Anda di halaman 1dari 45

BAB I

KONSEP DASAR TEORI

A. Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berspon dalam secaa hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma digambarkan sebagai alergis, idiopati (non-alergi), atau keduanya.
(Smeltzer, Suzanne C .& Bare, Brenda G, 2009).
Asma adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih yang terjadi
karena spasme bronkus disebabkan oleh berbagai penyebab misalnya alergen,
infeksi, latihan. Spasme bronkus meliputi konstriksi otot polos, edema mukosa
dan mukus berlebihan dengan perlengketan di jalan nafas pada tahap lanjut.
(Hudak, 2010: 565)
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap
reaksi yang meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam
rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena
penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat
dinamis dan derajad penyempitannya dapat berubah-ubah, baik secara
spontan maupun karena pemberian obat-obatan. Kelainan dasarnya,
tampaknya suatu perubahan status imunologis dari penderita. (United States
Nasional Tuberculosis Assosiation 2008).
Kesimpulannya, Asthma Bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap
berbagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas
yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara
sepontan atau setelah mendapat pengobatan.

1
B. Anatomi Dan Fisiologi
Pernafasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran
gas di dalam jaringan atau pernafasan dalam dan di dalam paru-paru atau
pernafasan luar.

Organ-organ sistem pernafasan yaitu:


1. Hidung
Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat
pernafasan dan indra penciuman. Bentuk dan struktur hidung
menyerupai piramid atau kerucut dengan alasanya pada prosesus
palatinus os maksilaris dan pars horizontal os palatum.
Rangka hidung bagain atas dibentuk oleh bagian-bagian berikut:
a. Lamini kibrosa asis etmoidalis dan pars nasalis ossis frontalis
b.Dinding lateral : oleh tulang keras dan tulang rawan
c. Sekat hidung (septum nasi) oleh tulang karang dan tulang rawan

Bagian-bagian hidung terdiri Dari:

2
a. Batang hidung : Dinding depan hidung yang disebut oleh ossa
nasalis
b. Cuping hidung : bagian bawah dari lateral hidung yang dibentuk oleh
tulang rawan
c. Septum nasi : yang membatasi dua rongga hidung
d. Dinding lateral rongga hidung (kavum nasi) terdiri atas dari empat
buah konka nasalis, empat buah meatus, dan antrum (lekuk bagian
lateral kavum nasi di depan konka nasalis dan meatus nasalis)

Pembuluh darah hidung terdiri dari:


a. Arteri palatina
Bercabang dua yaitu arteri nasalis posterior lateralis dan arteri nasalis
posterior septi.
b. Arteri nasalis anterior
Berasal dari arteri oftalmika yang mempunyai cabang anteriores
lateralis dan anteriores nasalis anterior septi.
c. Vena hidung kribrosa
Jaringan pada daerah konka yang dikelilingi oleh serabut otot
sirkuler dan longitudinal, bermuara pada:
1) Pleksus venosus ptegoidues vena kanalis
2) Vena fasialis mengikuti cabang arteri alviolaris sup
3) Vena oftalmika

Fungsi hidung untuk menghangatkan udara: oleh permukaan koka


dan septum nasalis. Setelah melewati faring suhu udara 36 C,
sejumlah udara dilembabkan sebelum melewati hidung dan saat
mencapai faring kelembapan udara menjadi 75%

Reflek batuk merupakan cara paru-paru mempertahankan diri


untuk bebas dari benda asing. Bronkus dan trakea sangat sensitif
sehingga setiap benda asing atau penyebab iritasi lain akan merangsang
refleks batuk. Impulas aferen berasal dari jalan pernafasan melalui

3
nervus fagus ke medula oblongata. Proses rangsangan secara otomatis
dicetuskan oleh sirkuit neuron medulla oblongata yang menyebabkan:

a. Sekitar 2,5 liter udara diinspirasikan


b. Epiglotis dan pita suara menutup rapat udara di dalam paru-paru
c. Otot perut berkontraksi kuat mendorong diafragma
d. Pita suara dan epiglotis tiba-tiba terbuka lebar sehingga udara
yang tertekan dalam paru-paru dengan cepat keluar, biasanya
udara yang bergerak cepat membawa benda asing yang terdapat
dalam bronkus dan trache
2. Faring
Terdiri dari nasofaring. Orofaring, laringo faring
a. Nasofaring
Bagian faring yang terdapat di dorsal kavum nasi dan berhubungan
dengan kavum nasi melalui konka dinding lateral yang dibentuk
oleh:
1) M. Tensor palatini
2) M. Levator vili palatini membentuk palatum mole
3) M. Konstruktor faringitis superior

Bagian lateral dinding nasofaring memiliki dua lubang.


1) Osteum faring yang terletak diantara nasofaring dengan
orofaring yang dibatasi oleh isthmus faringitis yaitu suatu
penyempitan faring yang dibentuk oleh permukaan kranial
palatum mole, arkus faringeo palatinus dan dinding belakang
nasofaring ke bawah dengan orofaring.
2) Lubang medial (tuba faringeo timpanika eustakii). Pada dinding
lateral terdapat penonjolan melalui penonjolan ini terlihat suatu
lipatan ke dalam lumen faring. Otot ini dianggap sebagai begian
dorsal M. Farongeo palatinus. Pembesaran tonsil akan
memperkecil konka sehingga menganggu pernafasan melalui
hidung dan dapat menyebabkan kehilangan pendengaran.

4
b. Orofaring
Orofaring mempunyai 2 hubungan yaitu ventral dengan
kavum oris dan kaudal pada radiks lingua. Ventral dengan kavum
oris batas fausium terdiri atas palatum molle arkus glasopalatinus
dekstra dan sinistra dorsum lingua. Di antara kedua arkus ini
terdapat jaringan limpoid disebut tonsil palatina (mandel) yang
terdapat dalam lekukan yang disebut fossa tonsilarus. Fossa ini
seluruhnya ditempati oleh tonsil untuk mencegah masuknya kuman
melalui rongga mulut ke faring.
Kaudal ada radiks lingua memiliki lubang merupakan batas
antara laring dan faring. Selain itu juga terdapat lipatan antara
faring disebut epiglotis yang merupakan batas antara oral dan
laring.
c. Laringo faring
Bagian ini berhubungan dengan laring melalui mulut yaitu
auditus laringues. Dinding depan laringo faring memiliki plika
laringisi epiglotika. Lekuk ini mempunyai dinding medial dan
lateral. Kedua dinding etrsebut bersatu di daerah ventral yang dapat
dilihat sebagai tonjolan yang disebut plika nervus laringici. Septum
para faringeal mempunyai hubungan ke ventrikel septum sublingual
dan submaksilaris. Antara arkus glassopalatinus dan arkus faringeo
palatinus terdapat tonsil palatine, sedangkan atap nasofaring
berhadapan dengan tonsil faringeal. Pada radiks lingua terdapat
bangunan seperti lingkaran, apabila tonsil palatine membesar makan
akan memperkecil istmus fausium.
3. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan adalah tabung berbentuk pipa
seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang rawan disempurnakan oleh
seplaput. Trakea terletak di antara vertebra servikalis VI sampai ke tepi
bawah kartilago krikoidea vertebra torakalis V, penjangnya sekitar 13
xm dan diameternya 2,5 cm, selain itu juga dilapisi oleh otot polos.

5
Trakea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok-
balok hialin yang berfungsi untuk mempertahankan trakea tetap
terbuka. Ujung bawah trakea terletak setinggi angulus sterni. Pada
bagian bawah trakea torakalis ke IV, trakea bercabang dua menjadi
bronkus kiri dan bronkus kanan. Trakea dibentuk oleh tulang-tulang
rawan berbentuk cincin yang terdiri dari 15-20 cincin. Diameter dari
trakea berbeda pada seluruh bagian, pada daerah servikal agak sempit
sedangkan bagian pertengahan agak sedikit melebar dan mengecil dekat
peradangan bronkus. Bagian dalam trakea terdapat septum yang disebut
karina yang terletak agak ke kiri dari bidang median. Selain itu juga
terdapat sel bersilia yang berguna untuk mengeluarkan benda asing
yang masuk ke jalan pernafasan.
4. Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea terletak pada ketinggian vertebra
torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur yang sama dengan
trakea dan terletak mengarah ke paru-paru
.

Bronkus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:


1) Bronkus prinsipalis dekstra
Panjangnya 2,5 cm masuk ke hilus pulmonalis. Paru-paru kanan
bercabang menjadi bronkus lobaris superior. Pada waktu masuk ke
hilus akan bercabang tiga yaitu bronkus lobaris mesius, bronkus
lobaris inferior, dan bronkus lobaris posterior, sedangkan di atasnya
terdapat vena azigos dan di bawahnya terdapat vena pulmonalis.
2) Bronkus prinsipalis sinistra

6
Lebih sempit dan lebih panjang dari pada bronkus kanan
sekitar 5 cm berjalan ke bawah ke aorta dan didepan esofagus
masuk ke hilus pulmonalis sinistra kemudian bercabang menjadi
bronkus lobaris superior dan bronkus lobaris inferior.
Bronkiolus lobaris (bronkiol=cabang-bronkus) merupakan
cabang yang lebih kecil dari bronkus prinsipalis. Pada ujung
bronkioli terdapat gelembung paru atau alveoli seperti yang telah
dijelaskan di atas. Bronkus lobaris terdiri dari
1) Bronkus lobaris superior dekstra
2) Bronkus lobaris media desktra
3) Bronkus lobaris inferior dekstra
4) Bronkus lobaris superior sinistra
5) Bronkus lobaris inferior sinistra

Struktur dalam bronkus berbeda dengan di luar bronkus. Seluruh


gabungan otot menekan bagian lumen yang lebih dalam dari
submukosa. Ketegangan otot tersebut mempengaruhi rangkaian mukosa
dan rangsangan berlebihan akan menghalangi perjalanan pernafasan
melalui cabang-cabang tulang rawan yang makin sempit dan makin
kecil yang disebut bronkiolus. Dari tiap bronkiolus masuk ke dalam
lobus akan bercabang lebih banyak dengan dismeter 0,5 mm. Cabang
bronkus yang terakhir akan membangkitkan pernapasan dan
melepaskan udara ke paru-paru. Pernafasan bronkiolus terjadi dengan
cara memperluas ruangan pembuluh alveoli yang merupakan tempat
terjadinya pertukaran udara antara oksigen dan karbon dioksida.
5. Paru-paru
Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada
di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura paretalis dan pleuran
viseralis. Kedua paru-paru sangat lunak, elastis, sifatnya ringan
terapung di dalam air dan berada dalam rongga torak.Paru-paru
berwarna biru keabu-abuan dan berbintik-bintik karena danya partikel-

7
partikel debu yang masuk dimakan oleh fagosit. Hal ini terlihat nyata
pada pekerja tambang. Paru-paru terletal di samping mediatinum dan
melekat pada perantaraan radiks pulmonalis yang satu sama lainnya
dipisahkan oleh jantung, pembuluh darah besar, dan struktur lain dalam
mediastinum.

C. Patofisiologi
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar
dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk
imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang
masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan
ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell
(APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut
dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B
dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi
sel plasma dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai
pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi
rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih
dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang
sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan
menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang
menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel.
Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator
kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis
( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan
lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu
: kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang
kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan

8
permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa
yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas ,
peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus.
Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan
difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia,
hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara
C.L2003, Karnen B. 2005, William R.S. 1995 )
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik
(atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus
spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu
binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang
lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan
mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan
seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik
yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain.
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga
stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan
kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan
mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.
Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan
berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam,
ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka
duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita
tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru.
Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas
karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal
dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen
daniel,2010).

9
D. KLASIFIKASI
Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
1. Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan
(exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah: serangan
timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang menderita asma,
penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan dengan
pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran
untuk menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-perubahan
cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan peka
bagi penderita.
2. Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan
terhadap alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya
dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Pada tipe
ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili ada
yang menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering
menderita rinitis. Di Inggris jelas penyebabya House Dust Mite, di
USA tepungsari bunga rumput.
3. Asma bronkial campuran (Mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor
intrinsik maupun ekstrinsik.

E. ETIOLOGI
1. Alergen ; makanan, debu rumah, bulu binatang
2. Infeksi : virus, bakteri, jamur, parasit
3. Iritan : minyak wangi, asap rokok, polutan udara, bau tajam
4. Cuaca : perubahan tekanan udara, suhu, amgin, dan kelembaban udara
Faktor pencetus:
a. Kegiatan jasmani : kegiatan jasmani yang berat seperti: berlari, naik
sepeda

10
b. Psikologis seperti stress

F. TANDA DAN GEJALA


1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol :
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c. Whezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f. BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Whezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengan (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa o2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan
kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

11
G. KOMPLIKASI

Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas


Chronik persistent bronchitis
Bronchiolitis
Pneumonia
Emphysema.

H. Manifestasi klinis

1. Auskultasi :Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.

2. Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori


pernafasan, cuping hidung, retraksi dada,dan stridor.

3. Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan
nafas sempit

4. Tachypnea, orthopnea.

5. Diaphoresis

6. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan.

7. Fatigue.

8. Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan


bicara.

9. Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.

10. Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest) akibat


ekshalasi yang sulit karena udem bronkus sehingga kalau diperkusi
hipersonor.

11. Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.

12. Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin sianosis.

13. X foto dada : atelektasis tersebar, Hyperserated

12
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien dengan
Asma,antara lain:
1. Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asthma, (Karnen B;1998).
2. Tes provokasi brokial.
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV, sebesar
20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari
maksimum di anggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10 %
atau lebih,(Karnen B.;1998).
3. Pemeriksan tes kulit.
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam
tubuh, Pemeriksaan Laboratorium :
a. Analisa gas darah : hanya di lakukan pada serangan asthma berat
karena terdapat hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis
respiratorik,(Karnen B.;1998).
b. Sputum : adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan
Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang
menyebabkan transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah
sekelompok sel sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram
penting untuk melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi
terhadap beberapa antibiotik,(Arjadiono T.;1995).
c. Sel eosinofil : pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat
mencapai 1000 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik,
sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan
fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan
pengobatan telah tepat,(Arjadiono T.;1995).
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia : jumlah sel leukosit lebih dari

13
15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat
disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea,(Arjadiono T.;1995).
4. Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses
patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektosis dan lain lain, (Karnen B.;1998).
5. Elektrokardiogra
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini
karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung
kanan . Sinus takikardi sering terjadi pada asthma

J. PENATALAKSANAAN

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non


farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-
faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta

14
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
(beclometason dipropinate) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak.
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 2011 )
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutkan drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan
dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

15
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik spektrum luas. (Pedoman penatalaksanaan status
asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya).
g) Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
h) Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat
diulang setiap 20 menit sampai 3 kali.
i) Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini (per
oral) :
a. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
Efedrin : 0,5 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam
Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia,
tremor, hipertensi dan insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan
pada orang tua tentang efek samping obat dan monitor efek samping
obat.
j) Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi
bronkospasme dan meningkatkan bersihan jalan nafas.
Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
k) Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa bronkus.
Prednison : 0,5 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat)

16
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan


hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat
untuk mencapai derajat kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan
keperawatan dugunakan metode proses keperawatan yang
meliputi:pengkajian, diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data.
1) Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di
kaji pada penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia
dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status
atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya
faktor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan
tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor
pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan emosional
yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor
pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji
untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang
perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan
Diagnosa medis. (Antony C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).
2) Riwayat penyakit sekarang.
Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan
dengan keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak
kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing,
Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan
kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga
dikaji kondisi awal terjadinya serangan.

17
3) Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti
infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis,
polip hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-
alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat
pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma
(Tjen Daniel, 1991)

4) Riwayat kesehatan keluarga.


Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji
tentang riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain
pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit
asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan,
(Hood Alsagaf, 1993)
5) Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu
pencetus bagi serangan asthma baik ganguan itu berasal dari
rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja.
Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi
serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan
dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan
peranan seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel,
1991).
6) Pola fungsi kesehatan
1. Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku
hidup normal sehingga klien dengan asthma harus merubah
gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi
serangan asthma (Antony Crokett ;1997, Tjien Daniel ;1991,
Karnen B;1994)
2. Pola nutrisi dan metabolisme

18
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah,
frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali
terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal
ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas
yang dialami klien.
3. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup
warna bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan
dalam melaksanakannya.
4. Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien
meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa
besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing,
sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
klien.
5. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah
raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi
faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase
Induced Asthma.
6. Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk
menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan
kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik
dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan
kerja.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya.
Persepsi yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada
diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi

19
stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang
ada pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan
kemungkinan serangan asthma yang berulang.
8. Pola sensori dan kognetif
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan
memepengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi
jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan
terjadi serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.
9. Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia,
bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam
kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.
10. Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor
instrinsik pencetus serangan asthma maka perlu dikaji
penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap
kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia
percayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan
klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri
pada Nya merupakan metode penanggulangan stres yang
konstruktif
7) Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu
pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi
istirahat klien (Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).

20
2. Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3. Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan,
riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing,
vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.
4. Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan
menambah stres yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit
mata lainya.
5. Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis
alergi dan fungsi olfaktori
6. Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa
menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak
atau perubahan suara.
7. Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan,
pembesran tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan.
8. Thorak
(1) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-
otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta
frekwensi peranfasan.
(2) Palpasi.

21
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan
taktil fremitus
(3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
(4) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi,
dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
i) Kardiovaskuler.
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak,
bising nafas dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan
darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus
j) Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-
tanda infeksi karena dapat merangsang serangan asthma
frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat
nutrisi
k) Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda
infeksi pada extremitas karena dapat merangsang serangan
asthma.
8) Pemeriksaan penunjang.
1. Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik.
Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asthma.
2. Tes provokasi brokial.
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal.
Penurunan FEV, sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi

22
dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum di anggap
bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih.
c) Pemeriksan tes kulit.
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif
yang spesifik dalam tubuh
d) Laboratorium.
(1) Analisa gas darah.
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena
terdapat hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik
(2) Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan
Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja
yang menyebabkan transudasi dari adema mukasa,
sehingga terlepaslah sekelompok sel sel epitel dari
perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
beberapa antibiotik
(3) Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat
mencapai 1000 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun
extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-
200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung
jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat
(4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya
infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena
kerusakkan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea

23
e) Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan
adanya proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti
pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain
lain.
f) Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status
Asthmatikus, ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi
pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi sering
terjadi pada asthma.
b. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan
masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang
meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan
menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan
susunan atau kelompok data dengan standart nilai normal,
menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil
dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.
2. Diagnosa Keperawatan .
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses
keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan
atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien
status astmatikus.
a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan

24
sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme
b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi
dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan
c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut
sufokasi.
d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit
e. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat
makan dan ansietas,
f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk
tidak efektif dan imobilisasi,
g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2
hipoksemia, emosi terfokus pada pernafasan dan apnea tidur
h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri saat pulang.
3. Perencanaan
Setelah pengumpulan data klien, mengorganisasi data dan
menetapkan diagnosis keperawatan maka tahap berikutnya adalah
perencanaan . Pada tahap ini perawat membuat rencana perawatan dan
menentukan pendekatan apa yang digunakan untuk memecahkan masalah
klien. Ada tiga pase pada tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas,
menentukan tujuan dan merencanakan tindakan keperawatan,
Perencanaan dari diagnosis diagnosis keperawatan diatas adalah
sebagai berikut:
a. Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental
peningkatan produksi mukus bronkospasme.
1) Tujuan
Jalan nafas menjadi efektif.
2) Kriteria hasil
(a) menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan

25
peningkatan pertukaran gas.
(b) dapat mendemontrasikan batuk efektif
(c) dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan
sekresi
(d) tidak ada suara nafas tambahan
3) Rencana tindakan
(a) Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
(b) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol
batuk.
(c) Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi
(d) Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan
(e) Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage
postural,perkusi dan fibrasi dada.
(f) Dorong dan atau berikan perawatan mulut
4) Rasional
(a) Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya
obstruksi
(b) Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta
menimbulkan frustasi
(c) Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.
(d) Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan
keberhasilan
(e) Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.
(f) Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan
mencegah bau mulut.
b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding
dada, dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.
1) Tujuan
Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif
2) Kriteria hasil

26
(a) Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada
paru
(b) Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi
faktor-faktor tersebut
3) Rencana tindakan
(a) Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
(b) Posisikan klien dada posisi semi fowler
(c) Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan
ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif
(d) Minimalkan distensi gaster
(e) Kaji pernafasan selama tidur
(f) Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea
4) Rasional
(a) Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal
menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(b) Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga
memberikan pengembangan pada organ paru
(c) Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif
(d) Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma
(e) Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(f) Rasa raguragu pada klien dapat menghambat komunikasi
terapeutik.
c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut
sufokasi.
1) Tujuan
Asietas berkurang atau hilang.
2) Kriteria hasil
(a) Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.
(b) Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman
fisiologis.
(c) Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam

27
menangani ansietas.
3) Rencana tindakan.
(a) Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.
(b) Kaji kebiasaan keterampilan koping.
(c) Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman
hati.
(d) Implementasikan teknik relaksasi.
(e) Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.
(f) Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.
4) Rasional.
(a) Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam
perencanaan tindakan selanjutnya.
(b) Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta
menawarkan alternatif koping yang bisa di gunakan.
(c) Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai
tujuan yang sama.
(d) Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan
menghilangkan kecemasan
(e) Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk
lebih kooperatif.
d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
1) Tujuan
Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi
adekuat.
2) Kreteria hasil
(a) Frekuensi nafas 16 20 kali/menit
(b) Frekuensi nadi 60 120 kali/menit
(c) Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas
normal
3) Rencana tindakan

28
(a) Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan
dan haluaran
(b) Tempatkan klien pada posisi semi fowler
(c) Berikan terapi intravena sesuai anjuran
(d) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya
sesuaikan dengan hasil PaO2
(e) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada
tanda tanda toksisitas
4) Rasional
(a) Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau
penyimpangan dari hasil klien
(b) Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik
(c) Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji
keadaan vaskular untuk pemberian obat obat darurat.
(d) Pemberian oksigen mengurangi beban otot otot pernafasan
(e) Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti
kondisi sebelumnya
(f) Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis
e. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat
makan dan ansietas
3) Tujuan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi
4) Kriteria hasil
(a) Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit
(b) Tidak terjadi penurunan berat badan
5) Rencana tindakan
(a) Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan
menurun misalnya muntah dengan ditemukannya sputum yang
banyak ataupun dipsnea.
(b) Anjurkan klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam

29
sebelum makan.
(c) Lakukan pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta
palpasi untuk mengetahui adanya masa pada saluran cerna
(d) Berikan diit TKTP sesuai dengan ketentuan
(e) Bantu klien istirahat sebelum makan
(f) Timbang berat badan setiap hari
6) Rasional
(a) Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab
masalah.
(b) Dengan perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu
makan.
(c) Mengetahui kondisi usus dan adanya dan konstipasi.
(d) Memenuhi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.
(e) Kelelahan dapat menurunakn nafsu makan.
(f) Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan nutrisi
kurang.
f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk
tidak efektif dan imobilisasi.
1) Tujuan
Klien tidak mengalami infeksi nosokomial
2) Kriteria hasil
Tidak ada tanda tanda infeksi
3) Rencana tindakan
(a) Monitor tanda tanda infeksi tiap 4 jam.
(b) Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan
infasif lainnya.
(c) Pertahankan kewaspadaan umum.
(d) Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.
(e) Berikan nutrisi yang adekuat
(f) Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan
(g) Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi

30
4) Rasional
(a) Adanya rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda tanda
infeksi
(b) Teknik steril memutus rantai infeksi nosokomial
(c) Kewaspadaan memberikan persiapan yang cukup bagi perawat
untuk melakukan tindakan bila ada perubahan kondisi klien.
(d) Sputum merupakan media berkembangnya kuman.
(e) Nutrisi yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan
tubuh.
(f) Sel darh putih yang meningkat menunjukan kemungkinan
infeksi.
(g) Tindakan pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.
g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan refensi CO2,
hypoksemia, emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.
1) Tujuan
Klien akan terpenuhi kebutuhan istirahat untuk mempertahankan
tingkat enegi saat terbangun
2) Kriteria hasil
(a) Mampu mendiskusikan penyebab keletihan
(b) Klien dapat tidur dan istirahat sesuai dengan kebutuhan tubuh
(c) Klien dapat rilek dan wajahnya cerah.
3) Rencana tindakan
(a) Jelaskan sebab sebab keletihan individu
(b) Hindari gangguan saat tidur.
(c) Menganalisa bersama sama tingkat kelelahan dengan
menggunakan skala Rhoten (1982).
(d) Indentivikasi aktivitas aktivitas penting dan sesuaikan antara
aktivitas dengan istirahat.
(e) Ajarkan teknik pernafasan yang efektif.
(f) Pertahankan tambahan O2 bila latihan .
(g) Hindarkan penggunaan sedatif dan hipnotif.

31
4) Rasional
(a) Diketahuinya faktorfaktor penyebab maka diharapkan bias
menghindarinya.
(b) Tidur merupakan upaya memulihkan kondisi yang telah
menurun setelah aktivitas.
(c) Skala Rhoten untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami
klien.
(d) Kelelahan terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan
aktifitas dan kebutuhan istirahat.
(e) Pernafasan efektif membantu terpenuhnya O2 dijaringan.
(f) O2 digunakan untuk pembakaran glukosa menjadi energi.
(g) Sedatif dan hipnotik melemahkan otototot khususnya otot
pernafasan.
h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.
1) Tujuan
Klien mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti
rencana pengobatan.

2) Kriteria hasil
(a) Klien mampu menyampaikan pengertian tentang kondisi dan
perawatan diri pada saat pulang
(b) Menggunakan alat alat pernafasan yang tepat
3) Rencana tindakan
(a) Bantu mengidentifikasi faktor faktor pencetus serangan
asthma
(b) Ajarkan tindakan untuk mengatasi asthma dan mencegah
perawatan di rumah sakit
(c) Anjurkan dan beri alternative untuk menghindari faktor
pencetus.
(d) Ajarkan dan biarkan klien mendemontrasikan latihan

32
pernafasan .
(e) Jelaskan dan anjurkan untuk menghindari penyakit infeksi.
(f) Instruksikan klien untuk melaporkan bila ada perubahan
karakteristrik sputum, peningkatan suhu, batuk, kelemahan
nafas pendek ataupun peningkatan berat badan atau bengkak
pada telapak kaki.
4) Rasional
(a) Diketahuinya faktor pencetus mempermudah cara menghindari
serangan asthma .
(b) Tindakan preventif merupakan salah satu upaya yang di
lakukan untuk memberikan pelayanan secara komprehensif.
(c) Salah satu upaya preventif adalah menghindarkan klien dari
faktor pencetus.
(d) Klien dengan asthma sewring mengalami kecemasan yang
mengakibatkan pola nafas tidak efektif sehingga perlu
dilakukan latihan pernafasan.
(e) Infeksi terutama ISPA menjadi faktor penyebab serangan
asthma .
(f) Perubahan yang terjadi menunjukan perlunya penanganan
segera agar tidak mengalami komplikasi.
3. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat . Seperti tahap tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase
pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
c. Memberikan asuhan keperawatan
d. Melanjutkan pengumpulan data

33
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan
yang merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan
klien perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :
a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau
tidak
b. Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan
dengan prilaku klien
a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan
pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku,
tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah
ditentukan
c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama
sekali menunjukkan prilaku yang telah ditentukan

5. Tumbuh Kembang Anak


a. Pengertian
Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak dari
konsepsi sampai maturitas/dewasa yang dipengaruhi oleh faktor
bawaan dan lingkungan. Ini berarti bahwa tumbuh kembang anak
sudah terjadi sejak di dalam kandungan dan setelah kelahiran
merupakan suatu masa dimana mulai saat itu tumbuh kembang
anak dapat dengan mudah dipahami.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interseluler, yang berarti bertambahnya ukuran fisik dan
struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan
satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar,

34
gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.
(Depkes RI, 2005)
Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda
dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi
kematangan susunan syaraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya,
misalnya perkembangan sistem neuromusculer, kemampuan bicara,
emosi dan sosialisasi.
b. Tahap-tahap tumbuh kembang
Walaupun terdapat variasi yang sangat besar, akan tetapi setiap anak
akan melalui suatu "milestone" yang merupakan tahapan dari
tumbuh kembang anak dan setiap tahapan mempunyai ciri-ciri
tersendiri. adapun tahap-tahap tumbuh kembang anak (Cecily, 2002) :
1) Masa pranatal
Masa mudigah / embrio : Konsepsi 8 minggu
Masa janin / fetus : 9 minggu lahir
2) Masa bayi
Masa neonatal : 0 28 hari
Masa neonatal dini : 0 7 hari
Masa neonatal lanjut : 8 28 hari
Masa pasca neonatal : 29 hari 1 tahun
Masa prasekolah : 1 6 tahun
3) Masa sekolah : 6 10/20 tahun
Masa praremaja : 6 10 tahun
Masa remaja
Masa remaja dini : Wanita, usia 8-13 tahun
Masa remaja lanjut : Wanita, usia 13-18 tahun dan Pria,
usia 15-20 tahun
Menurut Sigmund Freud, periodesasi perkembangan dibagi 5 fase
:
1) Fase oral (0-1 tahun)

35
Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber
pada mulutnya. Hubungan sosial lebih bersifat fisik, seperti makan
atau minum susu. Objek sosial terdekat adalah ibu, terutama saat
menyusu.
2) Fase anal (1-3 tahun)
Pada fase ini pusat kenikmatannya terletak di anus, terutama
saat buang air besar. Inilah saat yang paling tepat untuk mengajarkan
disiplin pada anak termasuk toilet training.
3) Fase falik (3-5 tahun)
Anak memindahkan pust kenikmatannya pada daerah kelamin.
Anak mulai tertarik dengan perbedaan anatomis antara laki-laki dan
perempuan. Pada anak laki-laki kedekatan dengan ibunya
menimbulkan gairah sexual perasaan cinta yang disebut Oedipus
Complex. Sedangkan pada anak perempuan disebut Electra
Complex.
4) Fase laten (5-12 tahun)
Ini adalah masa tenang, walau anak mengalami perkembangan
pesat pada aspek motorik dan kognitif.. Anak mencari figure ideal
diantara orang dewasa berjenis kelamin sama dengannya.
5) Fase genital (12 ke atas)
Alat-alat reproduksi sudah mulai masak, pusat kepuasannya
berada pada daerah kelamin. Energi psikis (libido) diarahkan untuk
hubungan-hubungan heteroseksual. Rasa cintanya pada anggota
keluarga dialihkan pada orang lain yang berlawan jenis.
Menurut Erik H. Erikson perkembangan anak dibagi dalam 8
tahap :
1) Masa oral-sensorik yaitu masa kepercayaan vs ketidakpercayaan.
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada
umur 0-1 atau 1 tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini
adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus
menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan.

36
2) Masa anal-muskular yaitu kebebasan vs perasaan malu-malu
atau ragu-ragu.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages),
masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari
usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan
pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat
memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.
3) Masa genital-locomotor yaitu inisiatif vs rasa bersalah
Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital-
locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini
pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau
6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini
ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu
melakukan kesalahan.
4) Masa laten yaitu ada gairah vs rendah diri
Tahap keempat adalah tahap laten yang terjadi pada usia sekolah
dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang
diperlukan dalam tahap ini ialah mengembangkan kemampuan
bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri.
5) Masa remaja yaitu identitas vs kekaburan peran
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai
pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun.
melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam
pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan
bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat.
6) Masa dewasa yaitu kemesraan vs keterasingan
yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun.
Adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha
menghindar dari sikap menyendiri.
7) Masa dewasa muda yaitu generativitas vs kehampaan

37
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan
ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun.
salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna
keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan
tidak berbuat apa-apa (stagnasi).

8) Masa kematangan yaitu integritas ego vs kesedihan


Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja
yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke
atas. Yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan
berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan.

Tabel 1. Ringkasan Kemajuan Perkembangan Anak dari Lahir


Sampai 5 Tahun (Sacharin, 1996)

Umur Motorik/Sensorik Sosial Bahasa


Manipulatif
Sa smpai 1
bulan Dapat enghisap
Menggenggam,
Memberikan
respon terhadap
suara-suara
mengejutkan

Umur Motorik/Sensorik Sosial Bahasa


Manipulatif
1-3 bulan Menegakkan Memberika
kepala sebentar, n respon
Mengadakan senyum

38
gerakan-gerakan
merangkak jika
tengkurap
3-4 bulan Mengangkat Tersenyum. Bersuara jika Mulai
kepala dari posisi diajak bicara. mengama
tengkurap dalam ti
waktu yang tangan
singkat. sendiri
Memalingkan Mampu
kepala ke arah untuk
suara. memegan
g
kerincing
an.

5-9 bulan Berguling dari Memperliha Bervokalisasi Mulai


sisi ke sisi ketika tkan suara-suara meminda
terlentang. kegembiraa bergumam, hkan
Memalingkan n dengan suaraseperti "da", benda
kepala pada berlagak "ma". dari satu
orang yang dan tersipu- tangan ke
berbicara. sipu. tangan
lainnya.
Mampu
memanip
ulasi
benda-
benda.

9-10 bulan Duduk dari posisi Mengenal Ngoceh dan Memung

39
berbaring dan bervokalisasi ut benda
Berpindah menolak Mengatakan kata- diantara
Merangkak. orang asing kata seperti da-da, jari-jari
Meniru mam- mam. dan ibu
Berteriak jari.
untuk
menarik
perhatian.

Umur Motorik/Sensorik Sosial Bahasa


Manipulatif
1 tahun Merangkak Menurut Mengucapkan Memegan
dengan baik perintah kata-kata tunggal g gelas
menarik badan sederhana untuk
sendiri untuk meniru minum.
berdiri orang
Dapat berjalan dewasa.
dengan Memperlih
dibimbing. atkan
berbagai
emosi.
1 Berjalan tanpa Ingin Telah Mencoret
tahun ditopang bermain menggunakan 20 -coret,
Menaiki tangga dekat anak- kata-kata yang Membali
atau peralatan anak lain. dapat dimengerti. k-balik
rumah tangga Meminta halaman,
(kursi) minum. Bermain
Mengenal dengan
gambar- balok-
gambar balok

40
binatang. banguna
Mengenal n ecara
beberapa konstrukt
bagian if.
tubuhnya
2 tahun Mampu berlari uMulai Mulai Berpakai
Memanjat bernain menggunakan dua an
Menaiki tangga dengan atau tiga kata sendiri,
Membuka pintu. anak-anak secara bersamaan tidak
lain mampu
untuk
mengikat
atau
memasan
g
kancing.
3 tahun Berlari bebas Mengetahui Berbicara dengan Mengga
Melompat nama dan kalimat-kalimat mbar
Mengendari jenis pendek. lingkaran
sepeda roda tiga. kelaminnya Mengga
sendiri mbar
dapat diberi gambar-
pengertian gambar
Bermain yang
secara dapat
konstruktif dikenal.
dan
imitatif.
4-5 tahun Mengetahui Bernyanyi
banyak Berdendang

41
huruf-huruf
dari
alphabet
Mengetahui
lagu kanak-
kanak
Dapat
menghitung
sampai 10.

c. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang


1) Keturunan
Jenis kelamin dan determinan keturunan lain secara kuat
mmpengaruhi hasil akhir pertumbuhan dan laju perkembangan untuk
mendapatkan hasil akhir tersebut. Terdapat hubungan yang besar
antara orangtua dan anak dalam hal sifat seperti tinggi badan, berat
badan, dan laju pertumbuhan.
2) Neuroendokrin
Beberapa hubungan fungsional diyakini ada diantara
hipotalamus dan system endokrin yang memengaruhi pertumbuhan.
Tiga hormon-hormon pertumbuhan, hormone tiroid, dan endrogen.
Tampak bahwa setiap hormone yang mempunyai pengaruh
bermakna pada pertumbuhan memanifestasikan efek utamanya pada
periode pertumbuhan yang berbeda.
3) Nutrisi
Nutrisi mungkin merupakan satu-satunya pengaruh paling
penting pada pertumbuhan. Faktor diet mengatur pertumbuhan pada
semua tahap perkembangan, dan efeknya ditujukan pada cara
beragam dan rumit.
4) Hubungan Interpersonal

42
Hubungan dengan orang terdekat memainkan peran penting
dalam perkembangan, terutama dalam perkembangan emosi,
intelektual, dan kepribadian. luasnya rentang kontak penting untuk
pembelajaran dan perkembangan kepribadian yang sehat.
5) Tingkat Sosioekonomi
Riset menunjukkan bahwa tingkat sosioekonomi keluarga anak
mempunyai dapak signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan.
6) Penyakit
Banyak penyakit kronik dan Gangguan apapun yang dicirikan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna dan mengabsorbsi nutrisi
tubuh akan member efek merugikan pada pertumbuhan dan
perkembangan.
7) Bahaya lingkungan
Bahaya dilikungan adalah sumber kekhawatiran pemberi asuhan
kesehatan dan orang lain yang memerhatikan kesehatan dan
keamanan. Bahaya dari residu kimia ini berhubungan dengan potensi
kardiogenik, efek enzimatik, dan akumulasi. (Baum dan Shannon,
1995)
8) Stress pada masa kanak-kanak
Stress adalah ketidakseimbagan antara tuntutan lingkungan dan
sumber koping individu yang menggangggu ekuiibrium individu
tersebut. ( mastern dkk, 1998)
Usia anak, temperamen situasi hidup, dan status kesehatan
mempengaruhi kerentanan, reaksi dan kemampuan mereka untuk
mengatasi stress. Koping adalah tahapan khusus dari reaksi individu
terhadap stressor. Strategi koping adalah cara khusus anak mengatasi
stersor ang dibedakan dari gaya koping yang relative tidak
mengubah karakteristik kepribadian atau hasil koping. ( Ryan-
wengger, 1992)
9) Pengaruh media masa

43
Terdapat peningkatan kekhawatiran mengenai berbagai
pengaruh media pada perkembangan anak. (Rowitz, 1996)

44
45

Anda mungkin juga menyukai