Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu
Kesehatan Anak
Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono
DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING :
Letkol (CKM) dr. ROEDI DJATMIKO, SpA
LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS
HENOCH SCHONLEIN PURPURA
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan
Anak
Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono
Disusun Oleh :
Ratu Ayu Kusumaningrum
1120221180
Puji Syukur saya panjatkan pada Allah Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas refleksi kasus yang berjudul HENOCH
SCHONLEIN PURPURA. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Tk. II Dr. Soedjono periode 16 September 23
November 2013.
Dalam usaha penyelesaian tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Letkol (CKM) dr. Roedi Djatmiko, SpA selaku pembimbing dalam
penyusunan makalah ini, paramedik serta seluruh staf di SMF Ilmu Kesehatan Anak dan
semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini, serta kepada teman
Saya menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati saya menerima semua saran dan kritik yang
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
BAB I
STATUS PASIEN
I.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan muntah sejak kemarin malam.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan muntah sejak semalam, muntah disertai dengan
mual, muntah sebanyak >10 kali, muntah setiap habis makan dan minum. Muntah
berupa cairan sebanyak gelas setiap kali muntah.
Keluhan Tambahan :
Pasien mengeluhkan perut terasa mulas, nyeri terasa pada perut bagian tengah.
Pasien juga mengeluhkan BAB cair sebanyak 2 kali, BAB tidak ada ampas, tidak ada
lendir maupun darah. BAK terakhir 3 jam SMRS, menurut pasien BAK seperti biasa,
tidak ada nyeri saat BAK. Menurut keluarga pasien, pasien tidak mau makan dan
minum.
4 hari SMRS pasien mengatakan kakinya bengkak dan terasa sakit. Setelah
bengkaknya menghilang kemudian muncul ruam di kedua kaki pasien. Ruam
berwarna kemerahan, tidak disertai dengan nyeri maupun gatal.
Pasien dan keluarga menyangkal adanya demam, batuk, pilek, pusing, nyeri
kepala, sesak, maupun nyeri sendi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Menurut keluarga, pasien belum pernah mengalami gejala yang sama seperti ini
sebelumnya. Riwayat alergi dan asma disangkal.
I.5 PENANGANAN
1 Rencana Diagnostik
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan urin lengkap
Pemeriksaan ureum-creatinin
1 Rencana Terapi
Terapi Suportif
Infus KAEN 3B 1500 ml/hari
Terapi Simtomatis
Inj. Norages 3x250 mg
Inj. Ranitidin 2x ampul
Vometa (Domperidone) 3 x 1 cth
Dehidralit 230 cc/BAB cair
L Bio 1x1mg
Zinc 1x20 mg
Terapi Kausatif
Inj. Cefotaksime 3 x 700 mg
3) Rencana Monitoring
Observasi tanda vital : suhu, nadi, pernafasan.
Observasi dehidrasi.
Efek samping obat.
Tanggal S O A P
10-10-2013 - Muntah (-) Keadaan Umum : sakit sedang Obs. Vomitus + Ruam Terapi Suportif
- Nyeri perut (+) Kesadaran : CM Dd HSP Infus KAEN 3B 1500
- Demam (-) BB : 23 kg
- Bab cair (-) Tanda Vital ml/hari
- Ruam (+) o N : 92 x/menit Terapi Simtomatis
- Makan () o RR : 23 x/menit
- Minum (n) o S : 36,7 0 C Inj. Norages 3x250 mg
- BAB (-) Kepala dan leher Inj. Ranitidin 2x
- BAK (+)
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), ampul
Dispneu (-) Vometa (Domperidone)
Thoraks
3 x 1 cth
Jantung : Dehidralit 230 cc/BAB
o Inspeksi : Iktus kordis tidak
tampak. cair
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat L Bio 1x1mg
angkat. Zinc 1x20 mg
o Perkusi : Batas jantung dalam Terapi Kausatif
batas normal.
Inj. Cefotaksime 3 x
o Auskultasi : S1 > S2, reguler,
murmur (-), gallops (-). 700 mg
Paru : Rencana Monitoring
o Inspeksi : Pergerakan dada
simetris kanan-kiri. Observasi tanda vital :
o Palpasi : Vokal fremitus +/+. suhu, nadi, pernafasan.
o Perkusi : Sonor +/+. Efek samping obat.
o Auskultasi : Vesikuler +/+,
Ronki -/-, Wheezing -/-.
Abdomen :
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan
lien tidak teraba adanya
pembesaran. Turgor kembali cepat.
Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema
dari carpal sampai dorsum
manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema
pada kedua pedis kanan dan
kiri.
o Tampak adanya ruam pada
kedua ekstremitas inferior
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Tanggal S O A P
11-10-2013 - Muntah (+) 1x Keadaan Umum : sakit sedang Henoch Schonlien Terapi Suportif
- Nyeri perut (+) Kesadaran : CM Purpura Infus KAEN 3B 1500
- Demam (-) BB : 23 kg
- Bab cair (-) ml/hari
Tanda Vital
- Ruam (+)
o N : 86 x/menit Terapi Simtomatis
- Makan () o RR : 23 x/menit Inj. Norages 3x250 mg
- Minum (n) o S : 36,5 0 C Inj. Ranitidin 2x
- BAB (-) Kepala dan leher
- BAK (+) ampul
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Vometa (Domperidone)
Dispneu (-)
Thoraks 3 x 1 cth
Jantung : Dehidralit 230 cc/BAB
o Inspeksi : Iktus kordis tidak cair
tampak. L Bio 1x1mg
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat Zinc 1x20 mg
angkat.
Terapi Kausatif
o Perkusi : Batas jantung dalam
batas normal. Inj. Cefotaksime 3 x
o Auskultasi : S1 > S2, reguler, 700 mg
murmur (-), gallops (-).
Paru : Rencana Monitoring
o Inspeksi : Pergerakan dada Observasi tanda vital :
simetris kanan-kiri.
suhu, nadi, pernafasan.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
Efek samping obat.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi : Vesikuler +/+,
Ronki -/-, Wheezing -/-.
Abdomen :
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan
lien tidak teraba adanya
pembesaran. Turgor kembali cepat.
Nyeri tekan pada perut kanan
bawah.
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema
dari carpal sampai dorsum
manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema
pada kedua pedis kanan dan
kiri.
o Ruam pada kedua
ekstremitas inferior mulai
menghilang
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Tanggal S O A P
12-10-2013 - Muntah (-) Keadaan Umum : sakit sedang Henoch Schonlein Di ijinkan pulang
- Nyeri perut (+) Kesadaran : CM Purpura Terapi Simtomatis
- Demam (-) BB : 23 kg
- Ruam (+) Vometa (Domperidone)
Tanda Vital
- Makan (n)
o N : 96 x/menit 3 x 1 cth
- Minum (n)
- BAB (+) o RR : 24 x/menit Dehidralit 230 cc/BAB
- BAK (+) o S : 36,3 0 C
cair
Kepala dan leher L Bio 1x1mg
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Zinc 1x20 mg
Dispneu (-)
Thoraks
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak
tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat
angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam
batas normal.
o Auskultasi : S1 > S2, reguler,
murmur (-), gallops (-).
Paru :
o Inspeksi : Pergerakan dada
simetris kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi : Vesikuler +/+,
Ronki -/-, Wheezing -/-.
Abdomen :
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan
lien tidak teraba adanya
pembesaran. Turgor kembali cepat.
Nyeri tekan pada perut kanan
bawah.
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema
dari carpal sampai dorsum
manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema
pada kedua pedis kanan dan
kiri.
o Tampak adanya ruam pada
kedua ekstremitas inferior
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 10 Oktober 2013
Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi
WBC 12.4 3,5 10,0 x 103 /uL
RBC 6,14 3,50 5,50 x 106 /mm3
HGB 14,5 11,0 15,0 N
HCT 44,1 36,0 48,0 % N
MCV 72 80,0 99,0 fL
MCH 23,6 26,5 32,0 Pg
MCHC 32,8 32,0 36,0 g/dL N
PLT 538 150-450 x 103 /uL
MPV 7,0 6,5 - 10,4 um3 N
PDW 12,9 10,0 15,0 Fl N
PCT 0,375 0,10 0,28 %
RDW 12,9 11,5 15,0 % N
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
II.1 Pendahuluan
Penyakit Henoch-Schnlein purpura pertama kali dikemukakan oleh seorang
dokter dari Inggris bernama dr. William Heberden, yang mendeskripsikan suatu
penyakit pada 1801 pada seorang anak berusia 5 tahun, dengan gejala nyeri perut,
hematuri, hematokezia, dan purpura pada kaki. Pada tahun 1837, seorang dokter anak
dari Jerman, dr. Johan Schnlein, mendeskripsikan sindrom dari purpura ini
berhubungan pula dengan nyeri sendi, dan presipitasi urinaria pada anak. Penelitiannya
dilanjutkan oleh muridnya, dr. Eduard Henoch, yang menambahkan nyeri perut, dan
gangguan ginjal, pada sindrom ini. Pada tahun 1915, dr. Frank, dan dr. William Osler,
mengungkap istilah Anaphylactoid purpura untuk penyakit ini. Ini berdasarkan hasil
pengamatan bahwa patogenesis dari penyakit ini, berhubungan erat dengan reaksi
hipersensitivitas pada agen tertentu atau berhubungan dengan sistim imun.
Henoch-Schnlein purpura (HSP) adalah vaskulitis pembuluh darah kecil yang
dimediasi oleh immunoglobulin (Ig) A yang secara predominan mempengaruhi anak-
anak tetapi juga terlihat pada orang dewasa. Manifestasi klinis primer termasuk purpura
yang dapat dipalpasi, arthralgia atau arthritis, nyeri abdomen, perdarahan
gastrointestinal, dan nephritis. Komplikasi serius jangka panjang dari HSP adalah gagal
ginjal progresif, dimana timbul pada 1-2% pasien.
II.2 Definisi
Henoch-Schnlein purpura (HSP) atau dikenal juga dengan anafilaksis
purpura atau alergi purpura, atau vaskular purpura adalah suatu penyakit peradangan
pembuluh darah yang berhubungan dengan reaksi imunolgis khususnya
immunoglobulin A. Pada HSP, terjadi proses nekrosis dari vascular, yang ditandai
dengan terjadinya destruksi fibrin dinding pembuluh darah dan leukositoklasis.
Definisi lain menyebutkan HSP adalah suatu penyakit vaskulitis dengan
kombinasi gejala; rash pada kulit, atrhalgia, periartikular edema, nyeri abdomen, dan
glomerulonefritis. Dapat disertai infeksi saluran pernafasan atas, dan berhubungan
dengan Imunoglobin A, dan sintesis imunoglobin G.Ig A dan Ig G berinteraksi untuk
menghasilkan kompleks imun, yang mengaktifkan komplemen, yang di depositkan
pada organ,menimbulkan respon inflamasi berupa vaskulitis.
Sementara pada Nelson Text book of Pediatrics disebutkan bahwa HSP adalah
vaskulitis pembuluh darah kecil yang memiliki kekhasan, adanya purpura, arthritis,
nyeri abdomen, dan glomerulonefritis, sehingga dapat berupa manifestasi nya HSP
nefritis dan Ig A nefropati.
Dua sistem klasifikasi utama digunakan untuk menegakkan diagnosa HSP.
Pertama, dari American College of Rheumatology, membutuhkan 2 atau lebih
keadaan berikut:
Pasien berumur lebih muda dari 20 tahun
Purpura yang dapat dipalpasi
Nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna
Granulosit perivaskular atau ekstravaskular pada biopsi.
Sistem klasifikasi kedua dari Chapel Hill Consensus Group, secara primer
digunakan kriteria nonklinis, dan membutuhkan hanya kehadiran dari vaskulitis
pembuluh darah kecil dengan deposisi IgA.
Dua tambahan keadaan kriteria telah disarankan untuk diagnosis HSP.
Helander et al mengajukan bahwa tiga atau lebih dari keadaan berikut ini:
Direct immunofluorescence (DIF) menghasilkan konsistensi dengan deposisi
vaskular IgA
Pasien berumur lebih muda dari 20 tahun
Keterlibatan gastrointestinal
Prodromal infeksi saluran pernafasan atas
Mesangioproliperatif glomerulonefritis dengan atau tanpa deposisi IgA
Michel mengajukan kriteria untuk membedakan HSP dari vaskulitis
hipersensitivitas, membutuhkan tiga atau lebih dari keadaan berikut untuk
menegakkan diagnosis:
Purpura yang dapat dipalpasi
Bowel angina
Perdarahan gastrointestinal
Hematuria
Pasien berumur lebih dari 20 tahun
Tidak ada medikasi sebagai agen presipitasi
II.3 Etiologi
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor
memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas,
makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi (vaksin varisela, rubella,
rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obatobatan
(ampisillin, eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin). Infeksi bisa berasal dari bakteri
(spesies Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan
Salmonella) ataupun virus (adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr).
Vaskulitis juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan
metotreksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor). Namun, IgA jelas mempunyai
peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan
deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium renal. HSP adalah suatu kelainan
yang hampir selalu terkait dengan kelainan pada IgA1 daripada IgA2.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:
Infeksi: - Mononukleosis - Infeksi parvovirus B19
- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis
- Infeksi Mikoplasma - Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr - Infeksi Salmonella
- Infeksi viral Varizella-zoster- Enteritis Campylobacter
Vaksin: - Tifoid - Kolera
- Campak - Demam kuning
Alergen: - Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin)
- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin
Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease
II.4 Epidemiologi
Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 15 tahun (usia anak sekolah)
dengan puncaknya pada umur 47 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak lakilaki
dibanding anak perempuan (1,5 : 1).
II.5 Patogenesis
Henoch-Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya tidak
diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis, inflamasi pada dinding pembuluh
darah kecil dengan infiltrasi leukositik pada jaringan yang menyebabkan perdarahan
dan iskemia. Adanya keterlibatan kompleks imun IgA memungkinkan proses ini
berkaitan dengan proses alergi. Namun mekanisme kausal tentang ini belum dapat
dibuktikan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa HSP berhubungan dengan infeksi
kuman streptokokus grup A. Namun, mekanisme inipun belum dapat dibuktikan.
Inflamasi dinding pembuluh darah kecil merupakan manifestasi utama penyakit
ini. Bila pembuluh darah yang terkena adalah kulit, maka terjadi ekstravasasi darah ke
jaringan sekitar, yang terlihat sebagai purpura. Namun purpura pada HSP adalah khas,
karena batas purpura dapat teraba pada palpasi. Bila yang terkena adalah pembuluh
darah traktus gastrointestinal, maka dapat terjadi iskemia yang menyebabkan nyeri atau
kram perut. Kadang, dapat menyebabkan distensi abdomen, buang air besar berdarah,
intususepsi, maupun perforasi yang membutuhkan penanganan segera. Gejala
gastrointestinal umumnya banyak ditemui pada fase akut dan kemungkinan mendahului
gejala lainnya seperti bercak kemerahan pada kulit.
Etiologi dari HSP tidak diketahui tetapi melibatkan deposisi vaskular dari
kompleks immune IgA. Lebih spesifik lagi, kompleks imun terdiri dari IgA1 dan IgA2
dan diproduksi lagi oleh limfosit peripheral B. Kompleks ini seringkali terbentuk
sebagai respon terhadap faktor penimbul. Kompleks sirkulasi menjadi tidak terlarut,
disimpan didalam dinding pembuluh darah kecil (arteri, kapiler, venula) dan
komplement aktivasi, lebih banyak sebagai jalur alternative (didasarkan kehadiran dari
C3 dan properdin serta ketiadaan komponen awal pada kebanyakan biopsi).
Terjadi deposisi kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah kecil. Lebih
spesifik, yaitu kompleks IgA-1 kompleks imun (IgA1-C). Pada keadaan normal, IgA1-
C dibersihkan oleh hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein yang akan berikatan
dengan rantai oligosakarida dari fragmen IgA1-C. Pada pemeriksaan serum, kadar
IgA1-C lebih tinggi pada pasien HSP dengan gejala klinis keterlibatan ginjal daripada
mereka yang tanpa keterlibatan ginjal.
Aktivasi jalur komplemen menimbulkan infiltrasi faktor kemotaktik dan sel
polimorfonuklear. Pada 10% pasien, antibody anti-neutrofilik sitoplasmik ditemukan.
Molekul adhesi yang diinduksi oleh sitokin proinflamasi, termasuk TNFalfa dan IL-1
yang akan merekrut netrofil dan sel-sel inflamasi lainnya. Pada pemeriksaan kulit,
ditemukan adanya TNF pada lapisan intradermal dengan IL-1 dan IL-6. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan limfosit perivaskular dengan
deposit kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah kecil dan jaringan mesangial
ginjal.
Leukosit Polymorphonuclear diambil dari faktor kemotaktik dan menyebabkan
inflamasi serta nekrosis dinding pembuluh darah dengan trombosis yang menetap. Hal
ini akan mengakibatkan ekstravasasi dari eritrosit akan perdarahan dari organ yang
dipengaruhi dan bermanifestasi secara histologis sevagai vaskulitis leukocytoclastic.
Histologi melibatkan kulit memperlihatkan sel polimorfonuklear atau fragmen sel
disekitar pembuluh darah kecil kulit. Kompleks imun yang mengandung IgA dan C3
telah diketemukan di kulit, ginjal, intestinal mukosa, dan pergelangan, dimana tempat
organ utama terlibat didalam HSP .
Manifestasi klinis dari HSP merefleksikan kerusakan pembuluh darah kecil. Nyeri
abdominal, hadir pada 65% pasien, sekunder terhadap vaskulitis submukosa dan
perdarahan subserosa serta edema dengan trombosis dari mikrovaskular usus.
Hematuria dan proteinuria timbul pada nefritis terkait dengan HSP. Manifestasi renal
berkisar dari perubahan minimal hingga ke glumerulonefritis crescentic berat.
Etiologi sekunder terhadap deposisi mesangial IgA lebih predominan, tetapi IgG,
IgM, C3 dan deposisi properdin dapat juga timbul. Deposit ini juga dapat timbul dalam
ruang glumerular subepithelial. Banyak yang percaya bahwa kedua nephritis HSP dan
nefropati IgA (Penyakit Berger), dimana merupakan penyebab tersering dari
glumerulonephritis di dunia, mempunyai penampilan klinis yang berbeda dari proses
penyakit yang sama. Manifestasi dermatologis timbul sekunder terhadap deposisi
kompleks imun (IgA, C3) didalam pembuluh kulit papiler, menghasilkan kerusakan
pembuluh darah, ekstravasasi sel darah merah, dan secara klinis dapat diobservasi
dengan palpasi purpura. Hal ini dapat timbul tergantung di wilayah tubuh, seperti kaki
bawah, punggung dan abdomen.
Sama banyaknya dengan 50% kejadian yang timbul pada pasien pediatrik
menampakkan URI, dan studi terbaru pada dewasa mendemonstrasikan bahwa 40%
pasien mempunyai URI terdahulu. Beberapa agen berimplikasi, termasuk group A
streptococci, varicella, hepatitis B, Epstein-Barr virus, parvovirus B19, Mycoplasma,
Campylobacter, dan Yersinia. Lebih jarang, faktor lain telah dikaitkan dengan dengan
agen penimbul dalam perkembangan HSP. Hal tersebut meliputi obat, makanan,
kehamilan, demam mediterania familial, dan paparan di udara yang dingin. HSP juga
telah dilaporkan pada kelanjutan vaksinasi untuk typhoid, campak, demam kuning dan
kolera.
Patogenesis spesifik HSP tidak diketahui, pasien dengan HSP mempunyai
fruekuensi signifikan yang lebih tinggi akan HLA-DRB1*07 daripada kontrol
geografis. Peningkatan konsentrasi serum dari sitokin tumor necrosis factor- (TNF)
dan interleukin (IL)-6 telah diidentifikasi dalam penyakit yang aktif.Teknik
Immunofluorescence menunjukkan deposisi dari IgA dan C3 dalam pembuluh darah
kecil dikulit dan glomeruli renal, tetapi peranan aktivasi komplemen tetap
kontroversial.
II.6 Diagnosis
Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik
daripada dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan
kepada diagnosis HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan
ekstremitas bagian bawah dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau
perdarahan gastrointestinalis, artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis.
Tabel 1. Kriteria HSP
Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,
(palpable purpura) terdapat elevasi kulit, tidak
berhubungan dengan trombositopenia
Usia onset 20 tahun Onset gejala pertama 20 tahun
Gejala abdominal/gangguan saluran Nyeri abdominal difus, memberat
cerna (Bowel angina) setelah makan atau diagnosis iskemia
usus, biasanya termasuk BAB berdarah
Granulosit dinding pada biopsi Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau
venula
Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai HSP bila
memenuhi setidaknya 2 dari kriteria yang ada.
II.10 Komplikasi
Komplikasi utama dari HSP adalah keterlibatan ginjal, termasuk sindrom nefrotik,
dan perforasi usus. Komplikasi tidak sering dari edema scrotal adalah torsi testicular,
dimana sangat nyeri dan harus ditangani dengan baik.
II.11 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah suportif
dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan
mengatasi nyeri dengan analgesik. Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat
digunakan OAINS seperti ibuprofen. Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah
10mg/kgBB/6 jam. Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan
muntah dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam
asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit
yaitu petekie dan perdarahan saluran cerna. Bila terdapat kelainan ginjal progresif dapat
diberi kortikosteroid yang dikombinasi dengan imunosupresan. Metilprednisolon IV
dapat mencegah perburukan penyakit ginjal bila diberikan secara dini. Dosis yang dapat
digunakan adalah metilprednisolon 250 750 mg/hr IV selama 3 7 hari dikombinasi
dengan siklofosfamid 100 200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan
dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100 200 mg oral) selang sehari dan
siklofosfamid 100 200 mg/hr selama 30 75 hari sebelum akhirnya siklofosfamid
dihentikan langsung dan tappering-off steroid hingga 6 bulan.
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hr secara oral,
terbagi dalam 3 4 dosis selama 5 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan
penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada SSP, paru dan
testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik
persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi,
intususepsi dan perforasi saluran cerna.
II.12 Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat
terjadi pada 50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan sampai
menderita gagal ginjal. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat,
maka perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca
sakit.
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,
intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada saluran
cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian, walaupun hal
ini jarang terjadi.
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset,
eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII,
hipertensi, adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan kresens pada
glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial.
DAFTAR PUSTAKA