BAB I
PENDAHULUAN
Prosedur baku pengolahan data lahan kritis dengan didukung instrumen bantu
(supporting tools) SIG sangat diperlukan untuk memperoleh hasil inventarisasi
lahan kritis yang mempunyai validitas tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan
(accountable).
Berbagai data dan informasi mengenai degradasi hutan dan lahan yang banyak
disampaikan oleh berbagai pihak, seringkali tidak mengacu kepada format dan
struktur database yang dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga informasi yang
diberikan-pun seringkali tidak bersifat menyeluruh dan informatif. Kondisi tersebut
sebenarnya tidak dapat disalahkan sepenuhnya kepada para user, karena data dan
informasi tersebut seringkali tidak tersimpan dalam format yang representatif dan
accessible. Bagi para pengambil kebijakan, keadaan tersebut sangat mengganggu
dalam proses pengambilan keputusan (decission making process), dalam arti
berdasarkan data dan informasi yang tersedia kecil kemungkinannya diperoleh
rekomendasi yang berdayaguna sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan RHL.
Permasalahan utama dari upaya rehabilitasi hutan, adalah terbatasnya dana dan
adanya kendala teknis baik dari sumberdaya manusia maupun teknologi. Keterbatasan
dari aplikasi teknologi ini secara nyata terlihat dari belum dimanfaatkannya suatu
perangkat teknologi untuk memonitor perkembangan degradasi hutan dan lahan.
Selama ini, monitoring dan evaluasi mengenai perkembangan degradasi hutan dan
lahan belum dilaksanakan secara berdayaguna, sehingga perkembangan luas lahan
kritis baik di dalam maupun di luar kawasan tidak terinventarisasi dengan baik.
Adanya data yang akurat dan terbarukan (up to date) yang memberikan informasi
spasial mengenai kondisi lahan kritis sangat diperlukan dalam rangka
memformulasikan strategi pengelolaan sumberdaya lahan yang komprehensif dan
proporsional. Memperhatikan perkembangan teknologi informasi dewasa ini maka
dengan memanfaatkan format data peta digital akan diperoleh kemudahan dalam
melakukan analisis dan tindakan untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang berdayaguna dan berhasilguna. Ketersediaan data dan
informasi tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung
efektifitas sinkronisasi program multisektor.
Berkaitan dengan latar belakang yang diuraikan di atas maka Balai Pengelolaan DAS
Agam Kuantan pada Tahun Anggaran 2009 melaksanakan Kegiatan Review Lahan
Kritis DAS Agam Kuantan.
Maksud dari kegiatan ini adalah untuk melakukan review/penyusunan data spasial
lahan kritis wilayah kerja BPDAS Agam Kuantan dengan mengacu kepada Surat
Keputusan Direktur Jenderal Rehabilitsi Lahan dan Perhutanan Sosial No. 167/V-
SET/2004 tanggal 22 September 2004.
Sasaran kegiatan ini adalah tersusunnya data spasial lahan kritis terbarukan dari
wilayah kerja Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan.
Lingkup wilayah studi adalah wilayah DAS Agam Kuantan bagian daratan yang
dipetakan menurut peta standar Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 100.000
Gambar 1.1. Cakupan Peta Grid RBI Skala 1:100.000 untuk Wilayah Studi
1.6. PENGERTIAN
Untuk memahami istilah-istilah yang tertulis dalam pembahasan di buku ini, berikut
disajikan batasan pengertiannya seperti tertulis di bawah ini
1. Lahan kritis dapat diartikan sebagai berikut :
- Lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut
tidak berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media
produksi maupun sebagai media tata air (Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 52/Kpts-II/2001).
- Lahan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau
berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau
diharapkan (Keputusan Menteri Kehutanan Nomor Nomor
778/Menhutbun-V/1998).
- Lahan yang tidak mampu lagi berperan menjadi unsur produksi
pertanian, baik sebagai media pengatur tata air, maupun sebagai
perkembangan alam lingkungan (Keputusan Direktur Jenderal RRL
16/Kpts/V/1997).
2. Data spasial adalah data yang memiliki referensi keruangan (geografi). Setiap
bagian dari data tersebut selain memberikan gambaran tentang suatu
fenomena, juga selalu dapat memberikan informasi mengenai lokasi dan juga
persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu ruang (wilayah).
3. Data spasial lahan kritis adalah data yang diperoleh dari hasil analisis terhadap
beberapa data spasial yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan.
4. Sistem Informasi Geografis diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan
untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis
dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk
mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan
penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, dan pelayanan umum
lainnya.
5. Pengertian Hutan/Kawasan Lindung :
- Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang karena keadaan dan
sifat fisik wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan
dengan penutupan vegetasi secara tetap guna kepentingan hidro-
orologi, yaitu mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi serta
memelihara keawetan dan kesuburan tanah, baik dalam kawasan
hutan yang bersangkutan maupun kawasan yang dipengaruhi
disekitarnya (Keputusan Menteri Pertanian No. 237 tahun 1980).
- Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata
air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut,
dan memelihara kesuburan tanah. (UU No 41 Tahun 1999).
- Kawasan Lindung wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
daya alam dan sumber daya buatan (UU No 24 Tahun 1992).
6. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atasa dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan (UU No 24 Tahun 1992).