Anda di halaman 1dari 4

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik subjek penelitian


Pendidikan responden di dusun pangadegan rw 19 rt 06 dan rw 18 rt 06 di
tinjau dari pendidikan formal di ketahui mayoritas responden berpendidikan
rendah (sd-smp) yaitu 82,1% berdasarkan pengamatan di lapangan di ketahui
responden yang berpendidikan tinggi memiliki perlikau stbm yang lebih baik di
banding dengan responden yang berpendidikan rendah, penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa , tingkat pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan stbm ,
pada penelitian tersebut, dari 91 responden 73,6% berpendidikan rendah (sd-smp)
dan diketahui bahwa program STBM yang telah dilaksanakan hanya meliputi
pilar pertama yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan, namun belum mencapai
indikator keberhasilan . Sedangkan pilar lainnya belum sama sekali dilaksanakan.
1
Menurut penelitian yang di lakukan (utami 2010) Tingkat pendidikan seseorang
berpengaruh terhadapat kesadaran akan perilaku hidup sehat 2
Pengahsilan warga........

5.2 Pilar 1
Pilar pertama stbm yaitu tentang stop buang air besar sembarangan telah di
laksanan di dusun pangadegan , berdasarkan pengamatan di lapangan dan
wawancara dengan responden di ketahui bahwa responden yang meiliki kloset di
rumah sebanyak 80 (75,5%) , dan yang belum memiliki kloset sebanyak 26
( 24,5%) . dari 24,5% responden yang belum meiliki kloset , 15,1% membuang air
besar ke kolam ikan . perilaku buang air besar sembarangan sangat merugikan
kesehatan ini dapat memicu timbulnya berbagai penyakit salah satunya diare. 3
Berdasarakan hasil wawancara dapat di ketahui kendala tidak terpenuhinya pilar
pertama ini selain karena sulit mengubah kebiasaan , sebagian responden juga
menyatakan tidak mampu untuk membuat kloset karena kurangnya pendapatan
keluarga, selain itu toliet umum yang tersedia juga tidak layak pakai karena
kondisi yang kotor dan tidak terurus. Mayoritas responden yang memiliki kloset
menyatakan bahwa jarak penampungan tinja ke sumber air 10 meter . Hal ini
sesuai dengan Depkes RI 2004 , syarat jamban adalah tidak mencemari sumber
air minum untuk itu letak lubang penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10
meter. Selain itu di tinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembungana kotoran
syang tidak saniter akan mencemari lingkungan terutama dalam mecemari tanah
dan sumber air.4
5.3 Pilar 2
Hasil penelitian berdasarkan pengamatan dilapangan dan wawancara dengan
responden di dusun Pangadegan mengenai pilar kedua STBM yaitu cuci tangan
pakai sabun, menunjukan bahwa responden yang belum melakukan cuci tangan
pakai sabun pada saat sebelum maupun setelah melakukan aktifitas sebanyak
56,6%. Menurut KEPMENKES No 852 Tahun 2008 tentang Strategi Nasional
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, perilaku cuci tangan pakai sabun adalah
perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
Berdasarkan wawancara diketahui bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun
ternyata tidak selalu menjadi perilaku yang biasa dilakukan sehari - hari oleh
masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan mencuci tangan merupakan hal
yang umum bagi masyarakat, namun memakai sabun bukanlah sesuatu yang
jamak. Penggunaan sabun untuk cuci tangan lebih disebabkan alasan kotor. Kotor
itu sendiri memiliki makna sesuatu yang kasat mata dan bau. Masyarakat
memandang sabun hanya bermanfaat untuk menghilangkan kotor dan bau.
Selanjutnya, hubungan sabun dan cuci tangan menyatu pada kenyamanan
emosional seperti tangan menjadi harum, segar, terasa ringan, bersih dan tidak
lembab. Artinya dorongan kognitif bahwa sabun bermanfaat untuk membunuh
bakteri atau kuman masih lemah di masyarakat. Kesadaran warga dusun
Pangadegan untuk cuci tangan pakai sabun (CTPS) terbukti masih sangat rendah,
tercatat rata - rata 43,4% masyarakat yang melakukan cuci tangan pakai sabun
(CTPS)5
Dari aspek kesehatan masyarakat, khususnya pola penyebaran penyakit
menular, kesehatan dan kebersihan tangan dapat mengurangi jumlah
mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta
meminimalisir kontaminasi silang.6

5.4 Pilar 3

Pengolahan air minum rumah tangga merupakan suatu proses pengolahan,


penyimpanan, dan pemanfaatan air minum dan pengolahan makanan yang aman
di rumah tangga, tahapan kegiatan dalam PAMRT, yaitu pengolah air baku apabila
air baku keruh perlu dilakukan pengolahan awal seperti pengendapan dengan
gravitasi alami, penyaringan dengan kain, pengendapan dengan bahan kimia atau
tawas, sedangkan untuk pengolahan air untuk minum yaitu melakukan pengolahan
air minum rumah tangga untu mendapatkan air dengan kualitas air minum, setelah
pengolahan air minum tahap selanjutnya menyimpan air minum dengan aman
untuk keperluan sehari-hari.7 Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa hasil
penelitian pada pilar ketiga ini didaptakan sebanyak 100% responden yang telah
melaksanakan pengolahan air minum rumah tangga, sehingga dapat diketahui
bahwa pengetahuan responden mengenai pengolahan air minum sudah baik. Pada
penelitian ini diketahui bahwa responden sudah melaksanakan pilar tiga STBM
ini, yaitu sudah melakukan pengolahan air minum rumah tangga.

5.5 Pilar 4

Pilar keempat stbm tentang pengelolaan sampah rumah tangga diketahui


bahwa sebanyak 95 responden (89,6) tidak melakukan pemisahan sampah organik
dan anorganik. Dan pada tabel 4.7 diketahui sebanyak 68 respoden (64,2%) yang
melakukan pengelolaan sampah secara dibakar di kebun belakang rumah.
Menurut studi kasus di Yogyakarta yang dilakukan oleh Faizah (2014) mengenai
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat, terdapat beberapa
dampak jika kita tidak melakukan pengolahan sampah secara tidak baik, diantara
nya: lokasi dan penglolaan sampah akan mengundang organisme dan menarik
bagi binatang seperti lalat, nyamuk.

Dapat timbul penyakit diare, penyakit jamur, cacing, menimbulkan bau yang
tidak sedap, membentuk lingkungan yang tidak nyaman, dan menggambarkan
rendah nya tingkat kesehatan masyarakat. Dan pada studi kasus tersebut proses
pemisahan sampah antara organik dan anorganik berhasil dilakukan, karena
tingkat kebersamaan antar warga yang kompak, serta memiliki komitmen agar
tercipta nya lingkungan bersih dan sehat. 8

5.6 Pilar 5
Pada penelitian ini dari sebanyak 106 responden didapatkan sebanyak
55.7% responden yang belum melaksanakan pengelolaan air limbah dengan benar,
hal ini menunjakan masih kurangnya pengetahuan responden terhadap
pengelolaan air limbah. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara
dengan responden, beberapa responden yang memiliki kamar mandi tanpa jamban
melakukan pembuangan air limbah langsung ke tanah sehingga menimbulkan bau
yang tidak sedap, selain itu didapatkan juga beberapa responden yang membuang
air limbah rumah tangga ke kebun yang membuat adanya genangan. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Netty di Desa Lolowua yang menyatakan
bahwa sudah sebanyak 100% responden telah melakukan pengolahan air limbah
dengan benar yang tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, ataupun genangan1

1. Paska Netty , Riang Laoli . Gambaran Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


(STBM) di Desa Lolouwa Kecamatan Hiliserangakai Kabupaten Nias
Sumatera Utara. Medan : FKM USU; 2015
2. Utami , Widya . Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Cuci Tangan Pakai
Sabun Pada Masyarakat di Desa Cikoneng Kecamatan Ganeas Kabupaten
Sumedang . Depok : FKM UI ; 2010
3. Winarti A , Nurmalasari S . Hubungan Perilaku Buang Air Besar (BAB)
dengan Kejadian di Desa Krajan Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten.
Jurnal Involusi kebidanan, Vol 7 , No 12 2016
4. Soeparman . Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta : EGC ; 2002
5. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia; 2010
6. Kemenkes RI. Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2010
7. Kemenkes RI 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Jakarta
8. Faizah. Studi kasus Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis
Masyarakat: Yogyakarta. 2014

Anda mungkin juga menyukai