Anda di halaman 1dari 16

KEBERADAAN Salmonella enteritidis PADA BAHAN PANGAN

TERHADAP KESEHATAN

MASYARAKAT

Disusun Oleh:

1. Afid Fuad V (H3112002)

2. Ananda Gilang (H3112008)

3. Devi Indra Q (H3112023)

4. Enggar Sabtadi (H3112031)

5. Hanifatu Nurul (H3112041)

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan pangan yang berasal dari hewan merupakan sumber utama
bakteri penyebab infeksi dan intoksikasi. Mikroorganisme yang terdapat pada
hewan hidup dapat terbawa ke dalam daging segar dan mungkin bertahan
selama proses pengolahan. Banyak hewan-hewan yang disembelih membawa
mikroorganisme seperti Salmonella dan Campylobacter, selain mikrooranisme
yang secara alami terdapat pada saluran pencernaan seperti Clostridium
perfringens, Escherichia coli, Yersinia entercolitica dan Listeria
monocytogenes. Proses pemotongan unggas secara kontinyu, meningkatkan
penularan mikroorganisme dari karkas yang satu ke yang lainnya. Demikian
juga penggilingan daging dalam pembuatan daging cincang dapat
menyebarkan mikroorganisme, sehingga dagin cincang merupakan produk
daging yang beresiko tinggi.
Gastroenteritis parah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
utama di seluruh dunia dan paling berkontribusi dalam kematian dan
penularan penyakit di Negara berkembang. Salah satu penyebab gastroenteritis
adalah Salmonella. Salmonellosis mungkin adalah penyakit zoonosis yang
tersebar paling luas di seluruh dunia. Salah satu Salmonella yang berperan
penting dalam zoonosis di dunia adalah Salmonella enteritidis. Data surveilans
secara global mengindikasikan insiden infeksi gastroentritis yang disebabkan
oleh Salmonella enteritidis telah meningkat selama beberapa dekade terakhir
(Akhtar et al. 2010).
Salmonella enteritidis secara luas dilaporkan sebagai penyebab utama
food-borne gastroenteritis pada manusia dan telah diisolasi dari kasus pada
manusia. Hewan dan produknya khususnya ayam, daging dan telur merupakan
sumber utama infeksi pada manusia yang diakibatkan oleh patogen ini (Porier
et al. 2008). Saat ini Salmonella enteritidis menjadi serotip yang paling
banyak diisolasi dari makanan dan khususnya bertanggungjawab untuk secara
keseluruhan meningkatnya kasus infeksi salmonellosis pada manusia. Serotip
ini juga paling banyak dihubungkan dengan infeksi Salmonella di seluruh
dunia (Dharmojono, 2001).
Salmonella enteritidis merupakan penyebab penting pada
salmonellosis pada manusia dan hubungannya dengan keracunan makanan
dengan konsumsi telur ayam yang terkontaminasi dan produk unggas.
Salmonella enteritidis merupakan serovar yang paling banyak diisolasi dari
salmonellosis pada unggas dan manusia. Keracunana makanan pada manusia
akibat salmonelosis biasanya dimanifestasikan dengan gastroenteritis yang
dikarakteristikan dengan diare, kram perut dan bakterimia.

B. Tujuan

Tujuan penulissan makalah ini adalah untuk mengenal Salmonella


enteritidis mulai dari morfologi, kerusakan yang ditimbulkan pada makanan,
pada manusia sampai pencegahan dan penggobatannya.

BAB II
ISI

A. Pengertian

Salmonella pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh


babi oleh Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis),
namun Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika
(Ryan KJ dan Ray CG 2000). Genus Salmonella masuk dalam anggota family
Enterobacteriaceae. Bakteri ini bergram negatif, tidak berspora, panjang rata-
rata 2 - 5 m dengan lebar 0.8 1.5 m, bentuk bacillus. Salmonella
merupakan bakteri motil (kecuali Salmonella Pullorum dan Salmonella
Gallinarum) dan memiliki banyak flagela (peritrichous flagella). Bakteri ini
fakultatif anaerob yang dapat tumbuh pada temperatur dengan kisaran 545C
dengan suhu optimum 3537C. Bentuk Salmonella berupa rantai filamen
panjang ketika berada pada temparatur ekstrim yaitu 4-8C atau pada suhu
45C dengan kondisi pH 4.4 atau 9.4. Salmonella merupakan bakteri motil
yang menggunakan flagella peritrichous dalam pergerakannya. Secara umum
Salmonella tidak mampu memfermentasikan laktosa, sukrosa atau salicin,
katalase positif, oksidase negatif dan mefermentasi glukosa dan manitol untuk
memproduksi asam atau asam dan gas (Jay et al. 2005). Bakteri ini dapat
tumbuh pada pH rendah dan umumnya sensitif pada konsentrasi garam tinggi.
(Bopp, 2003).Klasifikasi Salmonella menurut (Bopp, 2003) :

Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobakteria
Kelas : Gamma proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Family : Enterobakteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella enterica
Salmonella arizona
Salmonella typhi
Salmonella choleraesuis
Salmonella enteritidis
Salmonella merupakan bakteri yang sensitif panas dimana tidak tahan
pada suhu lebih dari 70 oC. Pasteurisasi pada suhu 71.1 oC selama 15 menit
dapat menghancurkan Salmonella pada susu. Bakteri ini dapat bertahan pada
kondisi dehidrasi dalam kurun waktu yang sama pada feses dan makanan
untuk konsumsi hewan dan manusia.

B. Sumber

Salmonella terdapat pada usus unggas, reptil, katak, seranga, hewan


peternakan, dan manusia. Ternak merupakan sumber utama untuk foodborne
salmonellosis pada manusia, hal ini karena di peternakan, dalam tubuh unggas
terjadi kolonisasi pada usus unggas dan secara cepat menyebar ke unggas lain.
Kolonisasi intestinal akibat Salmonella dalam tubuh unggas dapat
meningkatkan risiko kontamninasi selama pemotongan. Telur juga merupakan
resevoir untuk Salmonella khusunya S. Enteritidis sebagai organisme yang
dapat berkoloni pada ovarium ayam.

Kontaminasi Salmonella enteritidis pada telur diketahui dengan dua


mekanisme yaitu melalui induk yang terinfeksi oleh Salmonella enteritidis
atau secara vertikal dan secara horizontal. Kontaminasi vertikal dikenal juga
sebagai kontaminasi transovarial (transovarial contaminated). Teori penularan
vertikal menyebutkan bahwa Salmonella enteritidis pada telur ayam, berasal
dari induk ayam yang terinfeksi (Cox et al. 2000).

Transmisi melalui transovari yang menyebabkan bakteri bisa mencapai


bagian dalam telur sebelum pembentukan cangkang telur dalam oviduk.
Sebagai hasilnya, telur yang disimpan dalam temperatur kamar dapat
mengandung konsentrasi S. Enteritidis yang tinggi, dapat mencapai 1011 sel
per telur. Salmonellosis pada manusia yang umumnya bersifat foodborne
dapat diperoleh melalui konsumsi makanan asal hewan seperti daging, susu,
daging ayam dan telur.

Kehadiaran Salmonella dalam box telur, ruangan hangat dan dingin,


truk peternakan, lingkungan peternakan dapat menyebabkan kontaminasi.
Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi penetrasi S. Enteritidis
dalam telur. Faktor-fator tersebut diantaranya yaitu kualitas kerabang telur,
banyaknya pori-pori pada kerabang telur, temperatur, kelembaban dan tekanan
uap. Penetrasi pada isi telur meningkat dengan lamanya kontak dengan bahan-
bahan yang terkontaminasi, khususnya selama penyimpanan dan kelembaban
pada temperatur tinggi

C. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Salmonella


Pada umumnya factor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba atau
bekteri sama. Berikut factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Salmonella dan penjelasaanya :
1. Nutrisi
Nutrisi untuk bakteri diperlukan untuk pertumbuhan dan fungsinya
yang normal. Sehingga diketahui beberapa tipe nutrisi bakteri, yaitu :
a. Energi
Semua bakteri memerlukan anergi untuk hidupnya. Energi
tersebut dapat berasal dari cahaya matahari atau karbon. Berdasarkan
sumber energi tersebut, bakteri dikelompokkan menjadi bakteri
autrotof, heterotrof, fotoautrotof, dan kemoautrotof. Bakteri autrotof
adalah bakteri yang memperoleh karbon dai CO2, sedangkan heterotrof
adalah bakteri yang memperoleh karbon dari senyawa karbon organik.
b. Kebutuhan nutrigen untuk bakteri
Beberapa tipe bakteri menggunakan senyawa nitrogen anorganik
dan yang lain memerlukan nitrogen dalam bentuk senyawa nitrogen
organik.
c. Kebutuhan belerang (sulfur) dan fosfor untuk bakteri berasal dari
senyawa sulfur organik, sedangkan fosfor diberikan sebagai fosfat yaitu
garam-garam fosfat.
d. Kebutuhan beberapa unsur logam, natrium, kalium, kalsium,
magnesium, mangan, besi, seng, tembaga, dan kobalt untuk
pertumbuhannya yang normal. Jumlah yang dibutuhkan amat kecil
dalam ppm (parts per millon=persejuta).
e. Kebutuhan vitamin
Beberapa bakteri mampu memnuhi kabutuhan vitaminnya dari
senyawa-senyawa lain di dalam medium.
f. Kebutuhan air untuk fungsi metabolik dan pertumbuhannya.
2. Media Pertumbuhan Bakteri
Untuk menumbuhkan dan mengembangbiakan mikroba, diperlukan
suatu substrat yang disebut media. Media dapat dibuat dari bahan alam
seperti toge, kentang, wortel, daging, telur, susu, ataupun dari bahan
buatan yaitu senyawa kimia organik atau anorganik. Syarat media, yaitu :
a. Mengandung semua unsur hara yang diperlukan
b. Memenuhi sema faktor yang diperlukan oleh mikroba, seperti pH
c. Harus dalam keadaan steril
Bentuk, Susunan, dan Sifat Media, Bentuk media ditentukan oleh ada
tidaknya penambahan pemadat seperti agar, gelatin, dan sebagainya.
Dikenal tiga bentuk media, yaitu :
a. Media cair (kaldu cair)
Tidak ditambahkan zat pemadat, dipergunakan untuk bakteri dan ragi.
b. Media padat
Menggunakan agar, merupakan media umum yang dipergunakan untuk
pertumbuhan bakteri heterotrof, ragi dan jamur.
c. Media semi padat atau semi cair
Penambahan zat padat 50%, dipergunakan untuk pertumbuhan mikroba
yang banyak memerlukan air, anaerobik atau fakultatif.
Sususnan media yang sering digunakan sebagai berikut:
a. Air
b. Protein
c. Asam amino
d. Energi
e. Vitamin
Dan media-media tersebut dapat berbentuk :
a. Media alami
Disusun oleh bahan alami, kentang, daging, susu, telur, dan lain-lain.
b. Media sintetik
Disusun dari senyawa kimia.
c. Media sintetik
Media yang disusun berdasarkan campuran bahan alami dan bahan
sintetis.
Kaldu nutrisi untuk pertumbuhan bakteri terdiri dari pepton, ekstrak
daging, NaCl, dan aquades. Agar toge untuk pertumbuhan jamur/ragi, dan agar
wortel untuk pertumbuhan ragi dan beberapa jenis jamur.
Sifat media : tujuan lain penggunaan media yaitu untuk isolasi, seleksi,
evaluasi, dan diferensiasi biakan yang didapat, artinya penggunaan zat tertentu
yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan.
Setiap media mempunyai sifat (spesifikasi) tersendiri sesuai dengan
maksudnya. Pembagian media berdasrkan sifat, yaitu :
a. Media umum
Media umum adalah media yang digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan satu atau lebih kelompok mikroba secara umum.
Contoh, agar kalsu nutrisi (nutrien agar) untuk bakteri dan agar kentang
dekstrosa (PDA).
b. Media pengaya
Media pengaya adalah media yang digunakan dengan tujuan untuk
memberikan kesempatan kepada suatu jenis atau kelompok mikroba
untuk tumbuh dan berkembangbiak lebih cepat dari jenis atau kelompok
lainyya yang sama-sama berada dalam satu bahan. Contoh : untuk
memisahkan Salmonella typhosa dari feses manusia digunakan media
pengaya seperti kaldu-selenit atau kaldu tetrationat.
c. Media selektif
Media selektif adalah media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu atau
lebih jenis mikroba tertentu tetapi akan menghambat atau mematikan
jenis yang lain. Contoh media SS (Salmonella-Shigella) agar untuk
bakteri Salmonella sp. dan Shigella sp.
d. Media diferensial
Media diferensial adalah media yang dugunakan untuk pertumbuhan
mikroba tertentu serta penentuan sifat-sifatnya. Cintih : media agar
darah yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri hemolitik.
e. Media penguji
Media penguji adalah media yang digunakan untuk pengujian senyawa
atau benda tertentu dengan bantuan mikroba. Contoh : media penguji
vitamin, asam amino, residu pestisida, dll. Media ini, selain berisi
kebutuhan dasar mikroba juga ditambahkan bahan yang akan diuji.
f. Media perhitungan
Media perhitungan adalah media yang digunakan utnuk menghitung
mikroba pada suatu bahan. Media ini dapat berupa media umum, media
selektif, media diferensial, atau media penguji.
3. Kondisi Fisik
Ada tiga factor yang dapat dilihat dari kondisi fisik, yaitu :
a. Suhu
Proses pertumbuhan tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi
kimia dipengaruhi oleg suhu. Sehingga pertumbuhan bakteri sangat
dipengaruhi oleh suhu. Berdasarkan suhu, bakteri dibagi menjadi
beberapa kelompok yaitu :
1) Psikrofil yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu 0o sampai 30o C.
2) Mesofil merupakan kelompok bakteri yang tumbuh pada suhu 20o
sampai 40oC.
3) Mesofil merupakan kelompok bakteri yang tumbuh pada suhu 20o
sampai 40oC.
b. Oksigen
Gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri ialah oksigen dan
karbondioksida. Berdasarkan kebutuhan oksigen, bakteri
dikelompokkan menjadi :
1) Bakteri aerob
Bakteri aerob adalah bakteri yang membutuhkan oksigen untuk
merombak makanannya menjadi energi. Contoh : Nitrosomonas
sp., Nitrosococcus sp., dan Nitrobacter sp.
2) Bakteri anaerob
Bakteri anaerob adalah bakteri yang tidak membutuhkan oksigen
bebas untuk merombak makanannya menjadi energinya. Energi
diperoleh dari proses perombakan senyawa organik tanpa
menggunakan oksigen. Bakteri anaerob dikelompokkan menjadi:
a) Bakteri anaerob obligat
Bakteri anaerob obligat (sejati) hanya hidup jika tidak ada
oksigen. Oksigen merupakan racun Contoh : bakteri belerang,
Methanobacterium sp. Micrococcus denitrificans, Clostridium
botulinum,Clostridium tetani.
b) Bakteri anaerob fakultatif
Bakteri anaerob fakultatif dapat hidup jika ada ataupun tidak
ada oksigen. Contoh E. Coli dan Lactobacillus sp, Salmonella
sp
3) Bakteri mikroaerofilik
Bakteri mikroaerofilik adalah bakteri yang tumbuh baik bila ada
oksigen yang sedikit.
c. Derajat Keasaman (pH)
Untuk pertumbuhan bakteri membutuhkan pH optimum terletak antara
6,5 dan 7,5. Tetapi ada beberapa bakteri yang dapat tumbuh pada pH
rendah, atau tumbuh pada pH tinggi (basa).
Kondisi fisik perlu dipertimbangkan di dalam penyediaan kondisi
optimum untuk pertumbuhan bakteri. Pada kondisi lain, yaitu pada
konsentrasi garam tinggi dikenal bakteri halofilik yaitu bakteri yang dapat
hidup pada air asin di laut. Mikroorganisme yang memerlukan konsentrasi
garam tinggi untuk pertumbuhannya disebut halofil obligat. Bakteri yang
dapat tumbuh pada keadaan tanpa garam maupun mengandung garam
disebut halofil fakultatif.
D. Kerusakan Yang Ditimbulkan Terhadap Makanan
Keberadaan Salmonella dalam makanan dalam jumlah yang tinggi
tidak menimbulkan perubahan dalam hal warna, bau, rasa dari makanan
tersebut. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam makanan, semakin besar
timbulnya gejala infeksi pada orang yang mengkonsumsi makan tersebut, dan
semakin cepat pula waktu inkubasinya sampai menimbulkan gejala infeksi
(Supardi dan Sukamto 1999).
S. Enteritidis merupakan salah satu emerging foodborne zoonotic
pathogens. Habitat utamanya berada dalam saluran pencernaan hewan dan
manusia tapi dapat ditemukan pada spesies unggas dan dengan mudah dapat
ditularkan ke manusia melalui telur atau daging ayam yang terkontaminasi.
Infeksi bakteri ini pada hewan dan manusia dapat mengakibatkan penyakit
dengan gangguan pada bagian saluran pencernaan atau gastroenteritis dan
penyakit akibat infeksi Salmonella atau salmonellosis. Banyak laporan hasil
penelitian menyebutkan telur ayam sebagai sumber infeksi S. Enteritidis pada
manusia yang menyebabkan salmonellosis.
Data menyebutkan bahwa lebih dari 44% outbreak salmonellosis yang
terjadi di seluruh dunia melibatkan konsumsi telur ayam dan cara pengolahan
atau proses memasak telur ayam yang kurang sempurna seperti telur yang
dimasak setengah matang atau dikonsumsi masih mentah. Hal ini dapat terjadi
pada telur-telur ayam yang telah dibekukan atau dikeringkan, telur ayam utuh
yang tidak disimpan dalam refrigerator baik selama di pedagang eceran
bahkan di rumah tangga dan rumah makan atau usaha katering mampu
menjadi sumber kontaminasi makanan (Supardi dan Sukamto, 1999).

E. Kerusakan Yang Ditimbulkan Terhadap Kesehatan Manusia


Infeksi S. Enteritidis dapat terjadi dengan mengkonsumsi sedikitnya 1
sampai 10 sel dapat menyebabkan penyakit salmonellosis yang mampu
melakukan penentrasi pada epitel di usus halus. Salmonella ini dapat tumbuh
pada jaringan sehingga menyebabkan kerusakan epitel usus. Gejala yang
ditimbulkan berupa diare, sakit perut, tanpa atau dengan gejala demam,
gastroenteritis, demam enterik, septikemia dan infeksi fokal. Penyakit
biasanya tidak hanya pada orang dewasa tapi juga pada anak kecil dan usia
lanjut.
Salmonella memiliki kemampuan untuk memproduksi sedikitnya tiga
jenis zat toxin. Sebuah enterotoksin termolabil adalah salah satunya, dan itu
mengikat gangliosides, meningkatkan tingkat monofosfat adenosin intraseluler
siklik (cAMP), dan mengintensifkan sekresi cair. Yang kedua adalah
cytotoxin, non - lipopolysaccharidic komponen dari membran luar, yang
menghambat sintesis protein pada eukariota mengarah pada pemanjangan sel
kultur jaringan - CHO (Chinese Hamster Ovarium) sel. Endotoksin, lipid A,
komponen dari lipopolisakarida dinding sel, mengaktifkan makrofag dan
limfosit, dan akibatnya memicu serangkaian efek biologis: demam,
leukositosis, menurunkan tekanan darah (Biljana 2010).
Di Amerika dan Eropa dilaporkan bahwa kasus atau wabah karena
infeksi S. enteritidis berkaitan dengan konsumsi telur dan produknya yang
dimasak kurang sempurna (mentah atau setengah matang). Antara tahun 1985-
1991 dilaporkan bahwa 82% telur kualitas A tercemar S. enteritidis.
Salmonella merupakan salah satu bakteri pathogen terpenting di Eropa, dan
merupakan sumber infeksi utama pada manusia yang mengkonsumsi daging
babi (Baharudin 2010).
Pada populasi dewasa dan anak-anak yang berisiko untuk terinfeksi S.
Enteritidis dari telur, bahkan wanita hamil dan orang-orang dengan sistem
imun yang lemah memiliki risiko timbulnya penyakit ini yang lebih serius.
Pada wanita hami dan individu dengan gangguan sistem imun, dengan jumlah
bakteri yang relatif kecil sudah dapat mengakibatkan penyakit
(Cox et al. 2000).
Ada beberapa bentuk salmonellosis yang terjadi pada manusia yaitu
gastroenteritis, demam enteric dan septicaemia. Gastroenteritis merupakan
infeksi pada colon yang biasanya terjadi selama 18-48 jam setelah masuknya
salomenlla dalam tubuh manusia. Gastroenteritis dicirikan dengan diare,
demam dan sakit perut.
Salmonella pada manusia dapat menyebabkan infeksi intestinal yang
dikarakteristikkan dengan periode inkubasi 6-72 jam setelah masuknya
makanan yang terkontaminasi dan dmemam mendadak, mialgia, cephalalgia,
dan malaise (tidak enak). Gejala utama pada manusia berupa sakit perut, mual,
muntah dan diare. Umumnya penderita salmonellosis akan kembali pulih
setelah dua sampai empat jam. Carrier dapat menyebarkan Salmonella selama
beberapa minggu.
Gejala-gejalanya terdiri dari mual, muntah, sakit perut, sakit kepala,
kedinginan an diare. Gejala-gejala ini biasanya diikuti dengan kelemahan,
kelemahan otot, faintness, demam, gelisah, dan mengantuk. Gejala-gejala
tersebut biasanya berlangsung selama 2-3 hari.
Sumber utama infeksi pada manusia adalah telur, produk telur dan
daging unggas. Selain ditemukan pada unggas dan produknya, Salmonella
enteritidis juga dapat ditemukan pada babi. Daging babi, daging sapi, susu dan
produknya (es krim, keju). Studi yang dilakukan di China menunjukkan
adanya Salmonella enteritidis pada daging yang dijual di pasar
(Yang et al. 2010).

F. Cara Penanggulangannya
Prinsip pencegahan dan pengendalian Salmonella enteritidis berbasis
pada perlindungan manusia dari infeksi dan mengurangi prevalensinya pada
hewan. Inspeksi daging dan unggas serta pengawasan pasteurisasi susu dan
produksi telur menjadi hal penting dalam perlindungan terhadap konsumen.
Tindakan pengendalian penting lainnya adalah pendidikan mengenai
penanganan makanan yang tepat, baik pada perusahaan maupun rumah tangga,
tentang memasak yang benar, praktek-praktek pendinginan untuk pangan asal
hewan dan tentang tentang higiene personal dan lingkungan. Higiene personal
seperti tindakan mencuci tangan dalam penanganan makanan dan juga
sebelum mengkonsumsi makanan menjadi hal penting. Terhadap wabah yang
terjadi di restoran di Minnesota menunjukan bahwa pekerja restoran yang
menyajikan makanan menjadi media penyebaran Salmonella enteritidis
kepada pengunjung restoran. Maka penanganan makanan yang tepat termasuk
higiene personal didalamnya menjadi hal penting dalam pencegahan
penyebaran Salmonella enteritidis (Hedican et al 2009).
Pada hewan tindakan yang dapat dilakukan meliputi eliminasi carriers,
control bakteri pada pangan, imunisasi/vaksinasi dan manajemen pengelolaan
ternak yang tepat dan peternakan unggas. Peningkatan jumlah kasus manusia
akibat infeksi Salmonella yang penularannya melalui telur tidak membuat
strategi hanya dilakukan pada penghasil telur/ayam tetapi juga peningkatan
rekomendasi untuk konsumen dalam menangani dan memakan telur dan
produknya.
Penelitian menunjukkan bahwa pembersihan secara intensif dan
penggunaan desinfektan dapat mengurangi keberadaan bakteri tersebut. Telur
seperti juga daging, hasil ternak, susu dan bahan olahan lainnya akan aman
bila diolah dengan baik. Telur ayam akan aman bila disimpan dalam pendingin
(refrigerator) tersendiri dan dimasak serta dikonsumsi segera. Diperkirakan
100 sel S. Enteritidis pada 100 gram telur, akan memudahkan timbulnya
penyakit. Penyimpanan telur pada pendingin secara baik dapat mencegah
perbanyakan bakteri tersebut pada telur, sehingga telur sebaiknya disimpan
pada pendingin, sampai saat akan digunakan. Pemasakan juga akan
mengurangi jumlah bakteri yang ada pada telur, namun putih telur dan kuning
telur yang belum matang, akan berisiko lebih besar menimbulkan infeksi
dibandingkan dengan telur yang telah matang karena S. Enteritidis akan mati
karena pemanasan paling sedikit selama 12 menit pada suhu 66 oC atau 77-83
menit pada suhu 60 oC.
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi kontaminasi S.
Enteritidis pada pangan asal hewan antara lain dengan menghindari makan
telur mentah (minuman yang dicampur dengan telur atau jamu, bahan
pembuatan es krim) atau telur setengah matang, menghindari restoran yang
menyediakan makanan dari telur-telur mentah yang tidak dimasak dengan
matang dan tidak dipasteurisasi, apabila terdapat telur-telur yang retak dan
kotor karena feses sebaiknya dibuang dan tidak dianjurkan menyimpan telur-
oC
telur pada temperatur yang panas (40-140 ) selama lebih dari 2 jam.
Memasak secara sempurna telur dan produk olahannya, mencuci tangan
sebelum dan sesudah memegang telur mentah, menggunakan alat-alat
memasak yang telah dicuci bersih (Schlundt et al. 2004). Pengetahuan dan
keperdulian masyarakat terhadap bahaya infeksi Salmonella perlu ditingkatkan
(Partono. 2004).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Salmonella enteritidis adalah salah satu serovar atau serotipe dari
subspesies Salmonella enteritica yang merupakan salah satu emerging foodborne
zoonotic pathogens. Habitat utamanya berada dalam saluran pencernaan hewan
dan manusia tapi dapat ditemukan pada spesies unggas dan dengan mudah dapat
ditularkan ke manusia melalui telur atau daging ayam yang terkontaminasi.
Kontaminasi S. Enteritidis pada telur diketahui dengan dua mekanisme yaitu
melalui induk yang terinfeksi oleh S. Enteritidis atau secara vertikal dan secara
horizontal. Kontaminasi vertikal dikenal juga sebagai kontaminasi transovarial
(transovarial contaminated) dan secara horisontal dari ayam terinfeksi ke ayam
lain atau telur yang terkontaminasi ke telur lainnya.
Dalam meminimalkan risiko infeksi S. Enteritidis pada telur yang akan
dikonsumsi, maka dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
1. Simpan telur pada pendingin

2. Buang telur yang telah pecah atau kotor

3. Cuci tangan dan rebus peralatan rumah tangga dengan sabun dan air
setelah kontak dengan telur mentah

4. Makan segera telur setelah dimasak dan jangan menyimpan telur matang
pada suhu kamar lebih dari 4 jam

5. Dinginkan telur yang belum digunakan,

6. Dindarkan makan telur mentah (seperti telur campuran es krim produksi


rumah tangga atau telur mentah yang dicampur dalam minuman) dan

7. Hindari memakan makanan restoran yang menggunakan bahan telur


mentah atau telur yang tidak dipasteurisasi.

Anda mungkin juga menyukai