Anda di halaman 1dari 19

MODUL 7

SIMRS dan SIMPUS

1. Waktu Pelaksanaan

1 x 170 menit

2. Tujuan Praktikum

a. Memberikan pemahaman kepada Mahasiswa tentang SIMRS dan SIMPUS

b. Memberikan pemahaman kepada Mahasiswa tentang Tujuan SIMRS dan SIMPUS

c. Memberikan K e t r a m p i l a n k e p a d a M a h a s i s w a t e n t a n g p e m a n f a a t a n
Te k n o l o g i d a l a m P e l a y a n a n K e s e h a t a n d a l a m b i d a n g S I M R S d a n
SIMPUS

3. Dasar Teori

Sejarah Perkembangan Komputer dalam Keperawatan


Komunikasi adalah hal yang sangat penting bagi sebuah institusi perawatan kesehatan karena
banyaknya bagian/departemen yang terlibat dalam proses perawatan pasien. Pelayanan dan manajer
keperawatan harus memasukkan banyak data/informasi mengenai pasien mulai dari saat masuk
hingga pasien pulang.
Saat ini komputer secara absolut penting untuk mengatur:
1. Makin kompleksnya masalah keuangan
2. Melaporkan permintaan beberapa bagian/departemen
3. Kebutuhan komunikasi dari tim perawatan kesehatan yang berbeda
4. Pengetahuan yang relevan untuk perawatan pasien
Komputer mempengaruhi praktek, administrasi, pendidikan serta penelitian, dan dampaknya akan
terus meluas. Abad informasi bagi masyarakat yang besar merupakan sejarah baru dalam perubahan
teknologi, dan akan terus berkembang mempengaruhi kehidupan dan pekerjaan selama beberapa
dekade.
A. Perspektif Sejarah
Komputer telah dikenal sekitar lima puluh tahun yang lalu, tetapi rumah sakit lambat dalam
menangkap revolusi komputer. Saat ini hampir setiap rumah sakit menggunakan jasa komputer,
setidaknya untuk manajemen keuangan. Perawat terlambat mendapatkan manfaat dari komputer,
usaha pertama dalam menggunakan komputer oleh perawat pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an
mencakup:
1. Automatisasi catatan perawat untuk menjelaskan status dan perawatan pasien.
2. Penyimpanan hasil sensus dan gambaran staf keperawatan untuk analisa kecenderungan masa
depan staf.
Pada pertengahan tahun 1970-an, ide dari sistem informasi rumah sakit (SIR) diterapkan, dan
perawat mulai merasakan manfaat dari sistem informasi manajemen. Pada akhir tahun 1980-an
memunculkan mikro-komputer yang berkekuatan besar sekali dan perangkat lunak untuk pengetahuan
keperawatan seperti sistem informasi manajemen keperawatan (SIMK)
B. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIR)
Sistem informasi rumah sakit (SIR) sangat luas, desain sistem komputer yang komplek untuk
menolong komunikasi dan mengatur informasi yang dibutuhkan dari sebuah rumah sakit. Sebuah SIR
akan diaplikasikan untuk perijinan, catatan medis, akuntansi, kantor, perawatan, laboratorium, radiologi,
farmasi, pusat supali, mutrisi/pelayanan makan, personel dan gaji. Jumlah aplikasi-aplikasi lain dapat
dimasukkan bagi beberapa bagian/departemen dan untuk beberapa tujuan yang praktikal.
Manajer-manajer perawat perlu mengenal komputer, yang mencakup mengenal istilah umum yang
digunakan komputer. Pada masa depan dapat diharapkan bahwa semua pekerjaan perawat akan
dipengaruhi oleh komputer, dan beberapa posisi baru akan dikembangkan bagi perawat-perawat di
bidang komputer.
C. Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan (SIMK)
Sistem informasi manajemen keperawatan (SIMK) merupakan paket perangkat lunak yang
dikembangkan secara khusus untuk divisi pelayanan keperawatan. Paket perangkat lunak ini
mempunyai program-program atau modul-modul yang dapat membentuk berbagai fungsi manajemen
keperawatan. Kebanyakan SIMK mempunyai modul-modul untuk :
Mengklasifikasikan pasien
Pambentukan saraf
Penjadwalan
Catatan personal
Laporan bertahap
Pengembangan anggaran
Alokasi sumber dan pengendalian biaya
Analisa kelompok diagnosa yang berhubungan
Pengendalian mutu
Catatan pengembangan staf
Model dan simulasi untuk pengembilan keputusan
Rencana strategi
Rencana permintaan jangka pendek dan rencana kerja
Evolusi program
Modul SIMK untuk klasifikasi pasien, pengaturan staf, catatan personal, dan laporan bertahap
sering berhubungan. Pasien diklasifikasikan menurut kriterianya. Informasi klasifikasi pasien dihitung
berdasarkan formula beban kerja. Juga susunan pegawai yang dibutuhkan dan susunan pegawai yang
sebenarnya dapat dibuat. SIMK dan komputer dapat membuat perawatan pasien lebih efektif dan
ekonomis. Perawat-perawat klinis menggunakannya untuk mengatur perawatan pasien, termasuk di
dalamnya sejarah pasien, rencana perawatan, pemantauan psikologis dan tidak langsung, catatan
kemajuan perawatan dan peta kemajuan. Hal ini dapat dilakukan di semua kantor/ruang perawat.
Perawat-perawat klinis dapat menggunakan SIMK untuk mengganti sistem manual pada pencatatan
data. Hal ini dapat mengurangi biaya sekaligus memungkinkan peningkatan kualitas dari perawatan.
Dengan sistem informasi usia, manajer perawat dapat merencanakan karier untuk mereka sendiri dan
perawat klinis mereka. Karier baru di SIMK mungkin satu jawaban untuk perawat.
Perkembangan teknologi computer (informasi) yang begitu pesat telah merambah ke berbagai
sektor termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang bersifat
information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi komputer relatif tertinggal. Sebagai contoh, ketika
transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia
perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan pengembangan
billing system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi
investasi teknologi informasi masih merupakan bagian kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik dari
sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasi komputer, rumah sakit rata-rata hanya
menginvestasinya 2% untuk teknologi informasi.
Di sisi yang lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi komputer merupakan salah satu tool
penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi (sebagian) masalah derasnya arus informasi.
Teknologi informasi dan komunikasi komputer saat ini adalah bagian penting dalam manajemen
informasi. Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat (kurang lebih
750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter akan cepat tertinggal jika
tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengudapte perkembangan terbaru. Selain memiliki potensi
dalam memfilter data dan mengolah menjadi informasi, TI mampu menyimpannya dengan jumlah
kapasitas jauh lebih banyak dari cara-cara manual. Konvergensi dengan teknologi komunikasi juga
memungkinkan data kesehatan di-share secara mudah dan cepat.
Disamping itu, teknologi memiliki karakteristik perkembangan yang sangat cepat. Setiap dua
tahun, akan muncul produk baru dengan kemampuan pengolahan yang dua kali lebih cepat dan
kapasitas penyimpanan dua kali lebih besar serta berbagai aplikasi inovatif terbaru. Dengan berbagai
potensinya ini, adalah naif apabila manajemen informasi kesehatan di rumah sakit tidak memberikan
perhatian istimewa. Artikel ini secara khusus akan membahas perkembangan teknologi informasi untuk
mendukung manajemen rekam medis secara lebih efektif dan efisien. Tulisan ini akan dimulai dengan
berbagai contoh aplikasi teknologi informasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan serta refleksi
bagi komunitas rekam medis.
3. Penetapan Teknologi Informasi di bidang Kesehatan dapat diibaratkan sebagai pisau
bermata 2
Penerapan teknologi informasi di bidang kesehatan dapat diibaratkan sebagai pisau bermata
dua. Di satu sisi, inovasi ini dapat meningkatkan efisiensi, tetapi di sisi lain dapat menyebabkan
pemborosan, memperburuk kinerja organisasi bahkan kegagalan.
Teori mengenai difusi inovasi pertama kali dicetuskan oleh Everett Rogers melalui publikasinya
pada tahun 1960 dengan mendefinisikan sebagai proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui
saluran tertentu pada kurun waktu tertentu kepada anggota sistem sosial. Sedangkan inovasi diartikan
sebagai ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu, kelompok atau bahkan organisasi.
Proses individu mengadopsi inovasi secara bertahap meliputi fase pengetahuan, persuasi, keputusan,
implementasi dan konfirmasi. Pengenalan obat baru juga mengikuti fase tersebut. Dokter akan
menggunakan obat baru setelah menerima berbagai informasi melalui berbagai saluran komersial dan
divalidasi oleh saluran profesional.
Akan tetapi, penerapan konsep inovasi dan difusi bagi adopsi teknologi informasi tidaklah
sederhana. Keputusan mengadopsi teknologi informasi tidak hanya terletak pada aspek individu, tetapi
juga pada tingkatan organisasional. Inovasi penggunaan surat elektronik (e-mail) lebih tergantung
kepada keputusan individu bukan organisasi. Di sisi lain, dalam suatu organisasi, berbagai jenis
perangkat lunak (yang baru dan lama) dapat digunakan secara bersama-sama.
Di sinilah peran jaringan sosial menentukan perilaku adopsi inovasi di sektor kesehatan.
Kehadiran seorang juara (champion) juga akan menentukan proses adopsi inovasi tersebut. Champion
adalah orang yang memiliki ide kreatif dan menerapkannya di organisasi. Mereka adalah orang yang
membuat kontribusi terhadap proses inovasi dengan secara aktif dan bersemangat mempromosikan
inovasi, membuat dukungan, mengatasi resitensi serta memastikan bahwa inovasi diterapkan.
Teori tentang perilaku organisasi juga perlu diperhatikan untuk memahami difusi teknologi
informasi. Jika suatu sistem sudah diadopsi pada tingkat organisasi, apa yang harus dilakukan untuk
meyakinkan pengguna potensial untuk mengadopsinya? Mekanisme penghargaan dapat mendorong
tetapi juga dapat menghambat. Pengalaman menunjukkan bahwa penghargaan tidak harus terkait
dengan kompensasi finansial, tetapi juga penghargaan profesional seperti proses pengembangan karir.
Faktor lain yang mempengaruhi inovasi adalah saluran komunikasi di organisasi yang
memperkuat jaringan sosial. Komunikasi yang mendukung pertukaran wacana (diskusi), membawa
pengetahuan dan informasi dari luar organisasi akan mempercepat proses difusi. Selain itu, faktor lain
yang berpengaruh adalah proses pengambilan keputusan dan komitmen manajemen puncak.
Komitmen pucuk pimpinan dapat ditunjukkan dengan pemberian kesempatan serta sumber daya. Gaya
kepemimpinan juga sangat berpengaruh. Pada fase identifikasi kebutuhan gaya kepemimpinan
partisipatif akan sangat mendukung. Tetapi ketika sudah fase implementasi, model kepemimpinan yang
hirarkis disebut-sebut lebih menentukan tingkat keberhasilannya. Yang terakhir adalah kesiapan
terhadap perubahan. Zaltman et al. mengatakan bahwa pada fase implementasi, struktur organisasi
yang mendukung pengendalian serta manajemen proyek yang berhati-hari sangat mempengaruhi
keberhasilan proses inovasi. Oleh karena itu, perencanaan merupakan salah satu variabel penting
dalam penerapan inovasi. Atribut organisasi merupakan prediktor penting dalam meluasnya
penggunaan inovasi teknologi informasi. Akan tetapi variabel ini tidak cukup meyakinkan untuk
mempengaruhi tingkat inovasi.
Penelitian Ash menyimpulkan bahwa kesadaran terhadap komunikasi yang akurat dan tepat
waktu, mekanisme reward yang menerapkan prinsip ekspektansi, pengambilan keputusan yang
bersifat partisipatif, serta keberadaan champiorn sangat diperlukan untuk menjamin bahwa inovasi
teknologi informasi berhasil didifusikan. Selain itu, aspek organisasi juga perlu diperhatikan tidak hanya
teknologi saja.
4. Sistem Informasi Keperawatan Di Puskesmas
Puskesmas sebagai salah satu institusi pelayanan umum, dapat dipastikan membutuhkan
keberadaan sistem informasi yang akurat dan handal, serta cukup memadai untuk meningkatkan
pelayanan puskesmas kepada para pengguna (pasien) dan lingkungan terkait. Dengan lingkup
pelayanan yang begitu luas, tentunya banyak sekali permasalahan kompleks yang terjadi dalam proses
pelayanan di puskesmas. Banyaknya variabel di puskemas turut menentukan kecepatan arus informasi
yang dibutuhkan oleh pengguna dan lingkungan puskesmas.
Selama ini banyak puskesmas yang masih mengelola data-data kunjungan pasien, data-data
arus obat, dan juga membuat pelaporan dengan menggunakan cara-cara yang manual. Selain
membutuhkan waktu yang lama, keakuratan dari pengelolaan data juga kurang dapat diterima, karena
kemungkinan kesalahan sangat besar. Beberapa puskesmas mungkin sudah memakai komputer
sebagai alat bantu untuk pengelolaan data, hanya saja sampai sekarang belum banyak program
komputer yang secara khusus didesain untuk manajemen data di puskesmas.
Sistem Informasi Puskesmas (Simpus), sesuai namanya, adalah sebuah sistem informasi
rekam medis yang secara khusus dirancang untuk digunakan di Puskesmas. Puskesmas sebagai
institusi pelayanan kesehatan, memiliki kebutuhan-kebutuhan yang unik, berbeda dengan unit
pelayanan kesehatan lainnya.
Kebutuhan-kebutuhan Puskesmas yang unik tersebut, telah sejak lama dengan tekun dipelajari
dan diikuti perkembangannya oleh seorang teman, Raharjo. Setelah selama beberapa tahun Mas
Jojok, demikian ia biasa dipanggil, mengembangkan dan memasarkan Simpus yang berupa aplikasi
desktop (yang telah digunakan pada hampir 500 Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia), pada
tahun 2008, ia mengajak kami untuk bersama-sama mengembangkan Simpus yang berbasis web.
Keputusan ini diambilnya setelah melihat fakta di lapangan bahwa Simpus berbasis web memiliki
peluang memberikan dukungan yang lebih baik pada Puskesmas dalam melayani masyarakat. Dalam
waktu kurang lebih setahun semenjak itu, Simpus berbasis web telah digunakan oleh beberapa
Puskesmas.
Simpus merekam data rekam medis pasien-pasien yang berkunjung di Puskesmas. Tidak
hanya itu, Simpus juga membantu Puskesmas dalam menyusun laporan-laporan rutin bulanan, baik
untuk keperluan internal Puskesmas, ataupun untuk pelaporan ke Dinas Kesehatan.
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian utama kami dalam mengembangkan Simpus
berbasis web ini:
1. Kemudahan dalam pengoperasian. Dari pengalaman sejauh ini, dengan pelatihan dua hari,
yang dilakukan selepas jam kerja Puskesmas, kebanyakan pengguna sudah memahami alur
Simpus dan cara menggunakannya.
2. Kecepatan proses pengisian data. Sudah sejak lama kami menyadari bahwa pengisian data
melalui tampilan berbasis web cenderung lebih lama, bila dibandingkan dengan pengisian data
melalui tampilan aplikasi desktop. Kami berupaya meminimalkan waktu pengisian data dengan
menyederhanakan alur, tanpa mengurangi kelengkapan data yang diisikan. Pengisian data
pada semua titik (ruang pendaftaran, ruang pelayanan medis, dll) secara rata-rata dilakukan
dalam waktu 1-2 menit.
3. Dukungan bantuan kepada pengguna. Kami menyadari bahwa belum banyak petugas
Puskesmas yang terbiasa dengan penggunaan aplikasi berbasis web. Proses pembiasaan
tentu saja akan membutuhkan waktu, dan dalam proses tersebut mungkin akan ada kendala-
kendala yang dijumpai. Dengan dukungan dari petugas setempat, kami selalu berupaya
memberikan bantuan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
Saat ini, Puskesmas yang telah menggunakan Simpus kami adalah:
Kota Magelang: Puskesmas Magelang Selatan, Puskesmas Magelang Utara, Puskesmas Botton,
Puskesmas Jurangombo, Puskesmas Kerkopan
Kabupaten Demak: Puskesmas Karangawen
Kabupaten Sukoharjo: Puskesmas Kartasura, Puskesmas Polokarto
Kabupaten Bangka Barat: Puskesmas Muntok

SIMPUS dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi yang secara umum


banyak dijumpai di puskesmas. SIMPUS mempunyai tunjuan pengembangan yang jelas, antara lain :
o Terbangunnya suatu perangkat lunak yang dapat digunakan dengan mudah oleh puskesmas, dengan
persyaratan yang seminimal mungkin dari segi perangkat keras maupun dari segi sumber daya
manusia yang akan menggunakan perangkat lunak tersebut.
o Membantu dalam mengolah data puskesmas dan dalam pembuatan berbagai pelaporan yang
diperlukan.
o Terbangunnya suatu sistem database untuk tingkat kabupaten, dengan memanfaatkan data-data kiriman
dari puskesmas.
o Terjaganya data informasi dari puskesmas dan Dinas Kesehatan sehingga dapat dilakukan analisa dan
evaluasi untuk berbagai macam penelitian.
o Terwujudnya unit informatika di Dinas Kesehatan Kabupaten yang mendukung terselenggaranya proses
administrasi yang dapat meningkatkan kwalitas pelayanan dan mendukung pengeluaran kebijakan
yang lebih bermanfaat untuk masyarakat.
Berbagai kendala dalam implementasi SIMPUS ataupun program aplikasi yang sudah pernah
dialami di berbagai daerah ikut menjadi masukkan untuk menentukan model pengembangan SIMPUS.
Kendala-kendala yang secara umum sering dijumpai di puskesmas antara lain :
1. Kendala di bidang Infrastruktur
Banyak puskesmas yang hanya memiliki satu atau dua komputer, dan biasanya untuk pemakaian
sehari-hari di puskesmas sudah kurang mencukupi. Sudah mulai banyak pelaporan-pelaporan yang
harus ditulis dengan komputer. Komputer lebih berfungsi sebagai pengganti mesin ketik semata. Selain
itu kendala dari sisi sumber daya listrik juga sering menjadi masalah. Puskesmas di daerah-daerah
tertentu sudah biasa menjalani pemadaman listrik rutin sehingga pengoperasian komputer menjadi
terganggu. Dari segi keamanan, banyak gedung puskesmas yang kurang aman, sering terjadi
puskesmas kehilangan perangkat komputer.
2. Kendala di bidang Manajemen
Masih jarang sekali ditemukan satu orang staf atau petugas atau bahkan unit kerja yang khusus
menangani bidang data/komputerisasi. Hal ini dapat dijumpai dari tingkat puskesmas ataupun tingkat
dinas kesehatan di kabupaten/kota. Pada kondisi seperti ini nantinya akan menjadi masalah untuk
menentukan siapa yang bertanggung jawab atas data-data yang akan ada, baik dari segi pengolahan
dan pemeliharaan data, maupun dari segi koordinasi antar bagian.
3. Kendala di bidang Sumber Daya Manusia
Kendala di bidang SDM ini yang paling sering ditemui di puskesmas. Banyak staf puskesmas yang
belum maksimal dalam mengoperasikan komputer. Biasanya kemampuan operasional komputer
didapat secara belajar mandiri, sehingga tidak maksimal. Belum lagi dengan pemakaian komputer oleh
staf yang kadang-kadang tidak pada fungsi yang sebenarnya.

5. Peran Teknologi Informasi untuk Mendukung Manajemen Informasi Kesehatan di RS


Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor termasuk
kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang bersifat information-
intensive, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh, ketika transaksi
finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia perbankan,
sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan pengembangan billing
system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi
investasi teknologi informasi masih merupakan bagian kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik dari
sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasinya, rumah sakit rerata hanya menginvestasinya
2% untuk teknologi informasi.
Di sisi yang lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi merupakan salah
satu toolpenting dalam peradaban manusia untuk mengatasi (sebagian) masalah derasnya arus
informasi. Teknologi informasi (dan komunikasi) saat ini adalah bagian penting dalam manajemen
informasi. Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat (kurang lebih
750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter akan cepat tertinggal jika
tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengudapte perkembangan terbaru. Selain memiliki potensi
dalam memfilter data dan mengolah menjadi informasi, TI mampu menyimpannya dengan jumlah
kapasitas jauh lebih banyak dari cara-cara manual. Konvergensi dengan teknologi komunikasi juga
memungkinkan data kesehatan di-share secara mudah dan cepat. Disamping itu, teknologi memiliki
karakteristik perkembangan yang sangat cepat. Setiap dua tahun, akan muncul produk baru dengan
kemampuan pengolahan yang dua kali lebih cepat dan kapasitas penyimpanan dua kali lebih besar
serta berbagai aplikasi inovatif terbaru. Dengan berbagai potensinya ini, adalah naif apabila
manajemen informasi kesehatan di rumah sakit tidak memberikan perhatian istimewa. Artikel ini secara
khusus akan membahas perkembangan teknologi informasi untuk mendukung manajemen rekam
medis secara lebih efektif dan efisien. Tulisan ini akan dimulai dengan berbagai contoh aplikasi
teknologi informasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan serta refleksi bagi komunitas rekam
medis.
Secara umum masyarakat mengenal produk teknologi informasi dalam bentuk perangkat keras,
perangkat lunak dan infrastruktur. Perangkat keras meliputi perangkat input (keyboard, monitor, touch
screen, scanner, mike, camera digital, perekam video, barcode reader, maupun alat digitasi lain dari
bentuk analog ke digital). Perangkat keras ini bertujuan untuk menerima masukan data/informasi ke
dalam bentuk digital agar dapat diolah melalui perangkat komputer. Selanjutnya, terdapat perangkat
keras pemroses lebih dikenal sebagai CPU (central procesing unit) dan memori komputer. Perangkat
keras ini berfungsi untuk mengolah serta mengelola sistem komputer dengan dikendalikan oleh sistem
operasi komputer. Selain itu, terdapat juga perangkat keras penyimpan data baik yang bersifat tetap
(hard disk) maupun portabel (removable disk). Perangkat keras berikutnya adalah perangkat outuput
yang menampilkan hasil olahan komputer kepada pengguna melalui monitor, printer, speaker, LCD
maupun bentuk respon lainnya.
Meskipun menggunakan pendekatan, jenis aplikasi serta pengalaman yang berbeda-beda, namun
secara umum ada kesamaan faktor yang faktor yang menentukan keberhasilan mereka dalam
menerapkan rekam medis berbasis komputer, yaitu:
Leadership, komitmen dan visi organisasi. Leadership dari pimpinan rumah sakit merupakan faktor
terpenting. Hal ini ditandai dengan komitmen jangka panjang serta visi sangat jelas. Seringkali klinisi
senior yang menjadi leader dalam komputerisasi dan menjalin kerjasama dengan ahli informatika.
Selanjutnya komitmen tersebut direalisasikan secara finansial maupun sumber daya manusia.
Bertujuan untuk meningkatkan proses klinis dan pelayanan pasien.
Kunci keberhasilan kedua pengembangan sistem merupakan investasi untuk memperbaiki dan
meningkatkan proses klinis dan pelayanan pasien. Saat ini, seiring dengan isyu medical error dan
patient safety, kebutuhan pengembangan IT menjadi semakin dominan. Melibatkan klinisi dalam
perancangan dan modifikasi sistem. Di kelima rumah sakit tersebut, berbagai upaya dilakukan, baik
formal maupun non formal untuk melibatkan dokter dan dalam perancangan dan modifikasi sistem.
Dokter, perawat maupun tenaga kesehatan lain yang memiliki pengalaman informatik dilibatkan
sebagai penghubung antara klinisi dan sistem informasi. Hal ini terutama sangat penting dalam
merancangn sistem pendukung keputusan klinis. Pengalaman di atas mengungkapkan bahwa
penerapan IT untuk rekam medis merupakan effort yang luar biasa yang tercermin mulai dari
leadership pimpinan, komitmen finansial dan SDM, tujuan organisasi, proses perancangan yang
melelahkan, networking antara tenaga medis, non medis dan informatik hingga menjaga momentum.
Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa masih banyak kendala dalam penerapan teknologi
informasi untuk manajemen kesehatan di rumah sakit. Jika masih dalam taraf pengembangan sistem
informasi transaksi (misalnya data administratif, keuangan dan demografis) problem sosiokltural tidak
terlalu kentara. Namun demikian, jika sudah sampai aspek klinis, tantangan akan semakin besar. Di sisi
lain, persoalan kesiapan SDM seringkali menjadi pengganjal. Pemahaman tenaga kesehatan di rumah
sakit terhadap potensi TI kadang menjadi lemah karena pemahaman yang keliru. Oleh karena itu
penguatan pada aspek pengetahuan dan ketrampilan merupakan salah satu kuncinya. Disamping itu,
tentu saja adalah masalah finansial. Tanpa disertai dengan bantuan tenaga ahli yang baik, terkadang
investasi TI hanya akan memberikan pemborosan tanpa ada nilai lebihnya. Yang terakhir adalah
kecurigaan terhadap lemahnya aspek security, konfidensialitas dan privacy data medis.
Dari konteks teknologi informasi dan komunikasi, dapat dikatakan bahwa pelbagai aplikasi sangat
potensial sekali diterapkan di dunia medis. Akan tetapi kita harus memperhatikan bahwa hingga saat ini
secara kultural, dunia medis, termasuk yang sudah menerapkan infrastruktur elektronik secara canggih
sebagian besar transaksi informasi klinis masih berjalan secara face to face.
Sehingga tidak salah bila ada yang mengatakan bahwa keberhasilan sistem informasi di rumah
sakit 90% merupakan masalah sosial kultural dan hanya 10% saja yang merupakan masalah
informatika. Secara terapan, aplikasi informatika kedokteran meliputi rekam medik elektronik, sistem
pendukung keputusan medik, sistem penarikan informasi kedokteran, hingga pemanfaatan internet dan
intranet untuk sektor kesehatan, termasuk merangkaikan sistem informasi klinik dengan penelusuran
bibliografi berbasis internet. Dengan demikian, komunitas rekam medis akan memiliki wawasan yang
luas mengenai prospek teknologi informasi serta mampu menjembatani klinisi (pengguna dan penyedia
utama informasi kesehatan) dengan para ahli komputer (informatika) yang bertujuan merancang desain
aplikasi dan sistem agar dapat menghasilkan produk aplikasi manajemen informasi kesehatan di rumah
sakit yang lebih efektif dan efisien.
6. Pemanfaatan Teknologi Informasi pada riset Keperawatan
Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) akan berperan
besar dalam meningkatkan layanan kesehatan warga dunia. Akselerasi penggunaan TIK dalam dunia
kesehatan semakin meningkat dan mudah dengan adanya partisipasi Google Inc yang mulai
menyediakan layanan Medical Record Service.
Proyek percontohan Google itu telah melibatkan puluhan ribu pasien di rumah sakit Cleveland
yang dengan suka rela mentransfer rekam medis mereka. Rekam medis yang terkumpul itu
dipergunakan oleh Google untuk memberikan layanan melalui aplikasi terbarunya. Perlu dicatat bahwa
setiap data pasien dalam rekam medis, seperti resep obat, jenis alergi, riwayat kesehatan, dan
sebagainya semuanya itu dilindungi dengan mempergunakan password, seperti juga yang disyaratkan
dalam layanan Google lainnya. Layanan Google tersebut semakin membuat pengelola rumah sakit
ingin segera memakai dan mengintegrasikan sistem informasi dan manajemenya dengan Google demi
mewujudkan sistem layanan kesehatan yang lebih efektif dan progresif.
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor
termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang bersifat
information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh, ketika
transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia
perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan pengembangan
billing system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi
investasi teknologi informasi masih merupakan bagian kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik dari
sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasinya, rumah sakit rerata hanya menginvestasinya
2% untuk teknologi informasi.
Dalam era informasi seperti sekarang ini, peranan teknologi informasi dapat diaplikasikan
untuk berbagai bidang kehidupan salah satunya adalah pada bidang kesehatan. Sektor kesehatan
merupakan salah satu sektor pembangunan yang sedang mendapat perhatian besar dari pemerintah,
karena sektor ini merupakan salah satu sektor pembangunan yang sangat potensial untuk dapat
diintegrasikan dengan kehadiran teknologi informasi. Salah satu contoh aplikasi teknologi informasi di
bidang kesehatan adalah dengan mengimplementasikan suatu sistem jaringan kesehatan global dalam
satu komunitas, yang dapat berbasis pada LAN (Local Area Network), MAN (Metropolitan Area
Network) maupun WAN (Wide Area Network), yang menghubungkan beberapa pusat pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit.
Pemanfaatan teknologi informasi di bidang kesehatan seperti penyampaian hasil laboratorium
secara online maupun lewat Short Message Service (SMS) dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang lebih efisien dan efektif kepada masyarakat. Sistem informasi hasil laboratorium online yang
dapat dengan mudah diakses lewat website maupun SMS. Pasien dari rumah tidak harus datang
kembali ke laboratorium untuk mengambil hasil pemeriksaan. Hal ini tentunya akan lebih efisien dari
segi waktu, dan memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien.
Sistem informasi membantu perawat mengerjakan berbagai tugas kaitannya dengan
pengambilan keputusan dengan DSS (Decision Support System). DSS membantu membuat hubungan
antara informasi yang didapatkan dari pasien literature pilihan tindakan berdasarkan integrasi sistem.
Sistem informasi juga meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien. Informatika dapat mencegah
eror dengan melaksanakan fungsi pengambilan keputusan dan mencegah fungsi yang tidak
tepat. Untuk aktivitas fungsional, Teknologi informasi telah memperlihatkan peran yang sangat
signifikan untuk menolong jiwa manusia, dan riset di bidang kedokteran. Teknologi digunakan untuk
mendiagnosis penyakit, menemukan obat yang tepat, serta menganalisis organ tubuh manusia bagian
dalam yang sulit dilihat. Salah satu contoh pemanfaatannya adalah Teknologi informasi berupa Sistem
Computerized Axial Tomography (CAT) berguna untuk menggambar struktur bagian otak dan
mengambil gambar seluruh organ tubuh yang tidak bergerak dengan menggunakan sinar-X.
Sedangkan untuk yang bergerak menggunakan sistem Dynamic Spatial Reconstructor (DSR) yang
dapat digunakan untuk melihat gambar dari berbagai sudut organ tubuh. Data-data ini kemudian akan
digunakan oleh dokter atau praktisi medis sebagai dasar penegakan diagnosis maupun aktivitas
pemeriksaan.
Untuk hal administratif pada suatu rumah sakit teknologi informasi digunakan untuk menangani
transaksi yang berhubungan dengan karyawan, juru medis, dan pasien. Sebagai contoh, ketika
transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia
perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan pengembangan
billing system.
Sekarang ini sudah banyak rumah sakit yang menerapkan sistem informasi untuk memberikan
kepuasan pelayanan terhadap masyarakat. Teknologi informasi telah banyak diaplikasikan misalnya,
rekam medis elektronis telah diterapkan untuk mendukung pelayanan rawat inap, rawat jalan maupun
rawat darurat. Berbagai hasil pemeriksaan laboratoris baik berupa teks, angka maupun gambar (seperti
patologi, radiologi, kedokteran nuklir, kardiologi sampai ke neurologi sudah tersedia dalam format
elektronik. Sedangkan pada bagian rawat intensif teknologi informasi digunakan untuk mengcapture
data secara langsung dari berbagai monitor dan peralatan elektronik. Sistem pendukung keputusan
(SPK) juga sudah diterapkan untuk membantu dokter dan perawat dalam menentukan diagnosis,
pemberitahuan riwayat alergi, pemilihan obat serta mematuhi protokol klinik. Dengan kelengkapan
fasilitas elektronik, dokter secara rutin menggunakan komputer untuk menemukan pasien, mencari
data klinis serta memberikan instruksi klinis. Namun demikian, bukan berarti kertas tidak digunakan.
Dokter masih menggunakannya untuk mencetak ringkasan data klinis pasien rawat inap sewaktu
melakukan visit. Di bagian rawat jalan, ringkasan klinis tersebut dicetak oleh staf administratif terlebih
dahulu.
7. Sistem Informasi Keperawatan berbasis Komputer
Seiring dengan globalisasi, perkembangan pengetahuan dan teknologi, pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang. Perkembangan pengetahuan masyarakat
membuat masyarakat lebih menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat
dipertanggungjawabkan. Perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi
pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Dalam upaya peningkatan mutu, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan
sesuai standar, yaitu mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi berikut dengan dokumentasinya.
Pendokumentasian Keperawatan merupakan hal penting yang dapat menunjang pelaksanaan
mutu asuhan keperawatan. (Kozier,E. 1990). Selain itu dokumentasi keperawatan merupakan bukti
akontabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasiennya.
Dengan adanya pendokumentasian yang benar maka bukti secara profesional dan legal dapat
dipertanggung jawabkan. Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang belum melakukan pelayanan keperawatan sesuai
standar asuhan keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan juga tidak disertai
pendokumentasian yang lengkap.( Hariyati, RT., th 1999)
Saat ini masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan harus
dipertanggungjawabkan. Selain itu banyak pihak menyebutkan kurangnya dokumentasi juga
disebabkan karena banyak yang tidak tahu data apa saja yang yang harus dimasukkan, dan
bagaimana cara mendokumentasi yang benar.( Hariyati, RT., 2002)
Kondisi tersebut di atas membuat perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses
terjadinya kelalaian pada pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan keperawatan pada
khususnya. Selain itu dengan tidak ada kontrol pendokumentasian yang benar maka pelayanan yang
diberikan kepada pasien akan cenderung kurang baik, dan dapat merugikan pasien.
Pendokumentasian asuhan keperawatan yang berlaku di beberapa rumah sakit di Indonesia umumnya
masih menggunakan pendokumentasian tertulis. Pendokumentasian tertulis ini sering membebani
perawat karena perawat harus menuliskan dokumentasi pada form yang telah tersedia dan
membutuhkan waktu banyak untuk mengisinya. Permasalahan lain yang sering muncul adalah biaya
pencetakan form mahal sehingga sering form pendokumentasian tidak tersedia. Pendokumentasian
secara tertulis dan manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering hilang. Pendokumentasian yang
berupa lembaran-lembaran kertas maka dokumentasi asuhan keperawatan sering terselip. Selain itu
pendokumentasian secara tertulis juga memerlukan tempat penyimpanan dan akan menyulitkan untuk
pencarian kembali jika sewaktu-waktu pendokumentasian tersebut diperlukan. Dokumentasi yang
hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan merugikan perawat. Hal ini karena tidak dapat menjadi
bukti legal jika terjadi suatu gugatan hukum, dengan demikian perawat berada pada posisi yang lemah
dan rentan terhadap gugatan hukum.
Di luar negri kasus hilangnya dokumentasi serta tidak tersedianya form pengisian tidak lagi
menjadi masalah. Hal ini karena pada rumah sakit yang sudah maju seluruh dokumentasi yang
berkaitan dengan pasien termasuk dokumentasi asuhan keperawatan telah dimasukkan dalam
komputer. Dengan informasi yang berbasis dengan komputer diharapkan waktu pengisian form tidak
terlalu lama, lebih murah, lebih mudah mencari data yang telah tersimpan dan resiko hilangnya data
dapat dikurangi serta dapat menghemat tempat karena dapat tersimpan dalam ruang yang kecil yang
berukuran 10 cm x 15 cm x 5 cm .
Sistem ini sering dikenal dengan Sistem informasi manjemen. Sistem informasi merupakan
suatu kumpulan dari komponen-komponen dalam organisasi yang berhubungan dengan proses
penciptaan dan pengaliran informasi. Sistem Informasi mempunyai komponen- komponen yaitu proses,
prosedur, struktur organisasi, sumber daya manusia, produk, pelanggan, supplier, dan rekanan. (Eko,I.
2001).
Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu
keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi dan
pengetahuan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Gravea &
Cococran,1989) Sedangkan menurut ANA (Vestal, Khaterine, 1995) system informasi keperawatan
berkaitan dengan legalitas untuk memperoleh dan menggunakan data, informasi dan pengetahuan
tentang standar dokumentasi , komunikasi, mendukung proses pengambilan keputusan,
mengembangkan dan mendesiminasikan pengetahuan baru, meningkatkan kualitas, efektifitas dan
efisiensi asuhan keperawaratan dan memberdayakan pasien untuk memilih asuhan kesehatan yang
diiinginkan. Kehandalan suatu sistem informasi pada suatu organisasi terletak pada keterkaitan antar
komponen yang ada sehingga dapat dihasilkan dan dialirkan menjadi suatu informasi yang berguna,
akurat, terpercaya, detail, cepat, relevan untuk suatu organisasi.
Sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan sudah berkembang di luar negri sekitar
tahun 1992, di mana pada bulan September 1992, sistem informasi diterapkan pada sistem pelayanan
kesehatan Australia khususnya pada pencatatan pasien. (Liaw, T.,1993). Pemerintah Indonesia sudah
mempunyai visi tentang sistem informasi kesehatan nasional yaitu Informasi kesehatan andal
2010(Reliable Health Information 2010 ). (Depkes, 2001). Pada Informasi kesehatan andal tersebut
telah direncanakan untuk membangun system informasi di pelayanan kesehatan dalam hal ini Rumah
sakit dan dilanjutkan di pelayanan di masyarakat, namun pelaksanaannya belum optimal. Sistem
informasi manajemen keperawatan sampai saat ini juga masih sangat minim di rumah sakit Indonesia.
Padahal sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan mempunyai banyak keuntungan jika dilihat
dari segi efisien, dan produktifitas.
Dengan sistem dokumentasi yang berbasis komputer pengumpulan data dapat dilaksanakan
dengan cepat dan lengkap. Data yang telah disimpan juga dapat lebih efektive dan dapat menjadi
sumber dari penelitian, dapat melihat kelanjutan dari edukasi ke pasien, melihat epidemiologi penyakit
serta dapat memperhitungkan biaya dari pelayanan kesehatan.(Liaw,T. 1993).
Selain itu dokumentasi keperawatan juga dapat tersimpan dengan aman. Akses untuk
mendapat data yang telah tersimpan dapat dilaksanakan lebih cepat dibandingkan bila harus mencari
lembaran kertas yang bertumpuk di ruang penyimpanan. Menurut Herring dan Rochman (1990) diambil
dalam Emilia, 2003: beberapa institusi kesehatan yang menerapkan system komputer, setiap perawat
dalam tugasnya dapat menghemat sekitar 20-30 menit waktu yang dipakai untuk dokmuntasi
keperawatan dan meningkat keakuratan dalam dokumentasi keperawatan. Dokumentasi keperawatan
dengan menggunakan komputer seyogyanya mengikuti prinsip-prinsip pendokumentasian, serta sesuai
dengan standar pendokumentasian internasional seperti: ANA, NANDA,NIC (Nursing Interventions
Classification, 2000).
Sistem informasi manajemen berbasis komputer dapat menjadi pendukung pedoman bagi
pengambil kebijakan/pengambil keputusan di keperawatan/Decision Support System dan Executive
Information System.(Eko,I. 2001) Informasi asuhan keperawatan dalam sistem informasi manajemen
yang berbasis komputer dapat digunakan dalam menghitung pemakaian tempat tidur /BOR pasien,
angka nosokomial, penghitungan budget keperawatan dan sebagainya. Dengan adanya data yang
akurat pada keperawatan maka data ini juga dapat digunakan untuk informasi bagi tim kesehatan yang
lain. Sistem Informasi asuhan keperawatan juga dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan riset
keperawatan secara khususnya dan riset kesehatan pada umumnya. (Udin,and Martin, 1997).Sistem
Informasi manajemen (SIM) berbasis komputer banyak kegunaannya, namun pemanfaatan Sistem
Informasi Manajemen di Indonesia masih banyak mengalami kendala. Hal ini mengingat komponen-
komponen yang ada dalam sistem informasi yang dibutuhkan dalam keperawatan masih banyak
kelemahannya.
3. Peralatan yang Dibutuhkan

a. Komputer dengan spesifikasi Intel Core i5 Processors


b. DBDesigner4, SQLYogEnterpraise, Powerdesigner15 dan Dreamweaver CS.5
c. http://sikda.depkes.go.id/sikda-new/

4. Prosedure Pemanfaatan di Bidang Teknologi SIKDA.DEPKES


a. Versi demo bisa diakses dengan menggunakan :

User Name : puskesmas


Password : puskesmas
Puskesmas : Kec. Setia Budi

pada alamat url sebagai berikut :

http://sikda.depkes.go.id/sikda-new
b. Melaksanakan simulasi di Aplikasi SIKDA.depkes

5. Kasus
Sesuai dengan langkah prosedure pratikum :

a. buatlah analisa tabel teknologi kesehatan dengan aplikasi SIKDA tersebut.

6. Tugas

a. Buatlah model ERD dari Aplikasi SIKDA tersebut

b. Buatlah kelompok

Anda mungkin juga menyukai