Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

CONGESTIVE HEART FAILURE

OLEH :

RESHA OKTAVIANI RAHAYU

G1D014043

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

2017
A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah dalam mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Kegagalan dalam memompa darah ini
mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) dalam menampung darah lebih
banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan
dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki,
paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti,
2010).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif
yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Brunner &
Suddarth, 2002).

B. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas (Mansjoer, 2007) :
1. Kelas I : apabila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
2. Kelas II : apabila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
3. Kelas III : apabila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan
4. Kelas IV : apabila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun
dan harus tirah baring.
C. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiologi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis
atau berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect
(ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut.

Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2002) gagal jantung kongestif


(CHF) dapat disebabkan oleh :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
karena menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial,
dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

b. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpuikan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit
miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi
yang secara langsung dapat merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitaas menurun.

c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)


Hipertensi sistemik atau pulmonal meningkatkan beban kerja jantung dan
dan dapat juga mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung

d. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif


Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung, karena kondisi ini dapat merusak serabut jantung, sehingga
menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung berpengaruh terhadap jantung.
Mekanisme yang terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
dan peningkatan mendadak afterload.

f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam,
tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalita elekttronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung

D. Manifestasi klinis
Menurut Jayanthi (2010) manifestasi klinis gagal jantung kongestif yaitu:
1. Peningkatan volume intravaskular

2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung

3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang


menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan
dengan batuk dan nafas pendek

4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan
vena sistemik

5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap


latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah
dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun.

Sedangkan menurut Arief Mansjoer (2007) manifestasi gagal jantung


kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi :

1. Gagal Jantung Kiri

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah dari paru-paru. Manifestasi klinis yang
terjadi yaitu :

a. Dispnea. Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan


mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnea. Beberapa pasien
dapat mengalami ortopneaa pada malam hari yang dinamakan
Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)

b. Batuk

c. Mudah lelah. Terjadi karena curah jantung yang kurang yang


menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk

d. Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat gangguan oksigenasi


jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa
jantung tidak berfungsi dengan baik.

2. Gagal Jantung Kanan

a. Kongestif jaringan perifer dan viseral

b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema


pitting dan penambahan berat badan
c. Hepatomegali. Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar

d. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen

e. Nokturia

f. Kelemahan.

E. Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan


kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal.
Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO:
Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x volume sekuncup
(SV: Stroke Volume).

Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantung
yang menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.

Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi,
yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum
Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel
yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole).

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat,
maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir
diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan
sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.

Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan


arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume
darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu
tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat
memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya
dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.

Aktivasi sistem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.


Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika
aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan.
Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah
ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi
sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi,
menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan
afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.

Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin


dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan.
Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan
tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek
natriuretik dan vasodilator (Brunner & Suddarth , 2002).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Safery (2013) ada 3 pemeriksaan penunjang untuk gagal jantung sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen dada : pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris
dan peningkatan tekanan vaskular pulmonal, kadang-kadang ditemukan
efusi pleura
b. Elektrokardiografi : membantu menunjukan etiologi gagal jantung
(infark, iskemia, hipertrofi, dab lain-lain) dapat ditemukan low voltage, T
inversi, QS, depresi ST, dan lain-lain.

2. Laboratorium
a. Kimia darah (termasuk ureum,kreatinin,glukosa,elektrolit),
hemoglobin, tes fungsi tiroid, tes fungsi hati dan lipid darah
b. Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria dan glukosaria.

3. Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi
dan struktur jantung, katup dan perikard. Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang
rendah < 35-40% atau normal, kelainan katup (stenosis mitral, regurgitasi
mitral, stenosis trikuspid atau regurgitasi trikuspid), hipertrofi ventrikel kiri,
kadang-kadang ditemukan dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi
perikard, temponade, atau perikarditis.

G. Penatalaksanaan
Menurut Safery (2013) tujuan penatalaksanaan gagal jantung terdiri dari:
1. Mengurangi beban kerja jantung yaitu melalui pembatasan aktivitas
fisik yang ketat tanpa menimbulkan kelemahan otot- otot rangka.
2. Mengurangi beban awal
a. Pembatasan garam
b. Pemberian diuretik oral
3. Meningkatkan kontraktilitas yaitu dengan pemberian obat inotropik
4. Mengurangi beban akhir yaitu dengan pemberian vasodilatasi seperti
hidralazine dan nitrat yang menimbulkan dilatasi anyaman vaskuler
melalui 2 cara :
a. Dilatasi langsung otot polos pembuluh darah
b. Menghambat enzim konveksi angiotensi.

Penatalaksanaan medis gagal jantung kongestif menurut Mansjoer (2007):


1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat / pembatasan aktifitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
3. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia
4. Digitalisasi
a) Dosis digitalis
1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam
4 - 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg
selama 2-4 hari
2) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
3) Cedilamid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam
b) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari.
untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan
c) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
d) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal
akut yang berat:
1) Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan
2) Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan

H. Pengkajian Fokus
Fokus pengkajian keperawatan ditujukan untuk mengobservasi adanya tanda-
tanda dan gejala kelebihan cairan paru dan tanda serta gejala sistemis.
1. Aktifitas / istirahat: Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea
saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat
beraktifitas.
2. Sirkulasi: Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katup jantung, anemia,
dan syok. Tekanan Darah, tekanan nadi, frekuensi jantung, irama jantung, nadi apical,
bunyi jantung S3 galoop, nadi perifer berkurang, perubahan dalam denyutan nadi
jugularis, warna kulit kebiruan, punggung kuku pucat atau sianosis, pembesaran
hepar, bunyi nafas krekles atau ronkhi, dan edema.
3. Integritas ego: Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
4. Eliminasi: Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih malam hari,
dan diare / konsipasi.
5. Makanan / cairan: Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan berat badan
secara signifikan, pembengkakan ektrimitas bawah, diit tinggi garam, pengunaan
diuretic, distensi abdomen dan edema umum.
6. Hygiene: Keletihan selama aktifitas perawatan diri dan penampilan kurang
7. Neurosensori: Kelemahan, pusing, letargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung

8. Nyeri / kenyamanan: Nyeri dada akut/kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, dan
gelisah

9. Pernafasan - keamanan: Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot dan
pernafasan oksigen. Bunyi nafas dan warna kulit.

10. Interaksi sosial: Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan

Anda mungkin juga menyukai