Cover TRANSLATE Management and Outcome
Cover TRANSLATE Management and Outcome
Pembimbing :
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2016
Penanganan dan outcome para pasien yang mendapatkan ventilasi
secara mekanis setelah mengalami kondisi henti jantung
Yuda Sutherasan, Oscar Penuelas, Alfonso Muriel, Maria Vargas, Fernando Frutos-Vivar, lole Brunetti,
Konstantinos Raymondos, Davide DAntini, Niklas Nielsen, Niall D Ferguson, Bernd W Bottiger, Arnaud W
Thille, Andrew R Davies, Javier Hurtado, Fernando Rios, Carlos Apezteguia, Damian A Violi, Nahit Cakar, Marco
Gonzalez, Bin Du, Michael A Kuiper, Marco Antonio Soares, Yonsuck Koh, Rui P Moreno, Pravin Amin, Vinko
Tomicic, Luis Soto, Hans-Henrik Bulow, Antonio Anzueto, Andres Esteban, Paolo Pelosi, dan untuk Ventila
Group
Abstrak
Pendahuluan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan
membandingkan perubahan-perubahan di dalam penggunaan ventilator dan
komplikasi-komplikasinya yang dapat muncul, juga beberapa variabel yang berkaitan
dengan tingkat kematian dalam 28-hari pada para pasien yang mendapatkan
pemasangan ventilasi mekanis (MV) setelah mengalami henti jantung.
Metode: Kami melakukan satu analisis sekunder dari tiga penelitian prospektif
multisenter observasional yang dilakukan pada tahun 1998, 2004, dan 2010 di 927 ICU
di 40 negara. Kami pun melakukan penapisan/ skrining pada 18.302 pasien yang
mendapatkan MV selama lebih dari 12 jam selama periode-satu-bulan. Kami
menyertakan 812 orang pasien yang mendapatkan pemasangan MV setelah mengalami
henti jantung. Kami mengumpulkan data tentang demografi, pengaturan dan situasi
ventilator harian, komplikasi-komplikasi yagn muncul selama ventilasi, dan outcome
nya. Analisis regresi logistik multivariat pun dilakukan untuk mengkalkulasikan
nisbah jangkaan, yang menentukan variabel-variabel mana saja selama admisi di
rumah sakit selama 24 jam yang berkaitan dengan tingkat kematian di rumah sakit
dalam 28-hari dan kemunculan sindrom gawat pernafasan akut (ARDS/ acute
respiratory distress syndrome) dan pneumonia dapatan selama perawatan di ICU pada
48 jam setelah admisi.
Hasil: Diantara 812 orang pasien, 100 diantaranya disertakan di tahun 1998, 239
diantaranya disertakan di tahun 2004, dan 437 orang di tahun 2010. Penanganan
ventilatori pun mengalami perubahan selama bertahun-tahun ini, dengan penurunan
volume tidal (V1) (1998: rerata berat tubuh aktual (ABW) 8,9 ml/kg (simpangan baku/
SD 2), 2010: ABW 6,7 ml/kg (SD 2); 2004: berat badan terprediksi (PBW/ predicted
body weight) 9 ml/kg (SD 2,3), 2010: PBW 7,95 ml/kg (SD 1,7) dan tekanan akhir
ekspiratori positif yang meningkat (PEEP/ positive end-expiratory pressure) (1998:
rerata 3,5 (SD 3), 2010: 6,5 (SD 3); P <0,001). Para pasien yang disertakan dari tahun
2010 lebih cenderung mengalami sepsis, disfungsi kardiovaskular, dan kegagalan
neurologis, namun tingkat kematian di rumah sakitnya selama 28-hari adalah tidak
berbeda (52% pada tahun 1998, 57% pada tahun 2004, dan 52% pada tahun 2010).
Beberapa variabel yang secara independen memiliki hubungan dengan tingkat
kematian di rumah sakit dalam 28-hari adalah: usia yang lebih tua, PaO2 < 60 mmHg,
disfungsi kardiovaskular, dan lebih sedikitnya penggunaan obat/ senyawa sedatif. VT
yang lebih tinggi, dan tekanan plato dengan PEEP yang lebih rendah adalah memiliki
hubungan dengan kemunculan ARDS dan pneumonia dapatan selama perawatan di
ICU.
Kesimpulan: Ventilasi mekanis protektif dengan VT yang lebih rendah dan PEEP yang
lebih tinggi adalah lebih umum digunakan setelah pasien mengalami henti jantung.
Insiden komplikasi-komplikasi paru pun menurun, sedangkan kegagalan organ non-
respiratori pun meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Pengaplikasian ventilasi
mekanis protektif dan pencegahan kegagalan satu dan multi organ pun dapat dianggap
dapat meningkatkan outcome pada pasien setelah mengalami kondisi henti jantung.
Pendahuluan
Banyak dari penelitian yang mengkaji pasien setelah mengalami kondisi henti jantung
yang kemudian mendapatkan kembali sirkulasi spontan nya berfokus pada bagaimana
cara meningkatkan tingkat keselamatan dan outcome neurologisnya. Walaupun
dilakukannya beberapa upaya intervensi, seperti contohnya penanganan temperatur
tertargetkan/ terarah, pemberian obat vasopresor, pengendalian sawan dan kadar gula
darah, namun outcome neurologis para pasien masihlah buruk dan tingkat kematian
mereka pun masih tinggi, yaitu masih setinggi 50%.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk dapat menjelaskan dan membandingkan
perubahan-perubahan di dalam penanganan ventilator dan komplikasi-komplikasi
yang dapat terjadi. Tujuan kedua adalah untuk dapat menginvestigasi potensi faktor-
faktor resiko yang berkaitan dengan tingkat kematian di rumah sakit dalam-28-hari
dan perkembangan komplikasi-komplikasi paru, yaitu sindrom gawat pernafasan akut
(ARDS) dan pneumonia dapatan selama dirawat di unit penanganan intensif (ICU)
pada para pasien yang tidak mengalami cedera paru sebelumnya pada saat admisi ke
ICU.
Metode
Rancangan penelitian
Dari 18.302 orang pasien yang dilibatkan, kami pun menyertakan 812 orang pasien
(4,4%) yang mendapatkan pemasangan ventilasi mekanis pasca henti jantung yang
mendapatkan kembali sirkulasi spontan (ROSC) untuk tujuan dari analisis ini. Para
pasien yang dianggap layak adalah mereka yang mendapatkan pemasangan ventilasi
mekanis yang disebabkan oleh berhentinya fungsi kardiopulmonari secara tiba-tiba.
Kami pun mengumpulkan data dalam hal karakteristik-karakteristik awal dan ukuran
gas darah pada saat admisi di ICU, pengaturan ventilator harian, penanganan klinis,
pengukuran gas darah, karakteristik dan komplikasi-komplikasi yang terobservasi
ketika pasien terventilasi atau sampai hari ke 28. Kami juga mengumpulkan data
tentang tingkat kematian selama-28-hari di ICU atau di rumah sakit serta data tentang
outcome dari lamanya waktu perawatan. Deskripsi yang mendalam akan variabel pun
dikumpulkan, bersamaan dengan definisi-definisinya yang telah diterbitkan.
Singkatnya, beberapa komplikasi yang muncul selama dipasangnya ventilasi mekanis
adalah berupa ARDS, pneumonia, sepsis, dan/ atau kegagalan multi organ
(kardiovaskular, respiratori, renal, hepatik, dan hematologis) ditentukan sebagai skor
yang lebih tinggi dari dua poin pada skala SOFA. Pneumonia yang didapatkan selama
perawatan di ICU ditentukan dengan memodifikasi kriteria Pusat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit yang mensyaratkan keberadaan akan infiltrat radiografik baru
yang tetap persisten selama 48 jam atau lebih plus suhu tubuh pasien yang mencapai
lebih dari 38,5C atau kurang dari 35,0C, hitungan leukosit yang mencapai lebih dari
10.000/L atau kurang dari 3.000/L, sputum purulen atau perubahan pada
karakteristik sputum, atau isolasi bakteri patogen dari aspirat endotrakheal.
Pada kohort tahun 1998, data tentang tinggi badan dan Skor Koma Glasgow (GCS)
pun tidak dikumpulkan; dengan demikian tidak ada data dalam hal volume tidal/ kg
bobot tubuh yang terprediksi (PBW) yang tersedia di kelompok ini. Penggunaan obat-
obatan/ senyawa yang menghambat neuromuskular, sedatif, dan analgesik dicatat
harian selama 28 hari ketika obat-obatan tersebut diberikan harian selama tiga jam atau
lebih. Awal penyapihan (penghentian dukungan ventilator) adalah titik waktu ketika
dokter menganggap bahwa pasien siap untuk mendapatkan ventilasi spontan.
Penyapihan dikategorisasikan sebagai percobaan pernafasan spontan dan reduksi
perlahan di tingkat dukungan ventilator. Kami mencatat tanggal ekstubasi, tanggal
reintubasi dan trakheostomi, jika dan kapan dilakukan. Pasien pun secara prospektif
difollow-up sampai diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Analisis statistik
Data diekspresikan sebagai rerata (simpangan baku), median (rentang antar kuartil)
dan frekuensi absolut dan relatif, sesuai kebutuhan. Analisis varian satu-arah
(ANOVA) pun digunakan untuk membandingkan variabel-variabel kontinyu, dan uji
chi-square digunakan untuk variabel-variabel kategoris. Kami menolak hipotesis nol
akan tidak adanya perbedaan diantara kohort pada tingkat signifikansi nominal 0,05.
Analisis regresi logistik multivariat (seselangkah kebelakang) pun dilakukan untuk
menghitung nisbah jangkaan yang menentukan variabel-variabel mana di dalam
admisi perawatan di rumah sakit dalam 24 jam yang memiliki kaitan dengan tingkat
kematian di rumah sakit dalam periode 28-hari. Variabel-variabel dengan nilai P yang
kurang dari 0,1 pada analisis univariat pun disertakan di dalam analisis multivariat.
Variabel-variabel yang dianggap untuk inklusi pada analisis multivariat yang berkaitan
dengan tingkat kematian dalam periode 28-hari adalah usia, PaO2, pH arterial (pHa),
penggunaan obat sedatif, disfungsi kardiovaskular, dan kegagalan ginjal selama 24
jam pertama pengaplikasian ventilasi mekanis.
Untuk tujuan analisis, kami pun mengkategorisasikan pHa sebagai berikut ini: pHa
<7,35, pHa 7,35 sampai 7,45 dan pHa >7,45, dengan mengacu pada rentang pHa
normal, yang mana adalah 7,35 sampai 7,45. PaO2 dikategorisasikan sebagai mana
berikut ini: PaO2 <60 mmHg, PaO2 60 sampai 300 mmHg dan PaO2 300 mmHg,
dengan mengacu pada publikasi terbaru yang menunjukkan bahwa PaO2 <60 mmHg
dan PaO2 300 mmHg secara independen memiliki hubungan dengan tingkat kematian
di rumah sakit. Kami tidak menyertakan GCS di dalam analisis multivariat karena
selama ventilasi mekanis dengan sedasi, GCS tidaklah reliabel. Selain itu, GCS
tidaklah dikumpulkan di tahun 1998. Nisbah jangkaan dengan interval kepercayaan
95% pun dihitung untuk variabel-variabel yang signfikan secara statistik untuk
mengetahui prediktor-prediktor bebas tingkat kematian. Analisis-analisis ini dilakukan
dengan menggunakan SPSS versi 16.0, SPSS for Windows, SPSS Inc., Chicago,
Amerika Serikat.
Hasil
Gambar 1. Mode ventilasi dan hari penggunaan per 1.000 hari ventilasi mekanis
invasif dari tahun 1998, 2004, dan 2010. Hari selama penyapihan dari proses ventilasi
mekanis pun ditidaksertakan (simbol kotak yang berwarna abu-abu muda = 1998,
simbol kotak yang berwarna hitam = 2004, dan simbol kotak warna abu-abu gelap =
2010)*. SIMV: Ventilasi Mandatori Berjeda Tersinkronisasi; SIMV-PS: Ventilasi
Mandatori Berjeda Tersinkronisasi Dengan Dukungan Tekanan; PSV: Ventilasi
Dukungan Tekanan; PCV: Ventilasi Kendali Tekanan; PRVC: Ventilasi Kendali
Volume Teregulasi Tekanan; APRV: Ventilasi Lepasan/ Lucutan Tekanan Saluran
Pernafasan; BIPAP: Tekanan Saluran Nafas Bifasik. *Diantara ketiga tahun, hari
penggunaan per 1.000 hari ventilasi mekanis invasif di tiap moda ventilasi adalah
memiliki perbedaan yang secara statistik signifikan (P <0,001).
Komplikasi-komplikasi selama ventilasi mekanis
Seperti yang terlihat di Tabel 2, tingkat insiden pneumonia yang didapatkan selama
perawatan di ICU pun menurun dari 13% pada tahun 1998 menjadi 4% pada tahun
2010 (P = 0,001). Sementara itu, kegagalan organ non-pernafasan seperti sepsis,
disfungsi kardiovaskular, kegagalan neurologis dan hepatik pun secara signifikan
meningkat.
Outcome
Tabel 5 menunjukkan analisis regresi logistik dan univariat untuk tingkat kematian di
rumah sakit dalam periode 28-hari pada para pasien yang mengalami henti jantung.
Di dalam analisis multivariat, usia lanjut, PaO2 <60 mmHg, lebih sedikitnya
penggunaan obat-obatan sedatif, dan keberadaan disfungsi kardiovaskular dalam 24
jam dari mulai admisi di rumah sakit, semuanya ini diketahui memiliki kaitan dengan
tingkat kematian di rumah sakit dalam periode 28 hari (nisbah jangkaan 1,01, interval
kepercayaan 95% 1,00 sampai 1,03; nisbah jangkaan 2,71, interval kepercayaan 95%
1,06 sampai 6,95; nisbah jangkaan 0,51, interval kepercayaan 95% 0,36 sampai 0,72;
dan nisbah jangkaan 1,65, interval kepercayaan 95% 1,17 sampai 2,32 secara
berurutan sesuai dengan urutan untuk keempat faktor diatas yang berpengaruh
terhadap tingkat kematian di rumah sakit dalam periode 28 hari).
Tabel 4. Pembandingan outcome
Kohort Kohort Kohort P
1998 2004 2010
(N = 100) (N = 239) (N = 473)
Jumlah hari pengaplikasian 4 (3-7) 5 (3-9) 6 (4-10) <0,001
ventilasi mekanis, median
(IQR)a
Lamanya waktu rawatan di 7 (3-11) 6 (4-12) 6 (3-12) 0,925
unit perawatan intensif,
satuan hari, median (IQR)
Lamanya waktu rawatan di 14 (7-27) 13 (6-24) 12 (6-26) 0,934
rumah sakit, dalam satuan
hari, median (IQR)
Tingkat kematian di unit 44 (44) 115 (48) 223 (49) 0,785
perawatan intensif, n (%)
Tingkat kematian pada hari 52 (52) 137 (57) 246 (52) 0,384
ke-28, n (%)
Tingkat kematian di rumah 57 (57) 143 (60) 259 (55) 0,434
sakit, n (%)
a
Mencakup waktu yang diperuntukan untuk penyapihan dari ventilasi mekanis, IQR:
rentang antar kuartil.
Tidak ada perbedaan dalam hal tingkat kematian di rumah sakit dalam periode 28-hari
(52% di tahun 1998, 57% di tahun 2004, dan 52% pada tahun 2010 (Tabel 4).
Tabel 5. Analisis regresi univariat dan logistik untuk tingkat kematian dalam
periode 28-hari pada para pasien penderita henti jantung
Variabel Nisbah jangkaan P Nisbah P
analisis univariat jangkaan
(CI 95%) regresi logistik
(CI 95%)
Usia, dalam satuan 1,02 (1,01-1,03) 0,002 1,01 (1,00-1,03) 0,010
a
tahun
Skor SAPS II, poina 1,03 (1,02-1,03) <0,001
Skala Koma 0,92 (0,88-0,95) <0,001
Glasgow, poinb
PaO2, 60-300 1 (referensi) 1 (referensi/
mmHgb acuan)
PaO2 <60 mmHg 2,23 (1,05-4,72) 0,036 2,71 (1,06-6,95) 0,038
PaO2 300 mmHg 1,19 (0,76-1,85) 0,444 0,89 (0,54-1,46) 0,640
b
pHa 7,35-7,45 1 (referensi) 1 (referensi)
Asidosis (pHa 1,48 (1,07-2,04) 0,017 1,40 (0,98-2,02) 0,068
<7,35)
Alkalosis (pHa 1,07 (0,67-1,71) 0,770 1,20 (0,71-2,02) 0,491
>7,45)
PaCO2 35-45 1 (referensi/ acuan)
mmHgb
PaCO2 <35 mmHg 1,20 (0,86-1,68) 0,277
PaCO2 >45 mmHg 0,94 (0,70-1,41) 0,973
Volume tidal/ PBW
6-8 ml/kg
Volume tidal/ PBW 1 (referensi)
<6 ml/kg
Volume tidal/ PBW 1,01 (0,51-2,02) 0,975
>8 ml/kg
PEEP cmH2Ob 0,76 (0,55-1,06) 0,111
PEEP 6-8 cmH2O 1 (referensi/ acuan)
PEEP <6 cmH2O 1,35 (0,94-1,95)
PEEP >8 cmH2O 0,86 (0,52-1,42) 0,11
Pplat (tekanan 0,556
plateau) cmH2Ob
Pplat 28-30 cmH2O 1 (referensi)
Pplat <28 cmH2O 0,58 (0,28-1,22) 0,149
Pplat >30 cmH2O 0,64 (0,22-1,89) 0,421
Penggunaan obat- 0,61 (0,46-0,81) 0,001 0,51 (0,36-0,72) 0,000
b
obatan sedatif
Kegagalan/ renjat 1,53 (1,15-2,03) <0,001 1,65 (1,17-2,32) 0,004
kardiovaskular
(ya/tidak)b,c
ARDS (ya/tidak)b,c 3,14 (1,41-6,97) 0,005
Gagal ginjal 1,35 (0,95-1,91) 0,095 1,34 (0,91-1,95) 0,135
b,c
(ya/tidak)
Gagal hati 1,20 (0,72-2,00) 0,483
b,c
(ya/tidak)
Sepsis (ya/tidak)b,c 1,38 (0,88-2,18) 0,163
Gagal hematologis 1,05 (0,51-2,17) 0,885
(ya/tidak)b,c
SAPS: Skor Fisiologi Akut Yang Disederhanakan; PBW: bobot tubuh terprediksi; ml:
mililiter; kg: kilogram, PEEP: tekanan ekspiratori-akhir positif; pHa: pH arteri; ARDS:
sindrom gawat pernafasan akut: PaO2 : tekanan parsial oksigen di dalam darah arteri;
PaCO2: tekanan parsial karbondioksida pada darah arteri; CI: interval kepercayaan.
a
Usia dan skor SAPS dikumpulkan sebagai karakteristik awal, bNilai di dalam 24 jam
dari mulai admisi, cketiadaan kondisi kegagalan organ sebagai nilai acuan/ referensi.
Pada analisis multivariat, pada para pasien yang tidak memiliki/ mengalami cedera
paru pada saat admisi, potensi faktor resiko untuk kemunculan dan perkembangan
ARDS 48 jam setelah perwatan ICU adalah tekanan plateau yang lebih tinggi (nisbah
jangkaan 1,12, interval kepercayaan 95% 1,04 sampai 1,21), sedangkan yang memiliki
kaitan pneumonia dapatan ketika dirawat di ICU adalah volume tidal yang lebih tinggi
dan tingkat PEEP terapan yang lebih rendah (masing-masing, nisbah jangkaan 1,003,
interval kepercayaan 95% 1,0003 sampai 1,01; dan nisbah jangkaan 0,89, interval
kepercayaan 95% 0,80 sampai 0,99).
Pembahasan
Di sisi lain, kami pun mengobservasi peningkatan tingkat insiden akan kegagalan
organ non-paru-paru (sepsis, disfungsi kardiovaskular, dan kegagalan neurologis)
seiring dengan berjalannya waktu, yang dimana hal ini dapat meningkatkan durasi
akan pengaplikasian ventilasi mekanis. Peningkatan dalam hal tingkat komplikasi non-
paru-paru dapat dijelaskan oleh pengimplementasian protokol penanganan temperatur
tertargetkan, atau oleh tingkat insiden yang tinggi akan aspirasi, dan jumlah pasien
dengan kondisi yang lebih parah, dan hal ini dapat meningkatkan tingkat kerentanan
pasien untuk mendapatkan infeksi dan kegagalan multi-organ. Perbedaan yang
signifikan di dalam durasi dukungan ventilatori dengan durasi yang lebih lama,
menurut penelitian yang dilakukan di tahun 2010, sepertinya disebabkan oleh
pengimplementasian protokol-protokol penanganan temperatur tertargetkan dan
sedasi yang lebih lama.
Pada penelitian ini, analisis melalui regresi logistik menunjukan bahwa PaO2 <60
mmHg merupakan satu prediktor tingkat kematian di rumah sakit dalam periode 28-
hari. Hasil ini berbeda dari meta analisis sebelumnya yang menunjukkan bahwa tidak
hanya hipoksemia namun juga hiperoksemia yang memiliki hubungan dengan tingkat
kematian di rumah sakit yang lebih tinggi. Pengaruh dari tekanan/ tensi oksigen yang
tinggi untuk meningkatkan kerusakan neuronal pasca henti jantung merupakan hal
yang rumit. Kami juga menemukan fakta bahwa kadar PaCO2 yang lebih tinggi atau
lebih rendah tidaklah memiliki hubungan yang dapat dideteksi dengan tingkat
kematian. Hal ini pun berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa hipokarbia yang ditentukan oleh PaCO2 <35 mmHg adalah
memiliki hubungan dengan peningkatan tingkat kematian di rumah sakit, sedangkan
hiperkarnia yang ditentukan oleh PaCO2 >45 mmHg adalah memiliki hubungan
dengan outcome yang lebih baik.
Pada Tabel 1, 26% (63 dari 239) pasien pada penelitian yang dilakukan di tahun 2004
memiliki skala koma Glasgow 15. Populasi penelitian menyertakan pasien yang
mengalami perkembangan henti jantung dan yang membutuhkan ventilasi mekanis
akibat berhentinya fungsi kardiopulmonari seketika (mengacu pada setiap ritme yang
menyebabkan berhentinya fungsi jantung-paru, yaitu aktifitas listrik jantung yang
tidak menghasilkan detak, asistole, fibrilasi ventrikular, dan takikardia ventrikular); ini
bukanlah populasi yang disertakan di dalam penelitian-penelitian yang mengkaji
tentang penanganan temperatur target, dengan demikian kami menduga bahwa tingkat
persentase pasien yang tiba di ICU masihlah mengalami berada dalam kondisi sadar.
Penelitian kami pun sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Gold dkk yang
mengkaji para pasien dengan kondisi henti jantung di luar rumah sakit, yang dimana
hal ini menunjukkan bahwa dari 185 pasien yang selamat, 96 diantaranya (50%) masih
memiliki kondisi kesadaran pada saat tiba di ICU, sehingga para pasien ini tidaklah
memenuhi kriteria inklusi protokol penanganan temperatur yang tertargetkan, namun
data tentang skala koma Glasgow tidaklah dilaporkan.
Keempat, kami juga tidak memiliki akses terhadap variabel-variabel yang berkaitan
dengan kondisi henti jantung, seperti pada apakah henti jantung yang terjadi tersebut
disaksikan atau tidak oleh orang terdekat, apakah resusitasi kardiopulmonari oleh
saksi/ orang terdekat dilakukan atau tidak, ritme awal dan waktu pada saat resusitasi
dan pada kembalinya sirkulasi spontan, data-data semacam inilah yang tidak dapat
kami akses. Kelima, pada analisis regresi logistik multivariat yang menentukan faktor-
faktor resiko yang berkaitan dengan tingkat kematian di rumah sakit dalam periode
28-hari serta perkembangan ARDS dan/ atau pneumonia dapatan di ICU, kami pun
menggunakan data yang dikumpulkan dalam periode waktu 24 jam setelah admisi,
dengan demikian terdapat sedikit data yang hilang. Namun demikian, kami
menggunakan variabel-variabel tanpa memperhatikan dari tahun berapa, yang dimana
hal ini dapat dipengaruhi oleh perubahan di dalam penanganan klinis, dan jumlah
pasien yang mengalami ARDS dan/ atau pneumonia yang didapat ketika dirawat di
ICU hanyalah mewakili sedikit dari populasi secara keseluruhan (5% dari populasi
total). Karena alasan ini, hasil dari analisis multivariat haruslah diinterpretasikan
secara hati-hati/ cermat.
Kesimpulan
Ventilasi mekanis protektif dengan volume tidal yang lebih rendah dan PEEP yang
lebih tinggi adalah lebih umum digunakan untuk pasien pasca henti jantung. Tingkat
insiden akan komplikasi-komplikasi paru pun mengalami penurunan, sedangkan
tingkat insiden gagal organ non-respiratori pun mengalami peningkatan.
Pengaplikasian ventilasi mekanis protektif dan pencegahan kegagalan satu organ
ataupun multi organ dianggap dapat meningkatkan outcome pada para pasien pasca
mengalami kondisi henti jantung.
Penggunaan ventilasi mekanis protektif pada para pasien pasca henti jantung
pun mengalami peningkatan (menjadi lebih sering dilakukan) dari tahun 1998
sampai 2010, dan hal ini memiliki hubungan dengan penurunan insiden
komplikasi-komplikasi pulmonari/ paru.
Beberapa variabel yang secara independen berkaitan dengan tingkat kematian
di rumah sakit dalam periode 28-hari adalah: usia yang lebih tua/ lanjut, PaO2
<60 mmHg, disfungsi kardiovaskular, dan lebih sedikitnya penggunaan obat-
obatan sedatif.
Pengaplikasian ventilasi mekanis protektif dan pencegahan terjadinya
kegagalan satu atau multi organ dianggap dapat meningkatkan outcome pada
para pasien pasca henti jantung.
File tambahan
Daftar singkatan
ABW: Bobot/ berat tubuh aktual; ARDS: sindrom gawat pernafasan akut; pHa: pH
arterial; GCS: Skor Koma Glasgow; ICU: unit penanganan/ perawatan intensif; PBW:
berat badan yang diprediksi; PEEP: Tekanan ekspiratori akhir positif; PRVC: Kendali
volume yang diregulasi tekanan; PSV: Ventilasi dukungan tekanan; ROSC:
Kembalinya sirkulasi spontan; SAPS: Skor fisiologi akut yang disederhanakan; SOFA:
Skor assessment/ penilaian kegagalan organ sekuensial; SD: Simpangan baku.