Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP)
merupakan perasaan sensori dan/atau emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan baik yang sudah terjadi maupun yang
berpotensi terjadi. Salah satu alasan tersering pasien mengunjungi ahli neurologi
adalah nyeri kepala atau cephalgia.(1)
The International Headache Society (IHS) pada tahun 2013 membagi
nyeri kepala menjadi dua kategori utama yaitu nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala tanpa penyebab yang
jelas dan tidak berhubungan dengan penyakit lain, mencakup migraine, tension-
type headache, dan trigeminal autonomic cephalalgias (TACs). Sedangkan nyeri
kepala sekunder terjadi akibat gangguan organik lain, seperti infeksi, trauma,
tumor, trauma, gangguan homoeostasis, dan penyakit sistemik lain.(2)
Migrain diartikan sebagai nyeri kepala berulang yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti dengan kelainan yang kompleks (neruovaskular) ditandai
dengan sakit kepala berulang, unilateral, dan pada beberapa kasus dikaitkan
dengan adanya aura yang timbul sebelum atau setelah nyeri kepala.(3)
2.2. Epidemiologi
Menurut Nuprin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe
nyeri yang paling sering dialami. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lipton,
Steward, dan Korff (1997) menyatakan bahwa migraine mengenai hampir 30 juta
orang di Amerika Serikat dan menyebabkan kerugian langsung dan tidak
langsung lebih dari 13 milyar US$ per tahun. Diperkirakan 14% dari populasi
dunia menderita migraine dan pada tahun 2010-2011 diperkirakan sekitar 8,3%
dari 2,7 juta jiwa penduduk Kanada dilaporkan terdiagnosis dengan migraine.(4)
Prevalensi migraine di Kanada menunjukkan 23 hingga 26% dapat terjadi
pada wanita dan 7,8 hingga 10% pada pria.6 Rasio prevalensi perempuan terhadap

3
4

pria dengan migraine sangat bervariasi sesuai usia, dimana sebelum usia 12 tahun,
migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan. Setelah pubertas, migraine semakin sering dijumpai pada perempuan
dan pada usia 20 tahun, rasio perbandingan perempuan terhadap laki-laki adalah
sekitar 2:1.(1, 4)
Migraine diperkirakan dua sampai tiga kali lebih sering pada perempuan
daripada laki-laki dan paling sering terjadi pada perempuan berusia kurang dari
40 tahun, cenderung dijumpai dalam satu keluarga dan diperkirakan memiliki
dasar genetik. Sekitar 70% hingga 80% penderita migraine memiliki anggota
keluarga dekat yang menderita nyeri kepala.(1) Di Indonesia maupun negara
berkembang lainnya, prevalensi penderita migraine cukup sulit diketahui secara
pasti karena sebagian besar penderita tidak terdiagnosis dan terobati dengan baik.
2.3. Klasifikasi
Klasifkasi migrain berdasarkan konsensus PERDOSSI (Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia) yang merupakan adaptasi International Headache
Society tahun 2013 :
Migraine tanpa aura
Migraine dengan aura
Sindrom periodik pada anak yang pada umumnya menjadi prekursor
migraine
Cyclical vomiting
Migraine Abdominal
Vertigo paroksismal Benigna pada Anak
Migraine retinal
Komplikasi migraine
Migraine Kronik
Status Migraineosus (serangan migraine > 72 jam)
Aura persisten tanpa infark
Migraineous infark
Migrainee-Triggered Seizure
5

Probable Migrain
2.4. Etiologi
Penyebab terjadinya migraine masih belum diketahui secara pasti, namun
ada beberapa faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migraine,
antara lain(2, 5, 6):
1. Riwayat anggota keluarga dengan riwayat nyeri kepala (faktor genetik
diyakini kuat berpengaruh terhadap munculnya migrain)
2. Perubahan hormon (esterogen dan progesterone) pada wanita, khususnya
pada fase luteal siklus menstruasi, kehamilan, menarke, menopause, dan
penggunaan kontrasepsi oral
3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah dan natrium nitrat),
vasokonstriktor (keju dan coklat), serta zat tambahan pada makanan
(monosodium glutamat dan pemanis buatan sakarin)
4. Stres berlebih, dan faktor psikologis lainnya seperti
5. Faktor fisik dan siklus tidur tidak teratur,
6. Rangsang sensorik (cahaya silau/berkedip dan bau menyengat),
7. Alkohol dan merokok
2.5. Anatomi
Cranium atau tulang tengkorak adalah sekumpulan tulang yang saling
berhubungan satu sama lain yang di dalamnya terdapat cavum cranii yang berisi
otak atau encephalon. Cranium dibagi menjadi neurocranium dan viscero-
cranium, yang melindungi otak adalah neurocranium dan yang membentuk tulang
wajah adalah viscerocranium. Disebelah profunda dari cranium terdapat lembaran
jaringan ikat yang juga berfungsi melindungi otak disebut meninges yang terdiri
dari atas 3 lapis yaitu duramater, arachnoidmater, dan piamater. Selain itu kulit
kepala, otot, tendon, dan jaringan ikat atau fascia kepala yang letaknya lebih
superficial juga ikut berperan dalam melindungi otak. (1)
Dari semua struktur cranium tersebut, ada yang memiliki reseptor peka nyeri
dan ada yang tidak memiliki reseptor nyeri. Yang memiliki reseptor nyeri dibagi
menjadi struktur peka nyeri ekstrakranial dan intrakranial. Struktur peka nyeri
6

ekstrakranial antara lain kulit kepala, otot kepala, tendon, fascia, arteri
ekstrakranial, periosteum, sinus paranasalis, rongga hidung, rongga orbita, dan
nervus cervicalis (C2 dan C3). Sedangkan struktur peka nyeri intracranial antara
lain sinus venosus (sinus sagitalis), duramater, arteri meningea media, nervus
cranialis (trigeminus, facialis, glossofaringeus, dan vagus), dan arteri sirkulus
Willisi. Sedangkan struktur kranial yang tidak peka nyeri antara lain tulang
kepala, parenkim otak, ventrikel, dan plexus choroideus.(1, 7)
Apabila terjadi rangsangan yang melibatkan reseptor peka nyeri pada struktur
cranium maka akan menyebabkan nyeri kepala atau cephalgia. Jika nyeri kepala
melibatkan struktur di dua per tiga fossa cranium anterior (supratentorium) maka
nyeri akan diproyeksikan ke daerah frontalis, temporalis, dan parietalis yang
diperantarai oleh nervus trigeminal, dan jika nyeri kepala melibatkan struktur di
daerah fossa cranii posterior (infratentorial) maka nyeri akan diproyeksikan ke
daerah occipitalis, leher, dan belakang telinga yang diperantarai oleh nervus
cervicalis atas C1, C2, dan C3.(7, 8)
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan
nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua
aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf
dari C1 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis
terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi
sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang
berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars
kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.(7)
Terdapat over lapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti
aferendari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain
itu, aferen C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang
menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas.
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala
dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris
dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya
7

sedikit yang meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengansaraf oftalmikus dari
trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal.(1, 7)
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus,
menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial
dan falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian
duramater ini.(8) V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi
bagian atas, dan duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis,
menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan
gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot menguyah.(8)
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi
meatus auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi
rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan
laring.(8)

Gambar 1.5. Proyeksi Nyeri pada Supratentorium dan Infratentorium

Saraf servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3.
Ramus dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus
superior, obliquus inferiorda n rectus capitis posterior majorda n minor. Ramus
dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial
posterior, longis simus capitisda n splenius sedangkan cabang besarnya bagian
medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian
bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang
8

melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit
kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the
aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf
lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan
mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid.
Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus capitisda n
splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial medial
adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-
3 zygapophysial bagian lateral dan posterior. (1, 7)
Pada nyeri kepala migraine, walaupun patomekanisme defek anatomi belum
dapat ditentukan secara pasti, diyakini bahwa adanya perangsangan pada saraf
yang hiperaktif dan pembuluh darah yang berdilatasi di intracranial, memicu
pengeluaran sitokin proinflamasi yang merangsang reseptor nyeri intracranial dan
di perivaskular (nervus trigeminus), yang kemudian dipersepsikan sebagai nyeri
kepala unilateral daerah frontotemporal dengan kualitas yang berdenyut.
Pembahasan ini akan lebih detail pada bagian patomekanisme.

2.6.Patofisiologi
Mekanisme pasti terjadinya migrain belum sepenuhnya diketahui, dan sampai
saat ini masih terus berkembang. Hal ini diakibatkan banyaknya faktor genetik
dan lingkungan serta proses neurovaskular yang terjadi pada migrain turut
memberikan kontribusi terhadap kejadian penyakit. Prinsip utama yang dapat
dipahami disini bahwa, adanya perangsangan pada struktur peka nyeri intracranial
(seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya) oleh stimulasi mekanis,
kimia, dan gangguan autoregulasi neurovaskular menyebabkan terstimulasinya
nosiseptor yang ada di struktur peka nyeri. Asal nosiseptor tersebut terbagi dua
bagian, untuk struktur supratentorial berasal dari nervus trigeminus pars
ophtalmica, dan untuk infratentorial berasal dari nervus spinalis C1-C3. Belum
jelasnya mekanisme migraine membuat para pakar neurologi melakukan
9

penelitian yang berkesinambungan dan menghasilkan beberapa teori yang


menjelaskan terjadinya migrain. Berikut penjelasan dari teori-teori tersebut.
2.5.1. Teori vaskular

Gambar 2.5.1 teori migraine


Teori migraine merupakan teori pertama yang berkembang pada sejarah
penelitian migraine. Teori ini dikembangkan oleh Wolf dkk tahun 1940-an
yang mengemukaan bahwa adanya gangguan 9igrain pembuluh darah
menyebabkan terjadinya nyeri kepala migraine. Disebutkan bahwa dengan
adanya faktor pencetus oleh mekanisme yang belum diketahui, menyebabkan
terjadinya vasokontriksi pembuluh darah serebral. Hal ini menjelaskan
timbulnya aura pada sebagian kasus di mana ambang untuk terjadinya aura
rendah. Setelah vasokonstriksi, diikuti dengan vasodilatasi pembuluh darah
yang menekan dan mengaktifkan nosiseptor 9migraine9smi di intracranial,
yang mencetuskan terjadinya nyeri kepala. Nyeri kepala yang terjadi bersifat
unilateral dengan kualitas berdenyut, disebabkan oleh perangsangan saraf
nyeri di dinding pembuluh darah.(7, 9, 10)
Namun, teori ini masih belum dapat menjelaskan gejala prodromal dan
gejala lain yang terjadi sebelum serangan 9migraine. Selain itu, obat-obat
yang dapat meredakan nyeri kepala, tidak semuanya bekerja melalui
vasokonstriksi pembuluh darah, dan belakangan diketahui dengan penelitian
10

menggunakan teknik pencitraan mutakhir untuk melihat aliran darah otak,


ditemukan bahwa kejadian 10migraine tanpa aura memiliki aliran darah
serebral yang konstan pada sebagian besar pasien.(7, 9, 10)

2.5.2. Teori Neurovaskular/ Trigeminovaskular Sistem


Teori 10migraine10smit pada prinsipnya menjelaskan bahwa adanya
10migraine disebabkan oleh mekanisme 10migraine10s yang kemudian
menyebabkan gangguan perfusi serebral.
Adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan
merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga
melepaskan CGRP (calcitonin gene-related peptide). CGRP akan berikatan
pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran
mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi steril pada neuron.
CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan
mengakibatkan peningkatan aliran darah.(9,11)
Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order
neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri. Teori sistem saraf
simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi
peningkatan kadar epinefrin.
Selanjutnya, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal sehingga terjadi
peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan
menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran
darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf
trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura.
Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri
kepala pada migraine.(9,11)

2.5.3. Teori cortical spreading depression (CSD)7.11.12


Cortical Spreading Depression (CSD) merupakan teori yang pertama kali
dikemukakan oleh Leao (1944) yang menjelaskan mekanisme 10migraine
11

dengan aura. CSD adalah gelombang neuron eksitatorik pada substansia


grisea korteks dari daerah cetusan asal (biasanya dimulai di 11igrai occipital)
dengan kecepatan rambat 2-6 mm/ menit, yang kemudian menyebabkan
periode refrakter pada area yang telah dilewari arus. Depolarisasi yang terjadi
ini menyebabkan terjadinya fase aura, yang kemudian mengaktifkan nervus
trigeminal, yang menyebabkan fase nyeri kepala. Mekanisme neurokimia
yang terjadi selama fase perambatan yaitu pengeluaran kalium ke ekstrasel,
atau pengeluaran 11migraine11 (asam amino eksitatorik) dari jaringan saraf.
Hal ini menyebabkan terjadinya depolarisasi yang merambat dan merangsang
jaringan sekitarnya untuk mengeluarkan 11migraine11smitter eksitatorik juga,
sehingga terjadilah CSD. Pada pemeriksaan Positron Emission Tomography
(PET) terlihat bahwa aliran darah cenderung berkurang selama fase aura/CSD.
Fase ini juga menurunkan laju metabolisme sel. Walaupun selama CSD
terjadi perambatan impuls saraf disertai penurunan laju metabolisme yang
menyebabkan terjadinya aura, adakalanya oligemia yang terjadi tidak
mencapai ambang dalam mencetuskan aura seperti yang terjadi pada migraine
tanpa aura.

2.5.3 Teori cortical spreading depression


Adanya perambatan CSD kemudian mengaktivasi sistem
trigeminovaskular, yang selanjutnya akan merangsang nosiseptor pada
pembuluh darah duramater untuk mengeluarkan zat pemicu nyeri, seperti
calcitonin-gene related peptide (CGRP), substansia P, vasoactive intestinal
12

peptide (VIP) dan neurokinin A, yang kemudian berperan dalam terjadinya


sterile inflammation dan mekanisme nyeri.
Sebagai tambahan, melalui beberapa jalur mekanisme, CSD meningkatkan
ekspresi gen pengkode siklooksigenase (COX-2), Tumor Necrosis Factor-
(TNF-), interleukin 1, dan enzim metaloproteinase. Aktivasi
metaloproteinase menyebabkan kerusakan sawar darah otak, yang
menyebabkan pengeluraran kalium, nitrit oksida, adenosin, dan produk lain
yang dihasilkan akibat CSD mejangkau dan merangsang ujung sarafbebas
nervus trigeminal terutama pada perivaskular duramater.

2.7. Manifestasi Klinis


Migrain merupakan nyeri kepala primer dengan serangan yang sering
berulang. Seseorang menjadi vulnerabel/beresiko, apabila terdapat faktor gen
seperti ATP1A2 yang mengode subunit 2 pompa Na-K (kromosom 1), gen yang
mengode kanal kalsium tipe P/Q, dan gangguan ekspresi reseptor dopamin, maka
ambang seseorang untuk terjadinya serangan migrain itu lebih besar, dan
kemungkinan rekurensinya juga lebih besar.(2)
Selain faktor genetik, seseorang dengan lingkungan yang penuh dengan
pencetus migrain (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya) juga membuat orang
rentan terhadap migrain. Setelah kedua faktor itu terpenuhi, maka terjadi
serangan.
Fase prodromal terjadi beberapa hari hingga beberapa jam sebelum nyeri
kepala. Fase ini merupakan gejala-gejala non-spesifik yang biasanya dialami
penderita seperti lemas, terus mengantuk, rasa haus, anorexia, sangat sensitif
terhadap cahaya, aroma, dan suara, sering berkemih, sangat menginginkan satu
makanan tertentu, mudah marah, dsb.(2,3,12)
Fase Aura yaitu fase yang dialami oleh penderita migrain dengan aura
(migrain klasik). Aura merupakan sekelompok manifestasi neurologi fokal yang
muncul maksimal selama 60 menit pada saat sebelum serangan nyeri atau
bersamaan dengan munculnya nyeri. Aspek neurologi yang terkena itu visual,
13

sensorik, dan berbahasa, baik itu bersifat positif atau negatif, dan cenderung
reversibel. Contoh gejalanya yaitu terdapat skotoma multipel atau soliter, defek
lapang pandang homonim hemianopia, gangguan penglihatan total, gejala
sensorik seperti parestesia mulai dari tangan hingga kewajah yang dapat diikuti
oleh rasa baal, serta gejala gangguan berbahasa. Fase ini dapat tidak ada pada
pasien dengan migrain tanpa aura.(2,3,12)
Fase nyeri kepala, berlangsung 4-72 jam dengan intensitas nyeri sedang-berat,
berdenyut, bersifat unilateral (kadang bilateral) dengan predileksi di fronto-
temporal, serta cenderung bertambah ketika aktivitas fisik meningkat.(12)
Fase postdromal merupakan gejala ikutan pasca serangan nyeri kepala, dapat
berlangsung hingga 24 jam, dengan karakteristik pasien merasa lelah, mood tidak
stabil, nyeri otot, dan kurang nafsu makan.(2,12)

2.8.Penegakan diagnosis
Diagnosis migraine, baik itu migraine tanpa aura (common migraine) maupun
migraine klasik (classic migraine) sepenuhnya berdasarkan gejala klinik. Gejala
yang paling utama adalah adanya keluhan nyeri kepala unilateral di regio
frontotemporal (meskipun nyeri bilateral juga terdapat pada sebagian kecil kasus),
yang terjadi secara tiba-tiba akibat faktor pencetus dengan kualitas berdenyut
berintensitas nyeri sedang-berat. Adapun kriteria diagnosis untuk migraine tanpa
aura adalah sebagai berikut(2, 3) :
A. Sedikitnya terdapat 5 serangan nyeri kepala, DAN memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (belum diobati atau
sudah diobati namun belum berhasil)
C. Nyeri kepala disertai dua dari empat ciri-ciri berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang-berat
4. Keadaan diperberat oleh aktivitas fisik atau aktivitas di luar kebiasaan
rutin (berjalan atau menaiki tangga)
D. Selama serangan nyeri kepala, minimal terdapat satu dari gejala berikut
14

1. Mual dan/atau muntah


2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan penyakit lain
Selain migraine tanpa aura, dikenal juga migraine dengan aura (classic
migraine). Aura sendiri diartikan sebagai gejala disfungsi serebral fokal yang
pulih menyeluruh dalam jangka waktu < 60 menit yang dapat terjadi sebelum
serangan nyeri kepala (sebagian besar kasus), pada saat serangan atau setelah
serangan. Adapun kriteria diagnosis migraine dengan aura, yaitu(2, 3) :
A. Sedikitnya dua serangan nyeri kepala yang memenuhi criteria B dan C
B. Satu atau lebih gejala aura yang reversibel berikut :
1. Visual
2. Sensorik
3. Bicara dan/atau bahasa
4. Motorik
5. Batang Otak
6. Retinal
C. Sedikitnya dua dari empat karakteristik berikut :
1. Sedikitnya satu gejala aura yang berkembang secara bertahap selama
5 menit, dan/atau dua atau lebih gejala aura yang terjadi berurutan
2. Gejala aura berlangsung selama 5-60 menit
3. Sedikitnya satu gejala aura yang terjadi bersifat unilateral
4. Gejala aura bersamaan atau diikuti dengan gejala nyeri kepala sesuai
dengan criteria migrain tanpa aura
D. Tidak berkaitan dengan nyeri kepala akibat penyakit lain dan Transient
Ischemic Attack (TIA) telah disingkirkan..

2.9. Pemeriksaan Penunjang14


Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh
penyakit struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir
sama dengan migrain. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan
15

apakah ada penyakit komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan
mempersulit pengobatannya.
1. Pencitraan
CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien
baru pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi
serta derajat keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat,
sakit kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak
merespon terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang
sama disertai gejala neurologis kontralateral.
2. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala,
sakit kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit
kepala rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan.
Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu
untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
2.10. Diagnosis Banding
Migrain termasuk nyeri kepala primer yang dimana penyebabnya belum
diketahui secara pasti. Untuk mendiagnosisnya pun menurut PERDOSSI cukup
dengan gejala klinis saja sesuai kriteria diagnosis yang telah ditetapkan. Sehingga,
butuh pengenalan lebih lanjut mengenai gejala dan tanda khas dari migrain agar
dapat membedakannya dengan nyeri kepala tipe lain. Berikut adalah tabel
perbandingan masing-masing nyeri kepala yang dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding migrain.
Tabel 2.9 Diagnosis Banding Migrain
Tipe Lokasi Umur Gejala Klinik Faktor Pencetus
Migrain tanpa Fronto- Dewasa muda, Nyeri sedang- Cahaya, suara,
aura temporal (uni- kadang anak- berat, berdenyut alkohol,
bilateral) anak gangguantidur
Migrain Sama dengan Sama dengan Sama dengan atas Sama dengan
dengan aura atas atas + gangguan atas
16

sensorik, visual,
otonom
Cluster Orbito- Dewasa muda Nyeri hebat, tidak Tidak diketahui
Headache temporal dan laki-laki berdenyut, pasti, alkohol
(Nyeri kepala dewasa (90%) lakrimasi, rinore, pada beberapa
kluster) injeksio kasus
konjungtiva
Tension Fronto- Dewasa muda, Tertekan, terikat Kelelahan, stress
Headache ( Oksipital, usia tali, tidak psikis
Nyeri kepala menyeluruh pertengahan, berdenyut,
ketegangan) terkadang anak- berlangsung
anak, berhari-hari,
wanita>pria bulan, tahunan
Temporal Unilater- Usia >50 tahun Nyeri berdenyut, Tidak ada
Arteritis bilateral di kemudian
(Giant-Cell regio persisten dan
Arteritis temporalis terasa terbakar,
nyeri tekan arteri
Neuralgia Unilateral, Usia umumnya Nyeri seperti Mengunyah,
Trigeminal mengikuti 60-70 tahun tertusuk, berat, berbicara,
persarafan dan muncul menyikat gigi,
sensorik mendadak menyentuh
n.trigeminus area/lokasi nyeri
pada kepala

2.11. Penatalaksanaan14
Tatalaksana pengobatan migraine dapat dibagi kepada 4 kategori :
A. Langkah umum
B. Terapi abortif
C. Langkah menghilangkan rasa nyeri
D. Terapi preventif

A. Langkah Umum
17

Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan,


stress dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca,
berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.
B. Terapi Abortif
Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat yang
berespon baik terhadap obat yang sama dapat dipakai : analgetik
OTCs(Over The Counters), NSAIDs (oral)
Bila tidak respon terhadap NSAIDs, dipakai obat spesifik seperti:
Triptans (naratriptans, rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan), Dihydro
ergotamin (DHE), Obat kombinasi (mis.nya : aspirin dengan
asetaminophen dan kafein), Obat golongan ergotamin
Yang tidak respon terhadap obat-obat diatas dapat dipakai opiate dan
analgetik yang mengandung butalbital 30
Pada tabel dibawah ini dicantumkan daftar obat non spesifik untuk
serangan migraine ringan sampai sedang. Monitor agar jangan sampai over
use yang memicu rebound headache.
Tabel 2.11.1 Pengobatan Non Spesifik
Jenis Obat

Analgetik/NSAIDs

Paracetamol Dosis : 500 1000 mg/6-8 jam

Aspirin Dosis: 650-1000 mg /4-6 jam,dosis maksimal


4 gr/hr
Kontraindikasi: gangguan /penyakit
perdarahan
Adverse reaction : GI upset

Ibuprofen Dosis : 400-800 mg/6 jam, dosis maksimal 2.4


gr/hari)
Kontraindikasi: Aspirin/NSAID-induced
asthma
Adverse react : Dizziness, rash, GI upset

Naproxen sodium Dosis: 275-550 mg/2-6 jam/hari, dosis


maksimal 1.5 gr/hari
Kontraindikasi : Aspirin/NSAID-induced
asthma
Adverse reaction : Dizziness, rash, pruritus,
GI upset

Ketorolac Dosis : 60 mg IM/ 15-30 menit/ 15-30 min


18

Dosis maksimal: 120 mg/hr. Tidak lebih dari 5


hari
Kontraindikasi: Aspirin induced asthma,
hamil, perdarahan serebrovaskular
Adverse react : Edema, drowsiness, dizziness,
GI upset

Diclofenac Dosis: 50mg-100mg/d single dose


potasium Kontraindikasi : asthma, gangguan hepar,
cardiac, renal, diuretic
Adverse react : dizziness, rash, peptic ulcer,
GI upset

Narkotik
Analgetik
Meperidine Dosis : 50-150 mg IM or IV/ 3-4 jam
Kontra indikasi : hamil, menyusui, MAOI
Adverse react : Hipotensi, fatigue, drowsiness,
dizziness, vomiting, muscle weakness,
respiratory depression

Butophanol Dosis : spray (1 mg) sediaan nostril, dapat


diulang 1 jam lagi, Maksimal 4 spray/hr.
Penggunaan terbatas 2x seminggu
Kontraindikasi : gagal ginjal, hepar, pulmonal
Adverse react : Drowsiness

Adjuntive
Therapy
Metoclopramide Dosis : 10 mg IV atau oral 20-30 min sebelum
atau bersamaan dengan pemberian analgetik,
NSAID, atau ergotamine derivative
Kontraindikasi : seizure disorder, GI bleeding,
GI obstruction
Adverse react : Restlessness, drowsiness,
muscle weakness, dystonic reaction

Prochlorperazine Dosis : 25 mg oral atau suppose.Dosis maks 3


dosis per 24/jam
Kontraindikasi : CNS depression
Adverse react : Hypotension, arrhythmias,
pseudo-parkinsonism, dystonia, dizziness,
urinary retention, nasal congestion

Isometheptene, Dosis : Maksimal dosis initial: 2 kapsul,


acetaminophen, diulang 1 caps/jam sampai maksimal 5 kaps
dichloralphenazone per 12 jam ( 20 caps perbulan), penggunaan
terbatas 2 x seminggu
19

Kontraindikasi : gangguan hepar, renal,


diabetes, MAOI hipertensi, glaukoma,
penyakit jantung
Adverse react : Hypertension, dizziness, rash

Obat abortif migraine spesifik :


Ergotamin dan derivat
Merupakan obat yang pemakaiannya dibatasi, karena menimbulkan
nyeri over use dan meningkatkan frekuensi serangan serta ber-efek
negatif untuk obat-obat preventif.
Kombinasi ergotamin dan caffein tersedia oral dan supositoria
DHE(dihydroergotamine) alkaloid cocok untuk migraine berat,
tersedia obat parenteral dan semprot hidung mempunyai efek
oxytocic dan vasokonstriksi perifer sehingga tidak diberikan untuk
jangka panjang.
Triptans
Untuk migraine sedang sampai berat atau migraine ringan sampai sedang
yang tidak respon terhadap analgesik atau NSAIDs.

Tabel 2.11.2 Obat migraine spesifik


Jenis Obat

Ergotamine Dosis : 1-2 mg oral/jam, maksimal 3 dosis


sehari, gunakan dosis efektif terkecil Suppos :
1 mg, dosis maks, 2-3/ hr dan 12/bulan

Kontra indikasi : pengguna triptans, hamil,


menyusui, uncontrolled hypertension, sepsis,
coronary, cerebral, peripheral vascular
disease.

Adverse react: Increased incidence of


migraines, daily headaches, tachycardia,
arterial spasm, numbness and tingling,
vomiting, diarrhea, dizziness, abdominal
cramps

Caffeine plus Dosis: 2 tablet (100 mg caffeine/1mg ergot)


20

Ergotamine pada saat onset, kemudian 1 tab tiap 30 menit,


dapat naik sampai 6 tab.(jangan lebih 10
tab/minggu nya) Suppos (2 mg ergot/100 mg
caff), 1 supp saat onset, dapat diulang 1 lagi 1
jam kemudian

Kontra indikasi : idem diatas


Adverse react: idem diatas

Dihydro Dosis: 1 mg IM, SC Max initial dose: 0.5 to


ergotamine 1.0 mg; dapat diulang tiap jam sampai dosis
(DHE) maksimal 3 mg IM atau 2 mg IV per hari, dan
6 mg per minggu. Intranasal: 0.5-mg spray
pada tiap nostril, dosis maksimal 4 spray (2
mg) per hari

Kontra indikasi : idem


Adverse react : idem

Triptans

Sumatriptan Dosis: 6 mg SC, dapat diulang dalam 1 jam,


dosis maksimal 12 mg/hr. 25 -100 mg oral /2
jam, dosis maks: 200 mg/hari
Max initial dose: 100 mg Intranasal: 5 -10 mg
(1-2 spray) pada satu nostril; dapat diulang
sesudah 2 jam, dosis maksimal 40 mg/hari

Kontra indikasi : Ergotamine, hemiplegic atau


basilar migraine, hamil, gangguan fungsi
hepar, CAD, MAOI

Adverse react : vomiting, vertigo, headache,


chest pressure and heaviness

Naratriptan Dosis: 1.0 - 2.5 mg ooral/4 jam, dosis maks 5


mg per hari

Kontra indikasi : Ergot-type medications,


kontrasepsi oral, merokok, CAD

Adverse react : Dizziness, nausea, fatigue

Rizatriptan Dosis: 5 - 20 mg oral/2jam, dosis maks 30 mg


per hari

Kontra indikasi : Ergot-type medications,


21

other triptans, propranolol, cimetidine, CAD

Adverse react : Tachycardia, throat tightness

Zolmitriptan Dosis: 2.5-5.0 mg oral/2 jam, dosis maks 10


mg per hari.

Kontra indikasi: Ergot-type medications, other


triptans, CAD

C. Langkah menghilangkan nyeri


Terapi abortif mungkin belum mengatasi nyeri secara komplit, mungkin
dibutuhkan analgesik NSAIDs. Obat OTCs yang direkomendasikan FDA
ialah kombinasi aspirin 250 mg, acetaminophen 250 mg dan caffein 65 mg.
Ketoralac tromethamin non narcotic, non habituating dapat dipakai, efek
sampingnya minim, dosis 60 mg i.m. Analgesik narkotik, anti emetik, pheno-
tyhiazines, dan kompres dingin bisa mengurangi nyeri. Analgesik narkotik
(codein, meperidine HCL , methadone HCL ) diberikan parenteral, efektif
menghilangkan nyeri, hanya menyebabkan ketergantungan. Anti emetik
diberikan parenteral atau suppositoria (phenergan, chlopromazine dan
prochlorperazine) mempunyai efek sedatif dan anti mual.
Transnasal butorphanol tartrate diberikan parenteral. Pemberian nasal
efektif karena sifat mukosa hidung lebih cepat mengabsorbsi.

D. Terapi preventif
Prinsip umum terapi preventif :
1) Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan
2) Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan
3) Meningkatkan aktivitas sehari-hari, serta pengurangan disabilitas

Indikasi terapi preventif berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:


Serangan berulang yang mengganggu aktifitas
Nyeri kepala yang sering
Ada kontra indikasi terhadap terapi akut
Kegagalan terapi atau over use
22

Efek samping yang berat pada terapi akut


Biaya untuk terapi akut dan preventif
Keinginan yang diharapkan penderita
Munculnya gejala-gejala dan kondisi yang luar biasa, umpamanya
migraine basiler hemiplegik, aura yang manjang
Formula Prevensi Migraine.
Pemakaian obat :
Dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan (start low go slow)
sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan
Pendidikan terhadap penderita :
Teratur memakai obat, perlu diskusi rasional tentang pengobatan, efek
samping.
Evaluasi : Headache diary merupakan suatu gold standart evaluasi
serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon
obat
Kondisi penyakit lain : Pedulikan kelainan yang sedang diderita
seperti stroke, infark myocard, epilepsi dan ansietas, penderita hamil
(efek teratogenik), hati-hati interaksi obat-obat.
Tabel 2.11.3. Obat Profilaksis Migraine
Jenis Obat Dosis Efek Samping

E-blokers

Atenolol 50-150 mg/hr Fatigue,


Metaprolol 100-200 mg/hr bronchospasm,
Nadolol 20-160 mg/hr bradikardi,
Propanolo 40-240 mg/hr hipotensi, depresi,
congestive heart
failure, impotensi,
gangguan tidur

Calcium-chanel
blokers
Flunarizine 5-10 mg/hr Fatigue, berat
Verapamil 240-320 mg/hr badan bertambah,
depresi(flunarizine)
23

, bradikardi,
hipotensi,
konstipasi
(verapamil),
nausea, edema,
nyeri kepala,
ekstrapyramidal

Serotonin
receptor
antagonis
Methysergide 2 mg tiap malam, Retroperitoneal,
naik secara cardiac and
gradual tid (max pulmonary fibrosis
8mg/hr)
Pizotyline 0.5 mg tiap Weight gain,
(pizotifen) malam, naik fatigue
secara gradual tid
(max 3-6 mg/hr)
Tricyclic
analgesics
Amitriptiline 10-150 mg tiap Mulut kering,
Nortriptiline malam 10-150 mg konstipasi, weight
tiap malam gain, drowsiness,
reduced seizure
threshold,
cardiovascular
effects

Anti-epileptik

Divalproex 500-1500 mg/d Nausea, tremor,


Sodium 500-1500 mg/d weight gain,
valproate 500-1500 mg/d alopecia, increased
Valproic acid liver enzyme levels

Gabapentin 900-1800 mg/hr Dizzines, fatique,


dosis max 2400 ataxia, nausea,
mg/hr tremor

Topiramate Dosis Initial Paresthesia, weight


25mg/hr loss, memory
dinaikkan 25 impairment,
mg/minggu dizziness
Maintenance 100
mg/12 jam
24

Obat preventif berdasarkan pertimbangan kondisi penderita.


-blokers, menurunkan frekuensi serangan Kontra indikasi penderita
asthma, diabetes mellitus, penyakit vaskuler perifer, heart block, ibu
hamil.
Calcium-channel blockers, efeknya agak lambat sampai beberapa
bulan mengurangi frekuensi serangan +50%. Kontra indikasi: ibu
hamil, hipertensi, aritmia dan congestive heart failure
Serotonin receptor antagonists, (pizotifen) efektif mengurangi
frekuensi sampai 50%-64%, efek sampingnya lesu, berat badan
meningkat
Methysergide, untuk profilaksis serangan berat, yang tidak respon
terhadap obat-obat abortif Kontra indikasinya : hipertensi, kelainan
liver, ginjal, paru, jantung, kehamilan, tromboflebitis. Efek samping :
mual, kaku otot, batuk, halusinasi. Pemakaiannya tidak lebih dari 6
bulan.
Tricyclic Amitriptiline dosisnya 25mg tiap malam sampai 50mg.
Nortriptiline efek anticholinergik ngantuknya lebih rendah. Kontra
indikasinya kelainan liver, ginjal, paru, jantung, glaukoma, hipertensi
Anti-epileptics drugs Sodium valproate, Valproic acid efektif. Efek
sampingnya mual, tremor, alopecia. Topiramate terbukti baik 50%
penderita dengan dosis 2 x 100mg/hari mengurangi serangan +
26,3%. Efek samping astenia, tremor, pusing, ataksia, berat badan
menurun. Gabapentin dengan dosis 900-2400 mg/hari menurunkan
frekuensi serangan 46%
2.1 Prognosis dan Komplikasi
Pada umumnya migraine dapat sembuh sempurna jika dapatmengurangi
paparan atau menghindari faktor pencetus,dan meminum obat yang teratur. Tetapi
berdasarkan penelitian dalam beberapa studi, terjadi peningkatan resiko untuk
menderita stroke pada pasien riwayat migraine, terutama pada perempuan.
Namun, hingga saat ini masih kontroversial dan diperdebatkan.(1)
25

Komplikasi dari migrain yaitu meningkatnya resiko untuk terserang stroke.


Didapatkan bahwa pasien migrain baik perempuan maupun laki-laki beresiko 2-5
kali untuk mendapatkan stroke subklinis serebellum, terutama yang mengalami
migrain dengan aura. Selain itu, migrain juga dapat memicu timbulnya
komplikasi penyakit metabolik pada seseorang seperti diabetes melitus dan
hipertensi, dyslipidemia, dan penyakit jantung iskemik.(13)

Anda mungkin juga menyukai