Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas UAS matakuliah Sejarah Pergerakan
Nasional 1 (SPN)
Oleh:
IDENTITAS BUKU
Cetakan : Pertama
ULASAN
Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo dalam tulisannya ini mengulas tentang
pemberontakan petani di Banten yang tidak menginginkan sistem mordenisasi.
Dengan dibantu olah para bangsawan dan golongan elit agama petani melakukan
pemberontakan terhadap adanya kebudayaan Barat. Tetapi dalam prakteknya para
petani justru bersifat pasif dan hanya dijadikan sebagai alat oleh para bangsawan dan
elit agama untuk memberontak agar tetap berpegang pada kesultanan atau sistem
tradisional. Buku tulisan Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo ini merupakan bentuk
terjemahan dari buku asli yang berjudul The Peasents Revolt of Banten in 1888.
Pemberontakan yang terjadi di ujung barat laut pulau Jawa tepatnya di distrik
Anyer merupakan salah satu pemberontakan yang terjadi di Banten selama abad
XIX. Pemberontakan ini berlangsung secara singkat antara tanggal 9-30 Juli 1888.
Hal ini juga merupakan satu bentuk ledakan sosial yang melanda seluruh wilayah
pulau Jawa pada waktu itu. Ledakan sosial ini juga diwarnai dengan adanya gerakan-
gerakan mileneri serta gerakan kebangkitan kembali agama dengan wajah
membentuk sekolah sekolah agama dan perkumpulan mistik agama.
ISI BUKU
Selain dari pada itu masuknya kebudayaan Barat membawa perubahan yang
melahirkan golongan-golongan sosial baru dan menimbulkan re-stratifikasi dalam
masyarakat Banten, serta adanya perbedaan segi sosio-ekonomis oleh golongan-
golongannya. Re-stratifikasi masyarakat Banten mengakibatkan kaum bangsawan,
yakni aristokrasi tradisional menjadi miskin sehingga tidak lagi mempunyai kekuatan
politik.
Keadaan yang terjadi di Banten pada abad XIX tidak saja dianggap sebagai
pergolakan sosial yang mengubah tatanan kehidupan tetapi juga sebagai tempat
munculnya kebangkitan agama, hal ini yang akan diulas pada Bab V. Dijelaskan
bangkitnya kembali agama, selama pertengahan abad XIX terjadi kenaikan jumlah
orang yang naik haji. Karena adanya pencerahan dari orang-orang yang berdakwah di
daerah-daerah, munculnya tarekat-tarekat islam, dan berkembangnya pesantren.
Gerakan-gerakan ini merupakan upaya untuk mendapatkan simpati serta dukungan
dari rakyat. Anggota-anggota tarekat inilah yang akan dijadikan sebagai kelompok
revolusioner yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan kolonial.
Secara garis besar buku ini sangat menarik karena menyuguhkan tema baru
dalam dunia historiografi di Indonesia. Selain itu isi dari buku ini cukup komplit,
tidak hanya menuliskan apa yang terjadi dan kapan, melainkan juga bagaimana dan
apa sebabnya itu terjadi. Pendekatan multi-dimensional yang dilakukan penulis juga
memperkaya pembahasan historis permasalahannya.
Salah satu poin yang patut diacungi jempol adalah keberanian Prof Sartono
dalam mengambil langkah baru dalam historiografi Indonesia-sentris. Dapat kita lihat
usahanya membuat sejarah Indonesia yang lebih komprehensif. Ia menyelidiki
masalah-masalah yang oleh para ahli sejarah saat itu dianggap kurang penting.
Pemberontakan-pemberontakan yang merupakan gerakan sosial dalam arti luas,
dengan aktor wong cilik telah dilupakan oleh ahli-ahli sejarah kolonial.
Faktor lainnya ialah buku ini cetakan tahun 1984 dan belum diperbaharui
sampai sekarang. Sehingga pembahasaannya ketinggalan jaman dan kurang luwes.
Namun secara keseluruhan penyajian buku ini cukup bagus. Apalagi dalam
mempelajari historiografi Indonesia-sentris.
Buku ini merupakan tulisan sejarah yang lengkap dari segi sajian dan
catatannya (lampiran) dengan sudut pandang yang berbeda Prof Sartono
menghadirkan kekayaan historiografi Indonesia.