Anda di halaman 1dari 19

MESKI program Nasional Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sudah diluncurkan sejak 2013

lalu, kasus kematian ibu dan anak di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, masih
tergolong tinggi. Kematian ibu di Lembata pada 2015 justru meningkat 100 persen dibanding
2014.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua tim penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
Kabupaten Lembata, Mery Flora, Kamis (3/3). Dijelaskan pada 2014 angka kematian ibu baru
melahirkan sebanyak 2 kasus dan meningkat menjadi 5 kasus pada 2015.

Hal serupa terjadi pada kasus kematian bayi baru melahirkan. Terdapat 36 bayi tewas tahun
2014 dan meningkat menjadi 38 kasus tahun 2015. Seluruh kasus kematian terjadi karena
terlambat membawa pasien ibu dan bayi ke fasilitas kesehatan terdekat.

Meski diakui pada 2000, sebelum adanya Ravolusi KIA, angka kematian ibu hamil/melahirkan
dan bayi baru lahir mencapai 60 orang per tahun.

"Saat ini di Lembata, sudah 85 persen Desa memiliki fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan,
namun keterlambatan membawa ibu hamil ke puskesmas atau Rumah Sakit menjadi penyebab
utama masih tingginya kasus kematian ibu dan anak," ujar Flora.

MESKI Gubernur Nusa Tenggara Timur sudah menggulirkan program Revolusi Kesehatan Ibu
dan Anak sejak 2013, kasus kematian ibu dan anak di Kabupaten Lembata masih tinggi. Bahkan
pada 2015 lalu, jumlahnya meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan 2014. "Pada 2014
ada 2 ibu dan 36 bayi yang meninggal dalam proses kelahiran. Tahun lalu, jumlah ibu meninggal
bertambah menjadi 4 orang dan bayi meninggal 38 kasus," papar Wakil Ketua tim penggerak
PKK Kabupaten Lembata Mery Flora, Kamis (3/3). Seluruh kasus kematian terjadi karena ibu
dan anak terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat saat menghadapi masalah. Namun,
angka itu tergolong kecil jika dibandingkan dengan pada 2000 lalu, dengan jumlah kematian ibu
dan bayi mencapai 60 kasus per tahun. - See more at:
http://www.mediaindonesia.com/news/read/32142/angka-kematian-ibu-melahirkan-di-lembata-
naik-100/2016-03-04#sthash.jr5UPsU8.dpuf

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi dibandingkan dengan negara-
negara ASEAN lainnya, yakni 307/100.000 kelahiran. Propinsi penyumbang kasus kematian
ibu melahirkan terbesar adalah Propinsi Papua 730/100.000 kelahiran, Nusa Tenggara Barat
(NTB) 370/100.000 kelahiran, Maluku 340/100.000 kelahiran dan Nusa Tenggara Timur (NTT)
330/100.000 kelahiran. Tingginya AKI menunjukkan bahwa derajat kesehatan di Indonesia
masih belum baik.

Penyebab langsung kematian ibu terjadi pada umumnya sekitar persalinan dan 90% oleh
karena komplikasi. Penyebab langsung kematian ibu menurut SKRT 2001 adalah :
perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi puerperium (11%), abortus
(5%), trauma obstetric (5%), emboli obstetric (5%), partus lama/macet (5%) serta lainnya
(11%). Penyebab langsung tersebut diperburuk oleh status kesehatan dan gizi ibu yang
kurang baik, dan adanya faktor resiko kehamilan pada ibu.
Penyebab tidak langsung antara lain adalah rendahnya taraf pendidikan perempuan,
kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi, rendahnya status sosial ekonomi,
kedudukan dan peranan ibu yang kurang menguntungkan dalam keluarga, serta kurangnya
ketersediaan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana (KB).

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 34% ibu hamil
mengalami kurang energi kronis (KEK), sedangkan 40% menderita anemia gizi besi (AGB).
SDKI 2002-2003 menunjukkan bahwa 22,4% ibu masih dalam keadaan empat terlalu yaitu
4,1% kehamilan terjadi pada ibu berumur kurang dari 18 tahun (terlalu muda), 3,8% terjadi
pada ibu berumur lebih dari 34 tahun (terlalu tua), 5,2% persalinan terjadi dalam interval
waktu kurang dari dua tahun (terlalu sering) dan 9,3% ibu hamil mempunyai paritas lebih
dari 3 (terlalu banyak).

Penyebab mendasar kematian ibu adalah faktor sosial ekonomi dan demografi, terutama
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan
seksual dan proses reproduksi, budaya, kondisi bias gender dalam masyarakat dan
keluarga serta lokasi tempat tinggal yang terpencil.

Hasil Audit Maternal Perinatal (AMP) menunjukkan bahwa kematian ibu lebih banyak terjadi
pada ibu dengan karakteristik pendidikan di bawah sekolah lanjutan pertama (SLP),
kemampuan membayar biaya pelayanan persalinan rendah, terlambat memeriksakan
kehamilannya, serta melakukan persalinan di rumah.

Perumusan Masalah

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia


masih sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, yaitu mencapai
307/100.000 kelahiran. Salah satu propinsi penyumbang kasus kematian ibu melahirkan
terbesar adalah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yakni 330/100.000 kelahiran.
Penyebab mendasar kematian ibu adalah faktor sosial ekonomi dan demografi, terutama
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan
seksual dan proses reproduksi, budaya, kondisi bias gender dalam masyarakat dan
keluarga serta lokasi tempat tinggal yang terpencil.
Faktor-faktor sosial demografi apa yang berhubungan dengan tingginya angka kematian ibu
di Propinsi Nusa Tenggara Timur?

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kemiskinan
Masalah kemiskinan masih merupakan tantangan utama di dalam upaya melaksanakan
pembangunan di banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Kemiskinan biasanya
disertai dengan pengangguran, kekurangan gizi, kebodohan, status wanita yang rendah,
rendahnya akses ke pelayanan sosial dan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan
reproduksi dan keluarga berencana. Faktor-faktor ini memberikan kontribusi terhadap
tingginya fertilitas, morbiditas dan mortalitas, serta rendahnya produktivitas. Kemiskinan
juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan distribusi penduduk yang tidak merata
dan ketidakberlanjutan sumber-sumber alam yang tersedia, seperti tanah dan air, dan
terhadap kerusakan lingkungan yang serius.

Data Biro Pusat Statistik (BPS) 5,6 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendapatan
masyarakat NTT kurang dari sepertiga rata-rata masyarakat Indonesia. Pada tahun 2004,
diperkirakan rata-rata pendapatan masyarakat NTT adalah sekitar Rp. 2,9 juta per orang
per tahun, sedangkan pendapatan masyarakat Indonesia hampir mencapai Rp.9,5 juta per
orang per tahun. Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS memperkirakan bahwa pada tahun
2004 sekitar 1,152 juta atau 27,86% penduduk NTT tergolong miskin.
Kemiskinan mengakibatkan rendahnya akses masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang besar pada
penggunaan tenaga kesehatan terlatih sebagai penolong persalinan menurut kelompok
ekonomi. Sebanyak 89,2% ibu dari kelompok ekonomi tinggi melahirkan dengan
pertolongan tenaga kesehatan, dibandingkan dengan 21,3% dari kelompok ekonomi rendah
Hal ini menggambarkan adanya ketimpangan dalam akses finansial untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dasar dan dalam distribusi tenaga yang bermutu.

Hasil Audit Maternal Perinatal (AMP) menunjukkan bahwa salah satu penyebab kematian
ibu lebih banyak terjadi pada ibu dengan karakteristik kemampuan membayar biaya
pelayanan persalinan rendah dan melakukan persalinan di rumah.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 di NTT menemukan bahwa
meskipun program bidan desa telah dikembangkan, 72% kelahiran dilakukan di rumah dan
54,2% kelahiran ditolong oleh dukun beranak.

Proses persalinan yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan menyebabkan keterlambatan-
keterlambatan sebagai berikut: (1) Terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil
keputusan untuk segera mencari pertolongan; (2) Terlambat mencapai fasilitas pelayanan
kesehatan yang mampu memberikan pertolongan persalinan; (3) Terlambat memperoleh
pertolongan yang memadai di fasilitas pelayanan kesehatan.
Oleh karenanya penting untuk melakukan upaya relokasi dana yang menguntungkan
kelompok ekonomi rendah, mengingat bahwa kematian ibu menurun dengan penggunaan
tenaga kesehatan terlatih pada persalinan.

Tingkat Pendidikan yang Rendah


Pendidikan berperan penting dalam penurunan AKI karena berkaitan dengan pengetahuan
kesehatan ibu. Hasil Audit Maternal Perinatal (AMP) menunjukkan bahwa kematian ibu
lebih banyak terjadi pada ibu dengan karakteristik pendidikan di bawah sekolah lanjutan
pertama (SLP).

Faktor pendidikan terutama pendidikan ibu, berpengaruh sangat kuat terhadap


kelangsungan hidupnya. Dengan pendidikan tinggi, membuat ibu mampu memanfaatkan
dunia modern yaitu pengetahuan tentang fasilitas dan perawatan kesehatan modern, serta
mampu berkomunikasi dengan aparat para medis. Di samping itu pendidikan wanita dapat
mengubah keseimbangan kekuasaan tradisional di keluarga, karena budaya paternalistik
yang membenarkan dominasi laki-laki dalam pengambilan keputusan sering mengakibatkan
ibu hamil terlambat dibawa ke rumah sakit.

Berdasarkan hasil penelitian SMERU,6 tingkat pendidikan di NTT masih rendah. Lama
sekolah untuk wanita rata-rata di bawah enam tahun, artinya masih banyak penduduk
wanita yang belum menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD).
Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan masyarakat menyebabkan
keterlambatan-keterlambatan sebagai berikut: (1)Terlambat mengenali tanda bahaya dan
mengambil keputusan untuk segera mencari pertolongan; (2)Terlambat mencapai fasilitas
pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pertolongan persalinan; (3)Terlambat
memperoleh pertolongan yang memadai di fasilitas pelayanan kesehatan.

Total Fertility Rate (TFR) yang Masih Tinggi


Salah satu masalah kependudukan di Indonesia dewasa ini adalah bagaimana menurunkan
tingkat fertilitas ke tingkat yang lebih rendah. Hal tersebut diperlukan karena kelahiran
adalah salah satu komponen yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Dengan
adanya penurunan pada gilirannya akan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk
secara keseluruhan.

Hasil Sensus Penduduk tahun 2000 memperlihatkan bahwa terdapat 7 (tujuh) propinsi yang
masih memiliki angka kelahiran total di atas 3 (tiga) anak per wanita, dengan NTT sebagai
propinsi yang memiliki angka kelahiran total tertinggi, yaitu 3,366 anak per wanita.

Pada peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) tingkat Propinsi NTT pada tahun 2007,
Sugiri (Kepala BKKBN Pusat) mengatakan bahwa angka kelahiran di NTT masih mencapai
4,1 per wanita usia subur dan angka tersebut tertinggi di Indonesia (nasional 2,6). Dia juga
menambahkan bahwa tingginya angka kematian ibu berhubungan dengan tingkat kelahiran
total (seorang ibu rata-rata memiliki empat anak) dan keikutsertaan ber-KB yang masih
rendah, yakni 34,8%.

Hal ini dipertegas oleh Kepala BKKBN NTT G. Soter Parera yang mengatakan bahwa
Pasangan Usia Subur (PUS) di NTT berjumlah 376.500 keluarga, namun yang mengikuti
program KB hanya 40%.9 Padahal partisipasi ber-KB dan pemeliharaan kesehatan ibu
termasuk salah satu upaya pencegahan kematian ibu.
Hal ini berhubungan juga dengan tingkat pendapatan yang rendah (kemiskinan) yang
menyebabkan mereka kesulitan untuk membeli alat kontrasepsi. Dari sisi pemerintahan,
krisis ekonomi telah menyebabkan kesulitan untuk memberikan subsidi terhadap harga
alat kontrasepsi sehingga harganya menjadi tidak terjangkau oleh golongan menengah ke
bawah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki empat anak akan memiliki
nilai probabilitas persentase angka kematian sebesar 1,23% sebagai akibat dari kehamilan
mereka.

Tempat Tinggal
Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kematian ibu antara lain faktor tempat tinggal. Tingkat kematian ibu di daerah perkotaan
lebih rendah dibanding daerah pedesaan. Hal ini didasari karena masyarakat kota pada
umumnya mempunyai kondisi sosial ekonomi yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi,
pendapatan yang lebih tinggi, serta penyediaan air dan sanitasi yang lebih baik, demikian
pula konsentrasi pelayanan kesehatan modern dan tenaga kesehatan lebih besar di kota.

Secara geografis, kondisi wilayah Provinsi NTT terdiri dari daratan yang berbukit-bukit
menyebabkan sulitnya transportasi antar wilayah, termasuk kondisi daerah yang masih
terpencil. Hal ini menyebabkan sulitnya akses pelayanan kesehatan yang
menyebabkan:2 (1)Terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan untuk
segera mencari pertolongan; (2)Terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan yang
mampu memberikan pertolongan persalinan; (3)Terlambat memperoleh pertolongan yang
memadai di fasilitas pelayanan kesehatan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih
sangat tinggi yaitu 330/100.000 kelahiran. Serta beberapa faktor sosial demografi yang
mempengaruhi tingginya AKI di NTT antara lain adalah: (a) tingkat pendapatan yang rendah
(kemiskinan), (b), Tingkat pendidikan yang rendah, (c) tingkat fertilitas yang masih tinggi,
dan (d) Kondisi tempat tinggal yang masih terpencil.

Saran
Untuk itu perlu ada relokasi dana yang menguntungkan masyarakat miskin, sehingga ada
pelayanan persalinan gratis.Juga perlu peningkatan aksesibilitas dan kualitas
pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan antenatal dan persalinan. Serta perlu
memberikan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat. Pada akhirnya menggalakkan program KB untuk menurunkan
fertilitas.
Resiko kematian Ibu dan Anak Indonesia masih tinggi walaupun Angka
kematian sudah menurun.

Jakarta, 14 Juni 2012. Sejak tahun 1990, angka kematian pada perempuan dan anak
Indonesia setiap tahunnya sudah menurun lebih dari setengah, menurut perkiraan global
dalam laporan 'Membangun Masa Depan Perempuan dan Anak', yang diterbitkan tadi
malam melalui inisiatif Countdown to 2015 (www.countdown2015mnch.org).

Kemajuan Indonesia mencapai Tujuan Pembangunan Millenium (MDG) 2015 untuk


kematian anak ibu masing-masing disebut sebagai MDG 4 dan 5 - kemajuan global
sepuluh tahun setelah para pemimpin dunia berkomitmen untuk a World Fit for Children
pada Sidang Khusus PBB tentang anak-anak pada tahun 2001.

Beberapa negara termiskin di dunia telah mencapai kemajuan spektakuler dalam


mengurangi kematian anak. Tingkat kematian anak di banyak negara Afrika telah menurun
dua kali lebih cepat dalam beberapa tahun terakhir pada tahun 1990an. Di Botswana, Mesir,
Liberia, Madagaskar, Malawi, Rwanda dan Republik Tanzania, tingkat penurunan itu rata-
rata lebih dari 5 persen per tahun antara tahun 2000 dan tahun 2010.

Kemajuan serupa telah dilihat dalam mengurangi kematian ibu, walaupun di negara
berkembang yang lebih sedikit: Equatorial Guinea, Nepal, dan Vietnam memiliki masing-
masing kematian ibu berkurang sebesar 75 persen.

Di Indonesia, perbaikan pada kebijakan kesehatan dan undang-undang, fokus baru dalam
mengurangi kekurangan gizi, cakupan peningkatan layanan utama kesehatan ibu dan anak
seperti perawatan antenatal dan pengontrolan penyakit-penyakit yang sering menjangkit
anak, berkontribusi terhadap penurunan mortalitas secara keseluruhan.

Tapi secara global, tidak semuanya berita baik. Setiap dua menit, di suatu tempat di dunia,
seorang perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan dan kemungkinan bayinya
yang baru lahir untuk bertahan hidup sangat kecil. Pada setiap wanita yang meninggal, 20
sampai 30 menderita masalah yang signifikan dan kadang-kadang seumur hidup karena
kehamilan mereka. Indonesia adalah satu diantara 15 negara yang tidak akan mencapai
MDG 5 untuk mengurangi kematian ibu sebesar tiga perempatnya dari tahun 1990.

"Indonesia telah membuat kemajuan penting untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak,
sejak membuat komitmen pada a World Fit for Children," kata Dr Robin Nandy, Kepala
Bagian kelangsungan hidup dan perkembangan anak di UNICEF. Tapi bahkan hari ini,
diperkirakan bahwa 150.000 anak meninggal di Indonesia setiap tahun sebelum mereka
mencapai ulang tahun kelima mereka, dan hampir 10.000 wanita meninggal setiap tahun
karena masalah dalam kehamilan dan persalinan. Kita harus melihat lebih dekat lagi
hambatan yang memperlambat kemajuan menuju kita mencegah kematian ini, terutama
dalam kaitannya dengan kesehatan ibu, untuk mendukung prestasi lainnya.

Disparitas antara masyarakat dan kelompok sosial-ekonomi di Indonesia jelas terlihat di


sektor kesehatan, kata UNICEF. Tingkat kematian balita di kalangan keluarga miskin lebih
dari tiga kali lipat dibandingkan di rumah tangga terkaya. Di antara ibu yang tidak
berpendidikan, hanya 15 persen dari mereka melahirkan di fasilitas kesehatan - proporsi ini
meningkat menjadi 71 persen dimana tingkat pendidikan dari ibu dengan tingkat
pendidikan menengah atau lebih tinggi. Persentase kelahiran yang dibantu oleh petugas
kesehatan terlatih juga meningkat ketika pendapatan seorang ibu atau status pendidikannya
meningkat.

Pada tahun 2010, Sekjen PBB Ban Ki-moon meluncurkan Strategi Global untuk Kesehatan
Perempuan dan Anak-anak, upaya yang telah menghasilkan US $ 40 miliar pada komitmen
untuk memenuhi tujuan utama mendukung perempuan dan kesehatan anak-anak. Tujuan ini
meliputi lebih banyak bidan terlatih, akses terhadap kontrasepsi dan perawatan melahirkan
terampil, gizi yang lebih baik, pencegahan penyakit menular dan pendidikan masyarakat
yang lebih kuat. Indonesia telah berkomitmen pada strategi ini, dan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono telah memainkan peran utama dalam inisiatif Every Women, Every
Child untuk memobilisasi dan mengintensifkan aksi global untuk meningkatkan kesehatan
perempuan dan anak di seluruh dunia, menyatakan pada 2010 bahwa "Kesehatan terkait
MDGs, khususnya MDG 4 dan 5, merupakan landasan untuk mencapai yang lain."

Di Indonesia, menurut UNICEF, fokus harus lebih ditempatkan pada seluruh sistem
pendekatan yang mengatasi semua komponen - sumber daya manusia, pendidikan
kesehatan dan gizi, akses ke perawatan, kualitas pelayanan, peraturan dan standarisasi
pelayanan, pemerintahan dan tingkat yang memadai dan penargetan pembiayaan. Upaya
ini, bersama dengan asuransi kesehatan dan mekanisme perlindungan sosial lain, akan
membangun sistem kesehatan yang lebih responsif dan sistem kesehatan masyarakat yang
lebih baik.

"Investasi di sektor kesehatan yang lebih adil, dan memperkuat jaring pengaman untuk
mereka yang paling rentan, akan memberikan manfaat jangka panjang ke Indonesia," kata
Dr Nandy. "Ibu yang sehat akan melahirkan anak-anak yang lebih sehat. Anak sehat akan
tetap bersekolah, memiliki anak lebih sedikit tetapi lebih sehat di kemudian hari, dan lebih
banyak anggota masyarakat yang produktif. Bersama-sama, ini memberikan dasar yang
kuat untuk menghilangkan kemiskinan, mengurangi pengucilan sosial dan mempertahankan
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas."

Tentang Laporan Countdown

Membangun Masa Depan Perempuan dan Anak ditulis oleh kolaborasi global dari
akademisi dan profesional dari Johns Hopkins University, Aga Khan University, University
of Pelotas di Brasil, Harvard University, London School of Hygiene dan Tropical Medicine,
UNICEF, World Health Organisation, Family Care International, dan Save the Children.
Sekretariat inisiatif Countdown to 2015 berbasis di Kemitraan bagi Kesehatan Ibu, yang
baru lahir dan Anak.
Laporan Countdown menunjukkan siapa, apa, di mana - dan yang terpenting adalah
mengapa - dari kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak. Termasuk kartu laporan yang jelas
dan konsisten bahwa negara-negara, advokat, dan donor dapat gunakan untuk saling
percaya satu sama lain - dan diri mereka sendiri menjadi bertanggung jawab pada
kemajuan yang terukur.

Laporan ini menilai kemajuan 75 beban tertinggi negara dalam mencapai Tujuan
Pembangunan Milenium 4 & 5 (MDGs). Ini panggilan MDGs untuk mengurangi kematian
ibu sebesar tiga perempatnya dan kematian anak balita sebanyak oleh dua pertiga, pada
tahun 2015 dibandingkan dengan tingkat tahun 1990.

Laporan Countdown to 2015 pertama kali diterbitkan pada tahun 2005 untuk melacak
kemajuan dari Negara dengan beban tertinggi, untuk mengidentifikasi kesenjangan
pengetahuan, dan meningkatkan akuntabilitas pada tingkat global dan nasional untuk
meningkatkan kelangsungan hidup ibu dan anak.

Laporan Countdown membantu untuk membuat pemerintah dan donor bertanggung jawab
untuk memenuhi komitmen mereka terhadap Strategi Global, dan akan menjadi masukan
kunci untuk laporan pertama kepada Sekjen PBB pada bulan September 2012 dari
Kelompok Tinjauan Ahli independen, yang didirikan setelah peluncuran laporan Komisi
Informasi dan Akuntabilitas untuk Kesehatan Perempuan dan Anak-anak, "Keeping
Promises, Measuring Results.

Untuk melanjutkan fokus pada MDGs, pelepasan Laporan Countdown 2012 bertepatan
dengan forum dua hari untuk merencanakan jalan yang menuju akhir kematian anak dapat
dicegah, yang berlangsung 14-15 Juni di Washington, DC. Pemerintah Amerika Serikat,
India, dan Ethiopia, bekerja sama dengan UNICEF, akan bersidang ini Call to Action
Kelangsungan Hidup Anak. Indonesia akan diwakili oleh Ibu Nina Sardjunani, Deputi
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pada bulan September, Sekjen PBB, Ban Ki-moon, akan mengeluarkan update pada
dampak program Every Woman Every Child.

Tentang UNICEF Indonesia

UNICEF bekerja dengan Pemerintah Indonesia dan mitra lainnya untuk memperbaiki
kehidupan anak-anak paling rentan melalui dukungan untuk program-program di bidang
gizi, kesehatan, air dan sanitasi, pendidikan dan perlindungan anak.

MAKALAH TENTANG AKI (ANGKA KEMATIAN


IBU)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kedua kalinya sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi
Muhammad SAW yang telah mengarahkan kita kepada agama yang diridhoi Allah
SWT yakni agama Islam.

Namun kami yakin tanpa adanya bimbingan, dorongan, motivasi dan doa, makalah ini tidak
akan terwujud.

Selain itu ucapan terima kasih kami kepada yang terhormat. Akhir kata penulis
menyadarimakalah ini masih banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun informasi yang
terkandung didalam makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik maupun saran yang
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan dimasa yang akan datang. Dan
semoga makalah ini bisa membawa manfaat bagi kita khususnya bagi penulis. Amin.

Daftar isi
Kata pengantar......................................................................................................................... 1

Bab I. Angka kematian ibu dan bayi di NTB........................................................................... 3

Bab II. Tingginya angka kematian ibu....................................................................................... 4

Bab III. Upaya menurunkan AKI............................................................................................. 6

Bab IV. 5 strategi menurunkan AKI ...................................................................................... .. 7

Bab V. Penutup....................................................................................................................... 10

Bab I
ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI DI NTB
Usaha pemerintah Provinsi NTB untuk menekan angka kematian ibu dan bayi masih cukup
berat,sebab hingga kini angka kematian ibu dan bayi di daerah ini masih sangat tinggi. Data tahun
2009 menyebutkan, jumlah kematian bayi menembus angka 545 orang. Sedangkan untuk kematian
ibu saat melahirkan berjumlah 121 orang dari 93.281 proses melahirkan.

Data tersebut dibeberkan oleh Kepala Bappeda NTB H Rosiady Sayuti. Menurutnya angka
kematian bayi ini sebenarnya turun jika dibandingkan dengan tahun 2006 lalu. Saat itu jumlah ibu
yang meninggal mencapai 360 orang dari 100.000 proses melahirkan. Atau rata-rata 72 orang per
seribu proses melahirkan, jelasnya.

Meski begitu, Pemprov. NTB katanya tetap akan berusaha untuk mengejar rata-rata angka
kematian ibu dan bayi nasional yang hanya 42 orang meninggal per 1.000 proses
melahirkan.Menurutnya keinginan itu memperlihatkan titik terang seiring berbagai langkah yang
telah dilakukan pemerintah. Sekarang melahirkan kan gratis, jadi semoga ini bisa menekan angka
kematian ibu dan bayi, ucapnya.

Saat ini alokasi dana APBD untuk bidang kesehatan juga cukup tinggi, yaitu sekitar 14,6 %.
Tapi tentu niat kami ini hanya bisa terlaksana jika ada bantuan dari masyarakat, ungkapnya. Dia
mengatakan angka kesehatan di NTB bila dilihat dari rata-rata nasional masih sangat rendah,
karena itu perlu digenjot lagi, sehingga dalam dua atau tiga tahun ke depan, NTB sudah bisa berada
di papan tengah ranking kesehatan masyarakat secara nasional.

Bab II
TINGGINYA ANGKA KEMATIAN IBU

Pada kesempatan kali ini saya ingin membahas salah satu masalah di Provinsi NTB yang
cukup kompleks, yaitu masalah tingginya angka kematian ibu dan bayi. Dimana angka kematian ibu
dan bayi di NTB termasuk kategori sangat tinggi dibandingkan daerah lain di Indonesia.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB pada tahun 2010 jumlah kematian ibu
adalah 113 orang dan sampai bulan juni 2011 jumlah kematian ibu adalah 72 orang. Sehingga
kemungkinan meningkatnya kematian ibu melahirkan sangatlah besar. Apabila dilihat dari data
rata-rata angka kematian ibu melahirkan secara nasional sebesar 228 angka kematian ibu per 100
ribu kelahiran. Sedangkan di NTB, angka kematian ibu jauh melebihi angka rata-rata nasional yang
mencapai 320 angka kematian ibu per 100 ribu kelahiran. Lalu untuk angka kematian bayi secara
nasional sebesar 34 angka kematian bayi per 1000 kelahiran. Sedangkan di NTB memang cukup
jauh dari angka rata-rata nasional yang mencapai 74 angka kematian bayi per 1000 kelahiran

Saya sendiri ketika membaca data tersebut agag terkejut, namun begitulah keadaan di
NTB. Maka tidak heran apabila indeks pembangunan manusia (IPM) di NTB yang berada pada
urutan ke 32 dari 33 provinsi di Indonesia, karena IPM juga dipengaruhi oleh angka kematian ibu
melahirkan dan kematian bayi.

Melihat tingginya angka kematian ibu dan anak ini, pemerintah sudah berusaha untuk
melaksanakan program Angka Kematian Ibu Nol (AKINO). Dimana program ini telah dilaksanakan
sejak 2009, dan dalam impelementasi program ini, pemerintah menggalakkan posyandu dan peran
penyuluh KB. Khusus posyandu, telah digelontorkan anggaran sekitar Rp 7 miliar untuk
membanguan posyandu di beberapa daerah di kabupaten/kota. Sedangkan untuk membantu
penyuluh KB dalam menjalankan tugasnya memberikan penyuluhan pentingnya program KB dalam
mensuskseskan program AKINO, telah diberi bantuan puluhan unit kendaranaan kepada penyuluh.

Teman-teman, walaupun demikian angka kematian ibu dan bayi masih tinggi, terutama di
daerah padat penduduk seperti di Lombok Timur. Dimana ada beberapa faktor yang memengaruhi
masih tingginya angka kematian ibu melahirkan dan bayi, walaupun sudah ada usaha dari
pemerintah untuk menekan angka tersebut yaitu :

1. Masih kentalnya tradisi dan budaya

Dimana salah satu tradisi masyarakat didaerah adalah bersalin di dukun dan enggan bersalin di
bidan atau di rumah sakit. Sehingga kemungkinan terjadinya kematian ibu dan bayi sangat besar
karena bisa jadi sang ibu saat melahirkan tidak mendapat pelayanan kesehatan yang sangat
dibutuhkannya.

2. Letak geografis

Letak geografis yang berjauhan juga merupakan faktor tingginya angka kematian ibu dan bayi,
karena sulitnya petugas untuk menjangkau tempat tersebut seperi daerah Bima dan Dompu yang
jauh.

3. Masih adanya pungutan

Walaupun seharusnya dengan adanya program ini, masyarakat miskin dibebaskan dari
biaya bersalin dan memeriksa kesehatan, namun masih ada saja yang kecolongan. Sehingga
masyarakat yang memang tidak mampu masih terhambat mendapat pelayanan kesehatan
dikarenakan tidak ada biaya.

4. Kurangnya fasilitas

Fasilitas seperti alat transportasi dan fasilitas untuk petugas kesehatan juga sangat penting untuk
ditingkatkan. Selain itu fasilitas kesehatan juga harus terus di perbaharui sesuai dengan kebutuhan.

Sehingga saya memiliki beberapa usulan kepada pemerintah agar program AKINO ini bisa
lebih tepat lagi sehingga bisa menekan jumlah kematian ibu melahirkan dan kematian bayi, yaitu :
Meningkatkan sosialisasi secara intens

Sosialisasi tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali, namun harus terus dilakukan
secaraintens terutama didaerah yang masih kental tradisi melahirkan didukun dan daerah yang
padat penduduk serta tinggi angka kematian ibu dan anaknya seperti di Lombok Timur.

2. Menyediakan fasilitas

Untuk mencapai daerah yang jauh sangat dibutuhkan kendaraan seperti menuju tempat
didaerah Dompu dan Bima. Selain fasilitas transportasi, tidak lupa juga fasilitas bagi petugas
kesehatan yang ditempatkan didaerah terpencil.

3. Bekerjasama dengan tokoh masyarakat

Dengan dilakukannya pendekatan dengan tokoh masyarakat atau tokoh adat tentang
pentingnya pelayanan kesehatan terutama untuk ibu melahirkan dan bayi, maka akan lebih mudah
untuk melakukan pendekatan dengan masyarakatnya.

4. Dilakukan evaluasi

Evaluasi sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah program AKINO ini sudah tepat
sasaran atau belum, karena hingga saat ini masih saja ada pungutan yang memberatkan.

Tingginya angka kematian ibu melahirkan dan kematian bayi di NTB sangat tinggi dan
sudah waktunya untuk menekan angka tersebut agar tidak semakin bertambah namun harus terus
dikurangi. Karena itu sangat memengaruhi indeks pembangunan manusia (IPM). selain itu masa
depan negeri ini juga tergantung dari bayi-bayi yang lahir saat ini, apabila saat ini ibu melahirkan
dan bayi tidak mendapat pelayanan kesehatan yang memadai maka itu dapat menjadi faktor
terhambatnya pembangunan dan regenerasi dimasa depan untuk mengembangkan negara yang
lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Bab III
UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU

Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk setiap
100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu. Kematian ibu adalah
kematian wanita dalam kehamilan atau sampai dengan 42 hari pasca-terminasi kehamilan, yang
disebabkan kehamilan, manajemen tatalaksana, maupun sebab lain. Penyebab kematian tersebut
dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehamilan, dan umumnya terdapat
sebab utama yang mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO telah
menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini, diharapkan akan
meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada akhirnya akan menurunkan angka
kematian ibu.

Di berbagai negara di dunia, upaya menurunkan angka kematian ibu telah menunjukkan
banyak keberhasilan. Negara-negara tersebut berhasil menekan angka kematian ibu sedemikian
rupa, karena adanya kebijakan yang dilakukan secara intensif, misalnya menambah subsidi
masyarakat untuk pencegahan penyakit, perbaikan kesejahteraan, dan pemeriksaan kesehatan ibu.
Beberapa masalah khusus, seperti tromboemboli, perdarahan, preeklampsia dan eklampsia, dan
sebab-sebab mayor lainnya mendapat prioritas utama, karena persentase kematian ibu akibat
masalah-masalah tersebut begitu tinggi. Sistem administrasi klinis juga perlu dibina, yang meliputi
akreditasi pelayanan, manajemen risiko, peningkatan profesionalitas, dan pengaduan pasien.

Dengan mengenali berbagai masalah utama terkait angka kematian ibu dan upaya-upaya
potensial yang efektif dalam menurunkannya, maka secara keseluruhan tidak hanya mengurangi
jumlah kematian,tetapi juga menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi, meskipun
intervensi kesehatan yang dilakukan hanya meliputi aspek yang terbatas, seperti pengadaan tenaga
terampil dalam pertolongan persalinan, tatalaksana gawat darurat obstetri yang memadai dan
keluarga berencana, namun keberhasilan dalam upaya perbaikan kesehatan maternal ini secara
tidak langsung akan meningkatkan derajat kesehatan bangsa.

Bab IV
5 STRATEGI MENURUNKAN AKI
Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, Kementerian Kesehatan
menetapkan lima strategi operasional yaitu penguatan Puskesmas dan jaringannya; penguatan
manajemen program dan sistem rujukannya; meningkatkan peran serta masyarakat; kerjasama
dan kemitraan; kegiatan akselerasi dan inovasi tahun 2011; penelitian dan pengembangan inovasi
yang terkoordinir.

Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH dalam
paparan yang berjudul Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Kesehatan Dalam Rangka Penurunan
Angka Kematian Ibu kepada para peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan
Kependudukan dan Keluarga Berencana di kantor BKKBN Jakarta, 26 Januari 2011.
Menkes menambahkan terkait strategi keempat yaitu kegiatan akselerasi dan inovasi tahun
2011, upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu:

Kerjasama dengan sektor terkait dan pemerintah daerah telah menindaklanjuti Inpres no. 1 Tahun
2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional dan Inpres No. 3 tahun
2010 Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan melalui kegiatan sosialisasi, fasilitasi dan
advokasi terkait percepatan pencapaian MDGs. Akhir tahun 2011, diharapkan propinsi dan
kabupaten/kota telah selesai menyusun Rencana Aksi Daerah dalam percepatan pencapaian MDGs
yaitu mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, mengurangi tingkat kematian anak,
meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.

Pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), mulai tahun 2011 setiap Puskesmas mendapat
BOK, yang besarnya bervariasi dari Rp 75 juta sampai 250 juta per tahun. Dengan adanya BOK,
pelayanan outreach di luar gedung terutama pelayanan KIA-KB dapat lebih mendekati
masyarakat yang membutuhkan

Menetapkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) berupa indikator komposit


(status kesehatan, perilaku, lingkungan dan akses pelayanan kesehatan) yang digunakan untuk
menetapkan kabupaten/kota yang mempunyai masalah kesehatan. Ada 130 kab/kota yang
ditetapkan sebagai DBK yang tahun ini akan didampingi dan difasilitasi Kementerian Kesehatan.

Penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas kesehatan di Daerah
Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk dokter plus, mobile team

Akan diluncurkan 2 Peraturan Menteri Kesehatan terkait dengan standar pelayan KB berkualitas,
sebagaimana diamanatkan UU no 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga.

Selain itu menurut Menkes, pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan akan meluncurkan
Jaminan Persalinan (Jampersal) yang mencakup pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan,
nifas, KB pasca persalianan, dan neonatus. Melalui program ini, persalinan oleh tenaga kesehatan
di fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan meningkat, demikian pula dengan pemberian ASI dini,
perawatan bayi baru lahir, pelayanan nifas dan KB pasca persalinan.

Sasaran Jampersal adalah 2,8 juta ibu bersalin yang selama ini belum terjangkau oleh
jaminan persalinan dari Jamkesmas, Jamkesda dan asuransi kesehatan lainnya. Ruang lingkupnya
adalah : pelayanan persalianan tingkat pertama, tingkat lanjutan, dan persiapan rujukan di fasilitas
kesehatan Pemerintah dan Swasta. Kelompok inilah yang akan ditanggung Jampersal. Pelayanan
yang dijamin melalui Jampersal yaitu: pemeriksaan kehamilan 4 kali, pertolongan persalinan
normal dan dengan komplikasi, pemeriksaan nifas 3 kali termasuk pelayanan neonatus dan KB
paska persalinan, pelayanan rujukan ibu/bayi baru lahir ke fasilitas kesehatan lebih mampu.

Menurut Menkes terkait strategi penguatan Puskesmas dan jaringannya dilakukan dengan
menyediakan paket pelayanan kesehatan reproduksi (kespro) esensial yang dapat menjangkau dan
dijangkau oleh seluruh masyarakat, meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif,
yaitu: Kesehatan ibu dan bayi baru lahir, KB, kespro remaja, Pencegahan dan penanggulangan
infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS; dan mengintegrasikan pelayanan kespro dengan
pelayanan kesehatan lainnya yaitu dengan program gizi, penyakit menular dan tidak menular.

Kemampuan Puskesmas dan jaringannya dalam memberikan paket dasar tersebut akan
ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan masalah kesehatan setempat.

Pada saat ini ada 9.005 Puskesmas, terdiri dari Puskesmas non tempat tidur (TT), Puskesmas TT
PONED (pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar) dan Puskesmas TT non PONED, yang
tersebar di seluruh kecamatan di Indonesia. Puskesmas pembantu dan pos kesehatan desa yang
ada di desa-desa, akan lebih difungsikan dalam memberikan pelayanan KIA dan KB yang bersifat
promotif, preventif dan pengobatan sederhana termasuk deteksi dini faktor risiko dan penyiapan
rujukannya.

Beberapa propinsi juga telah menjadikan Puskesmas mampu melakukan deteksi dini
kanker leher rahim, Puskesmas santun usia lanjut, dan sebagainya, sesuai kebutuhan lokal.

AKI Menurun

Menkes juga mengatakan kemajuan yang dicapai dalam program kesehatan ibu yaitu
penurunan AKI sebesar 41% dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 228
per 100.000 kelahiran hidup tahun 2007. Sedangkan target MDGs pada tahun 2015, AKI dapat
diturunkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup.

Kematian ibu di rumah sakit disebabkan karena banyaknya kasus kegawat-daruratan pada
kehamilan, persalinan dan nifas. Penyebab langsung kematian ibu yang terbanyak adalah:
perdarahan, hipertensi pada kehamilan, partus macet, infeksi dan komplikasi aborsi.

Persalinan di rumah dan ditolong oleh dukun, merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi masih tingginya AKI di Indonesia. Data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa
persalinan di fasilitas kesehatan 55,4% dan masih ada persalinan yang dilakukan di rumah (43,2%).
Pada kelompok ibu yang melahirkan di rumah ternyata baru 51,9% persalinan ditolong oleh bidan,
sedangkan yang ditolong oleh dukun masih 40,2%, ujar Menkes.

Kondisi tersebut masih diperberat dengan adanya faktor risiko 3 Terlambat yaitu terlambat
mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat merujuk/ transportasi dan terlambat
menangani dan 4 Terlalu yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah 20 tahun), terlalu tua (diatas 35
tahun), terlalu dekat (jarak melahirkan kurang dari 2 tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali).

Terkait dengan faktor risiko tersebut, data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa secara
nasional ada 8,4% perempuan usia 10-59 tahun melahirkan 5-6 anak, bahkan masih 3,4%
perempuan usia 10-59 tahun yang melahirkan anak lebih dari 7. Kelompok perempuan yang
tinggal di perdesaan, tidak bersekolah, pekerjaannya petani/nelayan/buruh, dan status ekonomi
terendah, cenderung mempunyai lebih dari 7, lebih tinggi dari kelompok lainnya.
Bab V
PENUTUP
Kita sudah tau betapa berat resiko jadi seorang ibu dalam menjaga anaknya, maka janganlah
hamil terlalu muda ataupun terlalu tua, karena bisa memungkinkan menambah angka kematian ibu di
Indonesia.

Sekian makalah dari kami semoga bermanfaat dan bisa mengurangi angka kematian ibu di Indonesia

Pengertian Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate) adalah Jumlah kematian ibu akibat dari proses
kehamilan, persalinan dan paska persalinan per 100.000 kelahiran hidup pada masa tertentu.Angka
pengukuran risiko kematian wanita yang berkaitan dengan peristiwa kehamilan.

Kematian ibu adalah kematian wanita dalam masa kehamilan, persalinan dan dalam masa 42 hari (6
minggu) setelah berakhirnya kehamilan tanpa memandang usia kehamilan maupun tempat melekatnya janin,
oleh sebab apa pun yang berkaitan dengan atau diperberat oleh kehamilan atau pengelolaannya, bukan akibat
kecelakaan.

Kematian ibu dikelompokkan menjadi dua (2), yaitu


kematian sebagai akibat langsung kasus kebidanan dan
kematian sebagai akibat tidak langsung kasus kebidanan yang disebabkan penyakit yang sudah
ada sebelumnya, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan bukan akibat langsung kasus
kebidanan, tetapi diperberat oleh pengaruh fisiologi kehamilan.
Kematian wanita hamil akibat kecelakaan (misalnya kecelakaan mobil) tidak
digolongkan sebagai kematian ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) berguna untuk menggambarkan tingkat
kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi lingkungan, tingkat pelayanan
kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas.

Beberapa determinan penting yang mempengaruhi AKI secara langsung antara lain status gizi, anemia pada
kehamilan. Faktor mendasar penyebab kematian ibu maternal adalah tingkat pendidikan ibu, kesehatan
lingkungan fisik maupun budaya, ekonomi keluarga, pola kerja rumah tangga.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, terdapat dua penyebab ibu meninggal saat meninggal yakni
infeksi dan perdarahan. Untuk yang penyebabnya infeksi sudah dapat ditekan karena sebagian besar
kelahiran dilakukan di pusat layanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, klinik dan sebagainya.

Sementara untuk perdarahan disebabkan empat hal yakni :

melahirkan ketika usia muda,


melahirkan ketika usia tua,
melahirkan terlalu sering dan,
jarak antara satu kelahiran dan lainnya terla
KABUPATEN NGADA

Angka Kematian Ibu atau AKI mencerminkan resiko yang dihadapi ibu-ibu selama
kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi, keadaan
kesehatan kurang baik menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada
kehamilan dan kelahiran, serta tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memadai. Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat
hamil, bersalin maupun nifas atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak
terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan,
yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi
bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).
Konversi Angka Kematian Ibu (AKI) kabupaten Ngada tahun 2011 yang dilaporkan
sebesar 171 per 100.000 Kelahiran Hidup dengan angka Absolut 5 kasus kematian
dari 2926 KH. AKI 171 artinya diantara 100.000 Kelahiran hidup resiko kematian Ibu
sebanyak 171, atau diantara 10.000 KH resiko kematian ibu sebanyak 17 kasus, atau
diantara 1000 KH resiko kematian ibu sebanyak 2 kasus. Grafik Trend Angka
Kematian Ibu Dilaporkan di Kabupaten Ngada Tahun 2007-2011 (per 100.000

Kelahiran Hidup) Sumber : Laporan


Tahunan Seksi KIA Dinas Kesehatan Kab. Ngada,2011 AKI kabupaten Ngada pada
tahun 2011 sebesar 171 per 100.000 KH mengalami penurunan jika dibandingkan
dnegan AKI tahun 2010 yang dilaporkan sebesar 212 per 100.000 Kelahiran Hidup,
dengan absolut 6 kasus kematian ibu dari 2.831 kelahiran hidup, tahun 2009 yang
dilaporkan sebesar 225 per 100.000 Kelahiran Hidup dengan absolut 7 kasus
kematian ibu dari 3115 KLH, AKI Kabupaten Ngada Tahun 2008 yang dilaporkan
sebesar 144/100.000 KLH atau 5 kematian dari 3464 KLH. Angka tersebut masih
dibawah target nasional yaitu sebesar 102/100.000 KLH pada tahun 2015 (MDGs).
Dari grafik 3.1 diatas diketahui bahwa selama 5 tahun terkahir AKI di Kabupaten
Ngada mengalami fluktuasi, dan menurun dari 208/100.000 KH pada tahun 2007
menjadi 171/100.000 KH pada tahun 2011. Dari 5 kasus kematian Ibu pada tahun
2011, 2 kasus berasal dari Kecamatan Riung Barat (2 kematian ibu hamil) dengan
penyebab kematian hamil dengan hepatitis fulminan dan plasenta previa. Hepatitis
fulminan adalah inflamasi/peradangan dan kerusakan jaringan hati yang
menyebabkan kehilangan parah, cepat dan progresif fungsi hati. Kematian Ibu karena
Hepatitis di tahun 2011 terdapat 1 kasus sedangkan di tahun 2010 terdapat 2 kasus
(kematian ibu karena Hepatitis di Riung Barat dan sirosis hepatitis di Kecamatan
Bajawa Utara). 1 kasus kematian Ibu Nifas dari Kecamatan Bajawa Utara dengan
penyebab gagal jantung, penyakit jantung merupakan hal yang perlu diwaspadai pada
kehamilan terutama wanita dengan riwayat penyakit jantung, namun data
menunjukkan bahwa kemungkinan ini tejadi sekitar 1% dari ibu hamil, namun terus
meningkat. Sehingga deteksi dini kelainan harus segera dilakukan pada masa
kehamilan dan penatalaksanaan harus secara adekuat. 1 kasus kematian Ibu Nifas
dari kecamatan Bajawa di wilayah kerja Puskesmas Kota dengan penyebab Nifas
dengan komplikasi. 1 kasus kematian ibu hamil lainnya dari Kecamata Riung dengan
penyebab abortus. Faktor eksternal yang dapat menyebabkan kematian ibu maternal
dari sisi suply yaitu kurangnya kuantitas dan kualitas tenaga bidan dan tenaga
kesehatan yang berkompetensi kebidanan terutama di daerah terpencil dan sangat
terpencil, kurangnya sarana dan prasarana dalam pelayanan kasus-kasus emergenrsi
obstetrik dan neonatal baik kasus dasar maupun rujukan, adanya pertolongan
persalinan oleh dukun, serta kondisi geografis yang masih sulit mengakses sarana
kesehatan rujukan yaitu RSUD. Sebagian besar kasus adalah karena keterlambatan
merujuk, dan tidak tersedianya tenaga dokter ahli yang menetap serta terbatasnya
peralatan penanganan kasus emergensi di RSUD. Sedangkan dari sisi
Demand/masyarakat disebabkan karena belum optimalnya pelaksanaan Desa Siaga
beserta jejaringnya, masih rendanhnya peran masyarakat sekitar ibu hamil dan aparat
desa dalam respon cepat dan tepat terhadap kasus-kasus ibu hami, bersalin maupun
nifas. Hal yang sudah dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada dalam upaya
menekan dan menurunkan kasus kematian ibu di wilayah Kabupaten Ngada yaitu
melaksanakan perencanaan Program dan Kegiatan multisektoral (DTPS : District
Team Problem Solving), pembangunan Gedung KIA di Puskesmas dan Rumah
Tunggu, penyediaan peralatan KIA dan Kebidanan, Kemitraan bidan dan dukun dalam
penanganan ibu maternal, pelaksanan P4K (Program Perencanaan Persalinan dan
Penanganan Komplikasi) termasuk pemanfaatan kantong persalinan, stiker ibu hamil,
dll, Penguatan sistem rujukan, adopsi konsep 2H2, pelaksanaan reformasi
puskesmas termasuk capacity building bagi tenaga kesehatan, optimalisasi
pelaksanaan desa siaga, advokasi dan sosialisasi tentant peraturan daerah KIBBLA,
anggaran KIA, dll.

A Promise Renewed

Search:

Kirimkan artikel ini

ShareThis

Tentang UNICEF Indonesia


Sumber Informasi
Untuk anak-anak dan kaum muda
Legal
UNICEF global site

Anda mungkin juga menyukai