Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Demam typoid adalah infeksi yang disebabkan oleh salmonella thypi atau
salmonella parathyphi A, B dan C. penyakit ini mempunyai tanda yang khas
berupa penjalaran yang cepat berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai demam,
taksosnia, pembesaran limpa dan erupsi kulit.
Demam typoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang berlangsung 3-5
minggu, disebabkan oleh salmonella thypoid yang ditandai demam tinggi, sakit
kepala lemah, batuk, spienomegali, gangguan kesadaran, distensi abdomen, feses
yang menyerupai sop katang dan leukopeni.
2
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
3
typhoid dan pasien dengan carier.Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.
2.4 Klasifikasi
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam typoid dengan
perbedaan gejala klinis :
1. Demam Typoid akut non komplikasi
Demam typoid akut dikarakteristikkan dengan adanya demam
berkepanjangan abnormalis, fungsi bowel (konstipasi pada pasien
dewasa, dan diare pada anak), sakit kepala, malaise, dan anoreksia.
Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase awal penyakit selama periode
demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya rose spot pada
dada, abdomen dan punggung.
2. Demam Typoid dengan adanya komplikasi
Pada demam typoid akut, keadaan mungkin dapat berkembang
menjadi komlikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan
keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi,
mulai dari melena, porforasi, usus, dan peningkatan ketidaknyamanan
abdomen.
3. Keadaan karier
Keadaan karier typoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur
pasien. Karier typoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella
typhi difeses.
4
c. Tenggorokan kering dan beradang
d. Ruam kulit, pada abdomen salah satu sisi tapi tak merasa
e. Bercak-bercak selama 3-5 hari lalu hilang sempurna.
4. Pada minggu ke II
Demam turun khususnya pagi hari, pasien sakit akut, disorientasi lemas.
5. Pada minggu ke III
a. Gejala berkurang dan suhu mulai turun
b. Terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi karena lepasnya kerak dan
ulkus
c. Bila keadaan buruk terjadi tanda-tanda delirium
d. Otak bergerak terus
e. Inkontinentia urine
f. Nyeri perut
g. Bila nadi ditambah peritonitis maka hal ini menunjukkan terjadi
perforasi usus, keringat dingin, sukar bernapas dan denyut nadi lemah,
menandakan ada perdarahan.
6. Pada minggu ke IV (stadium penyembuhan)
a. Merupakan fase penyembuhan bila tidak ada tanda-tanda komplikasi
b. Mereda 2-4 minggu
c. Malaise tetap ada selama 1-2 bulan.
2.6 Patofisiologi
5
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk
limpa, usus halus dan kandung empedu.
2.7 WOC
peyeri
Mual, muntah
6
Panas Peningkatan Suhu
Badan
2.8 Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan intestinal
Pada plaques payeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk
tukak/luka, jika luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh
darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya jika luka menembus
dinding usus maka perforasi terjadi, apalagi kalau terjadi gangguan
koagulasi.
b. Perforasi usus
Biasa timbul pada minggu ke 3 namun dapat terjadi pula minggu ke
1.gejalanya : mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah
kuadran kanan bawah menyebar keseluruh perut disertai tanda-tanda
ileus.
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin).Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
7
divaksinasikan.Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
8
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
4. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
5. Uji Tubex
Pemeriksaan ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan waktu
singkat untuk dilakukan (kurang lebih 5 menit). Untuk meningkatkan
spesivisitas, pemeriksaan ini menggunakan antigen O9 yang hanya
ditemukan pada Salmonellae serogroup D dan tidak pada mikroorganisme
lain. Antigen yang menyerupai ditemukan pula pada Trichinella spiralis
tetapi antibodi terhadap kedua jenis antigen ini tidak bereaksi silang satu
dengan yang lain. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi
Salmonellae serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada S.
typhi. Infeksi oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif.
Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan. Antigen ini dapat
merangsang respons imun secara independen terhadap timus, pada bayi,
dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat
ini, respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat sehingga deteksi
terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk
infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Uji Tubex hanya
dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak
dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen,
meliputi:
a. Tabung berbentuk V :berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas.
9
b. Reagen A : mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan
antigen S. typhi O9
c. Reagen B : mengandung partikel lateks berwarna biru yang
diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen 09.
Interpretasi hasil uji Tubex:
Skor Interpretasi
<2 Negatif
3 Borderline
4-5 Positif
>6 Positif
Berbagai penelitian (House dkk, 2001; Olsen dkk, 2004; dan Kawano
dkk, 2007) menunjukkan uji ini memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang
baik (berturut-turut 75-80% dan 75-90%).
6. Uji IgM Dipstick
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda
dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S.
typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung
antigen S. Typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human
immobilized sebagai reagen kontrol.Pemeriksaan ini menggunakan
komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik
dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas
laboratorium yang lengkap.
Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini
sebesar 69.8% bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5%
bila dibandingkan dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar 88.9%
dan nilai prediksi positif sebesar 94.6%. Penelitian lain oleh Ismail dkk
(2002) terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji
ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%. Penelitian oleh Hatta dkk
(2002) mendapatkan rerata sensitivitas sebesar 65.3% yang makin
meningkat pada pemeriksaan serial yang menunjukkan adanya
serokonversi pada penderita demam tifoid. Uji ini terbukti mudah
dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar
manfaatnya pada penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid
dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan antibiotika
tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas.
10
7. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji
typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi
secara spesifik IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD, yang
terdapat pada strip nitroselulosa.
2.10 Penatalaksanaan
1. Perawatan
a. Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
3. Pengobatan
a. Klorampenikol
b. Tiampenikol
c. Kotrimoxazol
d. Amoxilin dan ampicillin
11
BAB III
3.1 Pengkajian
a Pengumpulan data
1. Biodata Pasien, meliputi :
a Nama pasien agar lebih mudah memanggil, mengenali klien antara yang satu
dengan yang lainnya, agar tidak keliru.
b Umur : Demam Typoid dapat menyerang semua usia, namun sebagian besar
pasien ditemukan pada usia produktif.
12 29 tahun 70 80 %
30 39 tahun 10 20 %
> 40 tahun 5 10 %
c Jenis kelamin : semua jenis kelamin dapat mengidap Demam Typoid
d Lingkungan : Kebersihan Lingkungan dan Kebersihan Diri yang kurang
e Pendidikan : mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya serta
pemberian informasi yang tepat bagi klien..
f Pekerjaan : mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi klien.
Untuk mengetahui juga lingkungan kerja klien apakah outdoor atau indoor.
2. Keluhan Utama :
Keluhan utama yang biasa muncul saat pengkajian tidak pasti, tergantung kapan
dilakukan pengkajian tersebut. Biasanya adalah demam tinggi, sakit kepala,
lemah, batuk, spienomegali, gangguan kesadaran, distensi abdomen, feses
yang menyerupai sop katang dan leukopeni..
3. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Pemeriksaan difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami
seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam / panas, anoreksia dan
efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu.
12
Komplikasi dari penyakit yang sebelumnya dialami misalnya miokarditis,
trombosis, tromboplebitis, Pneumonia, perforasi Usus
5. Riwayat Kesehatan Keluarga.
faktor keturunan frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga di mana
terdapat anggota dengan penyakit tersebut.
6. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar tidak sadar (composmentis
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala
sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui
adanya penurunan BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi,
sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.
kelemahan fisik
5. Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang
13
3.3 Intervensi Keperawatan
keperawatan adalah metode pemberian langsung kepada klien terdiri atas tiga fase
keperawatan.
Diagnosa. 1
Tujuan
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis
dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur
BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti
mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira
Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui
14
Diagnosa. 2
Tujuan
Kriteria hasil
usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal,
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan
tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari.
Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual,
muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan
Diagnosa 3
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak
15
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien,
beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal
bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat
menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
anti piretik.
Diagnosa 4
Tujuan
Kriteria hasil
otot.
Intervensi
sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara
16
Diagnosa 5
Tujuan
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi
Intervensi
infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan
infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai
indikasi.
Diagnosa 6
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya,
Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan
17
keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif
jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik
ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui
klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencaspai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan Potter dan Perry (1999) pelaksanaan
3.5 Evaluasi
Moyet (2007) sedangkan menurut Rubenfeld dan Scheffer (1999). Evaluasi adalah
tindakan memeriksa setiap aktivitas dan apakah hasil yang diharapkan telah
tercapai.
mengumpulkan data yang telah dipilih, membandingkan data untuk mencapai data
normal. Menilai data yang di dapat dengan nilai normal. Evaluasi diagnosis
harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-
18
tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak
19
BAB IV
Kasus
An.S (17 tahun) masuk rumah sakit dengan keluhan suhu tubuhnya
meningkat disertai sakit kepala dan nyeri tenggorokan 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Dari hasil pengkajian Perawat X didapatkan suhu tubuh 41o C nadi
120x/menit, tekanan darah 110/80 mmHg, RR 30x/menit dan pasien mengeluh
muntah-muntah, lemas dan diare. Riwayat kesehatan : pasien 2 minggu yang lalu
ada keluarga yang menderita demam Typoid.
4.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Biodata :
Nama : An.S
Usia : 17 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
20
2. Keluhan Pasien
Keluhan utama :
suhu tubuh meningkat
Riwayat masuk Rumah Sakit:
Pasien masuk ke rumah sakit tanggal 1 November 2016 jam 12.00. Pasien
mengeluh dengan suhu tubuhnya meningkat disertai batuk dan nyeri
tenggorokan 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit:
Pasien menegeluh suhu tubuhnya meningkat disertai batuk dan nyeri
tenggorokan 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit dahulu:
pasien tidak pernah dirawat di RS sebelumnya
Riwayat Kesehatan Keluarga
......Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan seperti
diabetes militus, penyakit jantung, struk, hipertensi.
3. Pemeriksaan TTV
Suhu : 41o C
Nadi : 120/menit
RR : 30x/menit
TD : 110/80 mmHg
BB : 45 turun menjadi 41
1.Sistem PERNAFASAN :
Mulut
Leher
21
Dada
2. Sistem kardiovaskuler
Wajah
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Inspeksi : tidak ada edema, tidak ada kelemahan otot, tidak ada
clubbing finger.
3. Sistem persyarafan
5. Sistem Pencernaan
22
Anamnese: pasien mengeluh nafsu makan menurun, mual dan muntah
Mulut
- Inspeksi : Mulut simetris, mukosa bibir kering, ada alat bantu nafas
Lidah
Abdomen
Perkusi : Timpani
....Palpasi : kuadran I hepar tidak teraba, kuadran II nyeri tekan, kuadran III tidak
ada skibala, kuadran IV tidak ada nyeri tekan pada titik mc burney
BAB : tidak ada masalah, sudah BAB 1x sehari, warna kuning, padat.
6.Sistem Muskuloskeletal
Warna kulit
Kekuatan OTOT : 4 4 4 4
23
Kelas 6 : Termogulasi
DEFINITION: Suhu inti tubuh di atas kisaran normal karena kegagalan termogulasi
BATASAN Apnea
KARAKTERISTIK Gelisah
Kejang
Koma
Kulit kemerahan
Kulit terasa hangat
Letargi
Takipnea
Takikardi
vasodilatasi
FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN
ASSESS
N : 150 x/ menit
RR : 25 x/ menit,
S: 390C,
DIAGNOSIS
Diagnostic Hipertermi
24
Trauma
Nyeri dada
25
4.3 Intervensi Keperawatan
INTERVENSI KEPERAWATAN
Definisi : Ketidakmampuan membersihankan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan kebersihan jalan napas.
NIC NOC
TD :110/80
RR: 30x/menit
Suhu : 410 C
N : 120x/menit
2. seka dengan air hangat
3.monitor suhu
4.monitor elektrolit
28
5.kompres digin daerah aksila
Kolaborasi:
2.berikan oksigen
Health Education:
29
4.4 Implementasi Keperawatan
Dx.Kep : Hipertermi(0007)
TD: 110/80
RR : 30x/menit
S : 41 C
N: 120x/menit
2.menseka dengan air hangat
1 November 2016
3. beri cairan infus
14.00
1. Mengukur TTV :
TD :120/80
RR: 20x/menit
Suhu : 37,4 C
N : 80 x/menit
2.Kolaborasi pemberian obat antipiretik
3 November 2016
3. pemebrian oksigen
13.00
30
4.5 Evaluasi Keperawatan
RR: 30 x/ment
S : 41 C
N : 120x/menit
- RR: 20x/menit
- S: 37,4 C
- N: 65 x/menit
A : masalah teratasi
31
P: Hentikan Intervensi 1,2,3
32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Demam typoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang di sebabkan
oleh bakteri salmonella typhi.Di Indonesia penderita demam typoid cukup
banyak di perkirakan 800/10.000 penduduk per tahun terbesar dimana-
mana,dan di temukan hamper sepanjang tahun.
5.2 Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland-Edisi 29. Jakarta: EGC.
Nelwan, R. H. H. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Widodo, Djoko. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Nelson, Waldo et. Al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Jakarta: EGC.
34