Anda di halaman 1dari 12

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Kusnan
Umur : 61 th
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status : Sudah Menikah
Alamat : Pandansari 03/01 Pandanrejo Rejoso Pasuruan
No. RM : 00-30-51-97
Tgl. Pemeriksaan : 18 Agustus 2016

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama : OD tumbuh daging
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh ada daging
tumbuh yang mengganjal/ ngeres sudah lebih dari 1 tahun namun
bertambah parah sejak 15 hari yang lalu, Pasien juga mengeluh
mata sebelah kanan kabur, kaburnya agak cepat, dan kaburnya
hanya setengah lapang pandang, kabur bila melihat jauh. Bila
terkena debu keluhan semakin memberat.
Riwayat Penyakit Dahulu : Sebelumnya tidak pernah sakit
seperti ini, riwayat DM dan HT disangkal, tidak ada riwayat
trauma,
Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada yang sakit
seperti ini.
Riwayat Pengobatan : Tidak pernah diobati sebelumnya.
Riwayat Sosial : Pasien merupakan seorang petani.

1
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kondisi Umum dan Vital Sign
- Keadaan Umum (KU) : Baik
- Kesadaran : Kompos Mentis
- Suhu : TDE
- RR : 20 x/menit
- Tensi : TDE
- Nadi : 88 x/menit

2. Status Lokalis

OD Pemeriksaan Mata OS
2/60 S 8.00 6/30 PH tetap Visus 2/60 S-8.00 6/20 PH tetap

Pergerakan

Hiperemi (-) Hiperemi (-)


Sikatriks (-) Palpebra Sikatriks (-)
edema (-) Edema (-)

2
Hiperemi (-) Hiperemi (-)
CI () CI ()
PCI () PCI ()
jaringan fibrovaskular (+) jaringan fibrovaskular
menjalar sampai kebagian Konjungtiva (+) hanya sampai
kornea hingga menutupi limbus kornea
sebagian dari pupil Sekret (-)
(>2mm).
Sekret (-)
Hiperemi sclera (-) Hiperemi sclera (-)
Sklera
Ikterus (-) Ikterus (-)
Jernih, Edema(-), Jernih, Edema (-),
infiltrate (-), infiltrate (-)
Jaringan fibrovaskuler yang Kornea
merupakan penjalaran dari
konjungtiva.
Dalam COA Dalam
Reguler, Sinekia (-) Iris Reguler, Sinekia (-)
Bulat, diameter 3 mm Bulat, diameter 3 mm
Pupil
Reflek cahaya (+) Reflek cahaya (+)
Agak keruh Lensa Agak keruh
N/P TIO N/P

3
4
BAB II

DIAGNOSIS BANDING

1. Pterygium
2. Pseudopterygium
3. Pinguekula

Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama
yaitu pinguekula dan pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi, masa
kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura
interpalpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Tindakan eksisi tidak
diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur.
Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama
pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko
penyebab pinguekula.
Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya membentuk
sudut miring seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal degeneration.
Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan parut
fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan
pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi permukaan okular
sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah
atau ulkus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak
melekat pada limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah
melewati bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat
dilakukan pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara
head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura
interpalpebra yang berbeda dengan true pterygium

5
Gambar Pterygium

Gambar Pseudopterygium

Gamabar Pinguekula

6
BAB III
DIAGNOSIS AKHIR

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang. Kami mengdiagnosis, bahwa Tn. Kusnan menderita OD Pterygium
Grade IV + OS Pterygium Grade I

7
BAB IV
PENATALAKSANAAN

1. Konservatif
Penanganan pterygium pada tahap awal adalah berupa tindakan konservatif
seperti penyuluhan pada pasien untuk mengurangi iritasi maupun paparan sinar
ultraviolet dengan menggunakan kacamata anti UV dan pemberian air mata
buatan/topical lubricating drops.

2 . Tindakan operatif
Adapun indikasi operasi menurut Ziegler, yaitu:
1. Mengganggu visus
2. Mengganggu pergerakan bola mata
3. Berkembang progresif
4. Mendahului suatu operasi intraokuler
5. Kosmetik

Pada prinsipnya, tatalaksana pterygium adalah dengan tindakan operasi.


Ada berbagai macam teknik operasi yang digunakan dalam penanganan pterygium
di antaranya adalah:
a. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan
permukaan sklera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi
pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.
b. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, diman
teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif kecil.
c. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
d. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi
untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan
pada bekas eksisi.

8
d. Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari
konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka
kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat
jaringan (misalnya Tisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield, Illionis).
6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren
pterygium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan
penelitian baru mengungkapkan menekan TGF- pada konjungtiva dan
fibroblast pterygium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat
diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.

Berikut langkah langkah teknik operasi yang sering digunakan dalam


penanganan pterygium :
a. Teknik Bare Sclera
- Operasi dengan menggunakan mikroskop dilakukan dibawah anastesi
lokal.
- Setelah pemberian anastesi topikal, desinfeksi, dipasang eye spekulum.
- Lidokain 0,5 ml disuntikkan dibawah badan pterygium dengan spuit 1cc.
- Dilakukan eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea sampai
pinggir limbus. Kemudian pterygium diekstirpasi bersama dengan jaringan
tenon dibawah badannya dengan menggunakan gunting.
b. Teknik Conjunctival Autograft
- Setelah pterygium diekstirpasi, ukuran dari bare sclera yang tinggal
diukur.
- Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama,
diperkirakan lebih besar 1mm dari bare sclera yang diukur, kemudian
diberi tanda.
- Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar mudah
mendiseksi konjungtiva dari tenon selama pengambilan autograft.
- Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang
akan digraft.

9
- Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan
menggunakan vicryl 8.0..

10
BAB V
PROGNOSA, KOMPLIKASI DAN EDUKASI

1. Prognosa
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan
pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan
pterygium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva
autograft atau transplantasi membran amnion.

2. Komplikasi

Komplikasi pterygium meliputi sebagai berikut:

Pra-operatif:

a. Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat
karena pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat
adanya mekanisme penarikan oleh pterygium serta terdapat pendataran
daripada meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya
astigmat. Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga
akibat tear meniscus antara puncak kornea dan peninggian pterygium.
Astigmat yang ditimbulkan oleh pterygium adalah astigmat with the rule
dan iireguler astigmat.
b. Kemerahan
c. Iritasi
d. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
e. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan
dan menyebabkan diplopia.

Intra-operatif:
Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning),
dan perdarahan subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi dengan

11
conjunctival autografting, namun komplikasi ini secara umum bersifat sementara
dan tidak mengancam penglihatan.

Pasca-operatif:
Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:
a. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft
konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina.
b. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau
nekrosis sklera dan kornea
c. Pterygium rekuren

12

Anda mungkin juga menyukai