Anda di halaman 1dari 46

Presentasi Kasus

SEORANG LAKI-LAKI 81 TAHUN DENGAN PPOK


EKSASERBASI AKUT DAN PNEUMONIA

Oleh:
Sabila Fatimah
G99152021

Pembimbing
dr. Yunita Fatmawati, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR.MOEWARDI
2016
STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Umur : 81 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Sambi, Boyolali
Status : Menikah
Masuk rumah Sakit : 27 November 2016
Tanggal Periksa : 29 November 2016
No CM : 01360799
B. Keluhan Utama
Sesak napas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dirasakan 10
tahun SMRS. Keluhan awalnya dirasakan kadang-kadang. Sejak 2 hari
SMRS keluhan dirasakan semakin memberat dan terus-menerus. Sesak
makin memberat apabila pasien beraktifitas. Sesak sedikit berkurang
dengan istirahat dan duduk. Pasien masih dapat tidur dengan 1 bantal.
Sesak tidak dipengaruhi debu, cuaca, atau emosi. Pasien menyangkal
adanya bunyi ngik-ngik (mengi) ketika bernapas. Bengkak-bengkak
pada kaki maupun wajah disangkal. Keluhan terbangun di malam hari
karena sesak disangkal.
Selain keluhan sesak, pasien juga mengeluhkan batuk sejak 2
minggu SMRS dan dirasakan memberat 2 hari SMRS. Awalnya batuk
disertai dahak putih kental lalu menjadi kuning kental 2 hari SMRS.
Dahak sulit keluar, sehari kira-kira 1 sendok makan. Pasien juga
mengeluhkan demam sumer-sumer sejak 2 minggu SMRS dan

2
penurunan nafsu makan sejak 2 hari SMRS. Keluhan batuk darah,
berkeringat di malam hari tanpa aktivitas, nyeri dada, pusing, dan
mual/muntah disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat minum obat 6 bulan : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Riwayat Merokok :(+) 30 tahun, sehari 25 batang,
berhenti merokok sejak 20 tahun
yang lalu
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat Olahraga : disangkal
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama istri, anak, menantu dan dua orang cucunya.
Pasien dulunya seorang petani akan tetapi sekarang sehari-hari pasien
hanya beraktifitas di dalam rumah. Untuk memasak sejak kecil pasien
menggunakan kayu bakar dan baru berganti menjadi gas 13 tahun
belakangan. Saat ini pasien mondok di RSUD Dr. Moewardi dengan
menggunakan biaya BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis

3
Tampak lemah, GCS E4V5M6
B. Status Gizi
Tinggi Badan : 154 cm
Berat Badan : 45 kg
BMI : 18.97 kg/m2 (normoweight)
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 98x/ menit, isi cukup, irama teratur, simetris
Respirasi : 28x/menit, irama teratur, tipe abdominothorakal
Suhu : 37,00C per aksiler
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kepala simetris, rambut hitam beruban, tidak
mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi m. temporalis (-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra
(-/-), sekret (-/-)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor
(-), stomatitis (-), mukosa basah (+), pursed lip breathing (-)
I. Leher
JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar
J. Thoraks
a. Retraksi (+/-) SIC VII-VIII, simetris, normochest

4
b. Ekspansi thoraks

Titik pengukuran Inspirasi Exspirasi Selisih


Axilla 77 cm 76 cm 1 cm
Costa 4-5 75 cm 73 cm 2 cm
VT 11-12 70 cm 68 cm 2 cm
c. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat, teraba pada SIC V
1 cm medial LMCS
Perkusi : Jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
d. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SDV (+/+), RBK (+/-), wheezing (+/-) localized
K. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) 8 x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, bruit (-)
L. Ekstremitas
Oedem Akral dingin

- -
- -

O. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Vegetatif : Terpasang IV line, catheter, dan NGT, BAB normal

5
Fungsi Sensorik
- Rasa Eksteroseptik : suhu, nyeri, dan raba dalam batas normal
- Rasa Propioseptik : getar, posisi, dan tekan dalam batas normal
- Rasa Kortikal : stereognosis, barognosis dalam batas
normal
Fungsi Motorik dan Reflek :
Kekuatan Tonus R.Fisiologis R.patologis
5 5 N N +2 +2 - -
5 5 N N +2 +2 - -
Manual Muscle Test (MMT)
ROM
NECK MMT
Pasif Aktif
Fleksi 0 - 70 0 - 70 5
Ekstensi 0 - 40 0 - 40 5
Lateral bending kanan 0 - 60 0 - 60 5
Lateral bending kiri 0 - 60 0 - 60 5
Rotasi kanan 0 - 90 0 - 90 5
Rotasi kiri 0 - 90 0 - 90 5

ROM Pasif ROM Aktif MMT


Ektremitas Superior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra D S
Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Ektensi 0-50 0-50 0-50 0-50 5 5
Abduksi 0-180 0-180 0-180 0-180 5 5
Shoulder
Adduksi 0-75 0-75 0-75 0-75 5 5
Eksternal Rotasi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Internal Rotasi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Fleksi 0-150 0-150 0-150 0-150 5 5
Ekstensi 0 0 0 0 5 5
Elbow
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Ekstensi 0-70 0-70 0-70 0-70 5 5
Wrist
Ulnar Deviasi 0-30 0-30 0-30 0-30 5 5
Radius deviasi 0-20 0-20 0-20 0-20 5 5
Finger MCP I Fleksi 0-50 0-50 0-50 0-50 5 5
MCP II-IV fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
DIP II-V fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
PIP II-V fleksi 0-100 0-100 0-100 0-100 5 5
MCP I Ekstensi 0-30 0-30 0-30 0-30 5 5
Trunk Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Ekstensi 0-30 0-30 0-30 0-30 5 5

6
Right Lateral 0-35 0-35 0-35 0-35 5 5
Bending
Left Lateral 0-35 0-35 0-35 0-35 5 5
Bending

ROM Pasif ROM Aktif MMT


Ektremitas Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra D S
Fleksi 0-120 0-120 0-120 0-120 5 5
Ektensi 0-30 0-30 0-30 0-30 5 5
Abduksi 0-45 0-45 0-45 0-45 5 5
Hip
Adduksi 0-45 0-45 0-45 0-45 5 5
Eksorotasi 0-30 0-30 0-30 0-30 5 5
Endorotasi 0-30 0-30 0-30 0-30 5 5
Fleksi 0-120 0-120 0-120 0-120 5 5
Knee
Ekstensi 0 0 0 0 5 5
Dorsofleksi 0-30 0-30 0-30 0-30 5 5
Plantarfleksi 0-30 0-30 0-30 0-30 5 5
Ankle
Eversi 0-50 0-50 0-50 0-50 5 5
Inversi 0-40 0-40 0-40 0-40 5 5

Indeks Rokok dengan Indeks Brinkman (IB)


Jumlah rata-rata rokok per hari (batang) x Lama merokok (tahun)
25 batang x 30 tahun = 750 (perokok berat)

Skor ADL dengan Katz Index


Total : 0 (tingkat ketergantungan berat)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah 27 November 2016
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
SITOLOGI
Hb 12,4 g/dl 11,6 16,3
Hct 40 % 33 45
3
AL 10,9 10 / L 4,5 11,0
AT 144 103 / L 150450
AE 4.71 103/ L 4,50 5,90
INDEKS ERITROSIT
MCV 84.4 /um 80.0-96.0
MCH 26.3 pg 28.0-33.0
MCHC 31.2 g/dl 33.0-36.0
RDW 14.2 % 11.6-14.6
MPV 9.0 fl 7.2-11.1
PDW 16 % 2.2-3.2

7
HITUNG JENIS
Netrofil 76.20 % 55.0-80.0
Limfosit 9.60 % 22.00-44.00
Monosit, Eos Bas 14.20 % 0.00-12.00
KIMIA KLINIK
GDS 142 mg/dL 60-140
SGOT 291 u/l <35
SGPT 214 u/l <45
ELEKTROLIT
Natrium Darah 137 mmol/ L 136-145
Kalium Darah 5.5 mmol/ L 3.7-5.1
Clorida Darah 102 mmol/ L 98-106
SEROLOGI HEPATITIS
HBsAg Nonreaktif Nonreaktif

C. Laboratorium Darah 29 November 2016


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
pH 7.402 7.260-7.430
BE 13.9 mmol/L -2 - +3
pCO2 61.9 mmHg 27.0-41.0
pO2 63.2 mmHg 50.0-100.0
Hematokrit 38 % 37-50
HCO3 38.8 mmol/L 21.0-28.0
Total CO2 40.7 mmol/L 19.0-14.0
Saturasi O2 90.9 % 94.0-98.0
Laktat arteri 1.30 mmol/L 0.36-0.75
Kesimpulan : Alkalosis metabolik terkompensasi sempurna

D. Pemeriksaan Foto Thoraks 27 November2016


Cor : besar dan bentuk normal
Pulmo : tampak infiltrat perihiler dan paracardial kanan
Sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior tumpul irreguler
Retrosternal dan retrocardiac space dalam batas normal
Hemidiagfragma kanan kiri normal
Trakea di tengah
Sistema tulang baik

8
Kesimpulan:
1. Pneumonia
2. Efusi pleura bilateral organisasi

IV. ASSESMENT
PPOK eksaserbasi akut
Pneumonia komunitas
V. DAFTAR MASALAH
Masalah Medis:
Penyakit paru obstruksi kronik eksaserbasi akut
Pneumonia komunitas
Retensi sputum
Problem Rehabilitasi Medik
1. Speech Terapi : (-)
2. Okupasi Terapi : ketergantungan berat karena sesak
3. Sosiomedik : memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan
kegiatan sehari -hari
4. Ortesa-protesa : (-)
5. Psikologi : beban pikiran akibat penyakitnya dan keterbatasan
dalam melakukan aktivitassehari hari.
6. Fisioterapi : sesak napas, retensi sputum

9
VI. PENATALAKSANAAN
1. O2 3-4 6. N.Acetyl
lpm sistein 3x200 mg
2. Diet 7. Inj.
TKTP 1700 kkal/ NGT Metilprednisolon 62,5 mg/12
3. IVFD
jam
NaCl 0.9% 20 tpm 8. Inj.
4. Infus
Levofloxacin 750 mg/ 24 jam
aminofluid 1 fl/24 jam 9. B
5. Inj.
complex 3x1 tabs
Ceftriaxone 2gr/24 jam
Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi :
- Proper bed positioning
- Breathing exercise
- Chest physical therapy
- Postural drainage
- Latihan batuk efektif
- General Aktif Range of Motion exercise
2. Speech Terapi : (-)
3. Okupasi Terapi : ADL exercise, latihan ekspansi thoraks, konservasi
energi
4. Sosiomedik : memberi edukasi kepada pasien dan keluarga
mengenai penyakit pasien, pembiayaan dan
kelanjutan pengobatan
5. Ortesa-protesa : (-)
6. Psikologi : Psikoterapi suportif , mengurangi kecemasan
pasien
VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, DAN HANDICAP
A. Impairment
- PPOK
- Pneumonia komunitas

10
- Retensi sputum
B. Disabilitas
Terjadi disabilitas personal dengan skor Katz Indeks 0 dengan gangguan
pada seluruh kemampuan untuk beraktivitas sehari hari seperti : makan,
mandi, ke toilet, berpakaian, mobiisasi, dan BAK maupun BAB.
C. Handicap : gangguan berinteraksi dengan masyarakat luas, keterbatasan
menghadiri acara sosial seperti pengajian, undangan resepsi
pernikahan, dsb.
VIII. PLANNING
Planning Diagnostik : spirometri bila stabil
Planning Terapi : tidak ada
Planning Edukasi :
- Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi
- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan
- Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi
Planning Monitoring : Evaluasi hasil terapi.

IX. GOAL
A. Jangka pendek
1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama perawatan
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
3. Minimalisasi impairment dan disabilitas pada pasien
B. Jangka panjang
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk yang dapat
memperburuk keadaan penderita (seperti gagal nafas, infeksi
berulang)
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal

11
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam

12
TINJAUAN PUSTAKA

A. SISTEM PERNAPASAN
I. Anatomi
Paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam
kantong yang dibentuk oleh pleura pariestaslis dan pleura viseralis. Kedua
paru sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di dalam air, dan berada
dalam rongga torak. Jika dibentangkan luas permukaannya 90 m2.
Paru terletak di samping mediastinum dan melekat pada perantaraan
radiks pulmonalis yang satu sama lainnya dipisahkan oleh jantung,
pembuluh darah besar, dan struktur lain dalam mediastinum.
Masing-masing paru mempunyai apeks yang tumpul dan menjorok ke atas
kira-kira 2,5 cm di atas klavikula. Fasies kostalis yang berbentuk konveks
berhubungan dengan dinding dada sedangkan fasies mediastinalis yang
berbentuk konkaf membentuk perikardium. Pada pertengahan permukaan
paru kiri terdapat hilus pulmonalis yaitu lekukan di mana bronkus,
pembuluh darah, dan saraf masuk ke paru-paru membentuk radiks
pulmonalis.
Paru terletak di rongga dada di atas sekat diafragma. Di dalam
paru- terdapat gelembung halus yang disebut alveolus kurang lebih 700
juta buah. . Dinding alveolus mengandung kapiler darah, Pada alveolus
inilah terjadi pertukaran antara O2 dan CO2.
Paru manusia memiliki volume 5-6 liter. Daya tampung paru
terhadap udara pernapasan disebut kapasitas total paru-paru.
Udara yang masuk dan keluar pada proses pernapasan dibedakan menjadi:
1. Udara pernapasan (udara tidal : tidal volume) adalah volume udara
yang keluar dan masuk pada pernapasan biasa, sebanyak 500 cc
(masih ada sisa 2500 cc di dalam paru-paru).
2. Udara komplementer adalah udara yang masih dapat dihirup lagi
dengan inspirasi maksimum, setelah inpirasi biasa. Volume udara
komplementer sebanyak 1500 cc.

13
3. Udara cadangan (udara suplementer) adalah udara yang dapat
dikembangkan lagi pada ekspirasi maksimum. Volume udara cadangan
sebanyak 1500 cc.
4. Udara residu (udara sisa adalah udara yang tidak dapat dihembuskan
lagi, menetap di dalam paru-paru. Volume udara residu : 1000 cc. 1

Setiap paru memiliki :


a. Apeks ; tumpul, menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5cm di atas
clavicula
b. Permukaan costo-vertebral ; menempel pada bagian dalam dinding
dada
c. Permukaan mediastinal ; menempel pada pericardium dan jantung
d. Basis pulmonis ; terletak pada diafragma

Batas-batas paru :
a. Apeks ; atas paru (atas costae) sampai dengan di atas clavicula
b. Atas ; dari clavicula sampai dengan costae II depan
c. Tengah ; dari costae II sampai dengan costae IV
d. Bawah ; dari costae IV sampai dengan diafragma

Gambar 1. Lobus Paru Dextra dan Sinistra

Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura
obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dexter menjadi tiga lobus ; lobus

14
superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura oblique berjalan dari
pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan
costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25cm di bawah apex
pulmonis. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan
costalis setinggi cartilage costalis IV dan bertemu dengan fissure obliqua pada
linea axillaris media.Pulmo dexter mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima
buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan
tiga buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobules.
Diantara lobules satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah, getah bening, dan saraf. Dalam tiap lobules terdapat
sebuah bronkeolus. Di dalam lobules, bronkeolus ini bercabang-cabang yang
disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2-0,3mm.
Segmen pulmo dexter :
a. Lobus superior : - segmen apicale
- Segmen posterior
- Segmen anterior
b. Lobus medius : - segmen lateral
- Segmen medial
c. Lobus inferior : - segmen apicobasal
- Segmen mediobasal
- Segmen anterobasal
- Segmen laterobasal
- Segmen posterobasal

Hilus pulmonalis dexter terdiri dari :


a. A. pulmonalis dextra
b. Bronchus principales dextra ; bronchus lobaris superior, medius dan
inferior
c. Vv. Pulmonalis dextra
d. Nodule lymphideus

Pulmo sinister dibagi oleh fissure oblique dengan cara yang sama menjadi
dua lobus; lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister tidak ada
fissure horizontalis.
Segmen pulmo sinister :

15
a. Lobus superior : - segmen apicoposterior
- Segmen anterior
- Segmen lingual superior
- Segmen lingual inferior
b. Lobus inferior : - segmen apicobasal
- Segmen antero medial basal
- Segmen laterobasal
- Segmen posterobasal

Gambar 2. Tampak medial pulmo


Hilus pulmo sinister :
a. A. pulmonalis sinistra
b. Bronchus principales sinistra
c. Vv. Pumonalis sinistra
d. Noduli lymphoideus

Pada pulmo sinister terdapat incisura cardiac yang merupakan lengkung


untuk jantung (cardiac notch) dan impression cardiac yang lebih besar, karena
2/3 jantung terletak di pulmo sinistra.

II. Fisiologi Pernapasan


Pernapasan manusia dibedakan atas pernapasan dada dan pernapasan
perut. Pernapasan dada terjadi melalui fase inspirasi dan ekspirasi,
demikian juga untuk pernapasan perut. Otot-otot yang digunakan waktu
pernapasan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu primer dan tambahan.

16
Otot pernapasan primer adalah diafragma yang dibentuk oleh dua
hemidiafragma terbentuk kubah yang membentuk dasar torak dan
memisahkan torak dari abdomen. Otot pernapasan tambahan, terletak
dalam leher dan dada bagian atas, dapat membantu diafragma
memperbesar volume rongga dada. Otot pernapasan tambahan meliputi
otot-otot sternokleidomastrideus, trapezius, interkostal, dan rambrideus.
Pada keadaan normal otot-otot ini tidak aktif selama pernapasan biasa,
tetapi mulai berperan dalam pernapasan pada saat aktifitas atau bila
tahanan aliran yang masuk kedalam torak meningkat. Pernapasan yang
cepat pada waktu olahraga, penyakit kardiopulmonar atau keadaan yang
menambah kerja pernapasan sering menyebabkan otot-otot pernapasan
tambahan dapat menambah besarnya ekspirasi dada dan ukuran paru
yang terjadi pada waktu inspirasi.
1. Mekanisme Pernapasan Dada
a. Fase Inspirasi
Mekanisme inspirasi pernapasan dada sebagai berikut: Otot antar
tulang rusuk (muskulus intercostalis eksternal) berkontraksi -->
tulang rusuk terangkat (posisi datar) --> Paru-paru mengembang
--> tekanan udara dalam paru-paru menjadi lebih kecil
dibandingkan tekanan udara luar --> udara luar masuk ke paru-
paru
b. Fase Ekspirasi
Mekanisme ekspirasi pernapasan perut adalah sebagai berikut:
Otot antar tulang rusuk relaksasi --> tulang rusuk menurun -->
paru-paru menyusut --> tekanan udara dalam paru-paru lebih besar
dibandingkan dengan tekanan udara luar --> udara keluar dari
paru-paru.
2. Mekanisme Pernapasan Perut
a. Fase Inspirasi
Mekanisme inspirasi pernapasan perut sebagai berikut: sekat
rongga dada (diafraghma) berkontraksi --> posisi dari melengkung

17
menjadi mendatar --> paru-paru mengembang --> tekanan udara
dalam paru-paru lebih kecil dibandingkan tekanan udara luar -->
udara masuk
b. Fase Ekspirasi
Mekanisme ekspirasi pernapasan perut sebagai berikut: otot
diafraghma relaksasi --> posisi dari mendatar kembali melengkung
--> paru-paru mengempis --> tekanan udara di paru-paru lebih
besas dibandingkan tekanan udara luar -->udara keluar dari paru-
paru.

3. Mekanisme Pertukaran Gas


Udara lingkungan dapat dihirup masuk ke dalam tubuh makhluk
hidup melalui dua cara, yakni pernapasan secara langsung dan
pernapasan tak langsung. Pengambilan udara secara langsung dapat
dilakukan oleh permukaan tubuh lewat proses difusi. Sementara
udara yang dimasukan ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan
dinamakan pernapasan tidak langsung.
Saat kita bernapas, udara diambil dan dikeluarkan melalui
paruparu. Dengan lain kata, kita melakukan pernapasan secara
tidak langsung lewat paru-paru. Walaupun begitu, proses difusi
pada pernapasan langsung tetap terjadi pada paru-paru. Bagian
paru-paru yang meng alami proses difusi dengan udara yaitu
gelembung halus kecil atau alveolus. Oleh karena itu, berdasarkan
proses terjadinya pernapasan, manusia mempunyai dua tahap
mekanisme pertukaran gas. Pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida yang dimaksud yakni mekanisme pernapasan eksternal
dan internal.
a. Pernapasan Eksternal
Ketika kita menghirup udara dari lingkungan luar, udara
tersebut akan masuk ke dalam paru-paru. Udara masuk yang
mengandung oksigen tersebut akan diikat darah lewat difusi.

18
Pada saat yang sama, darah yang mengandung karbondioksida
akan dilepaskan. Proses pertukaran oksigen (O2) dan
karbondioksida (CO2) antara udara dan darah dalam paru-paru
dinamakan pernapasan eksternal.
Saat sel darah merah (eritrosit) masuk ke dalam kapiler
paru-paru, sebagian besar CO2 yang diangkut berbentuk ion
bikarbonat (HCO- 3) . Dengan bantuan enzim karbonat
anhidrase, karbondioksida (CO2) air (H2O) yang tinggal sedikit
dalam darah akan segera berdifusi keluar. Persamaan reaksinya
adalah sebagai berikut.
Seketika itu juga, hemoglobin tereduksi (yang disimbolkan
HHb) melepaskan ion-ion hidrogen (H+) sehingga hemoglobin
(Hb)-nya juga ikut terlepas. Kemudian, hemoglobin akan
berikatan dengan oksigen (O2) menjadi oksihemoglobin
(disingkat HbO2).
Proses difusi dapat terjadi pada paru-paru (alveolus), karena
adaperbedaan tekanan parsial antara udara dan darah dalam
alveolus. Tekanan parsial membuat konsentrasi oksigen dan
karbondioksida pada darah dan udara berbeda.
Tekanan parsial oksigen yang kita hirup akan lebih besar
dibandingkan tekanan parsial oksigen pada alveolus paru-paru.
Dengan kata lain, konsentrasi oksigen pada udara lebih tinggi
daripada konsentrasi oksigen pada darah. Oleh karena itu,
oksigen dari udara akan berdifusi menuju darah pada alveolus
paru-paru.
Sementara itu, tekanan parsial karbondioksida dalam darah
lebih besar dibandingkan tekanan parsial karbondioksida pada
udara. Sehingga, konsentrasi karbondioksida pada darah akan
lebih kecil di bandingkan konsentrasi karbondioksida pada
udara. Akibatnya, karbondioksida pada darah berdifusi menuju
udara dan akan dibawa keluar tubuh lewat hidung.

19
b. Pernapasan Internal
Berbeda dengan pernapasan eksternal, proses terjadinya pertukaran
gas pada pernapasan internal berlangsung di dalam jaringan tubuh.
Proses pertukaran oksigen dalam darah dan karbondioksida tersebut
berlangsung dalam respirasi seluler.
Setelah oksihemoglobin (HbO2) dalam paru-paru terbentuk,
oksigen akan lepas, dan selanjutnya menuju cairan jaringan tubuh.
Oksigen tersebut akan digunakan dalam proses metabolisme sel.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Proses masuknya oksigen ke dalam cairan jaringan tubuh juga
melalui proses difusi. Proses difusi ini terjadi karena adanya
perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara darah
dan cairan jaringan. Tekanan parsial oksigen dalam cairan jaringan,
lebih rendah dibandingkan oksigen yang berada dalam darah. Artinya
konsentrasi oksigen dalam cairan jaringan lebih rendah. Oleh karena
itu, oksigen dalam darah mengalir menuju cairan jaringan.
Sementara itu, tekanan karbondioksida pada darah lebih rendah
daripada cairan jaringan. Akibatnya, karbondioksida yang terkandung
dalam sel-sel tubuh berdifusi ke dalam darah. Karbondioksida yang
diangkut oleh darah, sebagian kecilnya akan berikatan bersama
hemoglobin membentuk karboksi hemoglobin (HbCO2). Reaksinya
sebagai berikut.
Namun, sebagian besar karbondioksida tersebut masuk ke dalam
plasma darah dan bergabung dengan air menjadi asam karbonat
(H2CO3). Oleh enzim anhidrase, asam karbonat akan segera terurai
menjadi dua ion, yakni ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO-
Persamaan reaksinya sebagai berikut.
CO2 yang diangkut darah ini tidak semuanya dibebaskan ke luar
tubuh oleh paru-paru, akan tetapi hanya 10%-nya saja. Sisanya yang
berupa ion-ion ikarbonat yang tetap berada dalam darah. Ion-ion
bikarbonat di dalam darah berfungsi sebagai bu. er atau larutan

20
penyangga.\ Lebih tepatnya, ion tersebut berperan penting dalam
menjaga stabilitas pH (derajat keasaman) darah.
4. Frekuensi Pernafasan
Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas
disebut sebagai frekuensi pernapasan. Pada umumnya,frekuensi
pernapasan manusia setiap menitnya sebanyak 15-18 kali. Cepat atau
lambatnya frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya :

Usia. Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin rendah
frekuensi pernapasannya.Hal ini berhubungan dengan energy yang
dibutuhkan.

Jenis kelamin. Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.Kebutuhan akan
oksigen serta produksi karbondioksida pada pria lebih tinggi
dibandingkan wanita.

Suhu tubuh. Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka aka semakin
cepat frekuensi pernapasannya, hal ini berhubungan dengan
penigkatan proses metabolism yang terjadi dalam tubuh.

Posisi atau kedudukan tubuh. Frekuensi pernapasan ketika sedang
duduk akan berbeda dibandingkan dengan ketika sedang berjongkok
atatu berdiri.Hal ini berhubungan erat dengan energy yang dibutuhkan
oleh organ tubuh sebagai tumpuan berat tubuh.

Aktivitas. Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti olahragawan
akan membutuhkan lebih banyak energi daripada orang yang diamatau
santai, oleh karena itu, frekuensi pernapasan orang tersebut juga lebih
tinggi. Gerakan dan frekuensi pernapasan diatur oleh pusat pernapasan
yang terdapat di otak. Selain itu, frekuensi pernapasan distimulus oleh
konsentrasi karbondioksida (CO) dalam darah.2

B. PPOK
I. Definisi

21
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri atas bronkitis kronis dan emfisema atau
gabungan keduanya. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit
lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan
dinding alveoli.3
II. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-
partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel,
bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi
yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari
partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut3.
III.Epidemiologi
Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada
wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita4.
IV. Faktor Risiko
Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari
partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya5.
Dimana kebiasaan merokok merupakn satu satunya penyebab kausal
terpenting jauh lebih penting dari penyebab yang lainnya3.
1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK
bergantung pada dosis merokok nya. Dalam pencatatan riwayat
merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif

22
- Perokok pasif
Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga
dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK
dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut.
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks
Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata- rata batang rokok yang
dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun
- Ringan : 0-200
- Sedang : 20-600
- Berat : >600
2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)3
3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya
sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk
kebutuhan rumah tangga lainnya yang memungkinkan wanita di
negara berkembang memiliki angka kejadian yang tinggi terhadap
kejadian PPOK4.
4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan
debu jalanan.
5. Infeksi saluran nafas berulang
6. Status sosioekonomi dan status nutrisi
Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadang-
kadang berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK,
meskipun banyak penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan
magnesium memiliki prioritas utama4.
7. Asma
8. Usia
Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan.
9. Faktor Genetik

23
Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu
penyebab terjadinya PPOK meskipun penelitian Framingham pada
populasi umum menyebutkan bahwa faktor genetik memberi
kontribusi yang rendah dalam penurunan fungsi paru6.

V. Patofisiologi
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada
PPOK yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran
nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang
dikarenakan danya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan
struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada
saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid
dan deposisi kolagen dalam dinding luar salurannafas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran
nafas kecil berkurangakibat penebalan mukosa yang mengandung
eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit. Dalam
keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam
keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka
akan terjadi kerusakan di paru.
Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan
sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas
polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya
akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses inflamasi akan
mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan
menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti
interleukin 8 dan leukotrienB4,tumuor necrosis factor (TNF),monocyte
chemotactic peptide(MCP)-1 danreactive oxygen species(ROS).
Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan
protease yang akanmerusak jaringan ikat parenkim paru sehingga
timbul kerusakan dinding alveolar danhipersekresi mukus. Rangsangan

24
sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit CD 8 , selanjutnya
terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. 7 Pada keadaan normal
terdapatkeseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH
yang ada dipermukaan makrofagdan neutrofil akan mentransfer satu
elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksidadengan bantuan
enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik
akandiubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi
ion fero, ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida
(HOCl). Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat
menginduksi batuk kronis sehingga percabangan bronkus lebih mudah
terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan
struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol yang
menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan
oleh leukosit, polusi dan asap rokok.8,9

25
Konsep Patogenesis PPOK

VI. Gejala klinis PPOK


Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan
batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti :
1. Sesak Napas
Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula
ringan lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas
bertambah berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.
2. Batuk Kronis
Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat
waktu pagi hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila
eksaserbasi.
3. Sesak napas (wheezing)
Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini
menunjukan komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan
satu-satunya penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat
pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena udara lewat saluran
napas yang sempit oleh radang atau sikatrik.
4. Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari
saluran napas yang radang dan khasnya blood streaked purulen
sputum.
5. Anoreksia dan berat badan menurun

26
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek7.

VII. Diagnosis3.
Diagnosis dibuat berdasarkan :
1. Gambaran klinis :
a. Anamnesis:
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer (gambaran khas pada emfisema dimana
penderita terlihat kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips
breathing) atau blue bloater (gambaran khas pada bronchitis kronik
dimana penderita gemuk sianosis, terdapat oedema tungkai dan
ronki basah di basal paru serta sianosis sentral dan perifer)

27
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP)
< 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

28
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks
paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh
darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

Normal Hyperinflation

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


a. Faal paru

29
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.
d. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama
2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan
minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal
paru setelah pemberian kortikosteroid
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
f. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi

30
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik
yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama
eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada
usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk


dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko.
Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran
udara (dengan spirometri)7.

VIII. Klasifikasi
Klasifikasi Gejala Spirometri
Penyakit
Ringan - Tidak ada gejala waktu istirahat atau VEP > 80%
bila exercise prediksi
- Tidak ada gejala waktu istirahat VEP/KVP < 75%
tetapi gejala ringan pada latihan
sedang (misal : berjalan cepat, naik
tangga)
Sedang - Tidak ada gejala waktu istirahat VEP 30 - 80%
tetapi mulai terasa pada latihan / prediksi
kerja ringan (misal : berpakaian) VEP/KVP <

31
- Gejala ringan pada istirahat 75%
Berat - Gejala sedang pada waktu istirahat VEP1<30%
- Gejala berat pada saat istirahat prediksi
- Tanda-tanda korpulmonal VEP1/KVP < 75%

IX. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi
gejala, mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal
paru, dan meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang
digunakan terdiri dari unsur edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi
mekanik, nutrisi dan rehabilitasi3.
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
Edukasi berdasarkan derajat penyakit3:
Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,
antara lain berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat-obatan3
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi berat derajat

32
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi (dihisap
melalui saluran nafas), nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat
lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator adalah : golongan antikolinergik,
golongan agonis beta-2, kombinasi antikolinergik dan beta-2 dan
golongan xantin.
b. Anti inflamasi
Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
(diminum) atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah). Ini
berfungsi untuk menekan inflamasi yang terjadi. Dipilih golongan
metilpradnisolon atau prednison.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang
digunakan untuk lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid.
Dan untuk lini kedua diberikan amoksisilin dikombinasikan
dengan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup.
Digunakan N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang
rutin.
e. Mukolitik (pengencer dahak)
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan
untuk pemakaian jangka panjang.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati

3. Terapi oksigen

33
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ
lainnya3.

4. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas
kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi
atau tanpa intubasi3.

5. Nutrisi
Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi, disebabkan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperaapni menyebabkan
terjadinya hipermetabolisme3.

6. Rehabilitasi
Rehabilitasi Fisik
Rehabilitasi fisik dapat dilakukan pada stadium dini atau stadiun
lanjut dari penyakitnya. Penderita dilatih untuk memakai cadangan
napasnya seefektif mungkin dengan mengubah pola bernapas untuk
memperoleh potensi yang optimal bagi kegiatan fisiknya. Rehabilitasi
psikososial dan vokasional dipertimbangkan bila penderita tidak dapat
mencapai keinginan fisik-psikologis untuk melakukan kegiatan seperti
biasanya. Bila pendidikan pada tingkat tersebut tidak mungkin, rehabilitasi
ditujukan untuk memberi kesempatan pada penderita untuk dapat
melakukan kegiatan minimal termasuk mengurus diri sendiri9.
a. Latihan relaksasi
Tujuan latihan relaksasi adalah:

34
1) Menurunkan tegangan otot pernapasan, terutama otot bantu
pernapasan.
2) Menghilangkan rasa cemas karena sesak napas.
3) Memberikan sense of well being.
Penderita PPOK yang mengalami insufisiensi pernapasan selalu
merasa tegang, cemas dan takut mati tersumbat. Untuk mengatasi keadaan
ini penderita berusaha membuat posisi yang menguntungkan terutama bagi
gerakan diafragmanya. Sikap ini dicapai dengan memutar bahu ke depan
dan membungkukkan badan ke depan pula. Sikap ini selalu diambil setiap
akan memulai rehabilitasi fisik (drainase postural, latihan pernapasan).
Agar penderita memahami, latihan ini harus diperagakan. Latihan relaksasi
hendaknya dilakukan di ruangan yang tenang, posisi yang nyaman yaitu
telentag dengan bantal menyangga kepala dan guling di bawah lutut atau
sambil duduk9.
b. Terapi fisik dada
Timbunan sekret yang sangat kental jika tidak dikeluarkan akan
menyumbat saluran napas dan merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan kuman. Infeksi mengakibatkan radang yang menambah
obstruksi saluran napas. Bila berlangsung terus sehingga mengganggu
mekanisme batuk dan gerakan mukosilier, maka timbunan sekret
merupakan penyulit yang cukup serius
Terapi fisik (fisioterapi) dada ditujukan untuk melepaskan dan
membantu menggerakkan sekret dan saluran napas kecil ke trakea, dapat
dilakukan dengan cara :
a. Drainase Postural
Menggunakan prinsip hukum gravitasi
Pasien diletakkan dalam posisi sedemikian rupa, untuk suatu waktu
tertentu, sehingga oleh karena gaya berat sekret dalam saluran
nafas mengalir & berkumpul di bronkus dibatukkan keluar

35
Jadi, di dalam posisi tersebut, lobus yg akan di drain ditempatkan
pd posisi yg lebih tinggi dari bronkus utama sehingga posisi
perlu disesuaikan dengan arah-arah bronchial tree
Tujuan :
- Cegah penumpukan lendir pada pasien dengan risiko komplikasi
pulmonal (contoh pasien tirah baring lama, pakai ventilator,dan
sebagainya)
- Mengeluarkan sekret yang terkumpul di paru
Kontra indikasi :
- Hemoptisis berat
- edem pulmo berat
- CHF
- efusi pleura masif
- Cardiovascular instability (aritmia, hipertensi/hipotensi berat,
AMI)
- Recent neurosurgery jika posisi kepala dibawah TIK
meningkat
Segmen Apikal
Tidur dengan beberapa bantal, kepala letak tinggi.

Lobus Atas Kanan Segmen Anterior


Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut.

36
Lobus Atas Kiri Segmen Anterior
Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan dan beberapa bantal
tanpa bantal bawah lutut.

Lobus Atas Segmen Posterior


Tidur menelungkup pada bantal8.

c. Perkusi dinding dada


Tujuan :
- Melepaskan sekret di paru secara mekanis mudah keluar

37
- Dengan cupped hand diatas paru yang di drain
- Cara: mengetuk dinding dada berulang dengan ujung jari
pada tiap segmen paru 1-2 menit
Kontra Indikasi :
- Tulang yang osteoporotik
- Perdarahan (contoh trombositopeni)
- Unstable angina, nyeri dada (contoh operasi rongga dada)
- Batuk darah (contoh TB, abses paru, ca paru,dan lain-lain)
- Peradangan paru akut dimana infeksi dapat menyebar ke daerah
lain paru-paru8.

d. Vibrasi Dada

38
Gerakan cepat yang dilakukan pada dinding dada
Dapat dilakukan manual / dengan alat vibrator
Diberikan saat exhalasi / ekspirasi
Tujuannya sama dengan perkusi
Teknik :
- Nafas dalam, tahan beberapa detik, vibrasi diberikan saat
ekspirasi
- Satu session latihan, hendaknya diberikan setelah 5 6 nafas
dalam.
- Setelah tindakan vibrasi dapat dilakukan postural drainage.

Perkusi dengan vibrasi cepat, ketukan dengan telapak tangan


(clapping), atau memakai rompi perkusi listrik serta latihan batuk akan
memperbaiki mobilisasi dan klirens sekret bronkus dan fungsi paru
terutama pada penderita PPOK dengan produksi sputum yang meningkat
(>30 ml/ hari), bronkluektasis, fibrosis kistik, dan atelektasis. Pada
penderita dengan serangan asma akut, pneumonia akut, gagal napas,
penderita yang memakai ventilator, dan penderita PPOK dengan produksi
sputum yang minimal (<30 ml/hari), fisioterapi dada tidak berefek dan
bahkan membahayakan.

39
Dalam melakukan drainase postural harus diperhatikan posisi
penderita yang disesuaikan dengan anatomi percabangan bronkus.
Tindakan ini dilakukan 2 kali sehani selama 5 menit. Sebelum dilakukan
drainase postural sebaiknya penderita minum banyak atau diberikan
mukolitik, bronkodilator perinhalasi untuk memudahkan pengeluaran
sekret9.
e. Latihan pernapasan

Latihan pernapasan dilakukan setelah latihan relaksasi dikuasai penderita.


Tujuan latihan pernapasan adalah untuk:
- Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping
- Memperbaiki fungsi diafragma
- Memperbaiki mobilitas sangkar toraks
- Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas
tanpa meningkatkan kerja pernapasan
- Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas
lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan.
Diafragma dan otot interkostal merupakan otot-otot pernapasan
yang paling penting. Pada orang normal dalam keadaan istirahat,
pengaruh gerakan diafragma sebesar 65% dan volume tidal. Bila ventilasi
meningkat barulah digunakan otot-otot bantu pernapasan (seperti
skalenus, sternokleidomastoideus, otot penyangga tulang belakang); ini
terjadi bila ventilasi melampaui 50 l/menit.
Pada penderita PPOM sering kali terdapat pernapasan yang tidak
sinkron gerakannya (panadoksal), yaitu pada waktu akhir inspinasi tiba-
tiba dinding perut bergerak ke dalam dan kemudian bergerak keluar
waktu ekspirasi. Penderita dengan keadaan demikian mempunyai
prognosis yang kurang baik. Selain itu pada penderita PPOM tendapat
hambatan aliran udara terutama pada waktu ekspirasi. Pada umumnya
letak diafragma rendah dan posisi sangkar toraks sangat tinggi sehingga
secara mekanis otot-otot pernapasan bekerja kurang efektif. Pada

40
umumnya fungsi diafragma penderita PPOM kurang dan 35% volume
tidal, akibatnya penderita selalu menggunakan otot-otot bantu
pernapasan8.
Latihan otot-otot pernapasan akan meningkatkan kekuatan otot
pernapasan, meningkatkan tekanan ekspirasi (PEmax) sekitar 37%.
Latihan pernapasan meliputi:
a. Latihan pernapasan diafragma
Tujuan latihan pernapasan diafragma adalah menggunakan
diafragma sebagai usaha pernapasan, sementara otot-otot bantu
pernapasan mengalami relaksasi.
Manfaat pernapasan diafragma:
- Mengatur pernapasan pada waktu serangan sesak napas dan
waktu melakukan pekerjaan/latihan.
- Memperbaiki ventilasi ke arah basal paru.
- Melepaskan sekret yang melalui saluran napas.
Dengan pernapasan diafragma maka akan terjadi peningkatan
volume tidal, penununan kapasitas residu fungsional dan peningkatan
ambilan oksigen optimal8.
Latihan ini dapat dilakukan dengan prosedur berikut
1) Sebelum melakukan latihan, bila terdapat obstruksi saluran napas
yang reversibel dapat diberi bronkodilator. Bila terdapat
hipersekresi mukus dilakukan drainase postural dan latihan batuk.
Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen di
rumah.
2) Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur
miring ke kiri atau ke kanan, mendatar atau setengah duduk.
3) Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian
tengah, tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut bagian
atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka.
Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada

41
waktu inspirasi. Saat gerakan (ekskursi) dada minimal. Dinding
dada dan otot bantu napas relaksasi.
4) Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-
pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi,
diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi
(pengembangan) perut. Otot perut bagian depan dibuat
berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan
diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian
bawah.
5) Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot
perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat
0,51 kg dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu
aktivitas ini.
Latihan pernapasan pernapasan diafragma sebaiknya dilakukan
bersamaan dengan latihan berjalan atau naik tangga. Selama latihan,
penderita harus diawasi untuk mencegah kesalahan yang sering terjadi
seperti :
- Ekspirasi paksa
Hal ini akan memperberat obstruksi saluran napas, meningkatkan
tekanan intrapleura dan terjadi air trapping jika saluran napas yang
rusak dan mudah kolaps ditekan oleh tekanan intrapleura.
- Perpanjangan ekspirasi:
Menyebabkan pernapasan berikutnya tidak teratur dan tidak
efisien, pola pernapasan kembali ke pernapasan dada bagian atas
yang tidak teratur disertai dengan aktifnya otot bantu pernapasan.
- Gerakan tipuan abdomen
Otot perut berkontraksi dan relaksasi tetapi tidak ada perbaikan dan
ventilasi.
- Penggunaan dada bagian atas secara berlebihan
Hal ini dapat mengganggu gerakan diafragma, kebutuhan O2
meningkat karena otot bantu pernapasan bekerja lebih keras8.

42
b. Pursed lips breathing
Pursed lips breathing (PLB) dilakukan dengan cara menarik
napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan
menarik napas dalam) dengan mulut tertutup, kemudian
mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan
posisi seperti bersiul, lamanya ekspirasi 23 kali lamanya inspirasi,
sekitar 46 detik. Penderita tidak diperkenankan mengeluarkan napas
terlalu keras. PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot
abdomen selama ekspirasi. Selama PLB tidak ada udara ekspirasi
yang mengalir melalui hidung, karena terjadi elevasi involunter dari
palatum molle yang menutup lubang nasofaring. Dengan pursed lips
breathing (PLB) akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut,
kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus
sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil
pada waktu ekspirasi. Hal ini akan menurunkan volume residu,
kapasitas vital meningkat dan distribusi ventilasi merata pada paru
sehingga dapat memperbaiki pertukaran gas di alveoli. Selain itu PLB
dapat menurunkan ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan
volume tidal, PaO2 saturasi oksigen darah, menurunkan PaCO2 dan
memberikan keuntungan subjektif karena mengurangi rasa sesak
napas pada penderita. Pursed lips breathing akan menjadi lebih
efektif bila dilakukan bersama-sama dengan pernapasan diafragma.
Ventilasi alveoler yang efektif terlihat setelah latihan berlangsung
lebih dari 10 menit9.
c. Latihan batuk
Batuk merupakan cara yang efektif untuk membersihkan
benda asing atau sekret dan saluran pernapasan. Batuk yang efektif
harus memenuhui kriteria:
1) Kapasitas vital yang cukup untuk mendorong sekret.
2) Mampu menimbulkan tekanan intra abdominal dan intratorakal
yang cukup untuk mendorong udara pada fase ekspulsi.

43
Cara melakukan batuk yang baik:
Posisi badan membungkuk sedikit ke depan sehingga
memberi kesempatan luas kepada otot dinding perut untuk
berkontraksi sehingga menimbulkan tekanan intrathorak. Tungkai
bawah fleksi pada paha dan lutut, lengan menyilang di depan perut.
Penderita diminta menarik napas melalui hidung kemudian menahan
napas sejenak, disusul batuk dengan mengkontraksikan otot-otot
dinding perut serta badan sedikit membungkuk kedepan. Cara ini
diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase ekspulsi.
Latihan diulang sampai penderita menguasai.
Penderita yang mengeluh sesak napas saat latihan batuk,
diistirahatkan dengan melakukan Iatihan pernapasan diantara dim
latihan batuk. Bila penderita tidak mampu batuk secara efektif,
dilakukan rangsangan dengan alat penghisap (refleks batuk akan
terangsang oleh kateter yang masuk trakea) atau menekan trakea dari
satu sisi ke sisi yang 1ain9.
f. Latihan meningkatkan kemampuan fisik
Bertujuan meningkatkan toleransi penderita terhadap aktivitas dan
meningkatkan kemampuan fisik, sehingga penderita hidup lebih aktif
dan lebih produktif. Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan
menyebabkan penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 -
6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat
otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring
ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan
menurunnya oxygen uptake dan kontrol kardiovaskuler. Latihan fisis
bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :
1) Di rumah
a) Latihan dinamik
b) Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda
2) Rumah sakit

44
a) Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per
minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut
nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan
keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil
pemeriksaan subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang
setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat memberikan
informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah
dilaksanakan.
b) Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk
penderita di rumah adalah ergometri dan walking-jogging.
Ergometri lebih baik daripada walking-jogging. Begitu jenis
latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit,
yang cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar 40%
maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai
denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit.
Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat. Setelah
beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30 menit/hari
selama 5 hari perminggu. Denyut nadi maksimal adalah 220 -
umur dalam tahun. Apabila selama latihan dijumpai angina,
gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing
latihan segera dihentikan3.
Selama latihan penderita harus dibantu dengan pemberian
oksigen untuk menghindari penununan saturasi oksigen secara
drastis yang dapat membahayakan jantung. Penderita harus diawasi
dengan baik, secara berkala gas darah arteri diukur tenutama pada
penderita dengan hipoventilasi alveoler, untuk mencegah retensi
CO2 yang berlebihan. Pemberian oksigen selama latihan harus
diteruskan sampai penderita mendapat manfaat yang maksimal,
setelah itu lambat laun dapat disapih9.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
2. Sherwood L. 2009. Fisiologi Manusia : Dari sel ke sistem. Jakarta : EGC
3. PDPI.2003.PPOK: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: PDPI.
4. Barnes P, Hansel TT. Prospects for new drugs for chronic obstructive
pulmonary disease. The Lancet, 2004, 364.9438: 985-996.
5. Rabe, Klaus F., et al. Global strategy for the diagnosis, management, and
prevention of chronic obstructive pulmonary disease: GOLD executive
summary. American journal of respiratory and critical care medicine,
2007, 176.6: 532-555.
6. Gottlieb Gilbert, et al. Individual development and evolution: The genesis
of novel behavior. Psychology Press, 2001.
7. Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu
Penyakit Paru FK Unair. Surabaya.
8. Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary
Medicine, Department of Internal Medicine, University of Manitoba.
www.emedicine.com
9. Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik.
Departement of Physical Medicine and Rehabilitation. Texas.

46

Anda mungkin juga menyukai