Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN STEMI (ST ELEVASI MYOCARD INFARK)

DI RUANG ICU (INTENSIVE CARE UNIT)


RSUP DR. KARIADI SEMARANG

Disusun Oleh :

HENDRIX KURNIAWAN (G3A016079)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017

A. KONSEP DASAR STEMI (ST- ELEVASION MYOCARDIUM INFARCTION)


1. Pengertian
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari
separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah sakit.
Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir,

1
sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,
meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Sudoyo, 2010). IMA dengan
elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan
bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina
pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah
ada sebelumnya (Sudoyo, 2010).
(STEMI) yaitu oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area
infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang
ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG (Corwin, 2009).
IMA dengan ST-elevasi (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak arterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Aterosklerosis adalah penyakit pada bagian
muskuler arteri yang ditandai oleh disfungsi endotel, inflamasi vaskular
dan adanya penirnbunan lipid, kolesterol serta debris seluler dalam tunika
intima dinding pembuluh darah. Penimbunan ini menyebabkan
pembentukan plak, obstruksi lumen akut dan kronik abnormalilas aliran
darah dan berkurangnya suplai oksigen ke organ target (Allert. 2011).

2. Etiologi
Umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak ateroskerotik yang sudah ada
sebelumnya. Ini disebabkan karena injuri yang disebabkan oleh faktor-
faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Nurarif AH &
Hardhi K, 2013). Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria
antara lain emboli arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital,
spasme koronaria terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik (Libby, Bonow, Mann, Zipes, 2008).

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala infark miokard adalah :

2
a. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
3) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
4) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari,
dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin
(NTG).
5) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
7) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah).


Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan
atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi fentrikular adalah S4
dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split
paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistlik apical yang bersifat sementara karena
disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 38C dapat dijumpai dalam minggu
pertama pasca STEMI.
b. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
1) CPK-MB/CPK

3
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-
6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48
jam.
2) LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk
kembali normal.
3) AST/SGOT Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12
jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau
4 hari
c. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase
awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat
elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah
adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0 = Tidak mengalami nyeri
1 = Nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
2 = Nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya
aktifitas, misalnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit
menekuk kepala dan lainnya.
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi
ST 2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan
atau 1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim
jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis,
namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu
menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana
IMA, prinsip utama Penatalaksanaan adalah time is muscle (Muttaqin,
2007).

4
Gambaran EKG jantung normal

Gambar EKG ST-Elevasi

4. Patofisiologi

Gambar AMI Koroner


ST Elevation Myocardial Infarct (STEMI) terjadi jika aliran darah
coroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh
faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Setiap
bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA. Penelitian
angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh
trombosis arteri koroner. Dalam banyak kasus, gangguan pada plak
arterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura) merupakan suatu
nodus untuk pembentukan trombus.

5
Sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik
mengalami fisura, ruptur, atau ulserasi sehingga terjadi trombus mural
pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
ST elevation myocardial infarct umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat
tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung
mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya
lipid (lipd rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari
fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberi respons terhadap terapi trombolitik
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang
poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada
protein adhesi yang larut ( integrin ) seperti faktor von Willebrand (vWF)
dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat
mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
silang platelet agregasi.
Terdapat juga dalam beberapa kondisi yang jarang, STEMI dapat
juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli
koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik (Allert, 2011).

5. Pemeriksaan penunjang (Sudoyo AW dkk, 2010).

6
a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q.
Patologis.
b. Petanda (Biomarker) Kerusakan Jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB
dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara
serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien
STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini
juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST
dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak
tergantung pada pemeriksaan biomarker. Pengingkatan nilai enzim di
atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung
(infark miokard).
1) CPKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari.
Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat
meningkatkan CKMB.
2) cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini meningkat setelah
2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam
dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I
setelah 5-10 hari.
c. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:

1) Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai


puncak dalam 4-8 jam.

2) Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali
normal dalam 3-4 hari.

3) Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada


infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal
dalam 8-14 hari.

7
6. Penatalaksanaan (Sudoyo AW dkk, 2010).
a. Terapi Non Farmakologis
1) Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
2) Oksigenasi
3) Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol
atau menghilangkan oedema.
b. Terapi Farmakologis :
1) Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasillkan:
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume
darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
2) Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air
melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping
hiponatremia dan hipokalemia.
3) Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi
impadasi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat
ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas
vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
4) Antitrombotik
Penggunaan terapi antilatetlet dan antitrombin selama fase awal
STEMI berdasarkan bukti klinis dan laboratories bahwa thrombosis
mempunyai peran penting dalam pathogenesis. Tujuan primer
pengobatan adalah untuk mementapkan dan memepertahankan
potensi arteri kororner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah
menurunkan tendensi pasien menjadi thrombosis. Aspirin merupakan
antiplatelet standar pada STEMI dapat dilihat pada Antiplatelets
Trialists Collaboration. Data dari hampir 20.000 pasien dengan
infark miokard yang berasal dari 15 randomised trial dikumpulkan
dan menunjukkan penurunan relative laju mortalitas sebesar 27%
dari 14,2% pada kelompok control dibandingkan 10,4% pada pasien
yang mendapat antiplatelet. PAda penelitian ISIS-2 pemberian
aspirin menurunkan mortalitas vascular sebesar 23% dan infark
nonfatal sebesar 49%.
c. Tatalaksana di ruang ICU

8
1) Aktivitas. Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.
2) Diet. Karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark
miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut
dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak <30% kalori total
dan kandungan kolesterol <300 mg/hari. Menu harus diperkaya
dengan makanan yang kaya serat kalium, magnesium dan rendah
natrium.
3) Bowels: istirahat di tempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk
menghilangkan nyeri sering mengakibatkan konstipasi. Dianjurkan
penggunaan kursi komod di amping tempat tidur, diet tinggi serat
dan penggunaan pencahar ringna secara rutin seperti dioctyl sodium
sulfosuksinat (200 mg/hari).
4) Sedasi: pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk
mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5
mg, oksazepam 15-30 mg atau lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3 atau
4 kali sehari biasanya efektif.

7. Komplikasi STEMI
a. Disfungsi Ventrikulal
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam
bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan
non infark. Proses ini disebut remodeling ventricular dan umumnya
mendahuluai berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setetlah infark ventrikel
kiri mengalami dilatasi. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen
noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan
elongasi zona infark.
b. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda
klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi

9
jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai
kongesti paru.
c. Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding
vebtrikel. Penatalaksanaan: operasi (Sudoyo AW dkk, 2010).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian (Ackley & Ladwig, 2011; Nurarif AH & Hardhi K, 2013;
Moorhead S, et all. 2008; Doenges, 2000)
a. Pengkajian primer
1) Airways
Sumbatan atau penumpukan secret, Wheezing atau krekles
2) Breathing
Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat, RR lebih dari
24kali/menit, irama ireguler dangkal, Ronchi, krekles, Ekspansi
dada tidak penuh, Penggunaan otot bantu nafas
3) Circulation
Nadi lemah, tidak teratur, Takikardi, TD meningkat/menurun,
Edema, Gelisah, Akral dingin, Kulit pucat, sianosis, Out put urine
menurun.
4) Disabiliti
5) Exposure
b. Pengkajian skunder
1) Aktifitas:
Gejala :
Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap,
Jadwal olahraga tidak teratur
Tanda :
Takikardi, Dispnea pada istirahat atau aktifitas
2) Sirkulasi
Gejala :
Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah
tekanan darah, diabetes militus.
Tanda :
Tekanan darah, Dapat normal/naik/turun, Perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.

a) Nadi
Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus
(disritmia)

10
b) Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung atau penurunan kontraktilitas atau complain ventrikel
c) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
d) Friksi ; dicurigai Perikarditis
e) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
f) Edema
Distensi vena juguler, edema dependen, perifer, edema umum,
krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
g) Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar, pada membrane mukosa atau
bibir
3) Integritas ego
Gejala :
Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi akut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,
khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga
Tanda :
Menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma, nyeri
4) Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun
5) Makanan atau cairan
Gejala :
Mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda :
Penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan.
6) Hygiene
Gejala atau tanda :
Kesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
Gejala :
Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istirahat)
Tanda :
Perubahan mental, kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak

berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat

11
atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
veseral).
b) Lokasi : tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c) Kualitas : Crushing, menyempit, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat.
d) Intensitas : biasanya 10 (skala 1-10), mungkin pegalaman nyeri

paling buruk yang pernah dialami.


e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,
diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
9) Pernafasan :
Gejala :
Dispnea tanpa atau dengan kerja, Dispnea nocturnal, Batuk dengan
atau tanpa produksi sputum, Riwayat merokok, penyakit
pernafasan kronis.
Tanda :
Peningkatan frekuensi pernafasan, Nafas sesak/ kuat, Pucat,
sianosis, Bunyi nafas (bersih, krekels, mengi), sputum.
10) Interaksi social
Gejala :
Stress, Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal :
penyakit, perawatan di RS.
Tanda :
Kesulitan istirahat tenang, Respon terlalu emosi (marah terus-
menerus, takut), Menarik diri.

12
13
14
3. Diagnosa keperawatan (Nanda, 2015)
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-factor
listrik, penurunan volume sekuncup
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d iskemik, kerusakan otot
jantung, penyempitan/ penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.

4. Intervensi dan rasional (Nanda: NIC-NOC, 2015)

DIAGNOSA HASIL (NOC) NIC

1. Nyeri akut Tujuan: NIC


berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Pain Management
peningkatan produksi keperawatan selama 3x 24 jam a. Lakukan pengkajian nyeri
asam laktat akibat dari nyeri klien berkurang. secara komprehensif (lokasi,
metabolisme anaerob. Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
a. Mampu mengontrol nyeri frekuensi,kualitas dan faktor
(tahu penyebab nyeri, mampu pesipitasi).
menggunakan teknik b. Observasi reaksi non verbal
nonfarmakologi untuk dari ketidaknyamanan.
mengurangi nyeri) c. Ginakan teknik komunikasi
b. Melaporkan bahwa nyeri teraipetik untuk mengetahui
berkurang dengan pengalaman nyeri klie.
menggunakan managemen d. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri. masa lalu.
c. Mampu mengenali nyeri e. Kontrol lingkungan yang dapat
(skala, intensitas, frekuensi, mempengaruhi nyeri seperti
dan tanda nyeri. suhu ruangan, pencahayaan,
d. Menyatakan rasa nyaman kebisingan.
setelah nyeri berkurang. f. Ajarkan tentang teknik
e. Tanda vital dalam rentang pernafasan / relaksasi.
normal g. Berikan analgetik untuk
menguranggi nyeri.
h. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri.
i. Anjurkan klien untuk
beristirahat.
j. Kolaborasi dengan dokter jika
keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Analgetic Administration
a. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi.

b. Cek riwayat alergi

c. Monitor vital sign sebelumdan


sesudah pemberian analgetik

15
pertama kali.

d. Berikan analgetik tepat waktu


terutama saat nyeri hebat.

e. Evaluasi efektifitas analgetik,


tanda dan gejala (efak samping)

2. Penurunan curah Tujuan : NIC


jantung berhubungan
dengan perubahan Setelah dilakukan asuhan Cardiac Care
factor-factor listrik, keperawatan selama 3x 24 jam
penurunan klien tidak mengalami penurunan b. Evaluasi adanya nyeri dada
karakteristik miokard cardiac output. (intensitas, lokasi, durasi).

kriteria Hasil : c. Catat adanya disritmia jantung.


d. Catat adanya tanda dan gejala
a. Tanda vital dalam rentang penurunan cardiac output.
normal (TD, Nadi, RR). e. Monitor status kardiovaskuler.
f. Monitor status pernafasan yang
b. Dapat mentoleransi aktivitas, menandakan gagal jantung.
tidak ada kelelahan. g. Monitor abdomen sebagai
indikator penurunan perfusi.
c. Tidak ada edema paru, perifer, h. Monitor balance cairan.
dan tidak ada asites. i. Monitor adanya perubahan
tekanan darah.
d. Tidak ada penurunan j. Monitor respon klien terhadap
kesadaran efek pengobatan anti aritmia.
k. Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan.
l. Monitor toleransi aktivitas
pasien.
m. Monitor adanya dispneu,
fatigue, takipneu, dan ortopneu.
n. Anjurkan pasien untuk
menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
o. Monitor TD, Nadi, Suhu, dan
RR.
p. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah.
q. Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk dan berdiri.
r. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan.
s. Monitor TD, Nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas.
3. Ketidakefektifan Tujuan : NIC :
perfusi jaringan perifer Setelah dilakukan asuhan Peripheral Sensation Management
b.d iskemik, kerusakan keperawatan selama 3x24 jam (Manajemen sensasi perifer)
otot jantung, diharapkan tekanan systole dan a. Monitor adanya daerah
penyempitan/ diastole dalam batas normal tertentu yang hanya peka
penyumbatan Kriteria Hasil : terhadap
pembuluh darah arteri a. Mendemonstrasikan status

16
koronaria. sirkulasi yang ditandai panas/dingin/tajam/tumpul.
dengan:
1. Tekanan systole b. Monitor adanya paretese.
dandiastole dalam rentang
yang diharapkan. c. Instruksikan keluarga untuk
2. Tidak ada ortostatik mengobservasi kulit jika ada
hipertensi lsi atau laserasi.
3. Tidak ada tanda tanda
peningkatan tekanan d. Gunakan sarun tangan untuk
intrakranial (tidak lebih proteksi.
dari 15 mmHg)
e. Batasi gerakan pada kepala,
b. Mendemonstrasikan
leher dan punggung.
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan: f. Monitor kemampuan BAB.
1. berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan g. Kolaborasi pemberian
kemampuan. analgetik.
2. menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi h. Monitor adanya
3. memproses informasi tromboplebitis.
4. membuat keputusan
dengan bena i. Diskusikan menganai
penyebab perubahan sensasi

DAFTAR PUSTAKA

Allert. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based Guide to


Planning Care. United Stated of America : Elsevier.
Corwin, E.J. 2009. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit,
B.U.Jakarta: EGC

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


EGC.

17
Muttaqin, Arif .2009. Askep Klien Dengan Gangguan Sistem Kariovaskuler.
Jakarta: Salema Medika
Myrtha R. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut
(SKA). CDK 188; 38 (7): 541-542.
NANDA International. 2015. Nursing Diagnosis: Definition and Classification
2015-2017. USA: Willey Blackwell Publication.
Ruhyanuddin, Faqih. 2007. Asuhan Keperawatan klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler Edisi Revisi. Malang: UMM Press
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Brunner and Suddarths textbook of
medical surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A.
Jakarta: EGC

Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. 2005. Cermin Dunia


Kedokteran; 147:6-9.
Sudoyo, Aru W. 2010.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna
Publishing
Wilkinson, Judit M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan: Diagnosis NANDA,
intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Ed-9. Alih bahasa Esty Wahyuningsih.
Jakarta : EGC

18

Anda mungkin juga menyukai