Disusun oleh:
Paramita Adinda Putri
406152003
KEPANITERAAN RADIOLOGI
RUMAH SAKIT ROYAL TARUMA
PERIODE 28 Maret 2016 30 April 2016
UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan Referat yang berjudul Meningitis TB dan
Aspek-Aspek Radiologinya
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr. Herman W.H, Sp.Rad yang
telah membimbing penulis dalam menyusun referat ini.
Referat Meningitis TB dan Aspek-Aspek Radiologi ini disusun berdasarkan
sumber-sumber informasi yang up to date guna memaksimalkan pemeriksaan,
penatalaksanaan kasus dan mencegah komplikasi-komplikasi yang ditimbulkan.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menunjang informasi
kita tentang Meningitis TB dan Aspek-Aspek Radiologinya, terima kasih.
Halaman
Kata Pengantar.............................................................................................................. 2
Lembar Pengesahan...................................................................................................... 3
Daftar Isi............................................................................................................... 4
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................... 5
2.6. Patofisiologis............................................... 13
2.7. Diagnosis............................................................. 14
2.8. Penatalaksanaan.. 17
KESIMPULAN.. 34
DAFTAR PUSTAKA 35
LAMPIRAN... 37
PENDAHULUAN
Meningitis adalah sebuah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi otak
dan medula spinalis yang dikenal sebagai meninges. Inflamasi dari meningen dapat
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorganisme lain dan penyebab paling
jarang adalah karena obat-obatan. Meningitis dapat mengancam jiwa dan merupakan
sebuah kondisi kegawatdaruratan. Klasifikasi meningitis dibuat berdasarkan agen
penyebabnya, yaitu meningitis bakterial, meningitis viral, meningitis jamur, meningitis
parasitik dan meningitis non infeksius.
Meningitis bakterial merupakan meningitis yang disebabkan infeksi bakteri dan
merupakan kondisi yang serius yang dapat jika tidak segera ditangani akan menyebabkan
kerusakan otak dan bahkan kematian. Berdasarkan penelitian epidemiologi mengenai
infeksi sistem saraf pusat di Asia, pada daerah Asia Tenggara, meningitis yang paling
sering dijumpai adalah meningitis tuberkulosis.
1.4. Manfaat
Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
mahasiswa kedokteran dan praktisi kedokteran agar dapat menegakkan diagnosis dan
memberikan penanganan yang tepat pada kasus meningitis tuberkulosis.
2.1. Definisi
2.3. Epidemiologi
Meningitis tuberculosis (TB) merupakan penyakit yang paling sering ditemukan
di negara yang sedang berkembang, salah satunya adalah Indonesia, dimana insidensi
tuberkulosis lebih tinggi terutama bagi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Meningitis
tuberculosis merupakan penyakit yang mengancam jiwa dan memerlukan penanganan
tepat karena mortalitas mencapai 30%, sekitar 5:10 dari pasien bebas meningitis TB
memiliki gangguan neurologis walaupun telah di berikan antibiotik yang adekuat.
Diagnosis awal dan penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan untuk mengurangi
resiko gangguan neurologis yang mungkin dapat bertambah parah jika tidak ditangani.
2.4. Etiologi
Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam literatur yang berbeda meningitis
Tuberkulosis disebabkan oleh dua micobacterium yaitu Mycobacterium tubeculosis dan
Mycobacterium bovis yang biasanya menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada
manusia.
Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang, berukuran
0,2-0,6mm x 1,0-10mm, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Mycobacterium
tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini menerangkan predileksinya pada jaringan yang
oksigenasinya tinggi seperti apeks paru, ginjal dan otak. Mycobacterium tidak tampak
dengan pewarnaan gram tetapi tampak dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Basil ini
bersifat tahan asam, artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang menggunakan
campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini disebabkan karena kadar lipid yang
tinggi pada dinding selnya. Lipid pada dinding sel basil Mycobacterium tuberculosis
meliputi hampir 60% dari dinding selnya, dan merupakan hidrokarbon rantai panjang
yang disebut asam mikolat. Mycobacterium tuberculosa tumbuh lambat dengan double
time dalam 18-24 jam, maka secara klinis kulturnya memerlukan waktu 8 minggu
sebelum dinyatakan negatif.
2.6. Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi tuberkulosis
primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-paru. Tuberkulosis secara
primer merupakan penyakit pada manusia. Reservoir infeksi utamanya adalah manusia,
dan penyakit ini ditularkan dari orang ke orang terutama melalui partikel droplet yang
dikeluarkan oleh penderita tuberkulosis paru pada saat batuk. Partikel-partikel yang
mengandung Mycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama di udara atau pada
debu rumah dan terhirup masuk kedalam paru-paru orang sehat. Pintu masuk infeksi ini
adalah saluran nafas sehingga infeksi pertama biasanya terjadi pada paru-paru. Transmisi
melalui saluran cerna dan kulit jarang terjadi.
Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam ruang
alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari sirkulasi. Sejumlah kuman
menyebar terutama ke kelenjar getah bening hilus. Lesi primer pada paru-paru berupa lesi
eksudatif parenkimal dan kelenjar limfenya disebut kompleks Ghon. Pada fase awal
kuman dari kelenjar getah bening masuk kedalam aliran darah sehingga terjadi
penyebaran hematogen.
2.7. Diagnosis
Dari anamnesis:
Adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran (tergantung stadium
penyakit)
Adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis (baik yang
menunjukkan gejala, maupun yang asimptomatik)
ASPEK-ASPEK RADIOLOGI
Infeksi pada sistem syaraf pusat dan pada jaringan disekitarnya merupakan
kondisi yang mengancam jiwa. Prognosis tergantung pada identifikasi tempat dan jenis
pathogen yang menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga bisa diberikan pengobatan
antibiotic yang efektif secepat mungkin. Oleh karena analisis LCS, biopsy, dan analisis
laboratorium merupakan Gold standard untuk mengidentifikasi pathogen penyebab
meningitis, neuroimaging merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk
menggambarkan letak lesi pada otak dan medulla spinalis.
Gambaran pola lesi menentukan diagnosis yang tepat dan menentukan tatalaksana
terapi selanjutnya, khususnya, neuroimaging memiliki peran yang sangat penting pada
penyakit-penyakit oportunistik, bukan hanya untuk penegakan diagnosis, namun juga
untuk memantau respon terapi. makalah ini membahas penemuan terkini dalam bidang
neuroimaging pada infeksi system saraf pusat seperti meningoensefalitis bacterial,
ventrikulitis dan infeksi medulla spinalis, baik oleh virus maupun penyakit oportunistik
pada system saraf pusat.
MENINGITIS
Ventrikulitis piogenik
Ventrikulitis piogenik merupakan kasus yang jarang ditemukan namun sangat
berakibat fatal sehingga perlu penegakan diagnosis dan terapi yang cepat. Neuroimaging
merupakan satu- satunya alat yang dipercaya untuk menegakkan penyakit yang
mengancam jiwa ini. MRI FLAIR lebih sensitif dengan menggambarkan periventrikuler,
kelainan ependimal dan pada beberapa kasus juga pada pial atau kelainan dura-arachnoid.
Debris yang ireguler pada intraventikuler merupakan gambaran yang spesifik. MRI
diperlukan untuk mengetahui ruptur intraventrikuler akibat abses piogenik. Terapi
antibiotik intravena dosis tinggi harus diberikan selama beberapa minggu. Pada kasus
Abses piogenik
Diagnosis abses piogenik merupakan hal sulit ditentukan. terdsapat dilema oleh
para klinisi untuk mendiagnosis dan memberikan terapi pada temuan lesi ring-enhancing
tunggal pada pemeriksaan CT-Scan, dimana hal tersebut harus dibedakan dengan tumor
nekrosis (glioblastoma), atau suatu metastasis (Gambar 2). Pemeriksaan Gd-enhancing
MRI sangat membantu dalam mengidentifikasi lesi kecil multiple yang merupakan tanda-
tanda suatu metastasis. Jika terdapat lesi tunggal pada temuan MRI, biopsy stereotaksik
merupakan langkah selanjutnya yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Karena
pada abses harus segera dilakukan aspirasi dan pada tumor nekrosis harus dilakukan
biopsi, informasi lebih lanjut untuk mengoptimalkan perencanaaan bedah stereotaksik
harus dilakukan. Pemeriksaan DWI telah diusulkan sebagai metode pilihan. dalam
beberapa penelitian, hampir semua abses piogenik menunjukkan gambaran yang khas
yaitu hiperintens pada pemeriksaan DWI dan penurunan Apparent Diffusion Coefficient
Toxoplasmosis
Toxoplasmosis merupakan infeksi oportunistik yang paling sering pada pasien
imunosupresi. Infeksi prenatal dapat menyebabkan peningkatan risiko bangkitan kejang,
sehingga makin meningkatkan penggunaan neuroimaging. Infeksi pasien dengan sindrom
defisiensi imun dapatan (AIDS) atau setelah transplantasi sumsum tulang menyebabkan
lesi yang biasanya ganda, dengan adanya tambahan gambaran cincin atau padat. MRI
memberikan gambaran yang sangat jelas pada keadaan ini yang terkadang juga
menunjukkan adanya perdarahan. Tidak jarang, neuroimaging menunjukkan lesi
toxoplasma ditandai dengan efek massa dan edema perifocal. Sayangnya, dalam kasus-
kasus imunosupresi berat, gambaran MRI sepenuhnya atipikal, sehingga menyesatkan
bagi dokter dan ahli radiologi Terutama pada varian ensefaloitis fulminant, lesi yang
tampak pada pemeriksaan T2WI adalah luas dan sama sekali tanpa adanya peningkatan
intensitas gambaran. Dalam kasus toxoplasma atipikal soliter besar, menunjukkan
Abses spinal epidural membutuhkan kewaspadaan yang tinggi oleh para klinis .
Terutama pada pasien setelah injeksi paravertebral, scanning awal harus dipertimbangkan
bila ada rasa sakit punggung local yang makin hebat, sedimentasi tinggi tingkat dan
leukositosis.
MRI menggambarkan abses epidural sebagai gambaran massa hyperintense dan
disertai dengan peningkatan intensitas pada T1WE-Gd. Gambar pada MRI di aksial dan
sagital berguna dalam perencanaan pra operasi. Terapi dengan bedah dekompresi dan
drainase diperlukan dalam kasus-kasus dengan kompresi struktur saraf. Kasus tanpa
kompresi spinal dan tanpa abses tapi dangan tanda-tanda neurologis parah dapat menjadi
meragukan diagnostik. Dalam kasus-kasus iskemia saraf tulang belakang karena
trombosis dari pembuluh leptomeningeal atau kompresi arteri tulang belakang harus
dicurigai sebagai mekanisme yang mendasari.sehingga, neuroimaging digunakan untuk
menjelaskan etiologi dan mencegah tindakan bedah yang tidak perlu sebagai intervensi
terapeutik.
Viral Meningoencephalitis
Nipah Virus
Nipah virus merupakan paramyxovirus baru yang erat kaitannya dengan Hendra
virus (mobillivirus pada kuda) yang baru-baru ini terbukti menyebabkan ensefalitis akut
yang berat. Fitur radiologi biasanya terdiri dari beberapa lesi kecil hyperintense sampai
white matter pada T2WI. T2WI juga dapat menunjukkan lesi transient hyperintense
punctuate di batang otak dan korteks. Menariknya, T2WI pada individu seropositif
asimtomatik dapat menunjukkan lesi kecil hyperintense serupa dengan yang ditemukan
pada pasien ensefalitis menunjukkan bahwa adanya varian subklinis ringan pada
ensefalitis Nipah virus.
Enterovirus 71 (EV71)
Enterovirus 71 (EV71), suatu enterovirus dari famili Picornaviridae, dapat
menyebabkan seperti polio-like brainstem encephalitis dan acute flaccid paralysis. MRI
dari EV71 ensefalitis biasanya menunjukkan lesi hyperintense pada T2WI terletak di
dalam brainstem dan dentate nukleus dari cerebellum. Pada beberapa pasien, lesi dapat
diperluas hingga saraf tulang belakang, talamus, dan putamen. Pada beberapa pasien,
DWI mampu menunjukkan perubahan hyperintense dalam posterior medula tanpa
kelainan otak lainnya pada T1WI atau T2WI pada hari pertama dari kerusakan
neurologis, perlu di garis bawahi bahwa keunggulan DWI dalam deteksi dini infeksi SSP
dibandingkan dengan hasil dari T2WI ataupun dengan kontras yang ditingkatkan pada
T1WI.
Infeksi Jamur
Infeksi jamur SSP pada umumnya sangat jarang. Kecuali pada penderita diabetes
yang sudah menahun, paling sering ditemui pada keadaan immunocompromised seperti
pasien dengan AIDS atau setelah transplantasi organ. Karena kurangnya respon inflamasi,
Jamur Criptococcus
Pada meningoencephalitis kriptokokus, peningkatan diffuse meningeal dan juga
ventriculitis dapat dilihat pada MRI. Temuan khas berupa lesi punctuate multiple, sering
di ganglia basalis. Hal ini merupakan karakteristik lesi cystic karena invasi kriptokokus di
ruang Virchow-Robin. Ini lah yang dikatakan les soap bubble lessins dan
memungkinkan diagnosis sementara untuk pengobatan antijamur secepatnya. Pada pasien
nonimmunodeficient atau pasien dengan AIDS di bawah pengobatan antiretroviral yang
sangat aktif, yang mengembangkan immune reconsituation syndrome lesi dapat meluas
menjadi cincin yang meningkat. Kematian tinggi pada pasien tersebut, dan diagnosis dini
adalah wajib jika ingin bertahan hidup.
Laboratorium tidak selalu pastikan diagnosis infeksi jamur sehingga
neuroimaging yang penting dalam menetapkan diagnosis. Temuan CT mungkin
nonspesifik dan diagnosis infeksi jamur sering dibuat secara retrospektif di otopsi.
3. Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL et al. Practice guidelines for the
management of bacterial meningitis. Clinical Infectious Diseases 2004; 39: (9)
1267-84
10. Perfect JR, Dismukes WE, Dromer F et al. Clinical practice guidelines for the
management of cryptococcal disease: 2010 update by the infectious diseases society of
america. Clinical Infectious Diseases 50. 2010.
11. Bicanic T, Harrison TS. Cryptococcal meningitis. British Medical Bulletin 72 (1): 99
118. Doi:10.1093/bmb/ldh043. PMID 15838017. 2004.
12. Warrell DA, Farrar JJ, Crook DWM. "24.14.1 Bacterial meningitis". Oxford Textbook
of Medicine Volume 3 (ed. Fourth). Oxford University . 2003.
13. de Gans J, van de Beek D. Dexamethasone in adults with bacterial meningitis. The
New England Journal of Medicine Vol 347; No. 20. November 2002.
Gambar 4. In these sections from the same patient notice the enlagement of the ventricles
and cisterns that occurs with hydrocephalus.
Gambar 6.The image on the left shows thrombosis of the superior sagittal sinus (arrow)
prior to the administration of contrast. The image on the right shows the thrombosis in the
same patient after contrast administration.
Gambar 10.The arrow in the left CT indicates the dense basilar artery. Compare this to
the normal basilar artery (indicated by the arrow) from a different patient in the CT to the
right.