Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan Praktikum


1. Memahami penggunaan alat GC
2. Untuk mengetahui kadar senyawa (misalnya alkohol dalam minuman
beralkohol) dalam sampel

1.2. Prinsip Kerja


Dengan menyuntikkan contoh kedalam ujung kolom kromatografi
gas,lalu contoh tersebut diuapkan dan dielusi oleh gas inert yang
digunakan sebagai fase geraknya.

1.3 Landasan Teori


1.3.1 Telaah Pustaka Ciri dan Metode-metode Identifikasi Kuman
Mycobacteria Tuberculosis
Pendahuluan
Ada banyak metode untuk mengidentifikasi species MTB dari
seorang atau lebih pasien,generasi pertama dengan microscopy
(dengan biakan, pewarnaan Ziehl-Neelsen (ZN), dandengan visualisasi
langsung di bawah microscope dan, generasi kedua dengan teknik
radiografi sinar-x torax dan dengan teknik amplifikasi asam nukleat,
dan denganclinical suspicion of TB (CSTB), generasi ketiga dengan
melihat struktur dan kecepatanmolekul aroma nafas/dahak pasien dan
generasi keempat dengan teknologibiosensing, dengan analisa genetika
dalam genome mycobacterial, untuk mengenal urutan dan dengan
mengenal biomarker berupa senyawa organik yang mudah menguap
(VOC).
Penelitian untuk menemukan biomarker yang paling tepat untuk
digunakan mendeteksikehadiran MTB masih menjadi topik banyak
penelitian sejak belasan tahun terakhir sampai kiniterus berlangsung.

1
Ada beberapa biomarker yang telah dicoba beberapa peneliti
untukmendeteksi feature/profile dari aroma MTB pada nafas atau
dahak pasien, atau biakan MTB,yaitu Asam Mycolic Methyl
Nicotinate, Asam Tuberculostearic (TBSA) dan Asam Hexacosanoic
(HCA), Alkane (misal tridecane), turunan alkane (missal dodecane),
hasil tekanan oksidatif (misal benzene, cyclohexane, decane, heptanes)
dan EsterMethyl Mycocerate.
Metode Penelitian
Aroma telah lama digunakan untuk mendiagnosa penyakit,
misalnya digunakan olehbangsa Yunani dan Cina sejak 2000 SM. Kini
setelah kemajuan ilmu pengetahuan danteknologi, aroma masih dapat
digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit.
Berdasarkanbiomolekuler, aroma dimiliki oleh molekul aroma suatu
uap ataupun gas, secara umum molekularoma memiliki empat
karakteristik dasar yaitu terang, kutubnya polar, hidrofobik dan
kecil(masakuranglebih 300 Da),berdasarkanmikrobiologiklinis,suatu
penyakitdapat diidentifikasi dari aroma suatu senyawa organik tertentu
(biomarker). Dahak pasien TB terdapatbanyak bakteri dan
menimbulkan aroma yang kompleks dan sulit dipisahkan mana aroma
yangberasal dari MTB dan mana yang berasal dari bakteri-bakteri lain.
Ada beberapa metode yang menggunakan biomarker tersebut, pertama
hanya dengan menggunakan electronic sedangkan ke dua dengan Gas-
liquidchromatography (GLC), ketiga dengan metode High-
Performance Liquid Chromatography(HPLC),keempat dengan metode
Gas-ChromatographyMass-Spectrometry (GC-MS) atau dengan
metode Gas Chromatography/Mass Spectroscopy (GC/MS) dan,
kelima dengan metode Thermally Hydrolysis and Methylation
(THM)danGas-ChromatographyMassa

2
Hasil dan Pembahasan
1 Metode Yang Hanya Menggunakan eNose
Fungsi utama dari sebuah eNose adalah menirukan sistem
penciuman manusia dengancara menggabungkan sensor gas
nonspesifik dengan sistem pengenalan pola, sehingga sistem ini
diharapkan mampu mengenal aroma yang kompleks tanpa
memisahkan campuran menjadi komponen-komponen species. Feature
yang digunakan untuk mengidentifikasi biomarker dengan cara ini
adalah kurva respon eNose yang dihasilkan dari molekul aroma uap
dahak pasien. Penyerapan VOC yang diukur pada pemukaan sensor
menyebabkan perubahan fisik (konduktivitas, resistansi dan frekuensi)
sensor. Karena kekhasan yang parsial dan overlapping, maka kurva
respon dari setiap sensor dalam eNose dapat direkam selama
pengukuran, dengan cara ini diharapkan mampu dibedakan sampel-
sampel yang berbeda. Kurva respon tersebutdigambarkan dengan
persamaan matematika yang dinyatakan dengan tingkat
penyerapanmaksimum, laju desorpsi, respon maksimum (atau
divergen), dan area di bawah kurvarespon. Persamaan-persamaan
matematika itu kemudian dianalisis dengan perangkat lunakpengenalan
pola. Meskipun demikian, belum terjadi pemisahan yang sempurna,
seperti yangditunjukkan oleh tanda posisitif TB dan tanda negatif TB
yang overlapping, lihat Gambar 1.

Gambar 1 Terjadi irisan daerah posisitif TB dan negatif TB

3
Gambar 1 dan 2 memperlihatkan banyak terjadi infiltrasi sampel
negatif TB (tanda bulathijau) ke dalam daerah positif TB (tanda bulat
kuning) diperlihatkan oleh hasil penelitian.

Gambar 2 Infiltrasi negatif TB ke daerah positif TB


Deteksi TB yang menggunakan teknologi eNose menghasilkan
kekhasan dan kepekaanantara 70-80% dari identifikasi bakteri MTB
yang hidup.
2. Metode High-Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Atas dasar infiltrasi yang telah ditunjukkan Gambar 2 dan 3,
maka diperlukan carauntuk memisahkan sampel dahak yang menguap
menjadi komponen-komponen yanglebih kecil dan kemudian setiap
komponen tersebut diidentifikasi karakteristiknya. Cara tersebut adalah
dengan kromatografi, molekul uap/gas sampel akan bergerak menuju
kolommelalui injection port menuju fase diam, setelah diuapkan
kembali kemudian molekul sampel akan digerakkan oleh fase gerak
dan melewati kolom, molekul yang berikatan kuat dalam fasegerak
akan bergerak lebih lambat sedangkan molekul yang berikatan lemah
dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (perhatikan Gambar 6 dan
7). Waktu tempuh setiap molekul dalam kolom akan berbeda-beda
sesuai dengan sifat kimianya. Jika kondisi kolom dipilih dan
dipantausecara tepat maka komponen molekul sampel akan keluar
kolom secara berurutan dan masuk kedetektor sesuai waktu retensinya.
Metode kromatografi cair yang dinamakan high performance
liquid chromatography(HPLC) digunakan untuk mengidentifikasi

4
biomarker asam mycolic dari dinding sel MTBdiperkenalkan pada
dekade terakhir ini, meskipun handal, metode ini belum digunakan
dalamlaboratorium mikrobiologi klinis. Berbagai kombinasi rantai
panjang asam mycolic dari dindingsel mycobacteria (yang dihasilkan
dengan metode-metode analisis yang berbeda) cocok menjadiobjek
dari analisis HPLC terhadap kromatogram yang dihasilkan.
Perbandingan profil tersebut dengan salah satu species mycobacteria
yang dikenal, memungkinkan identifikasi sampaitingkat species, tanpa
perlu mengenali senyawa individu.

Gambar 3 Ilustrasi Sistem HPLC

Berdasarkan konvensi, hanya puncak >= 2% dari total semua


tinggi puncak yangdihitung selama beberapa menit pertama. Setiap
puncak yang valid diidentifikasi berdasarkanrelative retention time
(RRT) yang ditentukan oleh internal standard (IS) dan
ditandaiberdasarkan skema yang diusulkan Center for Disease Control
seperti Gambar 4.
Puncak-puncak kromatogram individual mengambarkan
campuran asam-asam mycolicyang memiliki komposisi tertentu,
identifikasi mycobacteria layak berdasarkan jumlah, posisi(RRT) dan
tinggi relatif dari puncak individu dalam kromatogram, ketiganya
dapat menjadiparameter yang konsisten. Species mycobacteria yang
berbeda menghasilkan profil komposisipuncak yang berbeda pula, dua
pola utama yang digunakan yaitu puncak-puncak dalam clustertunggal
dan dalam dua cluster, sedangkan puncak yang lain jarang ditemukan.
Pengenalan profil adalah topik yang penting dalam
identifikasi MTB berbasis HPLCmendorong pengembangan pohon

5
keputusan, berdasarkan rasio tinggi puncak yang dipilih, sehingga
microbiologist dapat langsung mengidentifikasi strain yang benar.
Evolusi yang lebihcanggih menggunakan algoritma pengenalan pola
kromatogram yang dibantu komputer.
HPLC adalah metode yang cepat, karena keseluruhan
prosedur dilakukan tidak lebihdari tiga jam, jauh lebih cepat
dibandingkan prosedur konvensional yang membutuhkan
waktubiakan berminggu-minggu. Konsistensi pola asam mycolic
pada berbagai jenis mycobacteriadapat ditandai, hanya sedikit variasi
yang berkaitan dengan usia biakan yang diuji.
Adanya biakan mycobacteria campuran adalah masalah utama
pada hampersemua prosedur identifikasi. Evolusi yang lebihcanggih
menggunakan algoritma pengenalan pola kromatogram yang dibantu
computer. Adopsi terbaru dari sistem pemberian label untuk
komposisipuncakpadacluster-
clusterdansuatupuncakstandarddiharapkanmengatasikebingungan
karakterisasi banyak profil yang muncul sebelumnya, perhatikan Tabel
1.

Gambar 4 Puncak-puncak dalam cluster

6
Gambar 5 Puncak-puncak kromatogram MTB dalam cluster tunggal.
Metode Gas Chromatography/Mass Spectroscopy (GC/MS)
Metode ini juga menggunakan biomarker VOC untuk
mengidentifikasi kehadiran MTBdalam sampel nafas pasien positif TB.
VOC yang digunakan adalah methyl nicotinate yangsebelumnya
dilakukan derivatisasi (metilasi in situ) dengan 0.2 molar Trimethyl
sulfoniumhydroxide (TMSH) dari asam nikotinat.
Asam nikotinat sejak lama dikenal memainkan peran penting
dalam reaksi reduksioksidasi dalam metbolisme mycobacteria dan
diproduksi dalam jumlah yang cukup sehinggadapat digunakan untuk
membedakan MTB dari spesies mycobacteria lainnya dan bahkan telah
meniliti kadar asam nikotinat pada penderita TB, ditemukan bahwa
totalkadar asam nikotinat pasien TB lebih tinggi dibandingkan orang
normal.
Hasil ini menunjukkan bahwa metode ini cukup kuat dan
diskriminatif untuk menjaminstudi lebih lanjut, sayangnya konsentrasi
methyl nicotinate yang ditemukan masih rendah dalamnafas pasien
penderita TB, secara teknis menantang untuk diteliti dan belum
banyak yangdicapai ilmu pengetahuan, masih ditunggu apakah eNose
dapat mendeteksi methyl nicotinate dalam jumlah yang sedikit.
4. Metode Thermally Hydrolysis and Methylation (THM) dan Gas-
ChromatographyMass-Spectrometry (GC-MS)
Metode Gas Chromatography (GC), cepat, mudah digunakan, dan
tidak mahal, sudahmulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk
identifikasi mycobacteria. Sayangnyapenggunaan GC memiliki
kelemahan yaitu kebutuhan persiapan sampel yang komplekssebelum

7
analisis GC sebenarnya, untukmengatasinya menggunakan solid
phasemicro extraction (SPME) untuk membantu deteksi biomarker
volatil spesies MTB.

Gambar 6. Sistem Gas Kromatografi

Gambar 8.Kadar Methyl nicotinate (setelah derivatisasi) pada pasien


positif TB dibandingkankontrol (orang yang sehat) dengan
M=male dan F=female
Metode persiapan sampel telah diubah menjadi metode otomatis
(THM) yangtidak lagi memerlukan robot pertukaran sampel yang
kompleks. ProsedurTHM dilakukan di dalam injektor programmed
temperature vaporizing (PTV) yang semuapenanganan
sampelnyandilakukan dengan standard robotic GC auto sampler.
Denganmenggunakan pendekatan baru itu, maka polimer, dahak, atau
biakan bakteri dapat disuntikkantanpa atau dengan persiapan sampel yang
minimal. Ini bisa menghilangkan kelemahan utama penggunaan GC untuk
diagnosa TB.Berikut prosedur THM-GC-MS oleh telah Gambar 9 THM-

8
GC-MS Chromatogram (ion yang diseleksi m/z 74) sampel setelah
substraksimedium, muncul TBSA yang dimetilasi (Rt 40.5 menit) dan
HCA (Rt 52.6 menit) dioptimasi untuk injeksi sampel
dahak,Tuberculostearic acid (TBSA) dan Hexacosanoic (HCA) digunakan
sebagai biomarker untukmengidentifikasi MTB.

Gambar 9 menunjukkan chromatogram yang disubstraksi dari sampel


biakan MTBdimana TBSA dimetilasi dan HCA dideteksi. HCA dikenal
sebagai produk turunan asamMycolic, pada komponen dinding sel dari
Mycobacteria. Asam Mycolic inidihasilkan padasaat/setelah pemanasan
untuk membentuk aldehyde dan asam, sehingga asam
HexacosanoicMTB terbentuk .

Gambar 10. Kromatogram SIM yang diperoleh dari sampel dahak


yang dicemari 1 x 10 sampai 1 x 108bakteri/mL
Gambar 10 menunjukkan kromatogram selected ion-monitoring
(SIM) yang diperolehdari sampel dahak yang dicemari untuk dilihat kadar

9
TBSA yang dimetilasi dan kadar HCA.Untuk TBSA, ditemukan
hubungan antara jumlah bakteri yang dicemarkan dan daerah
puncakfragmen. Sayangnya, korelasi ini tidak linier. Untuk HCA,
terutama untuk konsentrasi yang lebih rendah (di bawah 1x 10
bakteri/mL) tidak ada relasi linier yang ditemukan antara
tingkatpencemaran dan daerah puncak. Efek ini disebabkan oleh
rendahnya kadar HCA yang ada dikedua sampel dahak. Berdasarkan
TBSA, batas deteksi dari metode tersebut lebih baik dari 1 x104
bakteri/mL.
5. Metode Gas Chromatography (GC) dan e-Nose jenis Quartz Crystal
Microbalance
Cara ini mengkombinasikan metode gas chromatography (GC)
`dan hidung elektronikjenis quartcrystal microbalance (QCM). Sistem
ini terdiri atas kolom GC dan array sensorQCM 10-MHz yang
menghasilkan pola yang khas setiap aroma dalam ranah waktu,
perhatikanGambar 11. Beberapa aroma senyawa organik digunakan
untuk mengevaluasi selektivitassistem tersebut. Sistem ini dapat
membedakan pelarut organik senyawa yang berbeda kelas(misalnya
senyawa aromatik dengan alkohol), dan dapat pula membedakan senyawa
dalamkelas yang sama (misalnya premium dengan pertamax). Jaringan
syaraf tiruan dapat dilatihuntuk mengenali jenis aroma yang diujikan
dalam taraf identifikasi `85%, sistem ini dapatmengantikan hidung
manusia terutama untuk mengenali aroma senyawa yang beracun.

Gambar 11.Sistem kombinasi GC Column dan e-nose Quart Crystal


Microbalance
6. Metode Thermochermolysis-gas chromatography-electron impact
mass spectrometry(THM-GC-EI/MS)

10
Metode ini diawali dengan deteksi gugus lemak yang merupakan
komponen penting dalam dinding sel MTB. Analysis kimia memiliki
keuntungan dibandingkan metode biakan,karena lebih cepat dan tidak
memerlukan organisme hidup. Ester methyl asam mycocerosic
darifamily phthiocerol dimycocerosate (PDIM) pada lemak kompleks
dinding sel ditentukansebagai biomarker diagnosa Tuberculosis .
Anggota Mycobacterium Tuberculosis yangkompleks ini memiliki profil
karakteristik terdiri atas asam trimethyl C , asam tetramethyl C29 dan C.
Asam lemak jenis ini ditemukan di MTB dan spesies lainnya. PDIMs
dari32Mycobacterium Tuberculosis ini adalah paraffin yang sangat
stabil, tersusun atas campuran darirantai panjang asam mycocerosic
multimethyl-branched yang teresterfikasi menjadi diol rantaipanjang C34
dan C36.phthiocerols. Thermochermolysis-gas chromatography-electron
impact mass spectrometry (THM-GC-EI/MS) dari lilin PDIM standar
menghasilkan karakteristik ester methyl mycocerosic milikMTB.
Diagnosa Mycocerosates adalah asam trimethyl C29 dan tetramethyl C30
dan C32.Seperti ditunjukkan Gambar 12, setiap mycocerosate
digambarkan dengan karakteristik puncakganda karena rasemisasi
selama hidrolisis alkaline.Analisa duplikasi dari ekstrak yang diperoleh
dengan sampel dahak negatif yangdicemari biakan MTB (140-5600
CFU/ml) menunjukkan bahwa daerah puncak ester methylasam
mycocerosic memiliki hubungan yang linear dengan jumlah bakteri yang
diuji.Seperti terlihat pada Gambar 12, puncak C 29 /C30dan C32. sangat
jelas terlihat dalamekstrak setelah dicemari dengan 140 CFU/ml dan
memiliki sinyal rata-rata terhadap noise ration(S/N) dari 36.2 untuk C29
/C30dan 55.3 untuk C32.
Setelah unblinding, kromatogram itu kembali dipelajari untuk
mengevaluasi dimanakesalahan klasifikasinya. Negatif palsu
teridentifikasi dengan cara mencari dimana smallcharacteristic doublet
peaksyang salah dalam background yang tinggi.Positif
palsuteridentifikasi dimana yang bukan doublet, dua puncak closely

11
eluting benar-benar telahdiobservasi, yang dekat, waktu-waktu retensi
yang diantisipasi, atau dimana doublet muncultidak pada waktu retensi
yang benar.

Gambar 12 Memperlihatkan ion-ion fragment m/z 101 dan m/z 88


selama ekstraksi 1 ml sampel dahak negatif TB yang dicemari dengan 140
CFU biakan MTBHasil yang dinyatakan positif oleh kromatogram
menunjukkan beberapa feature berikut:
(i) Kehadiran doublet yang berkarakter pada jejak m/z 101 dan m/z
88, pada waktu retensiC29 /C30dan C32;
(ii)Interval waktu antara dua doublet yang berkarakter dalam
sampel dahak harus benar-benar cocok dengan yang dalam
standar PDIM sehari-hari;
(iii)Puncak doublet pada C29/C30 sebanding dalam ukuran puncak
doublet pada C32, padakromatogram ion m/z 101 dan m/z 88;
(iv)Jejak m/z 101 dan m/z 88 sangat cocok satu sama lain dalam
bentuk dan ukuran.
Hasil negatif dinyatakan untuk beberapa feature berikut
(i) Ketidakhadiran salah satu atau kedua doublet berkarakter pada
waktu retensi dalamkromatogram ion m/z 101 dan m/z 88;
(ii)Adanya puncak tunggal pada salah satu dari waktu retensi
dalam kromatogram ion m/z101 dan m/z 88.
(iii)Kehadiran dua closely eluting, namun berbeda puncak, bukan
doublet, di salah satu wakturetensi yang diharapkan dalam
kromatogram ion m/z 101 dan m/z 88;

12
(iv)Interval waktu antara sinyal yang diduga C29/C30dan sinyal
yang diduga C32sangat tidakcocok dengan standar sehari-hari;
(v) Ukuran doublet pada C29/C30dan pada C32tidak sebanding
(vi)Bentuk dan ukuran kromatogram ion m/z 101 dan m/z 88 tidak
cocok satu sama lain.

Gambar 13 (A). Kromatogram sampel dahak negatif TB

Gambar 13 (B). Kromatogram sampel dahak positif TB dengan kadar


PDIMs tinggi

Gambar13 (C). Kromatogram sampel dahak positif TB dengan kadar


DIMs rendah

13
Kesimpulan
Mycobacteria tuberculosis dalam nafas atau dahak pasien
senantiasa tercampurdengan bakteri-bakteri species lain dalam genus
Mycobacterium atau bahkan bakteri lain di luargenus tersebut,
sehingga menghasilkan aroma yang kompleks, masalah ini adalah hal
yang pokok untuk diatasi pada hampir semua prosedur
identifikasiMTB, sehingga metode yangmenggunakan biomarker tidak
cukup hanya dengan mengandalkan kemampuan electronic nose.
Adopsi terbaru dari sistem pemberian label untuk komposisipuncak
pada cluster-cluster dan suatu puncak yang distandarisasi diharapkan
mengatasikebingungankarakterisasibanyakprofilyangmunculdalamkrom
atogram,sehinggamemungkinkan identifikasi ke tingkat species.Penting
untuk diperhatikan dalam memilih biomarker, hindari biomarker yang
sangatpolar dan kurang stabil, jadi lebih baik menggunakan biomarker
dalam bentuk methyl/esterseperti Methyl Nicotinate atau Ester Methyl
Mycocerate yang stabil dan membuktikandalam sampel nafas pasien
positif TB yang dianalisis terbukti lebih banyak mengandungbiomarker
tersebut dibandingkan dengan nafas orang yang sehat.
Penggunaan GC masih memiliki kelemahan yaitu kebutuhan
persiapan sampel yang kompleks sebelum analisis GC sebenarnya,
maka diperlukan beberapa cara tambahan untukmengurangi persiapan
sampel yang kompleks yaitu dengan solid phase micro
extraction(SPME), hydrolysis and methylation (THM) dan
thermochermolysis (THM).
1.3.2. Analisis Senyawa Berbahaya Dalam Parfum Dengan
Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa Berdasarkan
Material Safety Data Sheet (MSDS)
Pendahuluan

Parfum adalah produk yang sudah tidak asing lagi dalam


kehidupan sehari-hari. Apalagisaat ini aroma parfum yang
ditawarkan sudah semakin beragam, baik yang dikhususkan untuk

14
pria, wanita, ataupun untuk keduanya. Kata parfum sendiri berasal
dari bahasa latin perfumum yang berarti melalui asap. Riwayat
parfum telah ada sejak zaman Mesopotamia kuno sekitar lebih dari
4000 tahun yang lalu. Pada zaman dahulu, orang-orang
menggunakan tanaman herbal, rempah-rempah dan bunga dan
dicampurkanbersama untuk membuat wewangian. Selanjutnya
pada pertengahan abad ke-15 parfum mulai dicampur minyak
danalkohol. Meskipun demikian, parfum baru mengalami
kemajuan pesat pada abad ke-18 dengan munculnya beragam
aroma wewangian dan botol yang indah.
Setiap produk wewangian mengandung pelarut tambahan
yang berfungsi sebagai media atau fondationbaik parfum itu asli
atau sintesis. Persentase kandungan bahan kimia dalam parfum
antara kisaran 30 % tergantung dari jenis produknya. Namun dari
beberapa analisa pasar, 95 % bahan kimia yang terkandung di
dalam produk wewangian adalah bahan kimia sintetik yang
berbahandasar petroleum yang merupakan turunan benzene,
aldehid atau zat yang umumnya terkenal beracun. Salah satu
organisasi di Amerika yang menangani masalahkesehatan
lingkungan menemukan zat kimia beracun dari 815 sampel yang
mereka ambil. Tes yang dilakukan pada tahun 1991 menemukan
zat-zat yang terkandung adalah kloroform yang dapat juga ditemui
pada pelembut pakaian dan p-diklorobenzena yang telah diketahui
bersifat karsinogenik pada produk penyegar ruangan dengan dosis
yang tinggi.
Menurut Cook (2009) ahligizi holistik dan naturopati
sekaligus penulis buku kesehatan popular mengatakan terdapat 500
lebih bahan kimia berbahaya yang menjadi bahan dasar pembuatan
wewangian di parfum. Kebanyakan berasal dari bahan kimia
sintetis yang diperoleh dari bahan petrokimia, dan telah terbukti
mengandung neurotoxin (racun yang bisa merusak pembuluh darah

15
atau syaraf otak). Dan terdapat juga kandungan karsinogenik
(bahan yang dianggap sebagai penyebab kanker). Penelitian ini
amat mengejutkan, karena hampir semua wanita bahkan pria
mengenakan parfum. Siapa sangka banyak bahan kimia yang
terkandung dalam parfum atau wewanian lain yang tak kalah
berbahaya dibandingkan bahaya asap rokok.
Ada beberapa alasan mengapa konsumen menggunakan
arfum. Dari hasil penelitian Borgave &Chaudari (2010), konsumen
merasa lebih baik dan merasa lebih percaya diri setelah
menggunakan parfum. Hasil penelitian lainnya dari Borgave &
Chaudari (2010), adalah konsumen menilai wangi parfum berada di
urutan pertama yang dipertimbangkan pada saat akan membeli
parfum. Urutan selanjutnya adalah merek, harga, dan kemasan
parfum itu sendiri.
Parfum diyakini sebagai salah satu indikator untuk
meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Varian aromanya yang
semakin beragam, membuat para wanita gemar untuk
menjadikannya sebagai koleksi meja rias.
Tujuan
1.Untuk mengetahui senyawa apa yang menjadi faktor penentu
yang terdapat dalam sampelparfum yang dianalisis.
2.Untuk mengetahui senyawa yang berbahaya dalam parfum yang
dianalisis.
Metode Penelitian

A.Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tiga
sampel parfum dan aquades.
B.Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gas
chromatography-spectrometry massa (GC-MS), thermometer,

16
refraktometer, piknometer, gelas ukur 10mL, pipet ukur 5mL, labu
ukur 10mL, dan corong.

C.Prosedur
Penetapan Berat JenisPenetapan berat jenis dilakukan
dengan menggunakan piknometer ukuran 5 ml dalam keadaan
bersih, kering, dan kosong dan ditimbang. Kemudian piknometer
diisi dengan aquades 5 ml dan ditimbang. Setelah itu piknometer
dibersihkan, dikeringkan, dan ditimbang. Piknometer diisi dengan
sampel parfum dan ditimbang.
Penetapan Indeks Bias
Penetapan indeks bias dilakukan dengan menggunakan
refraktometer. Permukaan prisma refraktometer dibersihkan
dengan aquades dan tissue. Kemudian diteteskan senyawa cair
(sampel) pada permukaan prisma. Setelah itu ditutup dan dibiarkan
berkas cahaya memasuki dan melewati senyawa cair. Diatur prisma
agar warna cahaya pada layar dalam alat refraktometer tersebut
menjadi dua warna dengan batas yang jelas. Setelah itu digeser
tanda batasnya dengan menggunakan knop pengatur pada
refraktometer sampai memotong titik perpotongan dua garis
diagonal yang saling berpotongan. Kemudian diamati dan dibaca
skala indeks bias yang terlihat pada refraktometer dan dicatat
hasinya. Setelah selesai pengukuran dibuka penutupnya dan
dibersihkan permukaan prisma dari sampel sampai bersih.
Analisis Sampel dengan Kromatografi Gas
Tiga sampel parfum, yaitu sampel A, B, dan C, masing-
masing diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang
berpenutup. Selanjutnya tersebut dianalisis dengan kromatografi
gas-spektrometri massa.

17
Gambar 3. Contoh kromatogram sampel parfum A.
Puncak 1 merupakan zat pelarut, puncak 2 zat pengikat dan
puncak 3 zat pewangi. Kondisi oprasional kromatogarfi adalah
Fasa Diam: Rtx-5 MS (Crossbond 5% diphenyl / 95% dimethyl
polysilaxone) ; Dimensi : 30 meter, 0,25 mmID, 0,25 um df ; Max
Prog. Temp. 350o; Min. Bleed at 330oC ; Fasa Gerak : Helium.
Berdasarkan contoh kromatogram pada gambar 3 dapat
dilihat bahwa senyawa yang terikat lebih kuat dengan fasa diam
akan tertahan lebih lama didalam kolom, sehingga waktu retensi
senyawa lebih panjang. Puncak kromatogram yang ada pada
kromatogram kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok
komposisi dalam parfum. Puncak 1 merupakan senyawa pelarut.
Senyawa pada puncak 2 merupakan zat pengikat, dan senyawa
pada puncak 3 merupakan zat pewangi dari sampel parfum A.
Puncak-puncak pada kromatogram di atas memiliki luas area yang
dinyatakan dalam persen luas (% area). Puncak-puncak yang
memiliki persen luas antara 1% sampai dengan 16,75% selanjutnya
dianalisis dengan menggunakan spektrometri massa.

18
Analisis Sampel dengan Spektrometri Massa

Gambar 4. Contoh fragmentasi massa (m/z) sampel parfum A dari


puncak 1 pada gambar 3.

Gambar 4 menunjukkan fragmentasi massa (m/z) sampel


parfum A dari puncak 1 pada gambar 3. Fragmentasi massa pada
gambar 4 dibandingkan dengan nilai SI (similarity index) pada
pustaka instrument kromatografi gas-spektrometri massa. Angka SI
yang lebih besar dari 95% dianggap menyerupai fragmentasi
puncak 1 pada senyawa A. Sehungga disimpulkan bahwa puncak 1
tersebut adalah methanol. Bila ditemukan nilai SI yang sama dari
fragmentasi sebuah puncak maka dipilih fragmentasi senyawa
dengan berat molekul terendah sebagai fragmentasi puncak yang
dianalisis.
Hasil dan Pembahasan
Dalam penelitian ini, selain melakukan analisis secara
kimia juga dilakukan analisis secara fisik. Dimana tujuan dari
analisis fisik ini untuk mengetahui identitas dari sampel parfum.
Analisis fisika meliputi wujud sampel, berat jenis dan indeks bias.
Berikut adalah data hasil dari analisis fisika maupun kimia :

Tabel 1. Data Analisis Fisika dan KimiaGC-MS

19
Identifikasi sampel parfum dengan menggunakan
kromatografi gas dilakukan dengan cara sampel parfum
diinjeksikan kedalam ruang injeksi yang telah dipanaskan. Sampel
kemudian dibawa oleh gas pembawa melalui kolom untuk
dipisahkan. Didalam kolom fase diam akan menahan komponen-
komponen secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya dan
akan dialirkan ke detektor yang memberi sinyaluntuk kemudian
dapat diamati pada sistem pembaca.
Identifikasi sampel parfum dengan menggunakan
spektrometri massa dengan data spektra massa standar yang
tersimpan dalam kepustakaan instrument kromatografi gas-
spektroskopi massa. Perbandingan dilakukan dengan melihat nilai
SI atau indeks spektra senyawa yang ada pada komputer. Semakin
tinggi nilai SI, maka senyawa itu akan semakin mirip dengan
senyawa yang dianalisis. Sehingga dapat ditampilkan bahwa
sampel tersebut samadengan senyawa yang memiliki SI tertinggi

20
dalam data komputer yang diberikan komputer. Dengan metode
ini, maka alat kromatografi gas-spektrometer massa dapat
digunakan untuk menentukan nama senyawa tanpa memerlukan
senyawa standar yang digunakan dalam metode spiking pada
kromatografi gas (Hapsari, 2008).
Adapun profil kromatogram dari setiap sampel dapat dilihat pada
gambar :

Gambar 1. Hasil Kromatogram Sampel Parfum


Dari data kromatogram di atas dapat diartikan bahwa
komposisi parfum dapat kita kelompokkan menjadi tiga. Apabila
dihubungkan dengan data hasil spektrometri massanya senyawa
tersebut terdiri dari pelarut, zat pengikat, dan zat wangi.
Analisis komposisi kimia dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pelarut

21
Berdasarkan material safety data sheet(MSDS) etanol
adalah senyawa yang mudah terbakar, jika terjadi kontak langsung
dengan mata dapat menyebabkan iritasi, mata kemerahan, nyeri,
kornea, peradangan, dan kerusakan kornea. Selain itu, bahaya
untuk kulit jika dalam waktu pendek maupun panjang dapat
menyebabkan kulit kemerahan, gatal, peradangan. Bahkan
jikadigunakan berulang-ulang dapat menyebabkan reaksi alergi
kulit pada sebagian kecil individu atau manusia. Berkaitan dengan
karsinogen atau bahan yang dianggap sebagai penyebab kanker,
mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang dapat menyebabkan
terjadinya kanker, tumor ganas rongga mulut, faring, laring,
esophagus dan hati. Berikut adalah batas paparan dari etanol :

Tabel 2. Batas Paparan Etanol

22
dari hasil penelitian didapatkan salah satu sampel dengan
menggunakan pelarut metanol. Dimana metanol dapat memberikan
potensi bahaya bagi tubuh.

Gambar 4. Hasil Spektrometri Massa Metanol

Gambar 5. Struktur Metanol

Berdasarkan material safety datasheet(MSDS)


menunjukkan bahwa metanol dapat menyebabkan iritasi kulit,
mata, dan iritasi saluran pernafasan. Dapat menyebabkan
kerusakan pada sistem saraf pusat. Disamping bahaya iritasi, jika
terhirup juga dapat menyebabkan iritasi selaput lendir, sakitkepala,
mengantuk, mual, kebingungan, kehilangan kesadaran, gangguan
pencernaan dan bahkan kematian.Penggunaan yang berulang-ulang
dapat menyebabkan keracunan sistematik, gangguan otak,
gangguan penglihatan dan kebutaan. Bahaya untuk kulit jika terjadi
kontak secara langsung dapat menyebabkan toksik pada kulit.
Penyerapan kulit dapat menyebabkan efek toksik dan jika
digunakan secara berulang-ulang atau berkepanjangan dapat
menyebabkan eritema (kemerahan pada kulit) atau dermatitis. Jika

23
terhirup dapat menyebabkan kebutaan, uapnya dapat menyebabkan
mengantuk atau pening. Untuk efek yang tertunda jika digunakan
secara terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan
system saraf pusat. Metanol dapat menghasilkan kerusakan saraf
optik, saraf pusat, dansaraf motorik. Berikut adalah batas paparan
dari metanol :

Tabel 3. Batas Paparan Metanol

2.Zat Pengikat (Fiksatif)


Zat pengikat adalah suatu zat alami atau sintetis yang
digunakan untuk mengurangi tingkat penguapan dan meningkatkan
stabilitas ketika ditambahkan ke komponen volatil, dengan tujuan
memungkinkan produk akhir untuk bertahan lebih lama dengan
menjaga aroma aslinya. Berdasarkan tabel data diatas diperoleh
beberapa senyawa yang menjadi zat pengikat parfum. Diantaranya
1,2-butanediol, 3-etoksi-1-propanol, limonene, dipropilen glikol, 2-
(2-hidroksipropoksi)-1-propanol, 3,3-oksibis-2-butanol. Selain itu
dari datamaterial safety data sheet(MSDS) juga menyebutkan
bahwa dari masing-masing senyawa tersebut dapat memberikan
efek negatif meskipun tidak terlalu berbahaya. Berikut adalah data
hasil kromatogram dari masing-masing senyawa:
a)1,2-Butanediol

24
Gambar 6. Hasil Spektrometri Massa 1,2-Butanediol

Gambar 7. Struktur 1,2-Butanediol

Senyawa 1,2-butanediol memiliki rumus molekul


C4H10O2dengan berat molekul 90 gram/mol. Berdasarkan
material safety data sheet(MSDS) senyawa ini dapat memberikan
potensi bahaya seperti iritasi mata, dapat menyebabkan cedera
kornea, dapat menyebabkan iritasi kulit. Jika dikonsumsi dapat
menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan, dapat menyebabkan
kerusakan ginjal, dan dapat menyebabkan depresi sistem saraf
pusat. Selain itu, bahaya jika terhirup dapat menyebabkan iritasi
pada saluran pernafasan, dan efek yang sama dengan bahaya jika
dikonsumsi. Bahkan efek yang kronis dapat menyebabkan cedera
pada ginjal.
b)3-etoksi-1-propanol

Gambar 8. Hasil Spektrometri Massa 3-etoksi-1-propanol

Gambar 9. Struktur 3-etoksi-1-propanol

25
Senyawa ini memiliki rumus molekulC5H12O2dengan
berat molekul 104 gram/mol. Berdasarkanmaterial safety data
sheet(MSDS) memiliki potensi berbayahaya. Dapat menyebabkan
iritaspada kulit, dan jika berulang dapat menyebabkan dermatitis
yang ditandai dengan kemerahan, pembengkakan. Dapat juga
masuk ke aliran darah melalui kulit yang luka atau lecet.
Menyebabkan iritasi pada mata. Jika tertelan akan menyebabkan
kerusakan pada hati dan ginjal, gangguan saluran pencernaan.
Selain itu jika terhirup akan menyebabkan gangguan pada saluran
pernafasan.
c)Limonena

Gambar 10. Hasil Spektrometri Massa Limonena

Gambar 11. Struktur Limonena


Limonena mengambil namanya dari sari lemon. Sebagai
kulit lemon, seperti buah jeruk lainnya mengandung sejumlah
senyawa yang memberikan kontribusi untuk bau mereka.
Limonena memiliki berat jenis 0,84 g/cm3. Hal ini digunakan
untuk wewangian, dan dalam dunia kesehatan manfaatnya sangat
luas termasuk sebagai kemoprevensi kanker.
Dalam material safety data sheet(MSDS) limonena
mempunyai potensi yangberbahaya seperti iritasi mata, iritasi kulit.
Radang mata ditandai dengan mata kemerahan, berair, dan gatal-
gatal. Peradangan kulit ditandai dengan gatal-gatal, dan kulit
kemerahan.

26
d)Dipropilen Glikol.

Gambar 12. Hasil Spektrometri Massa dipropilen Glikol

Gambar 13. Struktur Dipropilen Glikol

Dipropilen glikol merupakan senyawa yang memiliki


rumus molekul (CH3CHOHCH2)2O berwujud cairan kental,
sedikit larut dalam air dengan titik didih 233oe)2-(2-
Hidroksipropoksi)-1-propanolC, larut dalam toluene dan dalam air.
Fungsi dipropilen glikol dalam parfum adalah sebagai zat fiksatif.
Zat fiksatif berfungsi sebagai perekat atau pengawet aroma. Zat
fiksatifjuga berfungsi sebagai penetral cairan kimia karena di
dalam fiksatif terdapat sedikit pH yang berfungsi atau ber-efek
tidak menimbulkan iritasi pada kulit namun pada batas paparan
tertentu.
Berdasarkan data material safety data sheet (MSDS)
Dipropilen glikol dapat menyebabkan iritasi mata ringan
sementara, kontak yang terlalu lama tidak akan menyebabkan
iritasi kulit yang signifikan. Potensi efek kesehatan yang lain
adalah sedikit berbahaya jika terjadi kontak kulit, kontak mata, dan
tertelan. Berikut adalah batas paparan dari dipropilen glikol :
Sifat toksik yang rendah membuat dipropilen glikol
menjadi zat aditif yang ideal untuk parfum dan produk perawatan
kulit dan rambut.

27
e) 2-(2-Hidroksipropoksi)-1-propanol

Gambar 14.Hasil Spektrometri Massa 2-(2-


hidroksipropoksi)-1-propanol

Gambar 15. Struktur 2-(2-hidroksipropoksi)-1-propanol

Senyawa ini mempunyai rumus molekul C6H14O3. Senyawa

ini memiliki sifat tidak berwarna, tidak berbau, dan toksisitas


rendah. Berdasarkan material safety data sheet (MSDS)
menyebutkan bahwa ada gambaran darurat dari senyawa ini.
Cairan dan uap yang mudah terbakar dapat menyebabkan
kerusakan organ seperti mata dan kulit. Hindari kontak langsung
dengan kulit dan pakaian. Dan digunakan dalam keadaan ruangan
dengan ventilasi yang memadai. Berikut adalah batas paparan dari
senyawa 2-(2-Hidroksipropoksi)-1-propanol.
Tabel 4. Batas Paparan 2-(2-hidroksipropoksi)-1-propanol.

28
f) 3,3'-oksibis-2-Butanol

Gambar 16. Hasil Spektrometri Massa 3,3-oksibis-2-butanol

Gambar 17. Struktur 3,3-oksibis-2-butanol

Senyawa ini menurut literatur Alla dkk (2002) adalah


senyawa feromon yang terdapat pada belalang daun. Ini
menunjukkan bahwa dalam sampel parfum tidak boleh digunakan
karena merupakan feromon serangga.

3. Zat Pewangi

Zat pewangi dalam parfum merupakan komponen yang


sangat penting. Tidak hanya dalam parfum, hampir setiap produk
memiliki komponen pewangi. Mulai dari produk rumah tangga
seperti sabun, shampoo, pengharum ruangan. Bahkan pada produk-
produk yang tidak harus menggunakan pewangi seperti tissue.
Hampir semua orang menyukai produk yang memiliki bau wangi
karena terkesan bersih, segar, dan menyenangkan jika
menghirupnya. Namun dibalik keuntungannya pada pewangi
terdapat bahan kimia yang menjadi dasar pembuatan wewangian
yang bisa meracuni tubuh. Berdasarkan tabel komposisi kimia
diatas diperoleh komponen zat pewangi dari ketiga parfum adalah
metal dihidrojasmonat.

29
Gambar 18. Hasil Spektrometri Massa Metil Dihidrojasmonat

Gambar 19. Struktur Metil Dihidrojasmonat

Metil dihidro jasmonat adalah ester dan senyawa aroma


difusi dengan bau samar-samar mirip dengan melati. Senyawa ini
digunakan sebagai zat pewangi dalam parfum. Dalam material
safety data sheet (MSDS) metal dihidrojasmonat tidak berbahaya
bagi kesehatan tubuh. Sehingga masih baik digunakan sebagai zat
pewangi dalam parfum. Dalam penelitian ini senyawa metil
dihidrojasmonat merupakan senyawa pokok dari komponen zat
pewangi pada ketiga sampel parfum tersebut. Namun selain
senyawa metal dihidrojasmonat terdapat juga senyawa alfa-heksil
sinnamaldehid.

Gambar 20. Hasil Spektrometri Massa alfa-heksil sinnamaldehid

Gambar 21. Struktur alfa-heksil sinnamaldehid

30
Berdasarkan material safety data sheet (MSDS) jika
senyawa ini tertelan akan menyebabkan aspirasi ke dalam paru-
paru dengan risiko pneumonitis kimia, dan konsekuensi serius bisa
terjadi. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa senyawa ini
dapat menyebabkan iritasi mata dan kerusakan pada beberapa
orang. Jika terjadi kontak kulit tidak memiliki efek kesehatan yang
merugikan,namun dapat menyebabkan luka seperti lecet,
terkelupas, atau kulit yang iritasi tidak boleh terkena senyawa ini.
Bahaya jika menghirup uap ini dapat menyebabkan mengantuk
atau pening, dapat disertai dengan kehilangan refleksi, kurangnya
koordinasi, dan vertigo. Ada beberapa bukti yang menunjukkan
bahwa senyawa ini dapat menyebabkan iritasi pernafasan pada
beberapa orang. Respon tubuh terhadap iritasi tersebut dapat
menyebabkan kerusakan paru-paru lebih lanjut.

KESIMPULAN

1. Dari ketiga sampel parfum yang dianalisis menunjukkan adanya


senyawa yang menjadi faktor penentu aroma parfum tersebut.
Senyawa tersebut adalah metal dihidrojasmonat
2. Berdasarkan material safety data sheet (MSDS) dari masing-
masing senyawa menunjukkan bahwa hampir semua senyawa
dalam parfum mempunyai potensi bahaya bagi penggunanya jika
melebihi batas paparan.

1.2.3. Kromatografi
Kromatografi adalah metode pemisahan yang didasarkanatas
distribusi diferensial komponen sampel diantara dua fasa.
a.Fasa diam (stationary phase) : berupa padatan/cairan yang terikat
pada permukaan padatan (kertas atau suatu adsorben).

31
b.Fasa gerak (gerak phase) : berupa cairan yang disebut
eluen/pelarut, gas pembawa inert. Gerakan fasa gerak ini
mengakibatkan terjadinya migrasi diferensial komponenkomponen
dalam sampel.

Dalam proses kromatografi selalu terdapat salah satu


kecenderungan sbb:
1. Kecenderungan molekul-molekul komponen untuk melarut
dalam cairan.

2. Kecenderungan molekul-molekul komponen untuk melekat


pada permukaan padatan halus (adsorbsi atau penyerapan).
3. Kecenderungan molekul-molekul komponen untuk bereaksi
secara kimia (penukar ion).
Komponen yang dipisahkan harus larut dalam fasa gerak
dan harus mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan fasa
diam dengan cara melarut di dalamnya, teradsorbsi atau bereaksi
secara kimia (penukar ion). Pemisahan terjadi berdasarkan
perbedaan migrasi zat-zat yang menyusun suatu sampel.
Keuntungan pemisahan dengan metode kromatografi dibandingkan
dengan metode pemisahan lainnya ialah :
1. Dapat digunakan untuk sampel atau konstituen yang sangat
kecil (semi mikro atau mikro).
2. Cukup selektif terutama untuk senyawa-senyawa organik
multi komponen.
3. Proses pemisahan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif
singkat
4. Seringkali lebih murah dan sederhana karena umumnya
tidak memerlukan alat yang mahal dan rumit.
1.2.3.1.Prinsip Dasar Kromatografi
Fasa diam molekul-molekul tidak akan
bergerak.Molekul komponen baru akan bergerak maju bila

32
dialirkan fasa gerak. Di dalam kolom, aliran fasa gerak ini
membawa serta komponen-komponen cuplikan ke bawah
sepanjang kolom.Pada saat fasa gerak mengalir sepanjang
kolom terjadi kesetimbangan dinamisantara komponen
yang terlarut pada fasa gerak, dengan komponen yang
terdapatpada fasa diam.
Tetapan kesetimbangan sama dengan koefisien distribusi:

K : Koefisien distribusi / koefisien partisi


CS : Konsentrasi komponen dalam fasa diam
CM : Konsentrasi komponen dalam fasa gerak
a. Waktu Retensi
Merupakan waktu yang diperlukan solut
untuk keluar dari kolomdan mencapai detektor. Alur
antara respon detektor terhadap waktu =
Kromatogram. Jika panjang kolom adalah L,
rumusan waktu retensi :

tM : waktu retensi spesies yang tidakditahan oleh


kolom atau waktu yang diperlukan fasa gerak utk
keluar.
b. Volume Retensi
Merupakan volume fasa gerak yang
diperlukan untuk mengelusi komponen sampel
keluar kolom. Jika laju alir fasa gerak = F (konstan),
volume retensi : Volume = waktu x laju alir

33
VR = tR . F
VM = VM (1+k)
= VM +K.Vs
Dimana VM volume fasa gerak yang ada di
dalam kolom pada waktu tertentu atau sering
disebut volume mati dan volume kosong yang tidak
terisi fasa diam. VS adalah volume fasa diam (bisa
berupa luas permukaan adsorbsi atau kapasitas
penukaran ion. Laju migrasi spesies ini sama
dengan laju rata-rata molekul fasa gerak.
c. Kapasitas
Faktor Kapasitas menggambarkan laju
migrasi komponen di dalam kolom. Faktor
kapasitas : perbandingan mol solut di dalam fasa
diam terhadap mol solut di dalam fasa gerak.

Besarnya k menentukan laju elusi


komponen. k << 1 : elusi akan berlangsung dengan
cepat (penentuan tR menjadi sangat sulit) k > 20-30
: waktu elusi akan menjadi panjang. Umumnya
pemisahan dilakukan pada k = 1 5. Dalam
kromatografi gas: harga k dapat diatur dengan
mengubah temperatur fasa diam di dalam kolom.
Dalam kromatografi cair: harga k dapat diatur
dengan mengubah-ubah komposisi fasa gerak dan
fasa diam.

34
d. Faktor Selektivitas (Faktor Pemisahan)
Faktor selektivitas adalah faktor yang
merupakan ukuran bagi distribusi relatif komponen
di antara fasa diam dan fasa gerak. Faktor
selektivitas untuk 2 spesies A dan B dinyatakan
dengan rumus :

KB = koefisien partisi spesies B yang sukar


terelusi
KA = koefisien partisi spesies A yang lebih
mudah terelusi
Harga a harus > 1, maka hubungan antara a dengan
k :

e. Bentuk Pitadan Pelebaran Pita


Pelebaran pita merupakan hasil penjumlahan
gerak acak sejumlah besar partikel-partikel solut
pada saat bergerak sepanjang kolom. Jika sebuah
molekul bergerak sepanjang kolom akan mengalami
sejumlah besar perpindahan, yakni perpindahan dari
fasa gerak ke fasa diam dan sebaliknya.
f. Resolusi Kolom
Kemampuan kolom untuk memisahkan dua
komponen atau lebih merupakan tujuan utama dari
kromatografi. Resolusi (Rs): ukuran kuantitatif
untuk menyatakan kemampuan kolom dalam
memisahkan

35
Dimana wx, wy adalah lebar puncak pada
bagian alasnya (dalam unit waktu) dan AZ adalah
perbedaan antara waktu retensi komponen x dan y.
Resolusi merupakan fungsi dari 3 faktor
adalah faktor efisiensi kolom (N), faktor selektivitas
(a) dan faktor kapasitas (k bagi komponen terelusi
kedua). Beberapa hal yang perlu diperhatikan
adalah:
1. Resolusi Rs mendekati nol (tidak ada resolusi)
jika N dan k mendekati nol atau bila a mendekati
satu.
2. Bila N, a, atau k diperbesar, maka Rs akan
menjadi lebih baik, tetapi nilai k yang besar akan
menjadikan waktu pemisahan yang lama.
3. Di dalam praktek, untuk memperbaiki Rs tidak
semua faktor dioptimasi secara bersamaan,
melainkan melalui berbagai tahapan, misalnya
memilih kolom dengan nilai N yang besar,
kemudian diikuti dengan mengoptimasi k
(biasanya antara 2 dan 5) dengan mengubah fasa

36
diam. Bila resolusi masih belum baik, harga N
atau a diperbesar lagi.

Hubungan antara Kapasitas Sampel,


Kecepatan Analisis dan Resolusi. Jika diinginkan
memperbaiki salah satu unsur segitiga, hanya dapat
dengan mengorbankan dua unsur lainnya.

1.2.3.2. Jenis Kromatografi Berdasarkan Mekanisme


Pemisahannya
1. Kromatografi adsorpsi: zat terlarut diadsorpsi
olehpermukaan partikel padat. (fasa diam: padatan, fasa
gerak:cairan/gas). Contoh: Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
2. Kromatografi partisi: zat terlarut akan terdistribusi ke
dalam2 pelarut yang tidak dapat bercampur. (fasa diam:
cairan, fasagerak: cairan/gas), contoh: kromatografi kertas.
3. Kromatografi penukar ion: mekanisme pemisahannya
terjadi berdasarkan kesetimbangan pertukaran ion. (fasa
diam:padatan resin, fasa gerak: cairan
4. Kromatografi eksklusi: pemisahan molekul yang lebih kecil.

1.2.3.3 Jenis Kromatografi Berdasarkan Pengembangan Sampel


1. Kromatografi elusi: proses pemisahan terjadi karena
molekul-molekul komponen cuplikan didorong melalui
kolom oleh penambahan pelarut segar sebagai fasa gerak
eluen pemisahan terjadi karena perbedaan migrasi zat-zat
terlarut dalam fasa gerak.
2. Kromatografi analisis frontal: larutan cuplikan dalam fasa
gerak dialirkan terus menerus terhadap zat pengadsorbsi (fasa
diam) dalam suatu kolom.

37
3 .Kromatografi pergeseran/pemindahan: digunakan fasa gerak
aktif yang akan mendesak molekul-molekul komponen yang
terikat kurang kuat pada adsorben.
4. .Kromatografi dengan analisis gradien: digunakan fasa gerak
(eluen) yang bervariasi. Variasi fasa gerak ini dapat berupa
tingkatan pH dan susunan atau komposisi fasa gerak
(digunakan lebih dari zat pengelusi, dari tingkatan yang paling
jelek sampai yang terbagus).

1.2.4. Kromatografi Gas

Kromatografi gas adalah salah satu metode


pemisahan kromatografi yang digunakan untuk memisahkan
semua zat yang berbentuk uap/gas atau dapat diuapkan, tanpa
mengalami penguraian dan menggunakan gas sebagai fase
geraknya. Prinsip kerja dari metode kromatografi gas adalah
dengan menyuntikkan contoh ke dalam ujung kolom
kromatografi gas, lalu contoh tersebut diuapkan dan dielusi
oleh gas inert yang digunakan sebagai fase
geraknya.Perbedaan yang cukup mencolok dari sebagian besar
metode kromatografi lainnya yaitu terletak pada fase
geraknya.Fase gerak yang digunakan tidak ikut berinteraksi
dengan senyawa atau molekul dari analat tersebut, sehingga
fase gerak yang digunakan hanya berfungsi sebagai zat yang
membawa analat ke dalam kolom.
Komponen-Komponen Kromatografi Gas Umumnya terdiri
atas tangki gas pembawa, injektor, kolom berikut oven,
detektor, dan sistem pengolah data. Fungsi dari setiap
komponen Kromatografi Gas adalah sebagai berikut :

38
a. Tangki Gas Pembawa
Gas pembawa merupakan fase gerak yang
digunakan untuk mengangkut analat dalam kromatografi
gas. Gas pembawa bersumber dari tangki gas yang
bertekanan tinggi dan dilengkapi dengan alat pengatur
tekanan keluaran serta pengukur tekanan, sehingga
diperoleh kecepatan alir gas yang tetap, yaitu antara 25-
150 ml/menit pada kolom terpaket, dan 1-25 ml/menit
untuk kolom kapiler.. Gas pembawa harus bersifat murni,
kering, dan bersifat inert secara kimiawi, yaitu tidak
bereaksi dengan komponen-komponen di dalam contoh
maupun di dalam kolom. Selain itu, gas pembawa yang
digunakan harus sesuai dengan detektor yang digunakan
pula. Gas-gas yang umum digunakan dalam kromatografi
gas adalah gas hidrogen, helium, nitrogen, dan argon. Juga
dapat digunakan gas karbon dioksida atau udara kering.

b. Sistem Pemasukan Contoh


Sistem pemasukan contoh adalah suatu sistem
yamg menghubungkan contoh dengan kolom. Sistem ini
terbuat dari bahan yang tidak menyerap komponen-
komponen di dalam contoh uji, dan biasanya terbuat dari
baja yang tahan karat. Dalam kromatografi gas, contoh
yang masuk ke dalam kolom harus dalam bentuk fase uap.
Oleh karena itu, senyawa yang berbentuk padatan atau
cairan harus dapat diuapkan terlebih dahulu di dalam
injektor. Contoh yang akan dianalisis dimasukkan ke
dalam kolom dengan cara menyuntikkan contoh ke dalam
injektor menggunakan mykro syrings.

39
c. Kolom
Kolom adalah bagian utama dari kromatografi gas,
karena pada bagian ini terjadi pemisahan dari komponen
analat yang akan dianalisis. Pemilihan kolom yang
digunakan harus sesuai dengan sifat dan kondisi sampel
yang dianalisis. Kolom dapar terbuat dari baja tahan karat,
kaca, Teflon, dan silikaBerdasarkan bentuknya kolom
kromatografi gas dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Kolom Terpaket (Packed Colomn)
Kolom ini terbuat dari gelas atau logam dengan
diameter sampai dengan 8 mm, dan panjangnya 0,5-5 m.
kolom terpaket yang sering digunakan memiliki
perbandingan fase diam per fase gerak (Vs/Vm) antara
15-20, dan terdiri dari 100-1000 plat teoritis per kaki.
2. Kolom Kapiler
Kolom kapiler lebih menyerupai pipa dengan ruang
yang sempit serta memiliki diameter dalam sebesar 0,3-
0,5 mm. Kolom kapiler ini dibagi menjadi 2 bentuk
dasar, yaitu tipe WCOT (Wall Coated Open Tubular),
dan tipe SCOT (Support Coated Open Tubular). Kolom
kapiler WCOT lebih efisien dibandingkan tipe SCOT,
tetapi memiliki kapasitas contoh yang lebih kecil.
d. Oven
Oven merupakan salah satu komponen terpenting,
karena oven berfungsi untuk mempertahankan komponen-
komponen dalam contoh tetap dalam fase uap. Oven juga
merupakan tempat untuk meletakkan kolom pada
kromatografi gas.
e. Detektor
Detektor adalah alat untuk menunjukkan dan
mengukur jumlah komponen yang dipisahkan oleh gas

40
pembawa. Alat ini akan mengubah analat yang telah
terpisahkan dan dibawa oleh gas pembawa menjadi sinyal
listrik yang proporsional.Detektor yang dapat digunakan
dalam kromatografi gas ada bermacam-macam, di
antaranya adalah detektor hantar bahang (TCD= Thermal
Conductivity Detector), detektor pengionisasi nyala (FID=
Flame Ionization Detector), detektor tangkap elektron
(ECD= Electron Capture Detector), dan lain-lain.
f. Rekorder
Pelaporan hasil analisis ini menggunakan kertas
grafik ukuran tertentu. Hasil yang diperoleh dicatat dalam
bentuk format yang berisi metode, grafik akhir dan area
percent repor.Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya
adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan
tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak
dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi
(tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat
penunjangnya.
Ada beberapa kelebihan kromatografi gas,
diantaranya kita dapat menggunakan kolom lebih panjang
untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gs
dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian
juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan
berlangsung cepat, sehingga analisis relative cepat dan
sensitifitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian
besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan
zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah teknik ini terbatas
unruk zat yang mudah menguap.

41
BAB II
PROSEDUR KERJA

2.1. Alat dan Bahan


a. Alat yang digunakan
1. Satu set peralatan GC
2. Kertas saring whatman
3. Erlenmeyer
4. Gelas ukur
5. Labu untuk tekanan vakum
6. Pompa vakum
7. Corong
8. Botol semprot
9. Pipet volum (10mL)
10. Stirrer
b. Bahan yang digunakan
1. Sampel (larutan standard Methanol, Ethanol, Iso Propyl Alkohol)
2. Aquades
3. Beer

2.2. Prosedur Kerja


a. Persiapan Sampel
1. Memipet 50 ml sampel lalu masukkan ke dalam gelas ukur.
2. Menyaring sampel tersebut dengan sistem vakum (sebelumnya, alat
dibilas dengan aquades).
3. Kemudian hasil saringan dicampurkan dengan larutan yang telah
disediakan assisten.
4. Menghomogenkan kedua larutan tersebut dengan cara menngetarkan
botol pada alat stirrer.

42
b. Persiapan Larutan Standard
1. Memipet larutan standard Methanol dengan menngunakan pipet
volum (10 mL).
2. Melakukan langkah 1 untuk larutan Ethanol, Iso Propyl
Alkohol,(dengan volum yang berbeda).
3. Menghomogenkan larutan.

c. Injeksi Larutan Standard


1. Mengecek dan menghidupkan alat.
2. Membuka aliran gas dari tabung gas.
3. Menghidupkan kompressor
4. Menginjeksikan sampel sebanyak 2 mikro L
5. Mengamati hasil pada detector.

d. Injeksi Sampel
1. Melakukan langkah seperti injeksi pada larutan standard untuk
larutan sampel.

43
BAB III
GAMBAR RANGKAIAN

3.1. Gambar Peralatan

Gambar. Auto Still Gambar . Pompa Gambar . Beaker Glass


Vakum

Gambar . Gelas Winsky Gambar . Petri Dish Gambar . Hot Plate

Gambar . Vial Gambar . Labu ukur Gambar . Bola Karet

44
Gambar . Neraca Gambar . Ekstraktor Gambar . Ekstraksi

Analitik Soxhlet

Gambar . Mortar dan Gambar . Perangkat Gambar . Siring


Palu HPLC

45
B. Gambar Rangkaian

Gambar . Gambar Rangkaian HPLC

3.3. Keterangan Gambar Rangkaian


a. Gas pengangkut/pemasok gas
Gas pengangkut (carrier gas) ditempatkan dalam silinder
bertekanan tinggi. Biasanya tekanan dari silinder sebesar 150 atm.
b. Pengatur aliran dan pengatur tekanan
Ini disebut pengatur atau pengurang Drager. Drager bekerja
baik pada 2,5 atm, dan mengalirkan massa aliran dengan tetap.
Tekanan lebih pada tempat masuk dari kolom diperlukan untuk
mengalirkan cuplikan masuk ke dalam kolom.
c. Tempat injeksi(The injection port)
Dalam pemisahan dengan GLC cuplikan harus dalam bentuk
fase uap. Gas dan uap dapat dimasukkan secara langsung.
d. Kolom
Kolom merupakan jantung dari kromatografi gas. Bentuk dari
kolom dapat lurus, bengkok, misal berbentuk V atau W, dan
kumparan/spiral.Biasanya bentuk dari kolom adalah

46
kumparan.Kolom selalu merupakan bentuk tabung. Tabung ini dapat
terbuadari tembaga (murah dan mudah diperoleh), Plastik (teflon)
dipakai pada suhu yang tidak terlalu tinggi, Baja (stainless steel)
mahal,Alumunium, dan Gela
e. Detektor
Detektor berfungsi sebagai pendeteksi komponen-komponen
yang telah dipisahkan dari kolom secara terus-menerus, cepat, akurat,
dan dapat melakukan pada suhu yang lebih tinggi.
f. Oven kolom
Kolom terletak didalam sebuah oven dalam instrumen. Suhu
oven harus diatur dan sedikit dibawah titik didih sampel.
g. Rekorder
Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang
diperkuat melalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Dari
kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis.

47
BAB IV
DATA PENGAMATAN

48
49
50
51
52
53
54
55
56

Anda mungkin juga menyukai