia yang menyebabkan nyeri atau
kram perut. Kadang, dapat menyebabkan distensi abdomen, buang air besar berdarah,
intususepsi, maupun perforasi yang membutuhkan penanganan segera. Gejala
gastrointestinal umumnya banyak ditemui pada fase akut dan kemungkinan mendahului
gejala lainnya seperti bercak kemerahan pada kulit.
Etiologi dari HSP tidak diketahui tetapi melibatkan deposisi vaskular dari
kompleks immune IgA. Lebih spesifik lagi, kompleks imun terdiri dari IgA1 dan IgA2
dan diproduksi lagi oleh limfosit peripheral B. Kompleks ini seringkali terbentuk
sebagai respon terhadap faktor penimbul. Kompleks sirkulasi menjadi tidak terlarut,
disimpan didalam dinding pembuluh darah kecil (arteri, kapiler, venula) dan
komplement aktivasi, lebih banyak sebagai jalur alternative (didasarkan kehadiran dari
C3 dan properdin serta ketiadaan komponen awal pada kebanyakan biopsi).
Terjadi deposisi kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah kecil. Lebih
spesifik, yaitu kompleks IgA-1 kompleks imun (IgA1-C). Pada keadaan normal, IgA1-
C dibersihkan oleh hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein yang akan berikatan
dengan rantai oligosakarida dari fragmen IgA1-C. Pada pemeriksaan serum, kadar
IgA1-C lebih tinggi pada pasien HSP dengan gejala klinis keterlibatan ginjal daripada
mereka yang tanpa keterlibatan ginjal.
Aktivasi jalur komplemen menimbulkan infiltrasi faktor kemotaktik dan sel
polimorfonuklear. Pada 10% pasien, antibody anti-neutrofilik sitoplasmik ditemukan.
Molekul adhesi yang diinduksi oleh sitokin proinflamasi, termasuk TNFalfa dan IL-1
yang akan merekrut netrofil dan sel-sel inflamasi lainnya. Pada pemeriksaan kulit,
ditemukan adanya TNF pada lapisan intradermal dengan IL-1 dan IL-6. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan limfosit perivaskular dengan
deposit kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah kecil dan jaringan mesangial
ginjal.
Leukosit Polymorphonuclear diambil dari faktor kemotaktik dan menyebabkan
inflamasi serta nekrosis dinding pembuluh darah dengan trombosis yang menetap. Hal
ini akan mengakibatkan ekstravasasi dari eritrosit akan perdarahan dari organ yang
dipengaruhi dan bermanifestasi secara histologis sevagai vaskulitis leukocytoclastic.
Histologi melibatkan kulit memperlihatkan sel polimorfonuklear atau fragmen sel
disekitar pembuluh darah kecil kulit. Kompleks imun yang mengandung IgA dan C3
telah diketemukan di kulit, ginjal, intestinal mukosa, dan pergelangan, dimana tempat
organ utama terlibat didalam HSP .
Manifestasi klinis dari HSP merefleksikan kerusakan pembuluh darah kecil. Nyeri
abdominal, hadir pada 65% pasien, sekunder terhadap vaskulitis submukosa dan
perdarahan subserosa serta edema dengan trombosis dari mikrovaskular usus.
Hematuria dan proteinuria timbul pada nefritis terkait dengan HSP. Manifestasi renal
berkisar dari perubahan minimal hingga ke glumerulonefritis crescentic berat.
Etiologi sekunder terhadap deposisi mesangial IgA lebih predominan, tetapi IgG,
IgM, C3 dan deposisi properdin dapat juga timbul. Deposit ini juga dapat timbul dalam
ruang glumerular subepithelial. Banyak yang percaya bahwa kedua nephritis HSP dan
nefropati IgA (Penyakit Berger), dimana merupakan penyebab tersering dari
glumerulonephritis di dunia, mempunyai penampilan klinis yang berbeda dari proses
penyakit yang sama. Manifestasi dermatologis timbul sekunder terhadap deposisi
kompleks imun (IgA, C3) didalam pembuluh kulit papiler, menghasilkan kerusakan
pembuluh darah, ekstravasasi sel darah merah, dan secara klinis dapat diobservasi
dengan palpasi purpura. Hal ini dapat timbul tergantung di wilayah tubuh, seperti kaki
bawah, punggung dan abdomen.
Sama banyaknya dengan 50% kejadian yang timbul pada pasien pediatrik
menampakkan URI, dan studi terbaru pada dewasa mendemonstrasikan bahwa 40%
pasien mempunyai URI terdahulu. Beberapa agen berimplikasi, termasuk group A
streptococci, varicella, hepatitis B, Epstein-Barr virus, parvovirus B19, Mycoplasma,
Campylobacter, dan Yersinia. Lebih jarang, faktor lain telah dikaitkan dengan dengan
agen penimbul dalam perkembangan HSP. Hal tersebut meliputi obat, makanan,
kehamilan, demam mediterania familial, dan paparan di udara yang dingin. HSP juga
telah dilaporkan pada kelanjutan vaksinasi untuk typhoid, campak, demam kuning dan
kolera.
Patogenesis spesifik HSP tidak diketahui, pasien dengan HSP mempunyai
fruekuensi signifikan yang lebih tinggi akan HLA-DRB1*07 daripada kontrol
geografis. Peningkatan konsentrasi serum dari sitokin tumor necrosis factor- (TNF)
dan interleukin (IL)-6 telah diidentifikasi dalam penyakit yang aktif.Teknik
Immunofluorescence menunjukkan deposisi dari IgA dan C3 dalam pembuluh darah
kecil dikulit dan glomeruli renal, tetapi peranan aktivasi komplemen tetap
kontroversial.
II.6 Diagnosis
Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik
daripada dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan
kepada diagnosis HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan
ekstremitas bagian bawah dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau
perdarahan gastrointestinalis, artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis.
Tabel 1. Kriteria HSP
Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,
(palpable purpura) terdapat elevasi kulit, tidak
berhubungan dengan trombositopenia
Usia onset 20 tahun Onset gejala pertama 20 tahun
Gejala abdominal/gangguan saluran Nyeri abdominal difus, memberat
cerna (Bowel angina) setelah makan atau diagnosis iskemia
usus, biasanya termasuk BAB berdarah
Granulosit dinding pada biopsi Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau
venula
Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai HSP bila
memenuhi setidaknya 2 dari kriteria yang ada.

II.7 Manifestasi Klinis


HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas
bawah, nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada,
sehingga seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat.
Gejala klinis mulamula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit
ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa
adanya trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya
kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar.
Dalam 1224 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna merah
gelap dan memiliki diameter 0,5 2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang lebih
besar yang menyerupai echimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi.
Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-
bearing surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan
50% keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada
wajah dan tubuh. Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk yang tidak
klasik, kelainan kulit yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai eritema
multiform. Kelainan akut pada kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan
menghilang, tetapi dapat pula rekuren. Edema skrotum juga dapat terjadi dan
gejalanya mirip dengan torsio testis. Gejala prodromal dapat terdiri dari demam
dengan suhu tidak lebih dari 38C, nyeri kepala dan anoreksia.
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis bisa didominasi oleh
edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI (Acute
Hemorrhagic Edema of Infancy).
Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung
bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan
pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan
persendian di jari tangan. Kelainan ini timbul lebih dulu (12 hari) dari kelainan kulit.
Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya
tanpa efusi, kemerahan ataupun panas. Kelainan teutama periartrikular dan bersifat
sementara, dapat pula rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan
deformitas menetap.
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa nyeri
abdomen atau perdarahan gastrointestinalis. Keluhan abdomen biasanya timbul
setelah timbul kelainan pada kulit (14 minggu setelah onset). Organ yang paling
sering terlibat adalah duodenum dan usus halus. Nyeri abdomen dapat berupa kolik
abdomen yang berat, lokasi di periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan
muntah darah dan kadangkadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal
lebih sering terjadi dibanding ileokolonal. Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh
vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan
intramural. Kadang dapat juga terjadi infark usus yang disertai perforasi maupun
tidak.
Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria,
proteinuria (<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis.
Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya
kelainan kulit yang persisten sampai 23 bulan, biasanya berhubungan dengan
nefropati atau penyakit ginjal yang berat. Resiko nefritis meningkat pada usia di atas 7
tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dana penurunan aktivitas
faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi
kronik. Seringkali derajat keparahan nefritis tidak berhubungan dengan parahnya
gejala HSP yang lain. Pada pasien HSP dapat timbul adanya oedem. Edema ini tidak
bergantung pada derajat proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi.
Namun oedem tersebut memang dihubungkan dengan kejadian proteinuria pada
pasien.
Kadangkadang HSP dapat disertai dengan gejalagejala gangguan sistem
saraf pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya vaskulitis
serebral. Pada beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan
serius seperti kejang, paresis atau koma. Gejalagejala gangguan neurologis lain yang
dapat muncul antara lain perubahan tingkat kesadaran, apatis, somnolen,
hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan emosi, kejang (parsial, parsial kompleks,
umum, status epileptikus), dan defisit neurologis fokal (afasia, ataxia, korea,
hemiparesis, paraparesis, kuadraparesis. Dapat juga terjadi poliradikuloneuropati
(sindroma Guillain-Barr) dan mononeuropati (nervus fasialis, femoralis, ulnaris).
Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali,
hidrops kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri
abdomen pada pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien
HSP.
Gejala-gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain
vaskulitis miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral,
ureteritis stenosis, oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial, hematoma
subperiosteal orbital bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.

II.8 Differensial Diagnosis


Diferensial diagnosis dari HSP berdasarkan gejala yang dapat timbul antara lain
akut abdomen, meningitis akibat meningokokus, SLE, endokarditis bakterial, ITP,
demam reumatik, Rocky mountain spotted fever, reaksi alergi obatobatan, nefropati
IgA, artritis reumatoid.

II.9 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah
trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan oleh
trombositopenia. Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik, biasanya
berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal. Biasanya juga terdapat eosinofilia.
Laju endap darah dapat meningkat maupun normal. Kadar komplemen seperti C1q, C3
dan C4 dapat normal maupun menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin
meningkat, demikian pula limfosit yang mengandung IgA.
Analisis urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun penurunan
kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau karena dehidrasi,
demikian pula pada feses dapat ditemukan darah. Pemeriksaan ANA dan RF biasanya
negatif, faktor VII dan XIII dapat menurun.
Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik.
Imunofluorosensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding
pembuluh darah. Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas usus
yang ditandai dengan pelebaran lumen usus ataupun intususepsi melalui pemeriksaan
barium. Terkadang pemeriksaan barium juga dapat mengkoreksi intususepsi tersebut.

II.10 Komplikasi
Komplikasi utama dari HSP adalah keterlibatan ginjal, termasuk sindrom nefrotik,
dan perforasi usus. Komplikasi tidak sering dari edema scrotal adalah torsi testicular,
dimana sangat nyeri dan harus ditangani dengan baik.

II.11 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah suportif
dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan
mengatasi nyeri dengan analgesik. Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat
digunakan OAINS seperti ibuprofen. Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah
10mg/kgBB/6 jam. Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan
muntah dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam
asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit
yaitu petekie dan perdarahan saluran cerna. Bila terdapat kelainan ginjal progresif dapat
diberi kortikosteroid yang dikombinasi dengan imunosupresan. Metilprednisolon IV
dapat mencegah perburukan penyakit ginjal bila diberikan secara dini. Dosis yang dapat
digunakan adalah metilprednisolon 250 750 mg/hr IV selama 3 7 hari dikombinasi
dengan siklofosfamid 100 200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan
dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100 200 mg oral) selang sehari dan
siklofosfamid 100 200 mg/hr selama 30 75 hari sebelum akhirnya siklofosfamid
dihentikan langsung dan tappering-off steroid hingga 6 bulan.
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hr secara oral,
terbagi dalam 3 4 dosis selama 5 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan
penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada SSP, paru dan
testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik
persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi,
intususepsi dan perforasi saluran cerna.

II.12 Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat
terjadi pada 50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan sampai
menderita gagal ginjal. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat,
maka perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca
sakit.
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,
intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada saluran
cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian, walaupun hal
ini jarang terjadi.
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset,
eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII,
hipertensi, adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan kresens pada
glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial.
DAFTAR PUSTAKA

Bossart P. Henoch-Schnlein Purpura. eMedicine, 2005. Diunduh dari


www.emdecine.com/emerg/topic845.htm 10 Oktober 2013.
DAlessandro DM. Is It Really Henoch-Schnlein Purpura. Pediatric Education, 2009.
Diunduh dari http://www.pediatriceducation.org/2009/02/ Diakses tanggal 10
Oktober 2013.
Kliegman R, Behrman, Arvin, Nelson Textbook of Pediatrics, 17 th edition.
Pennyslvania: WB Saunders Company; 2004.
Kleinman RE, Oliver, Giorgina, Ian and Sanderson, MD Phillip MS.Walkers Pediatrics
Gastrointestinal Disease; 2005.
Kraft DM, McKee D, Scott C. Henoch-Schnlein Purpura: A Review. American Family
Physician, 1998. Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/980800ap/kraft.html 10
Oktober 2013.
Lissaeur T, Clayden G. Ilustrated Textbook of pediatrics, 3 rd edition. British Library
Cataloguing Publication; 2008.
Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir Z,
Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2007. h373-7.
Scheinfeld NS. Henoch-Schnlein Purpura. eMedicine, 2008. Diunduh dari
www.emedicine.medscape.com/article/984105-overview 10 Oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai