Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam tyhpoid atau di kalangan masyarakat dikenal dengan tipes
merupakan suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman
Samonella Typhi dan Salmonella Paratyphi.Penularan atau penyebarannya
melalui feco-oral (mulut) dari makanan dan minuman yang terkontaminasi
bakteri Salmonella Typhi / Paratyphi.Bisa terjadi akibat pencucican tangan
yang kurang bersih. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi
yang paling sering pada anak besar, umur 5- 9 tahun.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian dari Typoid ?
2. Bagaimana Epidemiologi dari Typoid ?
3. Bagaimana Etiologi dari Typoid ?
4. Bagaimana Klasifikasi dari Typoid ?
5. Bagaimana Manifestasi Klinis dari Typoid ?
6. Bagaimana Patofisiologi dari Typoid ?
7. Bagaimana WOC dari Typoid ?
8. Bagaimana Komplikasi dari Typoid ?
9. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dari Typoid ?
10. Bagaimana Penatalaksanaan dari Typoid ?
11. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Typoid ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari Typoid
2. Untuk mengetahui Epidemiologi dari Typoid
3. Untuk mengetahui Etiologi dari Typoid
4. Untuk mengetahui Klasifikasi dari Typoid
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Typoid
6. Untuk mengetahui Patofisiologi dari Typoid
7. Untuk mengetahui WOC dari Typoid
8. Untuk mengetahui Bagaimana Komplikasi dari Typoid
9. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari Typoid
10. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari Typoid
11. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada penyakit Typoid

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Demam typoid adalah infeksi yang disebabkan oleh salmonella thypi atau
salmonella parathyphi A, B dan C. penyakit ini mempunyai tanda yang khas
berupa penjalaran yang cepat berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai demam,
taksosnia, pembesaran limpa dan erupsi kulit.

Demam typoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang berlangsung 3-5
minggu, disebabkan oleh salmonella thypoid yang ditandai demam tinggi, sakit
kepala lemah, batuk, spienomegali, gangguan kesadaran, distensi abdomen, feses
yang menyerupai sop katang dan leukopeni.

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi


salmonella Thypi.Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella.( Bruner and Sudart, 1994).

2
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala


sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).

2.2 Epidemiologi

Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada


iklim.Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini
meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik.Perbaikan sanitasi dan
penyediaan sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini.

A. Penyebaran Geografis dan Musim


Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian
dunia.Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun
musim.Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan
lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
B. Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin
Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara
jenis kelamin lelaki atau perempuan.Umumnya penyakit itu lebih sering
diderita anak-anak.Orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang
tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri. Persentase
penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di
bawah ini.
C. Usia Persentase
12 29 tahun 70 80 %
30 39 tahun 10 20 %
> 40 tahun 5 10 %

2.3 Etiologi

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi.Salmonella para typhi A. B dan


C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam

3
typhoid dan pasien dengan carier.Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.

2.4 Klasifikasi
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam typoid dengan
perbedaan gejala klinis :
1. Demam Typoid akut non komplikasi
Demam typoid akut dikarakteristikkan dengan adanya demam
berkepanjangan abnormalis, fungsi bowel (konstipasi pada pasien
dewasa, dan diare pada anak), sakit kepala, malaise, dan anoreksia.
Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase awal penyakit selama periode
demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya rose spot pada
dada, abdomen dan punggung.
2. Demam Typoid dengan adanya komplikasi
Pada demam typoid akut, keadaan mungkin dapat berkembang
menjadi komlikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan
keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi,
mulai dari melena, porforasi, usus, dan peningkatan ketidaknyamanan
abdomen.
3. Keadaan karier
Keadaan karier typoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur
pasien. Karier typoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella
typhi difeses.

2.5 Manifestasi Klinis


1. Pola awal penyakit keluhan dan tanda gejala meliputi:
a. Anoreksia
b. Rasa malas
c. Sakit kepala bagian depan
d. Nyeri otot
e. Gangguan nyeri perut
2. Pada minggu ke I keluhannya
a. Demam hingga 400C
b. Denyut nadi lemah
c. Nadi 80-100 kali permenit
3. Akhir minggu ke I
a. Lidah tampak kotor, berkerak, berwarna merah di ujung dan tepi
hiperemis
b. Epistaksis

4
c. Tenggorokan kering dan beradang
d. Ruam kulit, pada abdomen salah satu sisi tapi tak merasa
e. Bercak-bercak selama 3-5 hari lalu hilang sempurna.
4. Pada minggu ke II
Demam turun khususnya pagi hari, pasien sakit akut, disorientasi lemas.
5. Pada minggu ke III
a. Gejala berkurang dan suhu mulai turun
b. Terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi karena lepasnya kerak dan
ulkus
c. Bila keadaan buruk terjadi tanda-tanda delirium
d. Otak bergerak terus
e. Inkontinentia urine
f. Nyeri perut
g. Bila nadi ditambah peritonitis maka hal ini menunjukkan terjadi
perforasi usus, keringat dingin, sukar bernapas dan denyut nadi lemah,
menandakan ada perdarahan.
6. Pada minggu ke IV (stadium penyembuhan)
a. Merupakan fase penyembuhan bila tidak ada tanda-tanda komplikasi
b. Mereda 2-4 minggu
c. Malaise tetap ada selama 1-2 bulan.

2.6 Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang


dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman


salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke

5
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk
limpa, usus halus dan kandung empedu.

2.7 WOC

Kuman Salmonella typhi, Salmonella


Paratyphi masuk ke saluran cerna

Sebagian dimusnahkan asam lambung Sebagian masuk usus halus


Peningkatan asam Di ileum terminalis


lambung membentuk limfoid plaque

peyeri
Mual, muntah

Sebagian menembus lamina


Intake kurang
Sebagian hidup dan
propia
Gangguan Nutrisi menetap
Masuk aliran limfe
Kurang Dari kebutuhan
Perdarahan mesentrial

Perforasi Menembus dan masuk

aliran darah
PERITONITIS


Masuk dan bersaing dihati
Nyeri tekan
dan limpa
Gangguan Rasa
Hepatomegali,
Nyaman : Nyeri
Splenomegali

Infeksi Salmonella typhi,
Paratyphi dan Endotoksin

Dilepasnya zat pyrogen oleh
leukosit pada jaringan yang
meradang

DEMAM TIFOID

Gangguan Rasa Nyaman :

6
Panas Peningkatan Suhu
Badan

2.8 Komplikasi

1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan intestinal
Pada plaques payeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk
tukak/luka, jika luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh
darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya jika luka menembus
dinding usus maka perforasi terjadi, apalagi kalau terjadi gangguan
koagulasi.
b. Perforasi usus
Biasa timbul pada minggu ke 3 namun dapat terjadi pula minggu ke
1.gejalanya : mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah
kuadran kanan bawah menyebar keseluruh perut disertai tanda-tanda
ileus.
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium :

1. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin).Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah

7
divaksinasikan.Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari


tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.
2. Pemeriksaan Leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai.Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder.Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan
yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

8
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
4. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
5. Uji Tubex
Pemeriksaan ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan waktu
singkat untuk dilakukan (kurang lebih 5 menit). Untuk meningkatkan
spesivisitas, pemeriksaan ini menggunakan antigen O9 yang hanya
ditemukan pada Salmonellae serogroup D dan tidak pada mikroorganisme
lain. Antigen yang menyerupai ditemukan pula pada Trichinella spiralis
tetapi antibodi terhadap kedua jenis antigen ini tidak bereaksi silang satu
dengan yang lain. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi
Salmonellae serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada S.
typhi. Infeksi oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif.
Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan. Antigen ini dapat
merangsang respons imun secara independen terhadap timus, pada bayi,
dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat
ini, respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat sehingga deteksi
terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk
infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Uji Tubex hanya
dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak
dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen,
meliputi:
a. Tabung berbentuk V :berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas.

9
b. Reagen A : mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan
antigen S. typhi O9
c. Reagen B : mengandung partikel lateks berwarna biru yang
diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen 09.
Interpretasi hasil uji Tubex:
Skor Interpretasi
<2 Negatif
3 Borderline
4-5 Positif
>6 Positif
Berbagai penelitian (House dkk, 2001; Olsen dkk, 2004; dan Kawano
dkk, 2007) menunjukkan uji ini memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang
baik (berturut-turut 75-80% dan 75-90%).
6. Uji IgM Dipstick
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda
dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S.
typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung
antigen S. Typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human
immobilized sebagai reagen kontrol.Pemeriksaan ini menggunakan
komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik
dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas
laboratorium yang lengkap.
Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini
sebesar 69.8% bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5%
bila dibandingkan dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar 88.9%
dan nilai prediksi positif sebesar 94.6%. Penelitian lain oleh Ismail dkk
(2002) terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji
ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%. Penelitian oleh Hatta dkk
(2002) mendapatkan rerata sensitivitas sebesar 65.3% yang makin
meningkat pada pemeriksaan serial yang menunjukkan adanya
serokonversi pada penderita demam tifoid. Uji ini terbukti mudah
dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar
manfaatnya pada penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid
dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan antibiotika
tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas.

10
7. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji
typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi
secara spesifik IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD, yang
terdapat pada strip nitroselulosa.

2.10 Penatalaksanaan

1. Perawatan
a. Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
3. Pengobatan
a. Klorampenikol
b. Tiampenikol
c. Kotrimoxazol
d. Amoxilin dan ampicillin

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian

a Pengumpulan data
1. Biodata Pasien, meliputi :
a Nama pasien agar lebih mudah memanggil, mengenali klien antara yang satu
dengan yang lainnya, agar tidak keliru.
b Umur : Demam Typoid dapat menyerang semua usia, namun sebagian besar
pasien ditemukan pada usia produktif.
12 29 tahun 70 80 %
30 39 tahun 10 20 %
> 40 tahun 5 10 %
c Jenis kelamin : semua jenis kelamin dapat mengidap Demam Typoid
d Lingkungan : Kebersihan Lingkungan dan Kebersihan Diri yang kurang
e Pendidikan : mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya serta
pemberian informasi yang tepat bagi klien..
f Pekerjaan : mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi klien.
Untuk mengetahui juga lingkungan kerja klien apakah outdoor atau indoor.
2. Keluhan Utama :
Keluhan utama yang biasa muncul saat pengkajian tidak pasti, tergantung kapan
dilakukan pengkajian tersebut. Biasanya adalah demam tinggi, sakit kepala,
lemah, batuk, spienomegali, gangguan kesadaran, distensi abdomen, feses
yang menyerupai sop katang dan leukopeni..
3. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Pemeriksaan difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami
seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam / panas, anoreksia dan
efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu.

12
Komplikasi dari penyakit yang sebelumnya dialami misalnya miokarditis,
trombosis, tromboplebitis, Pneumonia, perforasi Usus
5. Riwayat Kesehatan Keluarga.
faktor keturunan frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga di mana
terdapat anggota dengan penyakit tersebut.
6. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar tidak sadar (composmentis
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala
sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui
adanya penurunan BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi,
sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah penulisan klinis tentang respon individu,

keluarga, atau komunitas tentang masalah kesehatan/ proses keperawatan yang

actual dan potensial (Doengos, dkk.:2000).

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :

1. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit,

kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah


2. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit,

kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah


3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
4. Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan

kelemahan fisik
5. Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang

informasi atau informasi yang tidak adekuat

13
3.3 Intervensi Keperawatan

Menurut Carperito dan Moyet, (2007 : 83) perencanaan dalam proses

keperawatan adalah metode pemberian langsung kepada klien terdiri atas tiga fase

yaitu menentukan prioritas, merumuskan tujuan dan membuat intervensi

keperawatan.

Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan

perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut:

Diagnosa. 1

Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit,

kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.

Tujuan

Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria hasil

Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas

normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada

Intervensi

Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis

dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur

BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti

mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira

2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K,

Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui

parenteral sesuai indikasi.

14
Diagnosa. 2

Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

Tujuan

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi

Kriteria hasil

Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising

usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal,

konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.

Intervensi

Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan

tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari.

Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual,

muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian

diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik seperti (ranitidine).

Diagnosa 3

Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi

Tujuan

Hipertermi teratasi

Kriteria hasil

Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak

terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.

15
Intervensi

Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien,

beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal

bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat

menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

anti piretik.

Diagnosa 4

Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan

dengan kelemahan fisik

Tujuan

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi

Kriteria hasil

Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan

otot.

Intervensi

Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan

sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara

bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.

16
Diagnosa 5

Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan

Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil

Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi

purulen/drainase serta febris.

Intervensi

Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan

infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan

infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai

indikasi.

Diagnosa 6

Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau

informasi yang tidak adekuat

Tujuan

Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil

Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup

dan ikut serta dalam pengobatan.

Intervensinya

Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya,

Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan

17
keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif

jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik

ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui

klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

3.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan merupakan kategori dan prilaku keperawatan, dimana

perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencaspai tujuan dan hasil

yang diperkirakan dari asuhan keperawatan Potter dan Perry (1999) pelaksanaan

mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari

dengan kata lain pelaksanaan mencangkup melakukan, membantu atau

mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari.

3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan keputuana atau pendapat tentang Carpenito dan

Moyet (2007) sedangkan menurut Rubenfeld dan Scheffer (1999). Evaluasi adalah

tindakan memeriksa setiap aktivitas dan apakah hasil yang diharapkan telah

tercapai.

Adapun tipe-tipe evaluasi yang harus perawat lakukan dalam asuhan

keperawatan kepada klien meliputi : evaluasi masalah kolaboratip yaitu

mengumpulkan data yang telah dipilih, membandingkan data untuk mencapai data

normal. Menilai data yang di dapat dengan nilai normal. Evaluasi diagnosis

keperawatan dan peningkatan pencapaian tujuan dan evaluasi dari status

perencanaan keperawatan dan hasil yang di dapat.

Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di

harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-

18
tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak

terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri,

infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

19
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN SEMU

Kasus

An.S (17 tahun) masuk rumah sakit dengan keluhan suhu tubuhnya
meningkat disertai sakit kepala dan nyeri tenggorokan 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Dari hasil pengkajian Perawat X didapatkan suhu tubuh 41o C nadi
120x/menit, tekanan darah 110/80 mmHg, RR 30x/menit dan pasien mengeluh
muntah-muntah, lemas dan diare. Riwayat kesehatan : pasien 2 minggu yang lalu
ada keluarga yang menderita demam Typoid.

4.1 Pengkajian

1. Identitas Pasien

Biodata :

Nama : An.S

Usia : 17 tahun

Alamat : jln. Kemuning Raya no.23 Jombang

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

Tgl. MRS : 1 November 2016

No. Reg : 25258

Tgl Pengkajian: 1 November 2016

Diagnosa Medis: Demam Typoid

20
2. Keluhan Pasien

Keluhan utama :
suhu tubuh meningkat
Riwayat masuk Rumah Sakit:
Pasien masuk ke rumah sakit tanggal 1 November 2016 jam 12.00. Pasien
mengeluh dengan suhu tubuhnya meningkat disertai batuk dan nyeri
tenggorokan 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit:
Pasien menegeluh suhu tubuhnya meningkat disertai batuk dan nyeri
tenggorokan 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit dahulu:
pasien tidak pernah dirawat di RS sebelumnya
Riwayat Kesehatan Keluarga
......Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan seperti
diabetes militus, penyakit jantung, struk, hipertensi.

3. Pemeriksaan TTV

Suhu : 41o C

Nadi : 120/menit

RR : 30x/menit

TD : 110/80 mmHg

BB : 45 turun menjadi 41

4. Pemeriksaan Per Sistem

1.Sistem PERNAFASAN :

Mulut

- Inspeksi: mukosa bibir sianosis

Leher

Inspeksi: Tidak ada bendungan vena jugularis, trakheostomi

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.

21
Dada

Inspeksi: Dada simetris, pergerakan dinding dada simetris.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan(vokal fremitus)

Perkusi : Suara paru sonor dilapang paru.

Auskultasi: adanya suara whizzing

2. Sistem kardiovaskuler

Wajah

- Inspeksi: sianosis, dan gelisah

Ekstremitas atas

- Inspeksi : Tidak ada bintik-bintik merah, tidak ada edema, ada


kelemahan otot.

Palpasi : arteri radialis lebih kuat, CRT kurang dari 2 detik

Ekstremitas bawah

Inspeksi : tidak ada edema, tidak ada kelemahan otot, tidak ada
clubbing finger.

Palpasi :arteri femuralis lebih lemah, CRT <2dtk.

3. Sistem persyarafan

UJI NERVUS I- XII tidak ada kelainann

4. Perkemihan eliminasi uri

-Anamnesa : Pasien tidak mengeluh susah BAK.

..........-BAK: jumlah yang keluar1000 cc/8jam, warna kuning, frekuensi 3x


sehari.

5. Sistem Pencernaan

22
Anamnese: pasien mengeluh nafsu makan menurun, mual dan muntah

Mulut

- Inspeksi : Mulut simetris, mukosa bibir kering, ada alat bantu nafas

Lidah

- Inspeksi : Lidah tidak tremor, tidak ada lesi, warna putih.

Abdomen

- Inspeksi : Tidak ada pembesaran abnormal

Perkusi : Timpani

....Palpasi : kuadran I hepar tidak teraba, kuadran II nyeri tekan, kuadran III tidak
ada skibala, kuadran IV tidak ada nyeri tekan pada titik mc burney

BAB : tidak ada masalah, sudah BAB 1x sehari, warna kuning, padat.

6.Sistem Muskuloskeletal

Anamnese: pasien mengatakan pegal-pegal pada seluruh bagian tubuh

Warna kulit

- Inspeksi : Kulit kering


- Palpasi : Kulit terasa panas, akral dingin

Kekuatan OTOT : 4 4 4 4

4.2 Analisa Data

NS. DIAGNOSIS HIPERTERMI(00007)

(NANDA-I) Domain 11 : Keamanan atau Perlindungan

23
Kelas 6 : Termogulasi

DEFINITION: Suhu inti tubuh di atas kisaran normal karena kegagalan termogulasi

BATASAN Apnea
KARAKTERISTIK Gelisah
Kejang
Koma
Kulit kemerahan
Kulit terasa hangat
Letargi
Takipnea
Takikardi
vasodilatasi

-dehidrasi - sepsi - trauma

-iskemia - penyakit - penuruna perspirasi

-aktivitas berlebiha suhu lingkugan ting

FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN
ASSESS

Subjective data entry Objective data entry

Pasien menmerasakan badanya -Kesadaran : GCS 456


panas
-TTV :

TD: 110/80 mmHg,


MENT

N : 150 x/ menit

RR : 25 x/ menit,

S: 390C,
DIAGNOSIS

Client Ns. Diagnosis (Specify):

Diagnostic Hipertermi

Statement: Related to:

24
Trauma
Nyeri dada

25
4.3 Intervensi Keperawatan

INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx.Kep : HIPERTERMI (00007)

Definisi : Ketidakmampuan membersihankan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan kebersihan jalan napas.

NIC NOC

Intervensi Aktivitas Outcome Indikator

Perawatan DEMAM: Observasi: Thermoregulation 1. Sakit kepala (5)


2. Perubahan warna kulit
Def: managemen pasien Observasi TTV pasien dan suhu pasien Def: keseimbagan produksi
(4)
dengan hiperpireksia panas, peningkatkan panas 3. Dehidrasi (4)
karena faktor non Action: dan kehilagan suhu panas 4. Respirasi rate(4)
enviromental 5. Sakit otot (4)
1.Melakukan TTV :

TD :110/80
RR: 30x/menit
Suhu : 410 C
N : 120x/menit
2. seka dengan air hangat

3.monitor suhu

4.monitor elektrolit

28
5.kompres digin daerah aksila

6.lakukan oral hygine

7.monitor penurunan tingkat kesadaran

8. tingkatkan sirkulasi udara

9.beri cairan infus

Kolaborasi:

1.berikan obat anti piretik

2.berikan oksigen

Health Education:

1.motivasi untuk meningktakan intake cairan peroral

29
4.4 Implementasi Keperawatan

Inisial Nama : An.S

Dx.Kep : Hipertermi(0007)

Tgl/Jam Tindakan Paraf

1.melakukan pemeriksaan TTV pada pasien :

TD: 110/80
RR : 30x/menit
S : 41 C
N: 120x/menit
2.menseka dengan air hangat
1 November 2016
3. beri cairan infus
14.00

1.melakukan monitor suhu

2 November 2016 2.monitororing elektrolit

3.mengkompres digin daerah aksila

09.00 4.melakukan oral hygine,pasien bisa melakukan

5.monitoring penurunan tingkat kesadaranGSC 456

1. Mengukur TTV :

TD :120/80
RR: 20x/menit
Suhu : 37,4 C
N : 80 x/menit
2.Kolaborasi pemberian obat antipiretik
3 November 2016
3. pemebrian oksigen
13.00

30
4.5 Evaluasi Keperawatan

Inisial Nama : Tn.A

Tanggal: 3 November 2016

Tgl/Jam Diagnosa Catatan Perkembagan Paraf

03 November Hipertermi S: pasien mnegatakan bahwa


2016 badanya panas

15.00 O : TD: 110/80

RR: 30 x/ment

S : 41 C

N : 120x/menit

- Kesdaran GCS 456

A: masalah belum teratasi

P: melanjutkan intervensi 1,2,3

4 November Hipertermi S: pasien merasakan tubuhnya


2016 masih panas

O: - Kesadaran GCS 456

12.00 A: masalah belum teratasi

P: lanjutkan Intervensi 1,2,3,4,5

5 November Hipertermi S: pasien mengatakan suhu


2016 tubuhnya sudah menurun dan tidak
merasakan demam
19.00
O : -mengukur TD: 120/80

- RR: 20x/menit

- S: 37,4 C

- N: 65 x/menit

- kesadaran GCS 456

- tidak ada bunyi rochi

A : masalah teratasi

31
P: Hentikan Intervensi 1,2,3

32
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Demam typoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang di sebabkan
oleh bakteri salmonella typhi.Di Indonesia penderita demam typoid cukup
banyak di perkirakan 800/10.000 penduduk per tahun terbesar dimana-
mana,dan di temukan hamper sepanjang tahun.

Demam typoid dapat di temukan pada semua umur,tetapi yang paling


sering pada anak besar,umur 5-9 tahun.Dengan keadaan seperti ini,adalah
penting melakukan pengenalan dini demam typoid yaitu adanya 3 komponen
utama : demam berkepanjangan (lebih dari 7 hari),gangguan susunan saraf
pusat atau kesadaran.

5.2 Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat menambah


wawasan tentang penyakit TYPOID Bagi para pembaca kami berharap agar tidak
merasa puas dengan makalah yang kami tulis,Karena kami pun menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.

33
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland-Edisi 29. Jakarta: EGC.

Nelwan, R. H. H. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Widodo, Djoko. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Nelson, Waldo et. Al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Jakarta: EGC.

Jawetz et. Al. 2007.Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

34

Anda mungkin juga menyukai