Anda di halaman 1dari 17

Rangkuman Mata Kuliah Pengauditan 1:

RISIKO DETEKSI DAN RANCANGAN UJI


SUBSTANTIF

OLEH:
MAXYANUS TARUK LOBO
A311 12 296

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
A. MENENTUKAN RISIKO DETEKSI
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan menemukan salah satu material
yang ada dalam sebuah asersi. Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan
rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen
keempat atau terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu
pernyataan/asersi. Rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan hubungan yang
dinyatakan dengan model sebagai berikut: (Mulyadi, 1998:225)

RD = RA / RB x RP
Keterangan :
RA = Risiko Audit
RB = Risiko Bawaan
RP = Risiko Pengendalian
RD = Risiko Deteksi

Rumus perhitungan risiko deteksi dapat diuraikan sebagai berikut:


Untuk tingkat risiko audit tertentu (RA) yang diteteapkan oleh auditor, risiko deteksi
berbanding terbalik dengan taksiran bawaan (RB) dan risiko pengendalian (RP).
Hubungan antara strategi, risiko deteksi yang direncanakan, audit pendahuluan, dan
tingkat pengujian substantif: (Boynton, 2003:502)

Strategi Audit Risiko Deteksi Memperoleh Tingkat Pengujian


Pendahuluan yang Keyakinan yang Substantif yang
Direncanakan Direncanakan dari Direncanakan
:

Pendekatan Rendah atau Pengujian rincian Tingkat yang lebih


pengujian sangat rendah atas transaksi dan tinggi
substantif utama saldo
yang menekankan
pengujian rincian

Tingkat risiko Sedang atau tinggi Pengujian Tingkat yang lebih


pengendalian yang pengendalian rendah
dinilai lebih rendah
Pendekatan Rendah atau Prosedur analitis Tingkat yang lebih
pengujian sangat rendah tinggi
substantif utama
yang menekankan
prosedur analitis

Penekanan pada Sedang atau tinggi Bukti mengenai Tingkat sedang


risiko bawaan dan risiko bawaan dan atau lebih rendah
prosedur analitis prosedur analitis

Tabel 1: Strategi Audit Pendahuluan, Risiko Deteksi yang Direncanakan, dan


Penekanan pada Pengujian Audit yang Direncakan

Risiko deteksi terencana merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen
tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah
saji yang masih dapat ditoleransi. Jika nilai risiko deteksi terencana berkurang, maka
auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai risiko
deteksi yang berkurang, risiko ini menentukan nilai bukti subtantif yang direncanakan
oleh auditor untuk dikumpulkan.
1. Mengevaluasi Tingkat Pengujian Substantif yang Direncanakan
Pada saat mengevaluasi tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk
setiap asersi laporan keuangan yang signifikan, auditor akan mempertimbangkan
bukti yang diperoleh dari :
1) Penilaian risiko bawaan
2) Prosedur untuk memahami bisnis dan industri klien dan prosedur analitis terkait
yang dilengkapi.
3) Pengujian pengendalian, meliputi :
a. Bukti tentang efektifitas pengendalian intern yang didapat ketika
memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern.
b. Bukti tentang efektifitas pengendalian intern yang mendukung penilaian
tingkat risiko pengendalian yang lebih rendah (seperti pengujian
pengendalian manajemen yang berhubungan dengan asersi-asersi spesifik,
pengujian pengendalian umum komputer, pengujian pengendalian aplikasi
komputer, dan pengujian tindak lanjut manual).
Apabila tingkat risiko pengendalian akhir sama dengan tingkat risiko pengendalian
awal, auditor bisa melangkah ke tahap perancangan pengujian substantif spesifik
berdasarkan rencana tingkat pengujian substantif yang telah ditetapkan sebagai
komponen keempat dari strategi audit awal. Namun apabila tidak, tingkat pengujian
substantif harus direvisi sebelum merancang pengujian substantif spesifik untuk
mengakomodasi tingkat risiko deteksi yang bisa diterima setelah direvisi.
2. Merevisi Risiko Deteksi yang Direncanakan
Apabila memungkinkan, tingkat risiko deteksi yang dapat diterima akhir (setelah
direvisi) ditetapkan untuk setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana
risiko deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada risiko pengendalian
sesungguhnya atau akhir bukan pada rencana tingkat risiko pengendalian untuk
asersi yang bersangkutan. Apabila auditor memutuskan untuk mengkuantifikasi
penetapan risiko, maka tingkat risiko deteksi setelah direvisi dapat ditentukan
dengan menyelesaikan persamaan dalam model risiko audit untuk risiko deteksi.
Jika risiko tidak dikuantifikasi, risiko deteksi setelah direvisi ditentukan berdasarkan
pertimbangan (judgement).
3. Menspesifikasi Risiko Deteksi untuk Pengujian Substantif yang Berbeda Pada
Asersi yang Sama.
Risiko deteksi menyangkut risiko bahwa semua pengujian substantif yang
digunakan untuk mendapatkan bukti tentang suatu asersi, secara kolektif akan
gagal dalam mendeteksi salah saji material. Dalam merancang pengujian substantif,
auditor kadang-kadang menginginkan untuk menetapkan tingkat risiko deteksi
berbeda yang akan digunakan dalam pengujian substantif yang berbeda pula
mengenai asersi yang sama. Sebagai contoh, berdasarkan aumsi bahwa bukti yang
diperoleh dari suatu pengujian atau sejumlah pengujian akan mengurangi risiko
salah saji material tetap tak terdeteksi setelah pengujian dilakukan, maka akan lebih
tepat untuk menggunakan tingkat risiko deteksi lebih tinggi untuk pengujian
selebihnya.
B. PERANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIF
Untuk mendapatkan dasar yang masuk akal dalam memberi pendapat atas laporan
keuangan kliennya, auditor harus memperoleh bukti kompeten yang cukup seperti
disyaratkan oleh standar pekerjaan lapangan ketiga dalam standar auditing. Pengujian
substantif di satu sisi bisa menghasilkan bukti tentang kewajaran setiap asersi laporan
keuangan yang signifikan, dan di sisi lain pengujian substantif juga bisa menghasilkan
bukti yang menunjukkan adanya kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji dalam
pencatatan atau pelaporan transaksi dan saldo- saldo. Perancangan pengujian
substantif meliputi penentuan sifat, saat, dan luas pengujian yang diperlukan untuk
memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi.
1. Sifat Pengujian Substantif
Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan keefektivan prosedur
pengauditan yang akan dilakukan. Bila tingkat risiko deteksi yang diterima rendah
maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif dan biasanya lebih
mahal. Dan bila risiko deteksi yang diterima tinggi auditor menggunakan prosedur
yang kurang efektif yang biasanya lebih murah.
Pengujian substantif terdiri dari 3 jenis (Falah Wilayudha, 2013:online):
a. Prosedur Analitis Digunakan dalam perencanaan audit untuk mengidentifikasi
daerah daerah atau tempat yang memiliki risiko tinggi terjadinya salah saji.
b. Pengujian Detail Transaksi Pengujian ini dilakukan auditor terutama untuk
menemukan kesalahan jumlah rupiah bukan atas penyimpangan atas
pengendalian.
c. Pengujian Detail atas Saldo Saldo Dilakukan untuk mendapatkan bukti bukti
secara langsung tentang sebuah saldo rekening dan bukan pada masing
masing pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut.
a. Prosedur Analitis
Penggunaan prosedur analitis dalam perencanaan audit untuk mendukung
strategi audit dan untuk mengidentifikasi bidang risiko yang lebih besar atas
salah saji. Untuk beberapa asersi, prosedur analitis dianggap kurang efektif
dibanding pengujian rincian. Namun demikian, dalam beberapa kasus berlaku
kebalikannya. Pengujian rincian atas transaksi bervolume besar dan
pendapatan bernilai kecil, akan sangat membosankan dan mahal. Di pihak lain,
pendapatan dalam kasus seperti itu sering diestimasi dengan derajat ketepatan
yang wajar dengan menggunakan variable independen seperti jumlah
pelanggan, tingkat penagihan untuk berbagai jenis jasa, data temperature, dan
sebagainya
Menurut Mulyadi (1998:227) prosedur analitik dapat digunakan oleh auditor
pada:
1) Tahap perencanaan audit untuk mengidentifikasi bidang audit yang
memiliki risiko salah saji yang tinggi
2) Tahap pengujian dalam proses audit sebagai suatu pengujian substantif
untuk memperoleh bukti audit tentang asersi tertentu.
3) Tahap pengujian rinci sebagai prosedur audit tambahan
4) Tahap pengujian dalam pendekatan terutama substantif
PSA No 22, Prosedur Analitis (SPAP 329.11), menyatakan bahwa efektivitas
dan efisiensi prosedur analisis tergantung pada : Sifat asersi, Kelayakan dan
kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan, Ketersediaan dan keandalan
data yang digunakan untuk membuat taksiran, Ketepatan harapan.
Apabila hasil prosedur analisis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko
deteksi yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu
melakukan pengujian detil. Prosedur ini biasanya tidak begitu mahal biaya
pelaksanaannya.Oleh karena itu, auditor dapat mempertimbangkan
penggunaan prosedur ini untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima sebelum memutuskan untuk melakukan pengujian detil.
b. Pengujian Rincian atas Transaksi
Pengujian detil transaksi terutama berupa penelusuran (tracing) dan
pencocokan ke dokumen pendukung (voucbing). Pengujian dilakukan auditor
terutama untuk menentukan kesalahan jumlah rupiah, bukan pada
penyimpangan atas pengendalian. Penelusuran berguna dalam pengujian atas
pelaporan terlalu rendah (understatement), sedangkan pencocokan ke
dokumen terutama ditunjukkan untuk menemukan pelaporan terlalu tinggi
(overstatement). Hasil pengujian digunakan untuk menarik kesimpulan tentang
saldo rekening yang bersangkutan. Pengujian biasanya dilakukan dengan
menggunakan dokumen-dokumen yang terdapat dalam arsip klien. Efektivitas
pengujian tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan. Efisiensi
biaya akan tercapai bila auditor melaksanakan pengujian berbarengan dengan
pengujian pengendalian yang disebut pengujian bertujuan ganda. Kekurangan
dari pengujian ini adalah banyaknya waktu yang tersita, lebih mahal bila
dibandingkan dengan review analistsis, akan tetapi metode ini masih lebih
murah jika dibandingkan dengan pengujian detil atas saldo saldo.
c. Pengujian Rincian atas Saldo-Saldo
Pengujian detil atas saldo-saldo dilakukan untuk mendapatkan bukti secara
langsung tentang sebuah saldo rekening, dan bukan pada masing-masing
pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut.
Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur yang digunakan dan bukti yang
diperoleh. Keefektifan pengujian ini juga bergantung pada prosedur tertentu
yang dilakukan dan jenis bukti yang diperoleh. Berikut digambarkan bagaimana
efektivitas pengujian saldo dapat disesuaikan guna memenuhi tingkat risiko
deteksi yang berbeda untuk penilaian atau alokasi asersi kas di bank:
Risiko deteksi Pengujian Rincian atas Saldo
Tinggi Menscan rekonsiliasi bank yang disiapkan klien dan
menverifikasi ketepatan matematis atas rekonsiliasi
tersebut
Sedang Review rekonsiliasi bank yang disiapkan klien dan
menverifikasi pos-pos rekonsiliasi yang penting serta
ketepatan matematis rekonsiliasi tersebut.
Rendah Siapkan rekonsiliasi bank dengan menggunakan
laporan bank yang diperoleh dari klien dan dilakukan
verifikasi pos-pos rekonsiliasi yang penting serta
ketepatan matematisnya.
Sangat rendah Meminta laporan bank langsung dari bank,
menyiapkan rekonsiliasi bank, dan melakukan
verifikasi pada seluruh pos-pos rekonsiliasi serta
ketepatan matematisnya.
d. Pengujian rincian atas estimasi akuntansi.
Estimasi akuntansi Merupakan perkiraan elemen laporan keuangan, item, atau
akun atas tidak adanya pengukuran yang tepat. Biasanya meliputi pengujian
atas saldo, tetapi selalu memerlukan bukti yang unik. Estimasi akuntansi
biasanya meliputi elemen prospektif yang signifikan. Pertimbangan diperlukan
dalam pembuatan estimasi akuntansi yang mempunyai dampak yang signifikan
terhadap laporan keuangan perusahaan. Tujuan auditor dalam mengevaluasi
estimasi akuntansi adalah untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk
memberikan kepastian yang layak.
Dalam SPAP 342.7 disebutkan bahwa tujuan auditor pada waktu mengevaluasi
estimasi akuntansi adalah memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk
memberikan keyakinan memadai bahwa:
a) Semua estimasi akuntansi yang dapat material bagi laporan keuangan telah
ditetapkan
b) Estimasi akuntansi tersebut masuk akal dalam kondisi yang bersangkutan
c) Estimasi akuntansi disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
diungkapakn secara memadai
Untuk mengevaluasi kelayakan estimasi diatas, dalam SPAP 342.09 diuraikan
bahwa auditor harus mengonsentrasikan pada jumlah asumsi-asumsi dan
faktor-faktor penting yang digunakan manajemen, seperti (1) signifikansi
terhadap estimasi akuntansi, (2) sensitif terhadap variasi, (3) penyimpangan
dari pola lama, (4) subjektif serta dapat berpengaruh salah saji dan bias.
Bukti tentang kewajaran estimasi tersebut dapat diperoleh auditor dari satu atau
beberapa pendekatan berikut:
a) Melakukan prosedur untuk meriview dan menguji proses manajemen dalam
membuat estimasi
b) Membuat ekspektasi yang independen atas estimasi
c) Meriview transaksi dan keterjadian yang berikutnya yang terjadi sebelum
menyelesaikan audit yang berkaitan dengan estimasi tersebut.
e. Penerapan empat jenis pengujian substantif
Penerapan keempat jenis pengujian substantif dapat digambarkan dalam
konteks rekening-rekening berikut :
Untuk menentukan saldo akhir telah disajikan secara wajar, auditor harus
mempertimbangkan untuk mendapatkan bukti dari berbagai pengujian
substantif sebagai berikut :
1. Prosedur analisis, meliputi:
a) Perbandingan antara nilai absolute saldo akhir tahun ini dalam rekening
kontrol dengan saldo akhir yang lalu,jumlah menurut anggaran, atau
ekspetasi lain.
b) Menggunakan saldo akhir untuk menentukan persentase piutang
dagang terhadap aktiva lancar untuk dibandingkan dengan persentase
tahun lalu, data industri, atau nilai ekspektasi lain.
c) Menggunakan saldo akhir untuk menghitung rasio perputaran piutang
untuk dibandingkan dengan perputaran piutang tahun lalu, data industri,
atau nilai ekspektasi lain.
2. Pengujian detil transaksi, meliputi:
a) Suatu sampel pendebetan dan pengkreditan atas rekening-rekening
piutang.
b) Penelusuran data transaksi dari bukti transaksi dan jurnal ke
pendebetan dan pengkreditan dalam rekening-rekening piutang.
3. Pengujian detil saldo-saldo, meliputi:
a) Menentukan total semua saldo akhir piutang dagang dalam buku
pembantu, sama dengan saldo piutang dagang di rekening control.
b) Mengkonfirmasi saldo akhir sejumlah rekening piutang langsung ke
debitur atau pelanggan.
4. Pengujian rincian atas saldo yang melibatkan estimasi akuntansi.
Kemungkinanya meliputi:
a) Menguji penetapan umur piutang dengan memvouching jumlah-jumlah
dalam kategori penetapan umur piutang untuk akun-akun sampel ke
dokumen pendukung.
b) Untuk akun-akun yang telah berlalu, menguji bukti keterkaitan seperti
korespondensi dengan pelanggan dan agen-agen penagihan luar,
laporan kredit dan laporan keuangan pelanggan, serta membicarakan
jumlah-jumlah yang dapat ditagih dengan personel manajemen yang
sesuai
c) Mengevaluasi proses manajemen dalam mengestimasi akun penyisihan
piutang tak tertagih dengan peninjauan kembali.
d) Mengevaluasi kecukupan penyisihan informasi yang diberikan tentang
kecenderungan industri, kecendurungan penetapan umur piutang, dan
sejarah untuk pelanggan tertentu.
Dalam hal piutang dagang, ketiga jenis pengujian subtantif di atas semuanya
dapat diterapkan. Sedangkan untuk rekening rekening yang lain, terkadang
yang dapat diterapkan hanya satu atau dua jenis saja untuk mendapatkan bukti
yang cukup untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.Untuk
menentukan bahwa rekening penjualan telah dilaporkan dengan jumlah yang
wajar, auditor bisa mendapatkan bukti melalui hal-hal berikut :
1. Prosedur analisis.
Prosedur-prosedur yang dilakukan meliputi:
a) Perbandingan antara jumlah absolute saldo akhir dengan saldo akhir
tahun lalu, jumlah menurut anggaran, atau nilai ekspetasi lain.
b) Perbandingan antara saldo akhir dengan saldo akhir menurut estimasi
independen.
2. Pengujian detil transaksi.
Prosedur-prosedur audit yang dilakukan meliputi:
a) Pencocokan ke dokumen pendukung atas setiap pengkreditan dengan
pendebetan ke rekening piutang dagang, bukti pengiriman barang, dan
order penjualan.
b) Menelusur data transaksi dari dokumen dasar.
3. Pengujian detil saldo-saldo
Mengingat bahwa penjualan memiliki hubungan langsung dengan piutang
dagang, maka berbagai bukti yang diperoleh untuk pengujian detil atas
saldo piutang dagang dapat juga digunakan sebagai bukti untuk saldo
rekening penjualan.
4. Pengujian rincian atas saldo yang melibatkan estimasi akuntansi.
Pengakuan pendapatan untuk beberapa perusahaan dilakukan secara
langsung. Oleh karena pentingnya estimasi presentasi penyelesaian,
auditor dapat menggunakan seorang ahli dalam industri untuk
mengevaluasi estimasi tersebut. Auditor dapat juga mengevaluasi retur
penjualan dan penyisihan, untuk membantu retur yang diestimasi dengan
penjualan pada tahun berjalan.
2. Saat Pengujian Substantif
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima bisa berpengaruh pula pada saat
pengujian substantif. Bila risiko deteksi tinggi pengujian bisa dilakukan beberapa
bulan seblum akhir tahun, apabila risiko deteksi rendah pengujian substantif akan
dilakukan pada tanggal akhir tahun atau mendekati akhir tahun.
Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca
Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil suatu rekening pada tanggal
interim. Keputusan untuk melakukan pengujian sebelum tanggal neraca harus
didasarkan pada pertimbangan apakah auditor dapat :
a) Mengendalikan bertambahnya risiko audit bahwa salah saji yang material akan
ada dalam akun tersebut pada tanggal neraca namun tidak dapat dideteksi oelh
auditor. Risiko tersebut semakin besar jika periode waktu yang tersisa antara
tanggal pengujian interm dan tanggal neraca diperpanjang.
b) Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun.
Menurut Boynton (2003:513) yang mengutip SAS No.45 meyebutkan bahwa
Kondisi-kondisi yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko :
a) Struktur pengendalian intern selama periode tersisa cukup efektif
b) Tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi manajemen untuk
membuat salah saji dalam laporan keuangan selama periode tersisa.
c) Saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal interim bias diprediksi
secara masuk akal, baik mengenai jumlah, hubungan signifikan, maupun
komposisinya.
d) Sistem akuntansi klien akan memberi informasi mengenai transaksi tak biasa
yang signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa.
Pengujian substantif sebelum tanggal neraca tidak meninggalkan kebutuhan akan
pengujian substantif pada tanggal nereca. Pengujian untuk periode tersisa harus
mencakup :
a) Perbandingan saldo rekening-rekening pada dua tanggal untuk mengidentifikasi
jumlah-jumlah yang nampak tidak biasa dan menyelidiki atas jumlah-jumlah
tersebut.
b) Prosedur analisis lain atau pengujian substantif detil lainnya untuk
mendapatkan dasar yang layak untuk memperluas kesimpulan audit interim ke
tanggal neraca.
3. Luas Pengujian Substantif
Auditor bisa menentukan jumlah bukti yang harus diperoleh dengan mengubah luas
pengujian substantif yang dilakukan. Luas dalam praktik mengandung arti
banyaknya item ada besarnya sampel yang dilakukan pengujian atau diterapkan
prosedur tertentu. Penentuan sampel secara statistik dalam pengujian substantif
dapat dilakukan untuk membantu auditor dalam menentukan ukuran sampel yang
diperlukan untuk mencapai suatu tingkat risiko deteksi.
4. Pemilihan Staf
Due Profesional Care in the Performance of Work menyebutkan bahwa auditor
harus menetapkan tugas dan supervise yang sepadan dengan tingkat
pengetahuan, keahlian, dan kemampuan mereka sehingga mereka dapat
mengevaluasi bukti audit yang sedang mereka uji
5. Hubungan antara komponen risiko audit dan sifat, waktu, serta luas
pengujian substantive

Gambar 2: hubungan antara komponen risiko audit, dan sifat, waktu dan luas
pengujian substantif
C. MENGEMBANGKAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF
1. Penggunaan teknologi informasi untuk mendukung pengujian substantive
Disamping menggunakan teknik audit berbantuan computer untuk pengujian
pengendalian, perangkat lunak audit telah dikembangkan untuk berbagai aplikasi
pengujian substantive yang luas.
a. Perangkat lunak audit yang umum. Perangkat lunak tersebut digunakan
oleh auditor untuk arsip-arsip computer klien yang dihasilkan dalam
berbagai data organisasi dan metode pemrosesan, sehingga hal tersebut
dapat dihubungkan dari sau klien ke klien lainnya. Tergantung pada aplikasi,
satu atau lebih fase berikut ini tercakup dalam penggunaan paket peringkat
lunak audit:
1) Pengidentifikasian tujuan auditor dan tujuan pengujian yang dilakukan
2) Penentuan kelayakan penggunaan paket perangkat lunak tersebut
dengan sistem klien
3) Perancangan aplikasi , yang meliputi logika, perhitungan, dan bentuk
ouputnya
4) Pengkodean dan pengujian aplikasi, termasuk pembuatan bentuk-
bentuk standar dan informasi penting
5) Pemrosesan aplikasi pada data arsip aktual klien dan me-rivew hasil-
hasilnya.
b. Pemilihan dan pencetakan sampel-sampel audit
Sampel-sampel tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Piutang
usaha pelanggan secara individual mungkin dipilih untuk konfirmasi, atau
auditor mungkin tertarik dalam memperoleh daftar seluruh item yang
nilainya melebihi jumlah normal tertentu. Sampel tersebut dipilih
berdasarkan berbagai criteria. Dalam kasus permintaan konfirmasi tersebut
komputer juga dapat digunakan untuk mencetak surat dan amplop
permintaan konfirmasi.
c. Pengujian kalkulasi dan pembuatan perhitungan
Keguanaan lainnya dari komputer adalah untuk menguji keakuratan
perhitungan dalam mesin yang dapat membaca artsip data. Pengujian
penjumlahan ke samping, penjumlahan ke bawah atau perhitungan lain dapat
dilakukan. Kuantitas persediaan dapat dihitung dengan biaya per unit dan
jumlah persediaan yang di kalkulasi ulang, piutang usaha pelanggan dapat
dijumlah ke bawah secara individual dan total seluruh akun yang dibuat.
d. Peringkasan data dan pelaksanaan analisis
Auditor biasanya menginginkan data klien disusun kembali dalam cara yang
akan sesuai dengan tujuan tertentu. Dalam melaksanakan prosedur analitis,
auditor dapat menggunakan computer untuk menghitung rasio yang
diinginkan dan data komperatif lainnya.
e. Perbandingan data audit dengan catatan computer
Data audit yang dihasilkan dari pekerjaan yang dilakukan oleh auditor dapat
dibandingkan dengan informasi dalam catatan computer. Uji hitung yang
dibuat oleh auditor atas kuantitas persediaan di tangan dapat dibandingkan
dengan kuantitas yang ditunjukkan pada catatan persediaan perpetual atau
kuantitas yang ditentukan oleh perusahaan sebagai hasil dari perhitungan
fisik persediaan.
2. Hubungan antara asersi,tujuan audit khusus, dan pengujian substantive
Dalam perancangan pengujian substantive, auditor harus menemukan bahwa
pengujian yang sesuai telah diidentifikasi untuk mencapai tujuan audit khusus
yang ada dalam setiap asersi.
a. Program audit ilustratif untuk pengujian substantive
Program audit merupakan daftar prosedur audit yang akan dilakukan. Selain
untuk daftar prosedur audit, setiap program audit harus mempunyai kolom
untuk (1) referensi silang kertas kerja lainnya yang berisi bukti yang diperoleh
dari setiap prosedur (ketika apat diterapkan), (2) titik awal auditor yang
melakukan setiap prosedur, dan (3) tampilan tanggal pada prosedur yang
telah diselesaikan. Program audit harus cukup rinci memberikan : (a)Garis
besar pekerjaan yang akan dilakukan; (b) Dasar koordinasi, supervise, dan
pengendalian audit; (c) Catatan pekerjaan yang dilakukan
3. Kerangka kerja umum pengembangan program audit untuk pengujian
substantive
Pemahaman mengenai signifikansi kelompok transaksi dan pemicu ekonomi
yang mendasari kelompok transaksi tersebut, memberikan konteks penting untuk
melakukan dan mengevaluasi kewajaran bukti yang mendukung asersi
manajemen dalam laporan keuangan. Pengujian substantive berikutnya sering
dilakukan pada catatan-catatan buku pembantu, skedul pendukung, atau sampel-
sampel yang ditarik darinya, maka merupakan hal yang logis untuk memulai
dengan memastikan bahwa catatan pendukung dikerjakan sesuai dengan buku
besar.
Spesifikasi prosedur analitis dipertimbangkan berikutnya karena, ketersediaan
prosedur efektif dapat mengurangi atau menghilangkan kebutuhan pengujian
rincian yang lebih mahal. Pengujian rincian atas transaksi biasanya dilakukan
berikutnya karena dalam beberapa kasus hal tersebut akan lebih murah untuk
dilakukan daripada pengujian rincian atas saldo. Auditor kemudian harus
melakukan pengujian rincian atas saldo untuk memperoleh bukti secara langsung
tentang kewajaran penyajian saldo yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
Program ini harus menspesifikasikan persyaratan khusus yang sebelumnya tidak
ada dan prosedur untuk menentukan bahwa penyajian dan pengungkapan yang
ada dalam asersi tersebut dikupas oleh program yang sesuai dengan GAAP.
4. Program audit dalam perikatan awal
Dalam sebuah perikatan awal, spesifikasi rinci dari pengujian substantive dalam
program audit umumnya tidak sempurna. Pertimbangan khusus untuk
merancang program audit dalam perikatan awal adalah (1) menentukan
ketepatan saldo akun pada periode awal audit, dan (2) memastikan prinsip
akuntansi yang digunakan dalam periode sebelumnya sebagai dasar untuk
menentukan konsistensi penerapan prinsip semacam itu dalam periode berjalan.
5. Program audit dalam perikatan berulang
Auditor mempunyai akses ke program audit yang digunakan dalam periode
sebelumnya dan kertas kerja yang berkaitan dengan program tersebut. Program
audit untuk perikatan saat ini sering dipersiapkan sebelum auditor menyelesaikan
penelitian dan evaluasinya terhadap struktur pengendalian intern. Jika informasi
yangyang diperoleh dalam periode berjalan menunjukkan asumsi awal tingkat
risiko dan program yang dibuat tidak sepenuhnya sesuai, akan dilakukan
modifikasi program.
D. PERTIMBANGAN KHUSUS DALAM MERANCANG UJI SUBSTANTIF
1. Akun-akun laporan laba rugi
Secara tradisional, pengujian rincian atas saldo lebih berfokus pada asersi laporan
keuangan yang berkaitan dengan akun-akun neraca daripada akun laporan laba
rugi. Pendekatan ini efisien dan logis berkaitan dengan satu atau lebih akun-akun
neraca.:

Akun-akun Neraca Akun laporan laba rugi terkait

Piutang usaha Penjualan


Persediaan Harga Pokok Penjualan
Beban dibayar di muka Berbagai beban terkait
Investasi Pendapatan investasi
Aktiva tetap Beban penyusutan
Aktiva tak berwujud Beban amortisasi
Hutang akrual Beban bunga
Kewajiban berbunga
Jika dibandingkan dengan uji substantive atas akun neraca, pengujian laporan laba
rugi lebih condong ke prosedur analitis dan sedikit ke pengujian rincian.
a. Prosedur analitis untuk akun-akun laporan laba rugi
Jenis pengujian substantive ini dapat digunakan secara langsung atau tidak
langsung. Pengujian langsung terjadi ketika akun pendapatan atau akun beban
dibandingkan dengan data relevan lainnya untuk menentukan kewajaran saldo
tersebut. Pengujian ini tidak langsung terjadi apabila bukti mengenai saldo
laporan laba rugi diperoleh dari prosedur analitis yang dipakai untuk akun
neraca yang berhubungan.
Auditor mungkin memilih untuk menggunakan prosedur analitis sebagai
pengujian langsung atas beberapa saldo laporan laba rugi. Jika pengendalian
terhadap transaksi penyesuaian penjualan cukup andal, hanya prosedur analitis
yang dipakai untuk akun retur penjualan dan penyisihan.
b. Pengujian rincian atas akun-akun laporan laba rugi
Apabila bukti yang diperoleh dari prosedur analitis dan dari pengujian rincian
atas akun-akun neraca yang berkaitan tidak mengurangi risiko deteksi menjadi
lebih rendah. Hal ini dapat terjadi pada saat :
1) Risiko bawaan tinggi. Hal ini terjadi dalam kasus asersi-asersi yang
dipengaruhi oleh transaksi yang tidak rutin dan pertimbangan serta estimasi
manajemen.
2) Risiko pengendalian tinggi. Keadaan ini dapat terjadi ketika (1)
pengendalian intern yang berkaitan dengan transaksi rutin dan tidak rutin
tidak efektif atau (2) auditor memilih untuk tidak menguji pengendalian intern
3) Prosedur analitis menentukan adanya fluktuasi hubungan yang tidak bias
dan tidak diharapkan.
4) Akun memerlukan analisis. Analisis biasanya diperlukan untuk akun-akun
yang (a) memebutuhkan pengungkapan khusus dalam laporan laba-rugi, (b)
beisi informasi yang diperlukan dalam mempersiapkan SPT pajak dan
laporan kepada instansi yang berwenang, seperti SEC (amerika) atau
Bapepam (Indonesia), dan (c) mempunyai judul akun yang kemungkinan
mengandung kesalahan klasifikasi dan kekeliruan.
2. Akun-akun yang ada dalam transaksi pihak yang mempunyai hubungan
istimewa
Auditor harus mengidentifikasi transaksi pihak yang mempunyai hubungan istimewa
dalam perencanaan audit. jenis transaksi ini menjadi perhatian auditor karena
transaksi tersebut tidak dilakukan berdasarkan sikap yang independen dari pihak-
pihak yang bersangkutan. Tujuan auditor dalam mengaudit transaksi pihak yang
mempunyai hubugan istimewa adalah untuk memperoleh bahan bukti berkenaan
dengan tujuan, sifat, dan luas transaksi tersebut dan pengaruhnya terhadap laporan
keuangan. SPAP 334.09 menunjukkan bahwa pengujian substantive harus
mencakup :
a) Memperoleh pemahaman tentang tujuan bisnis dari transaksi tersebut
b) Memeriksa faktur, pelaksanaan persetujuan, kontrak, dan dokumen lain yang
berkaitan
c) Menentukan apakah transaksi telah disetujui oleh dewan komisaris
d) Menguji kewajaran kompilasi jumlah yang akan digunakan
e) Menyusun audit atas saldo akun antarperusahaan yang dilakukan berulang
pada tanggal-tanggal berikutnya
f) Menginspeksi dan memperoleh kepuasan berkaitan dengan transfer dan nilai
jaminan
DAFTAR PUSTAKA:

Bilayudha, Falah. 2013. Risiko Detektif dan Perancangan Uji Pengendalian. (online)
(http://falahbilayudha.blogspot.com/2013/04/resiko-detektif-dan-perancangan_8096.html.
diakses PadaTanggal 4 November 2014)

Boynton, William C., Johnson, Raymond N., dan Kell, Walter G. 2003. Modern Auditing.
Jakarta: Erlangga.

Farahaul. 2012. Risiko Deteksi dan Perancangan Uji Substantif. (online) (http://farah-
aul.blogspot.com/2012/10/audit-risiko-deteksi-dan-perancangan.html. Diakses Pada Tanggal
4 November 2014)

IAPI. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Mulyadi., Puradiredja, Kanaka. 1998. Auditing. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai