Anda di halaman 1dari 25

PROFESI KEFARMASIAN

Tantangan dan Peluang


di Era Perubahan

Prih Sarnianto

Rakernas PAFI, Bali, 4 Desember 2015


Tiga Tantangan

JKN, Cakupan Semesta 2019

MEA, Integrasi Ekonomi ASEAN 2016

JPH, Telah Berlaku sejak 2015


Tantangan I

JKN, Cakupan Semesta 2019

MEA, Integrasi Ekonomi ASEAN 2016

JPH, Telah Berlaku sejak 2015


JKN, Cakupan Semesta

2019

2014

250juta penduduk
2013 [100% populasi]
120juta penduduk
[50% populasi]
76juta penduduk
[30% populasi]
Sumber:
Roadmap to National Health Insurance 20122020
JKN, Cakupan Semesta

Konsekuensi Cakupan Semesta


Semakin banyak anggota masyarakat yang
berobat
>>> Penjualan obat etikal [OGB dan bermerek]
meningkat
MAT 2Q2013 = Rp30,04 triliun [58,9%]

MAT 2Q2014 = Rp32,71 triliun [58,9%]

MAT 2Q2015 = Rp36,20 triliun [59,8%]


JKN, Cakupan Semesta

Penggunaan obat kian mengacu Fornas


>> Peresepan OGB akan terus meningkat
MAT 2Q2013 = Rp4,08 triliun [8,0%]
MAT 2Q2014 = Rp4,83 triliun [8,7%]
MAT 2Q2015 = Rp5,63 triliun [9,3%]
>> Penjualan obat [dan suplemen] OTC
[berpotensi] meningkat, karena
pelayanan kesehatan [termasuk obat]
telah dicakup JKN, walau mungkin
proporsinya menurun.
Efek JKN, Penjualan Total
70,000

60,000

50,000

40,000
Penjualan Bebas PMDN
30,000
Etikal PMDN

20,000 Penjualan Bebas PMA


Etikal PMA
10,000

0
MAT 2Q2013 MAT 2Q2014 MAT 2Q2015 Sumber: imshealth
Efek JKN, Penjualan Segmental

Sumber: imshealth
Efek JKN terhadap Apotik

Penurunan penjualan obat etikal di apotek, di


tengah jumlah pasien yang meningkat.
Penyebabnya:
Penurunan [pe]resep[an]
>> Resep yang masuk ke apotek berasal dari PPK-1
yang TIDAK MEMILIKI fasilitas pelayanan kefarmasian
[klinik individu dan klinik grup tanpa instalasi farmasi].
>>> Ada yang salah dengan sistem yang terkait
PPK-1 Tanpa Fasilitas Kefarmasian
>>> Penyebabnya: Disinsentif terhadap peresepan
Obat yang diberikan SUB-TERAPETIK
Rujukan ke PPK Lanjutan meningkat
Terjadi dispensing obat oleh PPK Non-Apotek
Efek JKN terhadap RS

Peningkatan penjualan obat etikal di rumah sakit


Peningkatan penjualan di RS inilah yang
menyebabkan peningkatan total obat etikal.
>> Peningkatan penjualan yang tinggi di RS tersebut
TIDAK membuat tenaga kefarmasian happy karena,
di bawah sistem Ina-CBGs, hanya menambah beban
kerja tenaga kefarmasian tanpa meningkatkan reward.
>>> Ada disinsentif terhadap pelayanan kefarmasian
di rumah sakit
Pelayanan kefarmasian terancam jadi sub-optimal
dengan segala konsekuensinya
Efek JKN terhadap Industri

Pertumbuhan pasar atau peningkatan penjualan


tidak banyak berarti terhadap laba.
Penyebabnya:
Pasar semakin didominasi OGB yang margin
labanya tipis.
>> Margin laba semakin tipis, bahkan dapat menjadi
minus [jika diikuti, karena harga OGB tidak jarang
ditetapkan terlalu rendah oleh Kemenkes.
>> Dengan sistem pengadaan obat berbasis e-Catalogue,
margin laba yang tipis dapat semakin tipis, karena
pemenang lelang adalah yang menawarkan harga
terendah.
Efek JKN terhadap Industri

Harga OGB yang tidak realistis, terlalu rendah,


memberikan disinsentif pada industri farmasi,
sehingga akan:
Menurunkan ketersediaan OGB di pasar.

Menurunkan mutu OGB.

Menurunkan kualitas pelayanan

Memperlemah industri farmasi nasional yang


merupakan industri strategis.
>> Pasok obat berkualitas akan terganggu, sehingga tujuan
akhir BPJS Kesehatan meningkatkan kesehatan rakyat tidak
akan tercapai.
JKN, Dampak Strategis

Perubahan pasar obat etikal dari yang bermerek menjadi OGB


menimbulkan dampak strategis berikut pada tenaga kefarmasian:
Kebutuhan tenaga medical representative berkeahlian khusus
untuk pemasaran obat etikal menurun [sampai ke tingkat
minimal], tetapi kebutuhan tenaga pemasar OTC [yang tidak
banyak memerlukan keahlian kefarmasian meningkat] >> ATK, TTK
Kebutuhan tenaga untuk kegiatan produksi meningkat, mulai dari
lapis bawah [ATK, TTK] sampai ahli [untuk meningkatkan efisiensi
produksi].
Kebutuhan tenaga di bidang pelayanan meningkat >> farmasi klinis
dan komunitas.
Kebutuhan tenaga ahli terkait health technology assessment
meningkat >> farmasi klinis dan komunitas, ahli farmakoekonomi, dan
sebagainya [yang sebagian, seperti ahli ekonomi kesehatan, tak selalu
harus memiliki latar belakang kefarmasian]
Tantangan II

JKN, Cakupan Semesta 2019

MEA, Integrasi Ekonomi ASEAN 2016

JPH, Telah Berlaku sejak 2015


Key ASEAN Milestones
MEA, Dampak Strategis

Peningkatan barier non-tarif yang dimaksudkan untuk


melindungi sumberdaya manusia nasional, jika berlebihan,
dapat membatasi [dan akhirnya merugikan] tenaga
kefarmasian:
Peningkatan standar TTK menjadi minimal D3 telah menurunkan
posisi AA menjadi ATK. Hal ini saja telah membuat AA senior
terpinggirkan [mudah-mudahan gugatan PAFI ke MK membuahkan hasil seperti
yang diinginkan]. Jika persyaratan registrasi dan sertifikasi tidak
disesuaikan dengan kenyataan baru, AA akan kian terpinggirkan.
Secara umum, sertifikasi kompetensi meningkatkan biaya, baik
bagi tenaga kefarmasian maupun pengguna. Jika kewajiban tidak
dikenakan secara selektif [terutama bagi ATK dan TTK yang
menikmati previllege tertentu dibanding tenaga lain yang setara
dan tidak terkena aturan kelewat ketat], akan terjadi ekonomi
biaya tinggi yang merugikan.
Tantangan III

JKN, Cakupan Semesta 2019

MEA, Integrasi Ekonomi ASEAN 2016

JPH, Telah Berlaku sejak 2015


JPH, UU Kontroversial
JPH, UU Kontroversial
JPH, Dampak Strategis

Mengingat >90% bahan bakunya masih harus diimpor,


kewajiban sertifikasi halal akan membuat produk kefarmasian
menjadi semakin tidak terjangkau oleh masyarakat luas,
>> Membebani sistem pelayanan kesehatan nasional.
>> Mengurangi daya saing di pasar ekspor.
>> Menghambat perkembangan industri farmasi nasional.
Produk yang dinyatakan tidak halal memberikan stigma
negatif terhadap tenaga kefarmasian yang terkait dengan
produk tersebut.
>> Mengurangi lapangan pekerjaan bagi kalangan
masyarakat tertentu yang mayoritas.
Kesimpulan

Ketiga tantangan yang menghadang industri farmasi


dampak strategis berikut pada tenaga kefarmasian:
Pergeseran lapangan kerja bagi tenaga kefarmasian
>> Kebutuhan tenaga medical representative berkeahlian
khusus untuk pemasaran obat etikal menurun, bergeser ke
keahlian pemasaran yang lebih umum untuk OTC
>> Kebutuhan tenaga untuk kegiatan produksi, termasuk quality
control & assurance, meningkat.
>> Kebutuhan tenaga di bidang pelayanan [farmasi klinis dan
komunitas] meningkat.
>> Kebutuhan tenaga ahli terkait health technology assessment
[farmakoekonomi dan farmasi sosial lainnya] meningkat.
Kesimpulan

Tenaga kefarmasian dapat terdampak barier non-tarif


yang justru dimaksudkan untuk melindungi dari
persaingan di era MEA
>> Standar TTK menjadi minimal D3 menurunkan
posisi AA menjadi ATK.
>> Sertifikasi kompetensi yang meningkatkan biaya,
mengurangi daya saing ATK dan TTK
terhadap tenaga kerja lain untuk bidang kerja
yang tidak dilindungi lisensi, dan ekonomi biaya
tinggi yang merugikan pengguna [sehingga dapat
menurunkan daya saing industri farmasi nasional.
Kesimpulan

Kewajiban sertifikasi halal yang pukul rata untuk


semua industri dan produk [termasuk jasa] dapat
menimbulkan dampak besar yang tak dikehendaki:
>> Membebani sistem pelayanan kesehatan nasional,
termasuk dari sisi program.
>> Mengurangi daya saing di pasar ekspor.
>> Menghambat perkembangan industri farmasi
nasional.
>> Memberikan stigma negatif kepada tenaga
kefarmasian [maupun industri farmasi]
Terima kasih
prih1488@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai