EKOSISTEM DANAU
Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang
relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan.
Untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk
dicocokkan dengan cara hidup manusia. Ruang dan lahan di sekitar kawasan
danau dirombak untuk menampung berbagai bentuk kegiatan manusia seperti
permukiman, prasarana jalan, saluran limbah rumah tangga, tanah pertanian,
rekreasi dan sebagainya (Connell dan Miller, 1995 diacu dalam Kumurur, 2002).
Sehingga seringkali terjadi pemanfaatan dan konservasi yang tidak berimbang;
terjadi pemanfaatan danau yang berlebih (over exploited) yang tidak
memperhatikan daya dukung. Pendangkalan akibat erosi dan eutrofikasi
merupakan penyebab suksesi suatu perairan danau. Hilangnya ekosistem danau
mengakibatkan kekurangan cadangan air tanah pada suatu kawasan/wilayah dan
akhirnya mengancam ketersediaan air bersih bagi kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Akibatnya, lingkungan hidup yang di dalamnya terdapat
manusia dan alam terancam tidak dapat berlanjut. Pencemaran air berdampak
pada suplai air minum, ekosistem, ekonomi serta kesehatan manusia dan
keamanan sosial (social security).
Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi empat kategori status trofik
(PerMNLH Nomor 28 tahun 2009), yaitu:
a. Oligotrof; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar rendah, status ini menunjukkan kualitas air masih
bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara N dan P.
b. Mesotrof; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar sedang, status ini menunjukkan adanya
peningkatan kadar N dan P, namun masih dalam batas toleransi karena
belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran air.
c. Eutrofik; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar
oleh peningkatan kadar N dan P.
2
Parameter Fisika
Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari
permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari
badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi
di badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi
kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu, peningkatan suhu air juga
5
mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4
(Haslam, 1995).
Fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai
ke suatu sel alga lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu. Cahaya matahari
dibutuhkan oleh tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses asimilasi. Besar nilai
kecerahan dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih
berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton suatu perairan
(Barus, 2004), kecerahan merupakan faktor pembatas bagi organisme fotosintetik
(fitoplankton) dan juga kematian pada organisme tertentu.
Beberapa sifat termal air seperti panas jenis, nilai kalor penguapan dan
nilai peleburan air mengakibatkan minimnya perubahan suhu air, sehingga variasi
suhu air lebih kecil bila dibandingkan dengan variasi suhu udara. Danau di daerah
o
tropik mempunyai kisaran suhu yang tinggi yaitu antara 20-30 C, dan
menunjukkan sedikit penurunan suhu dengan bertambahnya kedalaman. Oleh
karena itu perubahan suhu dapat menghasilkan stratifikasi yang mantap
sepanjang tahun, sehingga pada danau yang amat dalam cenderung hanya
sebagian yang tercampur (Effendi, 2003; Hadi, 2005).
Adanya penyerapan cahaya oleh air danau akan menyebabkan terjadinya
lapisan air yang mempunyai suhu yang berbeda. Bagian lapisan yang lebih
hangat biasanya berada pada daerah eufotik, sedangkan lapisan yang lebih dingin
biasanya berada di bagian afotik (bagian bawah). Menurut Goldman & Horne
(1989), bila pada danau tersebut tidak mengalami pengadukan oleh angin, maka
kolam air danau terbagi menjadi beberapa lapisan, yaitu: (1) epilimnion, lapisan
yang hangat dengan kerapatan jenis air kurang, (2) hipolimnion, merupakan
lapisan yang lebih dingin dengan kerapatan air kurang, dan (3) metalimnion
adalah lapisan yang berada antara lapisan epilimnion dan hipolimnion.
Pada daerah metalimnion terdapat lapisan termoklin yaitu lapisan
o
dimana suhu akan turun sekurang-kurangnya 1 C dalam setiap 1 meter
(Jorgensen & Volleweider, 1989). Suhu merupakan faktor pengendali (controling
factor) bagi proses respirasi dan metabolisme biota akuatik yang berlanjut
terhadap pertumbuhan dan proses fisiologi serta siklus reproduksinya (Hutabarat
6
dan Evans, 1984). Suhu juga dapat mempengaruhi proses dan keseimbangan
reaksi kimia yang terjadi dalam sistem air (Stumm and Morgan, 1981).
o
Menurut hukum Vant Hoffs, kenaikan temparatur sebesar 10 C (hanya
pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkat laju
metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju
metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain
pihak dengan naiknya temperatur akan mengakibatkan kelarutan oksigen dalam
air menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air akan mengalami
kesulitan untuk melakukan respirasi (Barus, 2004).
Rachmanda (2011), menyatakan bahwa suhu dapat menjadi faktor
penentu atau pengendali kehidupan organisme aquatik. Jenis, jumlah dan
keberadaan organisme aquatik sering berubah dengan adanya perubahan suhu air,
terutama terjadinya kenaikan suhu. Menurut (Wibisono, 2005), suhu yang masih
o
dapat ditolerir oleh organisme berkisar antara 20 30 C, suhu yang sesuai
o
dengan perkembangan fitoplankton berkisar antara 25 30 C, namun suhu yang
o
optimal untuk pertumbuhan dari zooplankton antara 15 35 C.
Effendi (2003), mengemukakan bahwa suhu badan air dipengaruhi oleh
musim, lintang, ketinggian dari permukaan air laut, waktu, sirkulasi udara,
penutupan vegetasi (kanopi), awan, serta kedalaman. Perubahan suhu akan
mempengaruhi proses fisika, kimia dan biologi badan air. Selain itu suhu juga
sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan
suhu akan menurunkan kadar kelarutan gas dalam air. Suhu yang optimal bagi
pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 20 30.
Jangkaru (2000), penurunan suhu udara pada malam hari, pada waktu
hujan atau pada waktu sinar matahari terhalang oleh awan, asap, debu atau
pelindung Iainnya akan menurunkan suhu air permukaan. Jika proses penurunan
suhu udara terus berlangsung sehingga suhu air permukaan sama dengan suhu
lapisan bawah maka akan terjadi proses pencampuran. Apabila penurunan suhu
air permukaan terus berlanjut sehingga lebih dingin dibanding dengan suhu air di
dasar maka akan terjadi proses pembalikan (Up Welling atau Turn Over).
7
Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS) dan Total Padatan
Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS)
air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut
air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.
Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industry yang berupa bahan
anorganik dan bahan organic seringkali dapat larut didalam air. Apabila bahan
buangan dan air limbah industry dapat larut dalam air maka akan terjadi
perubahan warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna,
sehingga tampak bening dan jernih.
Selain itu degradasi bahan buangan industry dapat pula menyebabkan
terjadinya perubahan warna air. Tingkat pencemaran air tidak mutlak harus
tergantung pada warna air, karena bahan buangan industry yang memberikan
warna belum tentu berbahaya dari bahan buangan industry yang tidak
memberikan warna. Seringkali zat-zat beracun justru terdapat didalam bahan
buangan industry yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air sehingga
air tetap jernih.
Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan
buangan atau air limbah dari kegiatan industry, atau dapat pula berasal dari
degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup didalam air. Bahan buangan
industry yang bersifat organic atau bahan buangan dan air limbah dari kegiatan
industry pengolahan bahan makanan seringkali menimbulkan bauyang sangay
menyengat hidung. Mikroba didalam air akan mengubah bahan buangan organic,
terutama gugus protein, secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap
dan berbau.
Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai
salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air cukup tinggi.
Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada umumnya
tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Apabila air mempunyai rasa
(kecuali air laut) maka hal itu berarti telah terjadinya pelarutan sejenis garam-
garaman. Air yang mempunyai rasa biasanya berasal dari garam-garam yang
terlarut. Bila hal ini terjadi maka berarti juga telah ada pelarutan ion-ion logam
yang dapat mengubah konsentrasi ion hydrogen dalam air. Adanya rasa pada air
pada umumnya diikuti pula dengan perubahan air.
9
Warna Perairan
oleh bahan organik dan anorganik, keberadaaan plankton, humus, dan ion-ion
logam seperti besi dan mangan. Oksidasi besi dan mangan mengakibatkan
perairan bewarna kemerahan dan kecoklatan atau kehitaman, sedangkan oksidasi
kalsium karbonat menimbulkan warna kehijauan. Bahan-bahan organik seperti
tanin, lignin dan asam humus dapat menimbulkan warna kecoklatan di perairan.
Perairan yang berwarna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air,
sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu. Untuk kepentingan estetika dan
pariwisata, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 unit PtCo, sedangkan untuk
kepentingan air minum warna air yang dianjurkan adalah 550 unit PtCo
(Santika, 1997; Effendi, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/saifulnurs/ekosistem-danau-1
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5783/1/Apdus%20Sala
mFST_NoRestriction.pdf
http://journal.gnest.org/sites/default/files/Journal%20Papers/373390_626_KARY
DIS_11-4.pdf
https://menyelamatkandanaulimboto.wordpress.com/pengendalian-pencemaran
danau/marganof/2-tinjauan-pustaka/
http://e-
journal.biologi.lipi.go.id/index.php/berita_biologi/article/viewFile/742/514