Anda di halaman 1dari 12

SOP NIFAS

PUSKESMAS GARAWANGI

Jl. Garawangi No....... Kec. Garawangi-Kuningan

NOMOR:488/ /PKM-KLG/2015REVISI KE - 1HALAMAN1/2

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN KAPSUL VIT. A PADA IBU NIFAS

TANGGAL TERBIT02 Januari 2015DITETAPKAN OLEHKEPALA UPTD PUSKESMAS


GARAWANGIttddr. HJ. YATI ROCHDIYAWATI.H, MKMNIP 19711109 200212 2 006

DASAR HUKUM

1UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan2Permenkes No


741/Menkes/PER/VIII/2008 tentang SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota3Permenkes
RI No 23 Tahun 2014 Tentang Upaya Perbaikan Gizi4Permendagri Nomor 19 Tahun 2011
tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu

PENGERTIAN

Pemberian Kapsul Vitamin A dosis Tinggi (200.000 IU) pada ibu nifas, satu kapsul
diminum setelah melahirkan dan satu kapsul diminum pada hari berikutnya paling lambat
pada hari ke 42 hari setelah melahirkan

TUJUAN

Mencegah Kekurangan Vitamin. A pada ibu nifas dan memberikan kekebalan kepada
ibu nifas dan bayi yang dilahirkan

SASARAN

Ibu Nifas yang ada di wilayah kerja Puskesmas Garawangi

KEBIJAKAN

Semua Ibu Nifas di wilayah kerja Puskesmas Garawangi mendapatkan Kapsul


Vitamin A dosis Tinggi 2 kali setelah melahirkan.
SOP PEMBERIAN KAPSUL VIT.A UNTUK BALITA DAN ANAK

PUSKESMAS GARAWANGI

Jl. Garawangi No....... Kec. Garawangi-Kuningan

NOMOR:488/ /PKM-KLG/2015REVISI KE - 1HALAMAN1/3

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN KAPSUL VIT. A PADA BAYI


(6-11 BL) DAN BALTA (12-59 BL)

TANGGAL TERBIT02 Januari 2015DITETAPKAN OLEHKEPALA UPTD


PUSKESMAS GARAWANGIttddr. HJ. YATI ROCHDIYAWATI.H, MKMNIP 19711109
200212 2 006

DASAR HUKUM

1UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan2Permenkes No


741/Menkes/PER/VIII/2008 tentang SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota3Permenkes
RI No 23 Tahun 2014 Tentang Upaya Perbaikan Gizi4Permendagri Nomor 19 Tahun 2011
tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu

PENGERTIAN

1. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Bayi (6-11 bl) /Biru (100.000 IU) setiap
bulan Februari dan Agustus
2. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Anak Balita (12-59 bl)/ Merah (200.000 IU)
setiap bulan Februari dan Agustus

TUJUAN

Mencegah Kekurangan Vitamin. A pada bayi (6-11 bl) dan anal balita (12-59 bl)

SASARAN

Bayi (6-11 bl) dan Anak Balita (12-59 bl) di wilayah kerja Puskesmas Garawangi

KEBIJAKAN

Semua Bayi (6-11 bl) dan Anak Balita (12-59 bl) di wilayah kerja Puskesmas
Garawangi mendapatkan Kapsul Vitamin A dosis Tinggi 2 kali dalam setahun

PUSKESMAS GARAWANGI
Jl. Garawangi No....... Kec. Garawangi-Kuningan

NOMOR:488/ /PKM-KLG/2015REVISI KE - 1HALAMAN1/2

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELACAKAN KASUS GIZI BURUK

TANGGAL TERBIT02 Januari 2015DITETAPKAN OLEHKEPALA UPTD


PUSKESMAS GARAWANGIttddr. HJ. YATI ROCHDIYAWATI.H, MKMNIP 19711109
200212 2 006

DASAR HUKUM

1UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan2Kepmenkes RI No


224/Menkes/SK/II/2007 tentang spesifikasi Teknis MP-ASI3Kepmenkes RI No
145/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang
Kesehatan4Permenkes No 741/Menkes/PER/VIII/2008 tentang SPM Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota5Permendagri Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian
Layanan Sosial Dasar di Posyandu

PENGERTIAN

Rangkaian kegiatan Penyelidikan atau investigasi terhadap faktor resiko terjadinya


gizi buruk dan penemuan kasus balita gizi buruk lainnya di suatu wilayah kerja

TUJUAN

1. Ditemukannya kasus baru balita gizi buruk untuk dapat ditangani secara
cepat, tepat dan konferhensif
2. Terindentifikasinya faktor resiko gizi buruk disuatu wilayah sebagai bahan
informasi bagi sektor terkait dalam penentuan intervensi
3. Ditetapkannya rencana pencegahan dan penanggulangan gizi buruk secara
konferhensif

SASARAN

Balita Gizi Buruk yang dilaporkan

KEBIJAKAN

Semua balita gizi buruk yang dilaporkan dapat teridentifikasi dan terlaporkan serta
mendapat pelayanan

PROSEDUR
Persiapan

1.Mempelajari laporan balita gizi buruk

2.Menyiapkan Alat (alat Antropometri)

3.Menyiapkan Instrumen Pelacakan (Form Pelacakan Gizi buruk)

4.Berkoordinasi dengan Petugas Surveilans, dan dokter puskesmas untuk


melaksanakan pelacakan

Pelaksanaan

1. Klarifikasi laporan balita gizi buruk


2. Konfirmasi status gizi
3. Bersama dengan Petugas surveilans dan dokter Puskesmas melakukan
penyelidikan kasus balita gizi buruk sesuai dengan form pelacakan kasus gizi
buruk (Menimbang BB, Mengukur TB dan memeriksa balita Gizi Buruk)
4. Pencatatan dan pelaporan kasus Balita Gizi Buruk
5. Membuat rencana Tindak LanJut.

PUSKESMAS GARAWANGI
Jl. Garawangi No....... Kec. Garawangi-Kuningan

NOMOR:488/ /PKM-KLG/2015REVISI KE - 1HALAMAN1/2

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMANTAUAN GARAM YODIUM TK.


MASYARAKAT

TANGGAL TERBIT02 Januari 2015DITETAPKAN OLEHKEPALA UPTD


PUSKESMAS GARAWANGITtddr. HJ. YATI ROCHDIYAWATI.H, MKMNIP 19711109
200212 2 006

DASAR HUKUM

1UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan2Kepmenkes RI No


747/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Operasional Keluarga Sdar Gizi di desa
SIAGA3Kepmenkes RI No 145/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan
Bencana Bidang Kesehatan4Permenkes No 741/Menkes/PER/VIII/2008 tentang SPM
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota5Permendagri Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu

PENGERTIAN

Proses kegiatan pemantauan garam beryodium yang dikonsumsi Masyarakat


dengan menggunakan iodina test dilakukan secara berkala

TUJUAN

Memperoleh gambaran secara berkala tentang cakupan konsumsi garam yodium


yang memenuhi syarat di masyarakat

SASARAN

SD/ MI terpilih

KEBIJAKAN

Semua merk Garam yang beredar dan dikonsumsi dimasyarakat harus di pantau
kadar yodium nya

PROSEDUR

Persiapan

1.Menentukan sampel
2.Menyusun Jadwal Pelaksanaan

3.Koordinasi dengan pihak sekolah

4.Menyiapkan Format5.Menyiapkan alat (Iodina test)

Pelaksanaan

1. Semua siswa kelas 4, 5 dan 6 SD/MI di wajibkan membawa garam yang


dikonsumsi di rumah sebanyak 1 sendok the
2. Garam yang di bawa di teteskan iodina test 2 tetes
3. Garam yang berwarna ungu (Beryodium)
4. Membuat pecatatan dan merekap hasil
5. Membuat laporan hasil kegiatan
6. Umpan balik hasil kegiatan pada pihak sekolah.

PUSKESMAS GARAWANGI

Jl. Garawangi No....... Kec. Garawangi-Kuningan


NOMOR:488/ /PKM-KLG/2015REVISI KE - 1HALAMAN1/2

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMANTAUAN PERTUMBUHAN DI


POSYANDU

TANGGAL TERBIT02 Januari 2015DITETAPKAN OLEHKEPALA UPTD


PUSKESMAS GARAWANGIttddr. HJ. YATI ROCHDIYAWATI.H, MKMNIP 19711109
200212 2 006

DASAR HUKUM

1UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan2Kepmenkes RI No


224/Menkes/SK/II/2007 tentang spesifikasi Teknis MP-ASI3Permenkes No
741/Menkes/PER/VIII/2008 tentang SPM Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota4Permendagri Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian
Layanan Sosial Dasar di Posyandu

PENGERTIAN

Penilaian Pertumbuhan anak secara teratur melalui penimbangan BB setiap bulan,


pengisian KMS, menentukan status Pertumbuhan berdasarkan hasil penimbangan BB

TUJUAN

Mencegah memburuknya keadaan gizi, sebagai upaya meningkatkan keadaan gizi


dan mempertahankan keadaan gizi yang baik

SASARAN

Balita (0-59 Bl) di wilayah Kerja Puskesmas Garawangi

KEBIJAKAN

Semua Balita (0-59 Bln) harus di timbang berat Badannya setiap bulan di Posyandu

PROSEDUR

Persiapan

1.Bersama Lintas Program Membuat Jadwal Kegiatan posyandu

2.Merencanakan dan mendistribusikan sarana Posyandu

Pelaksanaan
1. Bersama Bidan Desa dan Petugas Promkes Melaksanakan kegiatan Rakor
Desa sesuai jadwal
2. Kader Posyandu Menyebarluaskan informasi tentang jadwal Posyandu
3. Bersama Bidan desa dan kader serta TIM melaksanakan Pemantauan
pertumbuhan Balita di posyandu sesuai KMS
4. Memberikan Penyuluhan di meja 4 sesuai dengan rujukan kader Posyandu.
5. Membuat Pencatatan dan Pelaporan (SKDNTOB)
6. 6.Evaluasi Hasil Kegiatan Posyandu.

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Upaya penanggulangan anemia defisiensi besi

1. Suplementasi zat besi

Suplementasi zat besi merupakan salah satu upaya dalam penanggulangan anemia
yang dilengkapi dengan asam folat dan sekaligus dapat mencegah dan menanggulangi
anemia akibat asam folat. Program suplementasi ini diberikan pada :

a. Pada ibu hamil

Program untuk mengatasi masalah anemia defisiensi besi pada ibu hamil yang telah
dilakukan di Indonesia adalah distribusi tablet besi dalam bentuk fero-sulfat 200 mg yang
mengandung 60 mg zat besi dan 250 g folat dengan dosis 1 tablet per hari. Paket yang
diberikan kepada ibu hamil adalah 90 butir tablet selama kehamilan (Sulistiyani, 2010).
Kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe dapat diukur dari ketepatan jumlah
tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi, frekuensi konsumsi perhari.

b. Pada remaja

Pemberian tablet tambah darah selama 4 bulan.

Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) ini


dilaksanakan di kota Bekasi pada tahun 2008. Program ini diberikan pada remaja putri yang
berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu :

1. Pemeriksaan kadar Hb darah dan recall pola makan remaja putri yang
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian tablet tambah darah.
2. Pemberian tablet tambah darah kepada remaja putri dan konseling gizi yang
bertujuan untuk memantapkan kemauan dan kemampuan remaja putri dalam
melaksanakan perilaku gizi yang baik dan benar agar tidak terjadi anemia.
3. Pemantauan kepatuhan minum tablet tambah darah.
4. Evaluasi kegiatan.

Tablet tambah darah diberikan 1 tablet setiap minggu dan 10 tablet pada waktu
menstruasi sehingga total tablet yang diminum selama 4 bulan kegiatan adalah 52 tablet.

c. Pada bayi dan balita

Bayi dan balita juga merupakan sasaran dari suplementasi zat besi. Pada masa ini
merupakan masa-masa pertumbuhan, sehingga kebutuhan zat besi cukup tinggi.
Suplementasi zat besi diberikan dalam benuk cairan/sirup untuk kelompok umur balita. Efek
samping yang ditimbulkan dari suplementasi ini adalah konstipasi/sembelit dan tinja menjadi
hitam. Apabila penggunaan suplementasi tidak memperbaiki keadaan, diperlukan
penanganan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab. Jika anemia yang terjadi sangat berat,
diperlukan transfuse darah untuk meningkatkan kadar hemoglobin darah.

2. Fortifikasi zat besi dalam makanan

Fortifikasi adalah alternatif untuk mengatasi anemia yang paling murah untuk
dilakukan. Menurut Soekirman dalam Sulistiyani, fortifikasi zat besi telah dilakukan di
Indonesia pada tepung terigu, karena bahan makanan ini memenuhi persyaratan sebagai
pembawa (vehicle), karena merupakan produk pabrik sehingga mudah dikontrol. Selain itu
tepung terigu tidak berubah rasa, aroma maupun warna konsistensinya setelah proses
fortifikasi. Selain pada tepung terigu, fortifikasi zat besi juga dapat dilakukan pada garam.

3. Modifikasi menu makanan

Modifikasi menu makanan dilakukan dengan cara merubah perilaku seseorang


dalam memilih asupan makanan. Merubah perilaku seseorang tidak mudah, sehingga
membutuhkan pendekatan yang baik dengan jangka waktu panjang. Pendekatan yang
dilakukan bisa melalui Komunikasi, Informasi, dan Evaluasi (KIE) pada masyarakat. KIE
dilakukan harus dengan cara yang tepat, sesuai dengan masyarakat yang dituju.

Pada dasarnya, pola modifikasi menu yang dianjurkan adalah :

a. Meningkatkan konsumsi zat besi heme yang biasanya berasal dari produk
hewani seperti daging, ikan, hati, dan unggas.
b. Meningkatkan konsumsi vitamin C dan makanan yang dapat meningkatkan
penyerapan zat besi, seperti makanan hasil fermentasi.
c. Mengurangi konsumsi makanan yang mengandung faktor penghambat
penyerapan seperti tannin dalam the dan kopi, serta fitat dalam kacang
kedelai dan golongan serealia lainnya (Sulistiyani, 2010)

4. Pengendalian penyakit parasit

PROGRAM PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI BESI PADA IBU HAMIL DI


PUSKESMS BAYAN, KABUPATEN PURWOREJO

Ibu hamil yang mengalami anemia di Kabupaten Purworejo pada tahun 2008
sebanyak 1.219 jiwa dari 11.154 jiwa atau sekitar 10,9%. Cakupan Fe pada ibu hamil juga
belum memenuhi target, yaitu sebesar 100%. DKK Purworejo melakukan berbagai program
dan kegiatan untuk memperkecil jumlah kasus anemia pada ibu hamil di wilayah ini.
Kegiatan tersebut meliputi :

1. Pengadaan Fe

a. Penyediaan Fe dari DKK Purworejo

Penyediaan Fe di DKK Purworejo direalisasikan dengan menggunakan Dana Alokasi


Umum (DAU). Permintaan jumlah Fe disesuaikan dengan data tahun sebelumnya ditambah
10%. Penambahan dilakukan berdasarkan kemungkinan ada penambahan jumlah ibu
hamil.

b. Penyediaan Fe dari Dinkes Provinsi

Dinkes Jawa Tengah pada tahun 2009 memiliki program perbaikan gizi, sehingga
penyediaan Fe ini dilakukan.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan pemberian Fe pada ibu hamil dilakukan oleh bidan Puskesmas pada
setiap kunjungan ibu hamil baik di Puskesmas, Posyandu, bidan, dan dokter. Sebelum
pemberian tablet Fe lebih dahulu dilakukan pemeriksaan Hb. Pemeriksaan tidak dapat
dilakukan oleh keseluruhan ibu hamil, karena biaya yang harus dikeluarkan masih tergolong
tinggi. Meski demikian, semua ibu hamil akan mendapatkan Fe dengan atau tanpa
pemeriksaan Hb lebih dahulu.

3. Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan ini bertujuan untuk memantau dan menganalisis hasil kegiatan yang telah
dilakukan oleh Dinas Kesehatan kepada ibu hamil. Monitoring dilakukan dengan cara
melihat data cakupan kunjungan periksa ibu hamil di tenaga kesehatan. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui seberapa aktif ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya. Sedangkan
evaluasi dilakukan dengan membandingkan cakupan kunjungan ibu hamil pertama (K1) dan
kunjungan ibu hamil yang keempat (K4).

Anemia pada ibu hamil di Kabupaten Purworejo masih tinggi karena :

1. Cakupan Fe yang belum sesuai dengan target

a. Faktor pada ibu hamil

a) Jarang melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan


b) Sudah melakukan pemeriksaan kehamilan ke dokter
c) Mengkonsumsi Fe secara mandiri
d) Kesadaran yang kurang akan pentingnya Fe pada masa kehamilan

b. Faktor pada petugas kesehatan

Adanya pendataan ibu hamil yang kurang menyeluruh.

c. Faktor pada tokoh masyarakat

a) Kurangnya dukungan yang diberikan dari tokoh masyarakat


b) Sikap yang kurang peduli terhadap terlaksananya program penanggulangan
anemia pada ibu hamil

2. Ibu hamil

a. Tablet Fe yang diberikan tidak dikonsumsi secara maksimal, karena


setelah mengkonsumsi Fe perut akan terasa sedikit mual, nyeri
lambung, muntah, kadang diare dan sulit buang air besar.
b. Tablet Fe yang dikonsumsi selaput gulanya kemungkinan sudah tidak
utuh lagi.
c. Cara konsumsi yang salah, misalnya minum tablet Fe dengan teh.
d. Kurangnya mengkonsumsi sayuran yang mengandung besi, misalnya
makanan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua.
e. Kurangnya pengetahuan akan pentingnya mengkonsumsi Fe pada
masa kehamilan.

Penanggulangan anemia pada ibu hamil dilakukan dengan memperhatikan


penyebab masalah.

Cara penanggulangan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan :

a) Melakukan pemberian tablet Fe pada ibu hamil yang menderita anemia.


b) Memberi pengertian kepada ibu hamil mengenai cara minum tablet Fe yang baik,
misalnya menggunakan air putih.
c) Penyuluhan terhadap ibu hamil tentang pentingnya konsumsi Fe pada masa
kehamilan.
d) Meningkatkan keaktifan dan peran serta petugas kesehatan.
e) Meningkatkan peran serta tokoh masyarakat.
f) Konsumsi bahan makanan tinggi Fe.

Anda mungkin juga menyukai