LP Ards
LP Ards
Bila PaO2 / FIO2 antara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury (ALI).
Konsensus juga mensyaratkan terdpatnya factor resiko terjadinya ALI dan tidak
adanya penyakit paru kronik yang bermakna.
1.2 Etiologi
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun,
karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas
pada salah satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi
akibat pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi
1
peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi
yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
2
1.2.5 Cedera aspirasi/inhalasi (aspirasi isi lambung, hampir tenggelam,
inhalasi asap, inhalasi gas iritan).
1.2.6 Toksik O2 overdosis narkotika.
1.2.7 Post perfusi pada pembedahan pintas kardiopulmonar.
Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di
sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak
adekuat.
3
sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya
dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan
diagnosis diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.
1.4 Patofisiologi
ALI/ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel
mikrovaskular. Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak
langsung. Kedua hal tersebut mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi
dalam 3 fase yang dapat dijumpai secara tumpang tindih : insiasi, amplifikasi,
dan injury.
Pada fase insiasi, kondisi yang menjadi factor resiko akan menyebabkan sel-sel
imun dan non imun melepaskan mediator-mediator dan modulator-medulator
inflamasi di dalam paru dan ke sistemik. Pada fase amplifikasi, sel efektor
seperti netrofil teraktivasi, tertarik ke dan tertahan di dalam paru. Di dalam
rongga target tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk oksidan
dan protease, yang secara langsung merusak paru dan mendorong proses
inflamasi selanjutnya. Fase ini disebut fase injury.
4
1.5.2 Sinar x dada: tak terlihat pada tahap awal atau dapat menyatakan sedikit
normal, infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihiliar
paru. Pada tahap lanjut, interstisial bilateral difus dan alveolar infiltrate
menjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru. Infiltrate ini
sering digambarkan sebagai kaca-tanah atau whiteouts. Ukuran jantung
normal (berbeda dari edema paru kardiogenik).
1.5.3 GDA : seri membedakan gambaran kemajuan hipoksemia (penurunan
PaO2 meskipun konsentrasi oksigen inspirasi meningkat). Hipokabnia
(penurunan kadar CO2) dapat terjadi pada tahap awal sehubungan
dengan kompensasi hiperventilasi. Hiperkabnia (PaCO2 lebih besar dari
50) menunjukkan kegagalan ventilasi. Alkalosis respiratori (pH lebih
besar dari 7,45) dapat terjadi pada tahap dini, tetapi asidosis respiratori
terjadi pada tahap lanjut sehubungan dengan peningkatan area mati dan
penurunan kadar laktat darah, diakibatkan dari metabolic anaerob.
1.5.4 Tes fungsi paru : komplain paru dan volume paru menurun, khususnya
FCR. Peningkatan ruang mati (Vd/Vt) dihasilkan oleh area dimana
vasokontriksi dan mikroemboli telah terjadi.
1.5.5 Pengukuran pirau (Qs/Qt): mengukur aliran darah pulmonal versus
aliran darah sistemik, yang memberikan ukuran klinis pirau
intrapulmonal. Pirau kanan ke kiri meningkat.
1.5.6 Gradien alveolar-arterial (gradien A-a): memberikan perbandingan
tegangan oksigen dalam alveoli dan darah arteri.Gradien A-a meningkat.
Kadar asam laktat: meningkat.
1.6 Komplikasi
Kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan
individu harus bekerja lebih kerja untuk mengatasi penurunan compliance paru.
Akhirnya individu kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan
asidosis respiratorik karena terjadi penimbunan karbon dioksida di dalam darah.
Melambatnya pernapasan dan penurunan PH arteri adalah indikasi akan
datangnya kegagalan pernapasan dan mungkin kematian.
1.7 Pentalaksanaan
5
Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak
pernah merupakan penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang
parah. Apabila ARDS tetap timbul, maka pengobatannya adalah :
1.7.1 Diuretik untuk mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang
jantung untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan volume sekuncup
agar penimbungan cairan di paru berkurang. Penatalaksanaan cairan dan
obat-obat jantung digunakan untuk mengurangi kemungkinan gagal
jantung kanan.
1.7.2 Terapi oksigen dan ventilasi mekanis sering diberikan.
1.7.3 Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi
efek merusak dari proses peradangan, walaupun efektifitasnya masih
dipertanyakan.
1.8 Pathway
6
Hal ini harus di ingat, karena sianosis merupakan tanda awal dan nyata
dari hipoksemia. Berdasarkan pada pemeriksaan auskultasi dada
didapatkan bunyi nafas. Ronkhi sekunder terhadap sekresi jalan nafas
besar, tidak terjadi. Pemeriksaan auskultasi jantung biasanya bunyi
jantung normal tanpa gallop atau murmur, kecuali bila ada penyakit
jantung atau mengalami trauma.
7
Tanda :
a. Pernapasan: cepat, mendengkur, dangkal.
b. Peningkatan kerja napas; penggunaan otot aksesori
pernapasan, contoh retraksi interkostal atau substernal,
pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
c. Bunyi napas : pada awal normal. Krekels, ronki, dan dapat
terjadi bunyi napas bronchial.
d. Perkusi dada: bunyi pekak di atas area konsolidasi.
e. Ekspansi dada menurun atau tak sama.
f. Peningkatan fremitus (getar vibrasi pada dinding dada
dengan palpatasi).
g. Sputum sedikit, berbusa.
h. Pucat atau sianosis.
i. Penurunan mental, bingung.
2.1.2.8 Keamanan
Gejala : riwayat trauma ortopedik/fraktur, sepsis, transfuse
darah, episode anafilaktik.
2.1.2.9 Seksualitas
Gejala/tanda : kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia.
8
2.2.2.16 Takipnea
2.2.2 Faktor yang berhubungan
2.2.2.1 Ansietas
2.2.2.2 Cedera medulla spinalis
2.2.2.3 Deformitas dinding dada
2.2.2.4 Deformitas tulang
2.2.2.5 Disfungsi neuromuskular
2.2.2.6 Gangguan musculoskeletal
2.2.2.7 Gangguan neurologis (mis., elektroensofalogram [EEG]
positif, trauma kepala, gangguan kejang)
2.2.2.8 Hiperventilasi
2.2.2.9 Imaturitas neurologis
2.2.2.10 Keletihan
2.2.2.11 Keletihan otot pernapasan
2.2.2.12 Nyeri
2.2.2.13 Obesitas
2.2.2.14 Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
2.2.2.15 Sindrom hipoventilasi
Tujuan Dan
No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
1. Ketidakefek Setelah dilakukan 1. Manajemen jalan 1. Memfasilitasi
tifan pola asuhan keperawatan nafas kepatenan jalan
nafas selama x 24 jam nafas
9
diharapkan pasien 2. Pengisapan jalan 2. Mengeluarkan secret
tidak mengalami nafas jalan nafas dengan
nyeri dengan kriteria cara memasukkan
hasil :
kateter pengisap ke
1. Mempunyai
kecepatan dan dalam jalan nafas
irama pernafasan oral atau trakea
dalam batas pasien
normal 3. Pemantauan 3. Mengumpulkan dan
2. Mempunyai pernafasan menganalisis data
fungsi paru dalam pasien untuk
batas normal
memastikan
untuk pasien
3. Meminta bantuan kepatenan jalan
pernafasan saat nafas dan pertukaran
dibutuhkan gas yang adekuat
4. Meningkatkan pola
4. Bantuan ventilasi pernafasan spontan
yang optimal
sehingga
memaksimalkan
pertukaran oksigen
dan karbon dioksida
di dalam paru
5. Pemantauan tanda 5. Mengumpulkan dan
vital menganalisis data
kardiovaskular,
pernafasan, dan suhu
tubuh pasien untuk
menentukan dan
mencegah
komplikasi
10
aktivitas kejang batasi pengunjunng dapat meningkatkan
6. Tidak mengalami 7. Kolaborasi dengan kenaikan TIK.
sakit kepala tim dokter dalam Istirahat total dan
pemberian obat ketenangan mungkin
diperlukan untuk
pencegahan terhadap
perdarahan dalam
kasus stroke
hemoragik/perdaraha
n lainnya
7. Memperbaiki sel
yang masih viable
3. Daftar Pustaka
Anynomous, 2007.Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult Respiratory
DistressSyndrome) Pre Acut/ Post Acut
Care.http://rusari.com/askep_aspirasi_distress.html. (Diakses 09 Januari 2017)
Bunner, Suddath, dkk . (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta :
EGC.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
(....) (....) 11
12