Anda di halaman 1dari 7

42

BAB V

PEMBAHASAN

Identifikasi forensik pada kasus-kasus mutilasi masih menjadi tantangan

bagi kedokteran forensik. Penemuan bagian tubuh seperti tulang-tulang panjang

sudah sering digunakan untuk menghitung perkiraan tinggi badan. Namun,

perkiraan tinggi badan berdasarkan potongan panjang jari tangan masih sangat

jarang diteliti, padahal jari tangan juga bisa ditemukan sebagai barang bukti (Raju

et al., 2014). Sehingga saat ini di dunia banyak dilakukan penelitian untuk

melakukan perkiraan tinggi badan dan jari tangan (Bardale et al., 2013). Salah

satunya adalah penelitian untuk mengetahui hubungan panjang jari telunjuk

tangan dan jari manis tangan terhadap tinggi badan di Surakarta, Indonesia.

Penelitian ini dilakukan pada Mahasiswa semester V dan VII Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK UNS). Peneliti mengambil sampel

berdasarkan sifat dan karakteristik, yaitu mahasiswa, agar subjek penelitian

homogen. Dilihat dari faktor aktivitas fisik, mahasiswa memiliki rata-rata

memiliki aktivitas ringan atau sedang. Dilihat dari ras, mahasiwa FK UNS berasal

dari berbagai macam daerah di Indonesia, tetapi hampir semua Mahasiswa

merupakan ras mongoloid.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mendapatkan

data-data penelitian yang telah disajikan dalam tabel pada BAB IV. Tabel 4.1

menunjukkan distribusi sampel menurut jenis kelamin. Peneliti mengambil

sampel laki-laki sebanyak 38 orang dan sampel perempuan sebanyak 38 orang

42
43

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Peneliti memisahkan sampel

berdasarkan jenis kelamin karena jenis kelamin sangat bepengaruh dalam

perkiraan tinggi badan. Laki-laki cenderung lebih tinggi daripada perempuan

karena berbagai hal, seperti gen, budaya dan faktor aktivitas. Dalam penelitian

sebelumnya, Raju et al. (2014) di India, sampel juga dipisah berdasarkan jenis

kelamin. Maka, dalam menganalisis data, peneliti juga memisahkan sampel laki-

laki dan perempuan.

Pada Tabel 4.2, umur subjek penelitian laki-laki minimal umur 20 dan

maksimal umur 24 tahun. Sedangkan, umur subjek penelitian perempuan minimal

18 tahun dan maksimal 21 tahun. Umur menjadi kriteria inklusi yang penting pada

penelitian ini, karena diharapkan sampel yang diukur sudah tidak mengalami

pertumbuhan. Epiphyseal plate laki-laki menutup pada umur 18 tahun dan

Epiphyseal plate perempuan menutup pada umur 16 tahun (Kronberg et al.,

2008). Kemudian, peneliti melakukan pengukuran tinggi badan, panjang jari

telunjuk tangan kanan dan kiri, serta panjang jari manis tangan kanan dan kiri.

Setelah peneliti melakukan pengambilan data, dilakukan uji prasyarat

seperti tertulis pada BAB IV. Uji prasyarat memuat uji normalitas, uji

homogenitas, uji multikolinearitas dan uji autokorelasi. Pada analisis data, peneliti

akan memisahkan sampel laki-laki dan perempuan, maka pada uji prasyarat

peneliti juga memisahkan menjadi kelompok laki-laki dan kelompok perempuan.

Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 merupakan hasil uji normalitas data pada

penelitian ini. Uji normalitas data merupakan uji yang digunakan untuk

mengetahui suatu sampel berdistribusi normal atau tidak. Data dikatakan


44

berdistribusi normal bila nilai Asymp. Sig di atas 0.05. Pada penelitian ini, semua

variabel, baik pada kelompok lakilaki dan kelompok perempuan memperlihatkan

nilai Asymp. Sig. di atas 0.05 yang menunjukkan distribusi normal.

Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 merupakan grafik scatter plot yang

merupakan alat analisis untuk menilai homogenitas data. Uji homogenitas

merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui variansi data homogen atau

tidak. Pada gambar terlihat bahwa letak varian data menyebar (tidak beraturan).

Hal ini menunjukkan bahwa data kelompok laki-laki dan kelompok perempuan

pada penelitian ini mempunyai data yang homogen.

Tabel 4.7 dan 4.8 menunjukkan hasil uji multikolinearitas data pada

penelitian ini. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

memiliki korelasi antarvariabel bebas atau tidak. Peneliti melakukan uji

multikolinearitas dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Semua

variabel, baik kelompok laki-laki maupun perempuan, memiliki nilai VIF kurang

dari 10, sehingga menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas.

Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 menunjukkan hasil uji autokorelasi dengan

menggunakan uji run test. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tahun

ini dengan kesalahan pengganggu pada periode tahun sebelumnya. Data dikatakan

tidak ada autokorelasi, baik positif atau negatif bila nilai Asymp. Sig. lebih dari

0.05. Pada penelitian ini, baik kelompok laki-laki maupun kelompok perempuan

nilai Asymp. Sig. lebih dari 0.05 sehingga data pada penelitian ini tidak terdapat

autokorelasi.
45

Pada penelitian ini dilakukan dua uji regresi, yaitu regresi parsial dan

regresi berganda. Tabel 4.11 dan Tabel 4.12 menunjukkan hubungan Panjang Jari

Telunjuk Tangan Kanan (PJTTKa), Panjang Jari Telunjuk Tangan Kiri (PJTTKi),

Panjang Jari Manis Tangan Kanan (PJMTKa) dan Panjang Jari Manis Tangan Kiri

(PJMTKi) secara parsial terhadap tinggi badan. Semua variabel, baik kelompok

laki-laki maupun kelompok perempuan, menunjukkan hubungan yang bermakna,

dibuktikan dengan signifikansi kurang dari 0.05.

Penelitian perkiraan tinggi badan berdasarkan panjang jari telunjuk tangan

dan panjang jari manis tangan sebelumnya dilakukan oleh Krishan et al. (2012),

Bardale et al. (2013) dan Raju et al. (2014) di India. Hasil penelitian yang

dilakukan Krishan et al. (2012), Bardale et al. (2013) dan Raju et al. (2014) sama

dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Surakarta, Indonesia, yaitu

panjang jari telunjuk tangan dan jari manis tangan berpengaruh secara bermakna

terhadap tinggi badan seseorang.

Hubungan secara parsial antara variabel bebas dan variabel terikat

ditunjukkan dengan nilai Koefisien Korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan

pada kelompok laki-laki, PJTTKa dan PJMTKi tergolong menunjukkan korelasi

sedang terhadap tinggi badan. Sedangkan, PJTTKi dan PJMTKa menunjukkan

korelasi kuat terhadap tinggi badan. Pada kelompok perempuan, semua variabel

(PJTTKa, PJTTKi, PJMTKa, PJMTKi) menunjukkan korelasi kuat terhadap

tinggi badan.

Pada penelitian ini, Koefisien Korelasi terhadap tinggi badan pada

perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hasil penelitian Bardale et al. (2013)
46

mendukung hasil dari peneliti. Namun, hasil ini berbeda dengan penelitian

Krishan et al. (2012) dan Raju et al. (2014) yang menyatakan laki-laki memiliki

Koefisien Korelasi terhadap tinggi badan yang lebih tinggi daripada perempuan.

Pada penelitian ini, panjang jari manis memiliki Koefisien Korelasi lebih

tinggi terhadap tinggi badan daripada panjang jari telunjuk, baik pada laki-laki

maupun perempuan. Hasil ini sama dengan penelitian Raju et al. (2014). Namun,

hasil ini berbeda dengan penelitian Krishan et al. (2012) yang menyatakan bahwa

Koefisien Korelasi panjang jari telunjuk lebih tinggi daripada panjang jari manis.

Sedangkan, penelitian Bardale et al. (2013) menyatakan bahwa pada laki-laki

Koefisien Korelasi lebih tinggi pada panjang jari manis tangan dan pada

perempuan Koefisien Korelasi lebih tinggi pada panjang jari telunjuk tangan.

Tabel 4.13 dan Tabel 4.14 menunjukkan hubungan semua (PJTTKa,

PJTTKi, PJMTKa, PJMTKi) secara bersama terhadap tinggi badan. Pada hasil

penelitian, peneliti mendapatkan bahwa terdapat hubungan panjang jari telunjuk

tangan dan jari manis tangan terhadap tinggi badan yang secara statistik

menunjukkan hasil yang bermakna (p = 0.000).

Tabel 4.13 dan Tabel 4.15 menunjukkan nilai hubungan semua (PJTTKa,

PJTTKi, PJMTKa, PJMTKi) secara bersama terhadap tinggi badan yang

dinyatakan dalam R Square atau koefisien determinasi. Hasil penelitian

menunjukkan variabel bebas secara bersama memengaruhi variabel terikat secara

bermakna (p = 0.000) dengan kelompok laki-laki sebesar 0.327 atau 32.7% dan

pada kelompok perempuan sebesar 0.456 atau 45.6%. Artinya, kemampuan

variabel bebas dalam menjelaskan variansi dari variabel terikatnya pada laki-laki
47

32.7%. Sehingga terdapat 67.3% varians variabel terikat yang dijelaskan oleh

faktor lain. Pada perempuan, kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan

variansi dari variabel terikatnya sebesar 45.6%. Sehingga terdapat 54.4% variansi

variabel terikat yang dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Faktor lain ini

dapat berupa panjang tulang-tulang lain, terutama tulang pembentuk tinggi badan,

faktor hereditas, perbedaan lingkungan, deformitas tulang yang tidak diketahui.

Pada penelitian ini, semua variabel bebas perempuan secara parsial

memiliki korelasi kuat terhadap tinggi badan, sedangkan pada laki-laki hanya

PJTTKi dan PJMTKa yang menunjukkan korelasi kuat terhadap tinggi badan.

Pada uji regresi linear ganda, variabel bebas pada perempuan juga memiliki R

Square yang lebih tinggi daripada laki-laki. Nilai signifikansi secara parsial secara

umum juga lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki, walaupun pada regrasi

linear ganda, nilai signifikansi sama-sama menunjukkan 0.000. Hasil ini sesuai

dengan hasil pada penelitian Raju et al. (2014). Namun, bertentangan dengan

Krishan et al. (2012) yang menyatakan panjang jari telunjuk tangan dan jari manis

tangan pada laki-laki memiliki signifikansi yang lebih tinggi daripada perempuan.

Tabel 4.17 dan Tabel 4.19 menunjukkan hasil uji regresi linier sederhana.

Dari nilai-nilai tersebut didapatkan rumus untuk menentukan tinggi badan

berdasarkan setiap variabel bebasnya. Sedangkan, Tabel 4.18 dan 4.20

menunjukkan hasil uji regresi linier ganda untuk menentukan tinggi badan

berdasarkan semua variabel bebas, yaitu panjang jari telunjuk tangan kanan,

panjang jari telunjuk tangan kiri, panjang jari manis tangan kanan dan panjang jari

manis tangan kiri pada laki-laki dan perempuan. Rumus-rumus yang didapat
48

peneliti sajikan dalam BAB IV. Terdapat perbedaan rumus dengan rumus jurnal

lain, baik konstanta maupun koefisiennya. Hal ini membuktikan bahwa setiap

daerah dan populasi yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda sehingga

pengaruh panjang jari telunjuk tangan dan jari manis tangan terhadap tinggi badan

juga berbeda nilainya. Walaupun dari segi signifikansi, di India dan di Surakarta,

Indonesia panjang jari telunjuk tangan dan jari manis tangan terhadap tinggi badan

sama-sama mempunyai pengaruh secara bermakna.

Anda mungkin juga menyukai