Anda di halaman 1dari 22

RENCANA PENELITIAN

JUDUL : UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN


BELUNTAS (Pluchea Indica L.) TERHADAP
PERTUMBUHAN Staphilococcus aureus
NAMA MAHASISWA : HAERUL HADI
NOMER MAHASISWA : PO.71.3.251.14.1.018
PEMBIMBING : 1. Rusdiaman, S.Si, M.Si, Apt.
2. Dr. Sesilia Rante Pakadang S.Si, M.Si, Apt

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang obat, tetapi sebagian besar dari tanaman

beriklim tropis dan bertanah subur tersebut tidak dikenali. Tanaman

memiliki berbagai jenis tanaman, salah tersebut tumbuh secara liar tanpa

terawat dengan baik bahkan dianggap sebagai pengganggu tanaman lain,

sehingga pemanfaatannya belum maksimal. Seiring berjalannya waktu

pengetahuan tentang tumbuhan obat makin berkembang, kini tanaman obat

telah digali manfaatnya. Masyarakat kini lebih cenderung untuk

menggunakan obat dari alam. Hal ini karena banyaknya kendala yang

ditimbulkan oleh penggunaan obat sintesis, seperti harganya mahal dan

menimbulkan resistensi bakteri (Febriyati, 2010).

Tanaman obat tradisional sangat berguna untuk penyembuhan suatu

penyakit, karna penyakit merupakan salah satu permasalahan yang harus di

1
perhatikan dalam kehidupan manusia. Walaupun secara fisik manusia terlihat

sehat dan kuat tetapi dalam diri manusia dan akan muncul bila sudah

memburuk. Banyak nya alternatifpengobatan yanng ada tetapi orang

cenderung mencari pengobatan yang aman dan tidak ada efek sampingnya

seperti tanamann tradisional ( Maharani Putrid,. 2011 ).

Beluntas (Pluchea idica L.) merupakan salah satu tanaman obat

tradisional yang cukup tersebar luas di Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis

semak atau setengah semak. Tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 2 meter.

Tanaman ini tumbuh secara liar dan terdapat di tanah yang tandus yang kurang

terurus. Sebagian orang memanfaatkan tanaman ini sebagai pagar pekarangan

(Yovita dan Yoanna, 2010).

Hampir semua bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai obat-

obatan tradisional. Senyawa kimia yang terdapat pada daun beluntas yaitu

alkaloid, tanin, minyak atsiri, dan flavanoida. Selain daun, akar dari tumbuhan

beluntas ini juga bisa dimanfaatkan sebagai obat. Hal tersebut dikarenakan

pada akar beluntas juga mengandung beberapa zat seperti flafonoida dan

tannin. Oleh karena itu, tumbuhan ini sudah dijadikan sebagai salah satu obat

herbal. Daun beluntas dipercaya memilki khasiat untuk menyembuhkan

berbagai macam penyakit (Suseno, 2013).

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang banyak terdapat

pada kulit dan menyebabkan infeksi pada kulit. Disamping itu,

Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan keracunan pada makanan

yang akhirnya memyebabkan penyakit dan inflamasi pada usus (Djide, 2005).

2
Berdasarkan penjelasan diatas, maka akan dilakukan uji daya hambat ekstrak

daun beluntas terhadap bakteri Staphylococcus aureus penyebab infeksi pada

kulit.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang timbul

adalah apakah Estrak Daun Beluntas dapat menghambat Staphylococcus

aureus ?

C. Tujuan Penelitian

Menentukan daya hambat Ekstak Daun Beluntas terhadap

pertumbuhan Staphylococcus aureus penyebab Bisul.

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Merupakan tambahan pengetahuan dari dunia praktisi yang sangat

berharga untuk disesuaikan dengan pengetahuan teoristis yang

diperoleh dari bangku perkuliahan

b. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada

masyarakat tentang teknik budidaya dan manfaat daun beluntas sebagai

obat tradisional yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti obat

sintetik, sehingga masyarakat memiliki alternatif dan tidak selalu

tergantung pada obat yang tersedia di apotik.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asterales

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Pluchea

Spese : Pluchea indica (L.) Less.

2. Nama Daerah

Nama daerah tanaman Beluntas tersebut antara lain Luntas (Jawa),

Beluntas (Sumatra), Lenabeau (Timur), Sulawesi (Lemutasa)

3. Morflogi Tumbuhan

Tumbuhan Beluntas adalah tanaman perdu kecil, tumbuh tegak, tinggi

mencapai 2 meter. Buah longkah agak berbentuk gangsing, kecil, keras, cokelat

dengan sudut-sudut putih, lokos.

Tumbuhan ini berasal dari suku Asteraceae (Compositae). Namanya berbeda-

beda, sesuai daerah tempat dia tumbuh. Di Sumatera, namanya beluntas

4
(Melayu). Sedangkan di Sunda dikenal dengan nama baluntas, baruntas. Di

Jawa namanya luntas, di Madura dikenal dengan nama baluntas. Lain lagi di

Makasar, masyarakat sekitarnya menyebut tumbuhan ini dengan nama

lamutasa. Sedangkan di Timor disebut lenabou. Beluntas umumnya tumbuhan

liar di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu, atau ditanam sebagai

tanaman pagar. Tumbuhan ini memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikti

naungan, banyak ditemukan di daerah pantai dekat laut sampai ketinggian 1.00

meter dpl. (Dalimartha, 2010. Anonim, 2011)

Perdu kecil, tumbuh tegak, tinggi mencapai 2 meter, kadang-kadang lebih.

Percabangan banyak, berusuk halus, berambut lembut. Daun bertangkai

pendek, letak berseling, helaian daun telur sungsang, ujung bulat melancip, tepi

bergerigi, berkelenjar, panjang 2,5-9 cm, lebar 1-5,5 cm, warnanya hijau

terang, bila diremas harum. Bunga majemuk bentuk malai rata, keluar dari

ketiak daun dan ujung tangkai, cabang-cabang perbungaan banyak sekali,

bunga bentuk bonggol bergagang atau duduk, warnanya putih kekuning-

kuningan sampai ungu. Buah longkah agak berbentuk gangsing, kecil, keras,

cokelat dengan sudut-sudut putih, lokos. Biji kecil, cokelat keputih-putihan.

Perbanyakan dengan setek batang yang cukup tua (Dalimartha, 2010).

5
4. Kandungan Kimia

Daun Beluntas mengandung alkaloid, flavanoida, tanin, minyak atsiri,

asam klorogenik, natrium, alumunium, kalsium, magnesium, dan fosfor.

Sedangkan akarnya mengandung flavanoid dan tanin. (Suseno, 2013).

5. Kegunaan

Sampai saat ini penyakit yang dapat di sembuhkan oleh tanamann ini

adalah menghilangkan bau badan, bau mulut, kurang nafsu makan, gangguan

pencernaan pada anak, TBC kelenjar, nyeri pada rematik, nyeri tulang, sakit

pinggang, demam, haid tidak teratur, keputihan.

B. Uraian Bakteri

1. Klasifikasi

Dari Rosenbach (1884) klasifikasi Staphylococcus aureus yaitu:

Domain : Bacteria

Kerajaan : Eubacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : S. aureus

6
2. Pengertian dan Sejarah singkat Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 m, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak

teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan

tidak bergerak (Gambar 2.1). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 C,

tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 C). Koloni

pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk

bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik

menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput

tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 1995 ; Novick et al.,

2000).

Bisul

Bisul merupakan gangguan pada kulit akibat terjadinya infeksi pada

kantung rambut kulit kkita. Bibit bersarang dan berbiak di dalamnya. Bisul

terjadi pada kulit yang kurang bersih dan sering megalami luka akibat di garuk.

Ada beberapa jenis bisul, akne, kista biasanya terjadi di kulit wajah remaja,

hidranetitis subpuratifa di sebabkan radang lokal kelenjar keringat, bisul jenis

ini timbul lebih dari satu buah lokasinya di daerah ketiak atau pangkal paha,

kistapilonidal biasanya tumbuh di lipatan pantat. Mulanya hanya berupa infeksi

difolikel rambut, kemudian di tambah dari iritasi tekanan akibat duduk terlalu

lama.

7
Bisul di tandai dengan pembengkakan setempat di bawah kulit setelah

beberapa har maka akan timbul semacam mata bisul yang di keilingi oleh

nanah. Di beberapa tempat dari bagian kulit, mata bisul dapat berjjumblah lebih

dari satu.

Penderita umumnya merasa demam dan meriang. Apabila terkena gesekan

pakaian atau tekanan, bisul ini tidak sakit.

Tempat tersering terjadi bisul adalah daerah tubuh yang benyak terjadi

gesekan, misalnya ketiak dan bokong. Pertolongan pertama yang dapat yang

dapat di lakukan apabila terlihat akann terlihat bisul, adalah dengan segera

kompres denga air panas (hangat), yang dapat meningkatkan sirkulasi darah

ketempat tersebut.

Pengobatannya adalah dapat di sembuhkan dengan beberapa ramuan

tradisional baik yang di minum maupun obat luar. Atau dengan krim atau salep

antibiotik (harus dengan resep dokter). Tetapi apabila tidak membaik, untuk

bisul yang telah bermata/ada puncak putihnya, dokter akan mempertimbangkan

untuk mengeluarkan nanah. Bisul yang padat, sakit dan tidak bermata jangan

di pijat karena tidak akan ada nanah yang di keluarkan. Apabila bisul banyak,

atau ada demam di badan, maka harus di tambah dengan obat minum antibotik.

8
C. Jenis-jenis Ekstraksi

Jenis-jenis ekstraksi bahan alam yang sering di lakukan adalah ekstraksi

secara panas dan dingin. Ekstraksi secara panas di lakukan dengan cara refluks,

destilasi uap air, sedangkan ekstraksi secara dingin di lakukan dengan cara

maserasi, Soxhletasi dan perkolasi.

1. Ekstraksi secara maserasi

Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan.

Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. (Agoes, 2007).

Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang

sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses

ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi

senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses

ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Kerugian utama

dari metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang

digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang.

Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar.

Namun di sisi lain, metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-

senyawa yang bersifat termolabil.

2. Ekstraksi secara perkolasi

Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam

sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian

bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan

dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini

9
adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya

adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit

menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak

pelarut dan memakan banyak waktu.

3. Ekstraksi secara soxhletasi

Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung

selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di

atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam

labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode

ini adalah proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut

murni hasil kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak

memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat

termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus

berada pada titik didih.

4. Ekstraksi secara reflux

Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu

yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai

titik didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu.

Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk

mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap).

Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian

yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang terhubung dengan

10
kondensor. Kerugian dari kedua metode ini adalah senyawa yang bersifat

termolabil dapat terdegradasi

5. Ekstraksi secara penyulingan air

Penyulingan uap air dapat di pertimbangkan untuk menyari serbuk

simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi

pada tekanan udara normal, pada pemanasan biasa kemudian akan terjadi

kerusakan zat aktifnya. Untu hal tersebut maka penyarian dilakukan dengan

cara penyarian uap air.

D. Kultur Mikroba Uji

Bakteri alam terdapat dalam keadaan tidak murni melainkan bercampur

bakteri lain. Kerap kali bakteri pathogen hidup bersama-sama dengan bakteri

spora. Oleg karena itu untuk mempelajari sifat-sifat dari bakteri termasuk sifat

pertumbuhan, morfologi dan fisiologi harus di pisahkan satu dengan lainnya

sehingga terbentuk suatu kultur murni bakteri yaitu biakan terdiri atas suatu

spesies . Untuk tujuan ini di gunakan media yang telah di sterilkan, baik media

cair maupun media padat dan pengerjaan nya di lakukan secara aseptik.

1. Kultur Cair

Cara ini yang paling sederhana menyimpan kultur mikroba dengan

menambahkan di dalam suatu media cair pada suhu dan waktu inkubasi

tertentu, tergantung jenis mikroba yang di inginkan. Pertumbuhan mikroba

dalam media cair dapat di lihat dalam bentuk keselurhan, pertumbuhan pada

permukaan dan sedimen. Kultur cair dapat di simpan dengan cara di bekukan

atau di keringkan.

11
2. Biakan Agar Miring dan Agar Tegak

Agar miring merupakan suatu bentuk medium yng di gunakan untuk

membiakkan mikroba, terutama yang bersifat aerob dan aerob fakulatif. Pada

biakan ini bentuk dan perubahan dan peembentuk warna mudah di amati.

Inokulasi bakteri agar miring dengan cara menggoreskan jarum ose secara zig-

zag. Sedangkan agar tegak dengan cara memasukkan loop pada bagian tengah

tabung.

3. Biakan Agar Cawang

Kultur mikroba dapat di biakkan dengan cara menginokulasi pada agar

cawan, kemudian penyebaran kultur diatas agar dilakukan dengan cara

pertolongan ose atau batang gelas. Tujuan penyebaran kultur adalah

memisahkan sel-sel mikroba satu dengan yang lainnya sehinggga setelah di

inkubasi dengan suhu dan waktu tertentu masing-masing sel akan tumbuh dan

berkembang biak membentuk kumpulan sel atau koloni yang dapat terlihat

pada mata.

E. Pengujian Secara Mikrobiologi

Dikenal beberapa cara pemeriksaan dan pengujian secara mikrobiologis

terhadap kemampuan anti mikroba dari bahan terapeutik seperti anti mikroba

dan desinfentansia.

Walaupun pada umumnya pengujian ini di lakukan terhadap kebanyakan

antibiotik, namun cara ini dapat pula di pakai untuk bahan-bahan lainnya yang

di duga mempunyai daya hambat atau membunuh mikroorganisme.

12
Cara yang di gunakan untuk mengetahui daya hambat atau membunuh

pertumbuhan mikroorganisme adalah :

1. Metode difusi

Pada metode difusi, keampuan anti mikroba di tentukan berdasarkan

daerah hambatan yang terjadi. Metode ini dapat di lakukan dengan berbagai

cara, yaitu :

a. Metode disc diffusion ( tes Kirby & Bauer )

Untuk menentukan aktifitas agen anti mikroba. Piringan yang berisi anti

mikroba di letakkan pada media agar yang telah di tanami mikroorganisme

yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan

adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada

permukaan media agar.

b. E-test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory

concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi

minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghabat pertumbuhan

mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung

agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan

permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan

dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar

agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada

media agar.

13
c. Distch-plate technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan

pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri

pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji ( maksimum 6 macam

) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba.

d. Cup-plate technique

metode ini serupa dengan mitode disc diffusion, dimana dibuat sumur

pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur

tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.

2. Metode dilusi

Metode ini menggunakan anti mikroba dengan kadar yang menurun

secara bertahap, baik dengan media cair maupun padat. Kemudian media di

inokulasikan bakteri uji dan diinkbasi. Tahap akhirr di larutkan anti mikroba

dengan kadar yang mematikan tu menghambat. Uji kepekaan cara di lusi agar,

memakan waktu dan penggunaan nya tertentu saja. Uji kepekaan cara di lusi

cair dengan cara menggunakan tabung reaksi sekarang dapat di permudah

dengan menggunakan microdilution plate. Keuntungan uji mikrodilusi cair

adalah memberi hasil kuantitatif yang menunjukkan jumblah anti mikroba yang

di butuhkan untuk mematikan bakteri.

14
BAB III

METODE PENEITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jenis eksperimen laboratorium

dengan melakukan serangkaian penelitian untuk mengukur besarnya daya

hambat Daun Beluntas (Pluchea indica (L.) Less.) terhadap pertumbuhan

Staphylococcus aureus Penyebab bisul.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada bulan Juli, tahun 2017. Bertempat

dilaboratorium Mikrobiologi Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Makassar.

C. Alat dan Bahan yang di gunakan

1. Alat yang di gunakan

Autoklaf, Batang Pengaduk, Cawan Petri, Erlemayer, Gelas kimia, Gelas

Ukur, Inkubator, Kain Flanel, Laminar Air Flow, Ose Bulat, Oven, Penangas

air, Panci Infus, Pencadang, Pinset, Spoit, Tabung Reaksi, Termometer,

Timbangan analiti.

2. Bahan yang digunakan

Air Suling, Alkohol, Daun Beluntas (Pluchea indica (L.) Less.), Kapas,

Kertas Perkamen, Kultur Murni Staphylococcus aureus,Medium TSA.

15
D. Prosedur Kerja

1. Sterilisasi Alat

Semua alat yang di gunakan dihruskan untuk melalui tahap sterilisasi yang

bertuuan untuk mematikan bentuk kehidupan mikroorganisme yang ada pada

alat. Khuus alat-alat gelas disterilkan dalam oven dengan suhu 180o C selama

2 jam. Alat berupa ose dan pinset di sterilkan dengan cara pemijaran diatas api

spiritus sedangkan alat yang mempunyai skala disterilkan dalam autoklaf pada

suhu 121 o C selama 15 menit.

2. Pembuatan Medium

Komposisi bahan :

Tiap 1000 ml mengandung

a. Tripton 15.0 gr

b. soya pepton 5.0 gr

c. NaCl 5 gr

d. agar 15 gr

e. aquades 1000 ml

Sebanyak 2 gr TSA dilarutkan dalam 50 ml aquades, lalu Cek pH nya

cukupkan volumenya dengan air aquadest hingga 100 ml, Lalu media

disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit. Dengan

tekanan 1,5 2 atm. Kemudian sebagian media dituang ke tabung reaksi (media

agar miring) dan dalam cawan petri (agar petri). Setelah mengeras, media

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 36oC, untuk agar petri diinkubasi secara

terbalik.

16
3. Pengambilan dan Pengolahan Bahan

a. Pengambilan Sampel

Sampel yang di gunakan adalah Daun Beluntas yang di ambil dari

daerah GOWA.

b. Pengolahan Bahan

Daun Beluntas dicuci dan dibersihkan kemudian dipotong-potong

kecil, selanjutnya ditimbang.

4. Pembuatan Infus

Infus Daun Beluntas dibuat dengan konsentrasi 25%, pada pembuatan

infus dengan konsentrasi 25% Daun Beluntas ditimbang sebanyak 25 gram

lalu dimasukkan ke dalam panci infus, selanjutnya ditambah air suling 100

ml dan di panaskan selama 15 menit dihitung mulai suhu di dalam panci

mencapai 90oC sambil sesekali diaduk. Infus diserkai selagi panas

menggunakan kain flannel. Untuk mencukupi kekurangan air, ditambahkan

air medidih melalui ampasnya sehingga di peroleh infus sebanyak 100 ml.

5. Pembuatan Perasan

Mula-mula sampel di timbang sebanyak 25 g, kemudian ditumbuk,

jangan sampai hancur, lalu diperas. Kemudian dicukupkan dengan air

hingga volumenya 100 ml.

6. Pembuatan Rebusan

Pembuatan dilakukann dengan cara ditimbang sampel sebanyak 25

gram, kemudian ditambahkan 300 ml air suling, kemudian dipanaskan atau

17
direbus sampai mendidih diatas api langsungm, namun apinya kecil sampai

airnya sisa 100 ml.

7. Peremajaan Bakteri

Kultur murni mikroba diambil satu ose dan diinokulasikan dengan cara

digoreskan pada agar miring dari medium Tryptone Soya Agar (TSA)

kemudiaan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam. Mikroorganisme

yang telah diremajakan tersebut disuspensikan dengan NaCI 0,9 % steril

dengan pengeceran 10-1, 10-2, 10-3.

8. Pengujian Daya Hambat

Disiapkan Medium Tryptone Soya Agar steril, kemudian dituang secara

aseptis ke dalam cawan petri steril sebanyak 10 ml dan dibiarkan memadat,

ini sebagai lapisan dasar (based layer). Setelah itu 10 ml medium TSA di

campur dalam 1 ml suspensi bakteri uji denagn pengeceran 10-3 sebagai

(seed layer) di dalam tabung reaksi steril dan dituang di atas based layer.

Pencadang diletakkan secara aseptis di atas permukaan medium yang

setengah padat dengan jarak yang lebih kurang sama dengan yang lainnya

dengan konsentrasi yag berbeda-beda pula. Pencadang 1-3 masing-masing

diisi dengan aquadest steril sebagai kontrol. Kemudian diinkubasikan

selama 24 jam.

9. Pengamatan dan Pengukuran Diameter Hambatan

Pengamatan dan penguuran diameter hambatan dilakukan setelah masa

inkubasi 1 x 24 jam. Zona hambatan yang terbentuk diukur denga

menggunakan mistar.

18
10. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari pengukuran diameter hambatan ditabulasi

kemudian dirata-ratakan lalu dianalisis secara statistik menggunakan

statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan uji lanjutan BNT.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007, Staphylococcus aureus, http://www.wikipedia.com, diakses 20


Januari 2017.

Dalimarttha, S., 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Edisi I, Trubus


Agriwidya, Jakarta, 18-21.

Ditjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Depertemen Kesehatan RI.
Jakarta.

Djiide, M.N., Srtini., Mikrobiologi dan Parasitologi Dasar, Universitas


Hasanuddin Makassar. Hal 104-106.

Dwidjoseputro. D., 1998, Dasar-dasar Mikrobiologi, Djambatan, Jakarta,


118-120.

Endrini, 2007, Ribuan Tanaman Obat Belum Diteliti, Artikel http://www.


Republika.co.id/koran-detail, diakses tanggal 25 Januari 2017.

Leutikaprio, 2010, Tanaman Liar Berkhasiat Obat, Artikel


http://www.leutikaprio.com, diakses tangggal 30 Januari 2017.

Maharani Putrid,. 2011, Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia jilid I, Prestasi


Indonesia, Jakarta, Hal 8.

Najib, A. 2009. Tanin. http://nadjeeb.files.wordpress.com , diakses 17 Januari


2017.

Wikipedia Indonesia, 2011, Staphylococcus aureus, http://www.wikipedia.com/


Staphylococcus aureus, diakses tanggal 25 januari 2017.

20
Jawetz, E., J.L. Melnick., E.A. Adelberg., G.F. Brooks., J.S. Butel., dan L.N.
Ornston. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20 (Alih bahasa :
Nugroho & R.F.Maulany). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal.
211,213,215.

21
Lampiran I

SKEMA KERJA

SKEMA KERJA PENGARUH DAUN BELUNTAS SEGAR (Pluchea indica


(L.) Less.) TERHADAP PERTUMBUAH Staphylococcus aureus.

Peremajaan bakteri uji


Sampel Pembanding
Staphylococcus aureus medium
TSA

Daun beluntas Air Diinkubasi pada


37oC

Hasil peremajaan
Infus Rebusan Perasan disuspensikan
25% 25% 25% dengan NaCl 0,9
%
Suspensi Bakteri
UJi
4 3

1 2

Kontrol

Diinkubasi pada 37oC

Pengamatan dan pengukuran


Keterangan :
Diameter Daya Hambat
1 = infus
2 = kontrol
Pengelolaan Data 3 = Perasan
4 = rebusan

Kesimpulan

22

Anda mungkin juga menyukai