PENDAHULUAN
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
Oligomenorea Pendarahan terus yang terjadi dengan interval >35 hari dan
disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang
Polimenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval < 21 hari
dan disebabkan oleh defek fase luteal
Menoragia Pendarahan uterus yang terjadi dengan interval normal (21-
35 hari) namun jumlah darah haid >80 ml atau > 7 hari
Menometroragia Pendarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik
dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau
dengan durasi yang panjang (> 7 hari)
Metroragia atau Pendarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus
pendarahan ovulatoir dengan penyebab penyakit servik, AKDR,
antara endometritis, polip, mioma submukosa, hiperplasia
haid endometrium, dan keganasan
Bercak Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi
intermenstrual yang umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen
2
disfungsi (PUD) penyebab iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata
dan atau gangguan kondisi sistemik.
2. Klasifikasi PUA1,2,4
a. Berdasarkan Jenis Perdarahan
PUA Akut
Didefinisikan sebagai pendarahan haid yang banyak sehingga perlu
dilakukan penanganan segera untuk mencegah kehilangan darah. Pendarahan
uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat
sebelumnya.
PUA Kronik
Merupakan terminologi untuk pendarahan uterus abnormal yang telah
terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan
yang segera seperti PUA akut.
3
dengan jumlah, lama maupun keteraturan dari pendarahan. Kelainan
pendarahannya dapat berupa pendarahan ringan, jarang dan kadang pendarahan
lama. Berdasarkan pola pendarahan yang ditemukan seringkali kelainan tersebut
tidak akan menyebabkan anemia defisiensi besi. Pola pendarahan yang penting
secara klinik pada perempuan usia 15 - 44 tahun dapat dilihat pada tabel.
Tabel 1. Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan usia
15 - 44 tahun
4
Klasifikasi utama PUA berdasarkan FIGO dapat dilihat pada bagan 2.
Sistem klasifikasi ini telah disetujui oleh dewan eksekutif FIGO sebagai sistem
klasifikasi PUA berdasarkan FIGO. Terdapat 9 kategori utama yang disusun
berdasarkan akronim PALM-COEIN 13.
Keterangan:
5
a. Polip (PUA-P)
Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal
mungkin tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai
sentimeter. Polip endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah
endometrium.
b. Adenomiosis (PUA-A)
Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium,
menyebabkan uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai
endometrium ektopik, non neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang
dikelilingi oleh jaringan miometrium yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia.
h. Iatrogenik (PUA-I)
6
Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obat-
obatan hormonal (estrogen, progestin) ataupun non hormonal (obat-obat
antikoagulan) atau AKDR.
i. Not yet classified (PUA-N)
Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan
dalam klasifikasi (misalnya adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-
vena).
Faktor-Faktor Etiologi :
1. Komplikasi kehamilan
1. Perdarahan implantasi
2. Abortus
3. Kehamilan ektopik
4. Kehamilan mola, penyakit trofoblastik
5. Komplikasi plasenta
6. Vasa previa
7. Hasil konsepsi yang tertahan
8. Subinvolusi uterus setelah kehamilan
9. Infeksi dan imflamasi
1. Vulvitas
2. Vaginitis
3. Servitis
4. Endometritis
5. Salving-oophoritis
6. Hiperplasia dan neo oplasia
Vagina: karsinoma, penyakit trofoblastik metastatic,
sarcoma botryoides.
Serviks: polip, papilloma, karsinoma.
Endometrium: hyperplasia, polip, karsinoma, sarcoma,
penyakit trofoblastik.
7
Myometrium: leiomoima, leomiosarkoma, miosis stroma
endolimfatik (hemangioperisioma).
Ovarium: tumor-tumor sel teka granulose yang
menghasilkan estrogen; tumor-tumor lain
atau kista dapat merangsang hormone stromaovarium
Tuba falopii: karsinoma.
Trauma
1. Perdarahan post operatif
2. Laserasi obstetric
3. Benda asing dalam vagina
4. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
5. Endometriosis
6. Adenomiosis
7. Aneurisma sirsiod- fistula arteriovenosa
8
3. Patofisiologi1,2,4
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus berovulasi
maupun pada siklus tidak berovulasi.
Siklus berovulasi
Perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari pertama siklus haid.
Penyebab perdarahan adalah terganggunya mekanisme hemostasis lokal di
endometrium.
Siklus tidak berovulasi
Perdarahan tidak teratur dan siklus haid memanjang disebabkan oleh
gangguan pada poros hipothalamus-hipofisis-ovarium. Adanya siklus tidak
berovulasi menyebabkan efek estrogen tidak terlawan (unopposed estrogen)
terhadap endometrium. Proliferasi endometrium terjadi secara berlebihan hingga
tidak mendapat aliran darah yang cukup kemudian mengalami iskemia dan
dilepaskan dari stratum basal.
Efek samping penggunaan kontrasepsi
Dosis estrogen yang rendah dalam kandungan pil kontrasepsi kombinasi
(PKK) menyebabkan integritas endometrium tidak mampu dipertahankan.
Progestin menyebabkan endometrium mengalami atrofi. Kedua kondisi ini dapat
menyebabkan perdarahan bercak. Sedangkan pada pengguna alat kontrasepsi
dalam rahim (AKDR) kebanyakan perdarahan terjadi karena endometritis.
4. Diagnosis1,2,3
Anamnesis
Pada pasien yang mengalami PUA, anamnesis perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
9
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk:
Menilai:
o Indeks massa tubuh (IMT > 27 termasuk obesitas)
o Tanda-tanda hiperandrogen
o Pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipo / hipertiroid
o Galaktorea (kelainan hiperprolaktinemia)
o Gangguan lapang pandang (karena adenoma hipofisis)
o Faktor risiko keganasan endometrium (obesitas, nulligravida, hipertensi,
diabetes mellitus, riwayat keluarga, SOPK)
Menyingkirkan:
o Kehamilan, kehamilan ektopik, abortus, penyakit trofoblas
o Servisitis, endometritis
o Polip dan mioma uteri
o Keganasan serviks dan uterus
10
o Hiperplasia endometrium
o Gangguan pembekuan darah
Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan
Pap smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip,
hiperplasia endometrium atau keganasan.
11
Pemeriksaan penunjang
Keterangan:
aPTT = activated partial tromboplastin time
BT-CT = bleeding time-clotting time
DHEAS = dehidroepiandrosterone sulfat
D&K = dilatasi dan kuretase
FT4 = free T4
Hb = hemoglobin
PT = protrombin time
TSH = thyroid stimulating hormone
USG = ultrasonografi
SIS = saline infusion sonography
IVA = inspeksi visual asam asetat.
12
Langkah diagnostik perdarahan uterus disfungsional :
Perdarahan uterus abnormal didefinisikan sebagai setiap perubahan yang
terjadi dalam frekuensi, jumlah dan lama perdarahan menstruasi.
Perdarahan uterus abnormal meliputi PUD dan perdarahan lain yang
disebabkan oleh kelainan organik.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk
menyingkirkan diagnosis diferensial perdarahan uterus abnormal.
Pada wanita usia reproduksi, kehamilan merupakan kelainan pertama yang
harus disingkirkan. Perdarahan yang terjadi dalam kehamilan dapat
disebabkan oleh abortus, kehamilan ektopik atau penyakit trofoblas
gestasional.
Penyebab iatrogenik yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal
antara lain penggunaan obat-obatan golongan antikoagulan, sitostatika,
hormonal, anti psikotik, dan suplemen.
Setelah kehamilan dan penyebab iatrogenik disingkirkan langkah
selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap kelainan sistemik meliputi
fungsi tiroid, fungsi hemostasis, dan fungsi hepar. Pemeriksaan hormon
tiroid dan fungsi hemostasis perlu dilakukan bila pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan gejala dan tanda yang mendukung
(rekomendasi C). Bila terdapat galaktorea maka perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap hormon prolaktin untuk menyingkirkan kejadian
hiperprolaktinemia.
Bila tidak terdapat kelainan sistemik, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan pada saluran
reproduksi. Perlu ditanyakan adanya riwayat hasil pemeriksaan pap smear
yang abnormal atau riwayat operasi ginekologi sebelumnya. Kelainan pada
saluran reproduksi yang harus dipikirkan adalah servisitis, endometritis,
polip, mioma uteri, adenomiosis, keganasan serviks dan uterus serta
hiperplasia endometrium.
13
Bila tidak terdapat kelainan sistemik dan saluran reproduksi maka
gangguan haid yang terjadi digolongkan dalam perdarahan uterus
disfungsional (PUD).
Bila terdapat kelainan pada saluran reproduksi dilakukan pemeriksaan dan
penanganan lebih lanjut sesuai dengan fasilitas.
Pada kelainan displasia serviks perlu dilakukan pemeriksaan kolposkopi
untuk menentukan tata laksana lebih lanjut.
Bila dijumpai polip endoserviks dapat dilakukan polipektomi.
Bila dijumpai massa di uterus dan adneksa perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut dengan USG transvaginal atau saline infusion sonography
(SIS). Ultrasonografi transvaginal merupakan lini pertama untuk
mendeteksi kelainan pada kavum uteri (rekomendasi A). Sedangkan
tindakan SIS diperlukan bila penilaian dengan USG transvaginal belum
jelas (rekomendasi A).
Bila dijumpai massa di saluran reproduksi maka dilanjutkan dengan tata
laksana operatif.
Diagnosis infeksi ditegakkan bila pada pemeriksaan bimanual uterus
teraba kaku dan nyeri. Pada kondisi ini dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria. Pengobatan yang
direkomendasikan adalah doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari
14
Langkah diagnosis PUA
15
Manajemen
16
Anemia
1. Definisi anemia6,7
Anemia adalah berkurangnya satu atau lebih parameter sel darah merah,
yaitu konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut
kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di
bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ criteria
National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada
pria dan di bawah 12 g% pada wanita.
2. Etiologi anemia6
3. Gambaran klinis6
Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target
serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin
sampai kadar tertentu (Hb < 7 g/dL). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu,
cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa
dingin, napas sesak, dan dispepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat yang
mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan di
bawah kuku.
17
sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia
organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ
yang terkena adalah:
- Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas
saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
- Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada
ekstremitas.
- Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
- Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta
rambut tipis dan halus.
2. Gejala Khas Masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
b. Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
3. Gejala Akibat Penyakit Dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini
timbul karena penyakit penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat
akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami.
Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya
menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala
yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis
lain, seperti :
18
a. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang
b. Glositis : iritasi lidah
c. Keilosis : bibir pecah-pecah
d. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok
4. Penatalaksanaan6,7
Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut ini:
a. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
b. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:
1. Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung,
maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah
merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah
jantung tersebut.
2. Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya
preparat besi untuk anemia defisiensi besi.
3. Terapi kausal
Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang
menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti-cacing
tambang.
4. Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan,
jika terapi ini berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi hanya
dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada
pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika
19
terdapat respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat
respons, maka harus dilakukan evaluasi kembali.
20
BAB III
ILUSTRASI KASUS
1. Identitas pasien
No rekam medik : 113162
Masuk : 05 Februari 2015 pukul 12:50
Nama : Ny.E
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Batu Belah
Agama : Islam
Status perkawinan : Sudah kawin
2. Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama
Keluar darah menstruasi sejak 3 minggu yang lalu.
Riwayat Haid
Riwayat KB
Tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi
Riwayat perkawinan
Pasien menikah saat usia 25 tahun, ini pernikahan yang pertama
dan lama pernikahan 22 tahun.
21
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, suami yang bekerja sebagai
wiraswasta
6. Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis:
- Keadan umum : Baik
- Kesadaran : Composmentis
- Vital sign : TD = 130/70 R = 18x/menit
N = 88x/menit T = 36oC
- Kepala : Bentuk Normal
- Mata : Konjungtiva Anemis, Sclera Tidak Ikterik
- Hidung : Septum Nasi tidak ada deviasi, Secret (-)
- Telinga : Tidak terdapat deformitas, Secret (-)
- Mulut : Bibir normal, sedikit pucat, tidak sianosis, mukosa mulut
lembab, tidak hiperemis
- Tenggorokan : Tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada
pemembesaran kelenjar getah bening, Trakea berada ditengah
ditengah
- Thorax:
- Paru-Paru : I : simertris kiri dan kanan
Pa : gerak nafas simetris
Pr :sonor pada kedua paru
22
Au :vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
- Jantung : I : tidak tampak pulsasi ictus cordis
Pa : teraba pulsasi ictus cordis pada ICS V, 1 cm
linea midclavicula sinistra
Pr :batas jantung kanan ICS:III, IV,V linea
sternalis dextra, batas kiri ICS V, 1-2 cm disebelah
medial midclavicula sinistra
Au :bunyi jantung regular, murmur (-),gallop (-)
- Abdomen: I : Perut cembung, striae (+)
Pr : Timpani
Pa : Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-)
Au : Bising usus (+) normal
7. Pemeriksaan penunjang :
USG
- Genitalia interna dalam batas normal
- Uteri dalam batas normal
- Ukuran dan letak ovarium dalam batas normal
Pemeriksaan laboratorium
8. Diagnosa kerja :
Perdarahan uterus abnormal Ovulasi + Anemia
23
Perjalanan penyakit (Follow up)
24
BAB IV
PEMBAHASAN
25
biasa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan waktu
menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormone estrogen,
sementara hormone progesterone tetap terbentuk. Ovulasi abnormal (DUB
ovulatory) terjadi pada 15-20% pasien DUB dan mereka memiliki endometrium
sekretori yang menunjukkan adanya ovulasi setidaknya intermitten jika tidak
regular. Pasien ovulatory dengan perdarahan abnormal lebih sering memiliki
patologi organic yang mendasari, dengan demikian mereka bukan pasien DUB
sejati menurut definisi tersebut. Secara umum, DUB ovulatory sulit untuk diobati
secara medis.
DAFTAR PUSTAKA
26
27