KELOMPOK 7
ANGGOTA KELOMPOK:
AGASTA PRIO PRASETYO (1306415926)
AHMAD HAMIDI (1306446370)
ANDREA RIZKY SABRINA H (1306446345)
ARYA IRFANDIKA (1306446484)
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada
waktunya. Paper mengenai proses product blending ini dibuat sebagai salah satu
bentuk tugas mata kuliah Pengolahan Minyak Bumi. Tugas ini pun tidak akan
terealisasi tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis juga
tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada:
(1) Ir. Yuliusman, M.Eng. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan paper ini;
(2) Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(3) Pihak pihak lain yang turut membantu penulis, baik secara langsung maupun
secara tidak langsung, dalam proses penyelesaian paper ini
Ada pepatah berbunyi, tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan paper ini,
masih banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki,
kurangnya sarana dan prasarana, dan lain sebagainya. Namun dibalik semua kekurangan
yang ada, penulis tetap berharap bahwa paper ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak
untuk memperkaya wawasan mengenai product blending. Hal ini dikhususkan bagi pihak
pihak yang terlibat di bidang Teknik Kimia.
Penulis
DAFTAR ISI
42 M = 10067
Dimana:
( ) ( )
17.8 (21000 + W) = 174070 + 138W
120.2W = 199730
W = 1660 bbl
Salah satu komponen yang digunakan sebagai bahan anti ketuk pada saat ini
adalah Tetra Ethyl Lead (TEL), Pb(C2 H5)4 . Namun penggunaan zat aditif tersebut
diduga sebagai penyebab utama keberadaan timbal di atmosfer. Para ahli lingkungan
meneliti sampai sejauh mana mekanisme transportasi timbal di atmosfer serta dampak
yang ditimbulkannya terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya. Timbal adalah
neurotoksin yang bersifat akumulatif clan dapat merusak pertumbuhan otak pada
anak-anak. Studi mengungkapkan bahwa dampak timbal sangat berbahaya pada anak-
anak karena berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan (IQ). Selain itu, timbal (Pb)
sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksit yang luas pada
manusia dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencemaan, sistem saraf pada
remaja, dan menurunkan fertilitas. Ada beberapa pertimbangan mengapa timbal
digunakan sebagai aditif bensin, di antaranya adalah timbal memiliki sensitivitas
tinggi dalam meningkatkan angka oktan, di mana setiap tambahan 0.1 gram timbal
per 1 liter gasoline mampu menaikkan angka oktan sebesar 1.5 - 2 satuan angka
oktan. Di samping itu, timbal merupakan komponen dengan harga relatif murah
untuk kebutuhan peningkatan angka oktan dibandingkan dengan menggunakan
senyawa lainnya. Pertimbangan lain adalah bahwa pemakaian timbal dapat menekan
kebutuhan aromat sehingga proses produksi relatif lebih murah dibandingkan
produksi gasoline tanpa timbal.
Berbagai pertimbangan di atas menyimpulkan bahwa dengan menambahkan
senyawa timbal pada gasoline berangka oktan rendah akan didapatkan gasoline
dengan angka oktan tinggi melaui proses produksi berbiaya murah meski berdampak
inefisiensi pada perawatan mesin, bila dibandingkan dengan proses produksi gasoline
dengan campuran senyawa lainnya. Dampak positif lainnya bahwa adanya timbal
dalam gasoline juga bermanfaat dengan kemampuannya memberikan fungsi
pelumasan pada dudukan katup dalam proses pembakaran khususnya untuk
kendaraan produksi tahun lama. Adanya fungsi pelumasan ini akan mendorong
dudukan katup terlindung dari proses keausan sehingga lebih awet untuk mobil yang
diproduksi tahan lama.
Berdasarkan hasil riset senyawa TEL ini pertama-tama terurai pada
temperatur sekitar 100C dengan bantuan panas dari ruang bakar, melalui reaksi
penguraian sebagai berikut:
Reaksi radikal etil dengan TEL dapat menghasilkan alkana, alkena, hidrogen
dan juga radikal Pb-trietil. Yang bertindak sebagai bahan anti ketuk adalah Pb-
oksida, dimana Pboksida ini berada dalam bentuk radikal-radikal yang tersebar dalam
ruang bakar dan sebagian akan melekat pada dinding silinder membentuk endapan,
dan sebagian lagi akan keluar ke atmosfir bersama-sama dengan gas sisa pembakaran.
Pb-oksida yang dibebaskan ke atmosfir inilah yang sangat berbahaya bagi
lingkungan, sehingga perlu dicarikan bahan substitusi untuk menggantikan TEL
sebagai aditif octane booster.
2. Senyawa Oksigenat
b. Etanol
Etanol memiliki angka oktan yang hampir sama dengan metanol. Daya
toleransi etanol terhadap air lebih baik daripada metanol. Di negara-negara yang
mempunyai kelebihan produksi pertanian etanol dibuat dari fermentasi produk
pertanian. Etanol juga bersifat toksik. Di dalam tubuh manusia keberadaan etanol
diproses di dalam hati di mana enzim dehidrogenasi mengubah etanol menjadi
asetaldehida. Akumulasi asetaldehida itu dapat mengganggu sistem kesadaran
otak manusia. Namun begitu penggunaan etanol sebagai aditif bensin dinilai
relatif lebih aman dibanding metanol.
turunan kedua setelah propilen dari propana. Isopropil alkohol dapat membentuk
azeotrop dengan air pada 87,4% isopropanol. IPA adalah zat yang sangat mudah
menguap, mudah terbakar, berbau khas dan beracun. IPA yang biasanya
dihasilkan adalah IPA dengan kandungan 95%-v dalam larutan, Padahal, agar
dapat menjadi aditif bahan bakar, kemurniannya harus mencapai minimal
99,85%-v sehingga agar IPA tersebut dapat digunakan sebagai bahan aditif perlu
dilakukan upaya untuk mendehidrasi IPA 95%-v menjadi IPA 99,85%-v. Salah
satu caranya adalah dengan menggunakan metode adsorpsi. Metode adsorpsi
merupakan metode yang sederhana dan tidak membutuhkan biaya operasi yang
terlalu tinggi. Namun, untuk merancang suatu kolom adsorpsi yang memberikan
kinerja maksimal, baik untuk skala pilot maupun komersial, dibutuhkan data
empiris dari percobaan. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk
memberikan data empiris adsorpsi isopropil alkohol yang dapat digunakan untuk
merancang kolom adsorpsi baik untuk skala pilot maupun skala komersial.
Zat ini berpotensial sebagai bahan aditif bahan bakar karena memiliki
beberapa keunggulan. Keunggulan-keunggulan IPA adalah sebagai berikut.
1. Tersedia dalam jumlah yang cukup besar dalam bentuk propana karena
merupakan salah satu hasil samping dari kilang minyak bumi. Jumlah produksi
3
propana pada kilang PT. Badak adalah sekitar 125.000 m /hari atau sekitar 1.250
ton/hari.
2. IPA kering, yaitu IPA dengan kemurnian 99,8%-v, dapat digunakan sebagai
penghilang air dalam bahan bakar sehingga dapat mencegah pembekuan pada
bahan bakar.
3. IPA kering (anhidrous) dapat meningkatkan kinerja kendaraan bermotor karena
merupakan komponen pencampur beroktan cukup tinggi (nilai RON 118 dan
nilai MON 98)
4. Tidak korosif pada mesin kendaraan bensin sehingga memiliki keunggulan bila
dibandingkan metanol. Metanol memiliki sifat korosif pada mesin bensin
sehingga apabila digunakan sebagai zat aditif, mesin kendaraan harus diganti
dengan mesin baru yang tahan korosi terhadap metanol. Penggantian mesin
tersebut membutuhkan biaya mahal, sehingga metanol tidak dapat dipakai
sebagai aditif bensin. Jadi, walaupun metanol memiliki angka RON dan MON
yang lebih besar daripada IPA tetapi metanol tidak dapat digunakan karena
alasan di atas.
5. Tidak dapat dikonsumsi dalam bentuk minuman sehingga memiliki nilai lebih
bila dibandingkan etanol. Harga jual etanol bila dibuat menjadi minuman keras
lebih tinggi dibandingkan harga jual etanol bila dibuat menjadi aditif bahan
bakar, sehingga pembuatan etanol menjadi aditif memungkinkan untuk
disalahgunakan menjadi bahan minuman keras.
Kandungan Energi
Mesin turbin pesawat menghasilkan daya dengan cara mengkonversi energi
kimia yang terkandung dalam bahan bakar menjadi kombinasi antara energi mekanis
dan panas, maka dari itu, kandungan energi pada bahan bakar sangat penting untuk
menunjang performanya.
Kandungan energi (kalor pembakaran) dapat didefinisikan secara gravimetrik
(energi per satuan massa bahan bakar) ataupun secara volumetrik (energi per satuan
volume bahan bakar). Dengan satuan internasionalnya yaitu dalam megajoules per
kilogram (MJ/kg) atau megajoules liter (MJ/L).
Karena kandungan energi dari masing masing jenis hidrokarbon dapat
berbeda beda, komposisi dari bahan bakar pesawat mempengaruhi kandungan
energinya. Umumnya, bahan bakar yang memiliki densitas lebih kecil memiliki
kandungan energi gravimetrik yang lebih besar dan bahan bakar yang memiliki
densitas lebih besar memiliki kandungan energi volumetrik yang lebih besar.
Karakteristik Pembakaran
Prinsip pada mesin jet dan mesin piston adalah pembakarannya, di mana
mesin piston pembakarannya terjadi secara berselang dan mesin jet pembakarannya
terjadi secara terus menerus. Hal ini meyebabkan karakteristik waktu pembakaran
menjadi tidak penting pada bahan bakar untuk mesin jet.
Pada mesin jet, partikel karbon kecil terbentuk pada proses awal pembakaran.
Partikel ini akan terbakar lebih lanjut seiring dengan proses pembakaran berlangsung
yang optimal pada suhu tinggi dan tekanan pada ruang pembakaran. Jika partikel
karbon tersebut tidak terkonsumsi secara sempurna oleh api pembakaran, maka
partikel ini dapat menyebabkan kerusakan pada mesin terutama pada turbin. Endapan
karbon juga dapat menyumbat lubang pada dinding pembakar yang menyediakan
udara pada ruang pembakaran dan dapat menyebabkan gangguan aliran pada proses
pembakaran.
Bahan bakar dengan kandungan aromatik yang tinggi dan terutama bahan
bakar dengan kandungan naphtene yang tinggi, akan membentuk partikel partikel
karbon tersebut lebih banyak. Karena partikel karbon ini memiliki potensi yang
membahayakan, baik kandungan aromatik dan naphtene pada bahan bakar pesawat
sangat dijaga.
Partikel karbon yang tidak terbakar dengan sempurna akan menyebabkan asap
yang keluar dari mesin. Pembentukan asap ini cenderung dipengaruhi desain mesin
dan juga kondisi operasi. Pencampuran antara bahan bakar dan udara yang lebih baik
akan menyebabkan pembakaran yang lebih sempurna dan menyebabkan
pembentukan partikel karbon yang lebih sedikit. Mesin turbin yang lebih baru
cenderung untuk memproduksi asap yang lebih sedikit karena perkembangan pada
desain mesin tersebut dan juga pencampuran antara udara dan bahan bakar yang lebih
sempurna.
Stabilitas
Bahan bakar yang stabil adalah bahan bakar yang sifat dan karakteristiknya
tidak berubah. Faktor yang menyebabkan perubahan karakteristik pada bahan bakar
ini adalah waktu (kemampuan penyimpanan) dan kontak dengan suhu tinggi
(stabilitas termal).
Ketidakstabilan bahan bakar pesawat melibatkan reaksi kimia bertahap, yang
salah satunya adalah reaksi oksidasi. Hidroperoksida dan peroksida adalah produk
awal dari reaksi ini, di mana produk tersebut dapat memperpendek umur
penyimpanan bahan bakar. Reaksi lainnya dapat menghasilkan pembentukan gums
yang terlarut dan partikel yang tidak terlarut. Produk tersebut dapat menyumbat filter
dan mengendap pada permukaan sistem pesawat, yang dapat menyebabkan gangguan
pada aliran.
Ketidakstabilan bahan bakar pada saat penyimpanan umumnya tidak menjadi
masalah karena kebanyakan bahan bakar pesawat digunakan dalam jangka waktu
beberapa minggu atau bulan sejak pembuatannya. Tetapi pada unit militer di mana
mereka menyediakan bahan bakar pesawat cadangan untuk kasus darurat dan pada
bandar udara kecil yang konsumsi bahan bakar pesawatnya sedikit, stabilitas
penyimpanan bahan bakar pesawat menjadi sesuatu yang penting. Maka dari itu,
pembuatan bahan bakar pesawat sekarang harus bisa membuat bahan bakar yang
tahan untuk penyimpanan selama 1 tahun.
Karena ketidakstabilan ini disebabkan oleh komponen komponen reaktif
yang terkandung dalam bahan bakar, maka penambahan zat anti-oksidan dapat
diberikan untuk menambah umur penyimpanan suatu bahan bakar.
Selain stabilitas penyimpinan, parameter stabilitas thermal juga berperan
penting untuk menunjang kualitas bahan bakar. Karena selain bahan bakar digunakan
sebagai media penukar panas pada mesin, bahan bakar juga digunakan sebagai cairan
hidraulik dan cairan pendingin pada sistem pesawat. Lalu seperti yang telah
diketahui, hasil dari pemanasan bahan bakar akan menyebabkan terbentuknya partikel
partikel yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem. Di mana penambahan
aditif anti-oksidan pada bahan bakar tidak terlalu mempengaruhi stabilitas thermal
bahan bakar, sehingga dibutuhkan alat untuk menguji stabilitas thermal bahan bakar
pesawat sebelum digunakan.
Lubrisitas
Lubrisitas adalah kemampuan untuk mengurangi friksi antara permukaan
padatan yang saling kontak dan bergerak. Bahan bakar pesawat harus memiliki
kriteria lubrisitas tertentu karena mesin jet bergantung pada bahan bakar untuk
melubrikasi beberapa bagian yang bergerak pada pompa dan pengontrol laju alir.
Mekanisme lubrikasi dalah kombinasi antara lubrikasi hidraulik dan lubrikasi
batas. Pada lubrikasi hidraulik, lapisan dari cairan akan menjaga permukaan solid
yang saling berseberangan untuk kontak. Lubrikasi batas adalah lapisan yang
menjaga suatu permukaan padatan ketika lapisan lubrikasi hidraulik menipis karena
sesuatu.
Bahan bakar pesawat straight-run adalah lubrikan batas yang bagus. Hal ini
bukan disebabkan oleh struktur hidrokarbon tetapi karena kandungan senyawa
oksigen, nitrogen dan sulfur dalam konsentrasi tertentu. Penambahan sebesar 10 ppm
aditif lubrikasi dapat membuat suatu bahan bakar yang memiliki lubrisitas buruk
menjadi lebih baik.
Fluiditas
Tentunya, bahan bakar pesawat harus dapat mengalir dengan baik dari tangki
penyimpan bahan bakar sampai mesin yang terdapat pada sayap pesawat sepanjang
sistem aliran bahan bakar pesawat tersebut. Fluiditas adalah definisi umum untuk
menyatakan kemudahan suatu fluida untuk mengalir, tetapi parameter ini tidak
mendefinisikan karakteristik fisik fluida tersebut. Viskositas dan titik beku adalah
karakteristik fisik fluida yang dapat mengkuantifikasi kemudahan suatu fluida untuk
mengalir.
Bahan bakar pesawat akan terlibat dalam kondisi suhu yang rendah baik pada
ketinggian yang tinggi dan pada permukaan tanah dalam kondisi musim dingin.
Bahan bakar tersebut harus dapat mempertahankan sifat fluiditasnya atau aliran bahan
bakar pada pesawat tersebut akan berhenti.
Viskositas adalah suatu ukuran untuk mendefinisikan tahanan fluida untuk
mengalir pada tekanan tertentu, di mana nilai viskositas ini akan bertambah dengan
berkurangnya suhu. Pada pesawat, bahan bakar diinjeksi ke dalam ruang pembakaran
melalui nozzle yang akan menghasilkan tetesan tetesan bahan bakar yang akan
terevaporasi dengan mudah dan bercampur dengan udara. Jika suatu bahan bakar
memiliki viskositas yang tinggi, tetesan yang dihasilkan akan lebih sulit terevaporasi
dan menyebabkan pembakaran yang tidak sempurna. Oleh karena itu, spesifikasi
viskositas pada bahan bakar pesawat memiliki batas maksimal. Selain itu, viskositas
yang tinggi akan menyebabkan pressure drop yang tinggi sehingga membutuhkan
pompa dengan daya yang lebih besar untuk menjaga alirannya.
Selain viskositas, variabel yang mempengaruhi fluiditas suatu bahan bakar
adalah titik bekunya. Karena bahan bakar tidak terdiri dari satu jenis hidrokarbon,
maka bahan bakar tersebut tidak akan membeku seluruhnya pada suatu suhu. Di mana
hidrokarbon dengan titik beku tertinggi akan tersolidifikasi membentuk kristal wax
dan akan diikuti oleh hidrokarbon lainnya yang mempunyai titik beku lebih rendah
secara berurutan. Maka dari itu, titik beku suatu bahan bakar ditentukan oleh suhu
dimana kristal wax terakhir meleleh setelah bahan bakar tersebut dibekukan
semuanya. Berdasarkan hal tersebut, penambahan aditif yang dapat mencegah
pembentukan kristal wax ini dapat digunakan untuk menjaga fluiditas bahan bakar
pada suhu yang rendah.
Volatilitas
Volatilitas adalah kecenderungan bahan bakar untuk menguap. Dua
karakteristik fisik digunakan untuk mengkarakterisasi volatilitas suatu bahan bakar
yaitu tekanan uap dan profil distilasi, di mana bahan bakar yang lebih volatil akan
memiliki tekanan uap yang lebih tinggi suhu awal distilasi yang lebih rendah.
Volatilitas adalah parameter yang penting karena bahan bakar harus
terevaporasi untuk bisa terbakar. Tetapi, bahan bakar dengan volatilitas yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan vapor lock pada sistem aliran bahan bakar pesawat
tersebut.
Volatilitas juga suatu parameter yang menjadi perbedaan besar antara bahan
bakar tipe kerosene dan tipe wide-cut. Bahan bakar tipe kerosene cenderung tidak
volatil dimana nilai reid vapor pressure bahan bakar tersebut adalah 1 kPa dan untuk
tipe wide-cut adalah 21 kPa. Hal ini menyebabkan bahan bakar tipe wide-cut lebih
cocok pada lingkungan dan kondisi dingin dibandingkan dengan bahan bakar tipe
kerosene.
Korosivitas
Bahan bakar pesawat akan berkontak dengan berbagai macam jenis material
selama proses penggunaannya. Sangat penting untuk bahan bakar tidak menyebabkan
korosi pada material yang berkontak dengannya, terutama pada material pesawat.
Umumnya, bahan tangki penyimpanan bahan bakar adalah alumunium, tetapi sistem
bahan bakar pada pesawat juga terdapat bahan yang mengandung besi dan metal.
Senyawa yang dapat memicu korosi terkandung dalam bahan bakar seperti
asam dan merkaptan. Maka dari itu, kandungan kandungan senyawa yang dapat
memicu korosi seperti ini harus dibatasi dan dijaga pada batas aman. Sehingga
diperlukan penanganan senyawa senyawa ini pada proses produksi dan juga
penambahan aditif anti korosi dapat ditambahkan untuk mencegah terjadinya korosi
pada material sistem bahan bakar pesawat.
Kebersihan
Kebersihan yang sempurna adalah tidak terdapatnya partikel padat dan free
water. Partikel padat seperti kotoran atau karat terkadang masih terkandung pada
bahan bakar dan dapat menyebabkan penyumbatan pada filter bahan bakar yang
mengakibatkan terhanggunya aliran. Air dapat membeku pada suhu rendah yang
terjadi pada ketinggian yang tinggi dan akan menghasilkan es yang dapat menyumbat
dan mengganggu aliran sistem bahan bakar pada pesawat. Selain menyebabkan
penyumbatan, air juga dapat memicu korosi pada material pesawat dan juga memicu
pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, kandungan partikel pada, free water dan juga
zat zat pengotor lainnya harus dibatasi dan dijaga melalui inspeksi yang ketat untuk
meningkatkan kualitas bahan bakar tersebut.
Pertumbuhan Mikroba
Bahan bakar pesawat steril pada saat pertama kali diproduksi karena yang
tinggi pada kondisi operasi proses produksinya. Tetapi bahan bakar tersebut akan
cepat terkontaminasi dengan mikroorganisme yang selalu terkandung dalam air dan
udara. Mikroorganisme yang ditemukan dalam bahan bakar adalah bakteri dan jamur.
Padatan yang terbentuk akibat pertumbuhan mikroba tersebut dapat menyumbat dan
mengganggu sistem aliran bahan bakar pesawat. Beberapa mikroorganisme juga
menghasilkan asam yang dapat memicu terjadinya korosi.
Karena mikroorganisme membutuhkan air untuk tumbuh, pertumbuhan
mikroorganisme umumnya terkonsentrasi pada permukaan antara bahan bakar dan
air. Beberapa mikroorganisme membutuhkan udara untuk tumbuh dan beberapa tidak
membutuhkan udara, tetapi mikroorganisme membutuhkan makanan dan juga nutrisi
untuk pertumbuhannya. Makanan tersebut diambil dari bahan bakar itu sendiri dan
nutrisi yang diperlukan oleh mikroorganisme salah satunya adalah fosfor yang juga
terkandung dalam bahan bakar.
Pendekatan terbaik mengenai permasalahan mikroba ini adalah pencegahan
dan pencegahan yang paling baik adalah menjaga serta membatasi kandungan air
pada tangki penyimpanan bahan bakar di darat dan di pesawat serendah mungkin.
Apabila mikroorganisme telah tumbuh dan menyebabkan permasalahan pada
sistem bahan bakar di pesawat, aditif biosida dapat digunakan untuk menanganinya.
Tetapi aditif biosida ini memiliki batasan, jika lapisan biofilm sudah terakumulasi
terlalu tebal pada permukaan tangki penyimpanan atau alat lainnya, penggunaan
biosida tidak akan berguna lagi. Pada kasus seperti ini, mikroorganisme tersebut
harus dibersihkan secara manual atau mekanis.
Kalaupun biosida yang digunakan telah berhasil menghentikan pertumbuhan
mikroorganisme tersebut, pembersihan lapisan biofilm masih perlu dilakukan untuk
menjaga agar tidak terjadi penyumbatan pada aliran bahan bakar pesawat. Selain itu,
karena biosida itu beracun, maka penanganan limbah hasil pemakaian biosida harus
ditangani dengan sangat hati hati.
juga. Contohnya, pada bahan bakar pesawat militer, jenis aditif yang digunakan
dapat berjumlah tiga kali lebih banyak dibandingkan untuk bahan bakar pesawat
komersial. Lalu bahan bakar Jet A-1 mengandung aditif static dissipator dan
antioksidan, sementara bahan bakar Jet A biasanya tidak mengandung aditif sama
sekali atau hanya mengandung antioksidan. Data aditif yang umum digunakan
tercantum pada gambar dibawah
a. Antioksidan
Oksigen terkandung dalam jumlah yang kecil pada udara yang terlarut
dalam bahan bakar dan akan berinteraksi dengan senyawa reaktif yang terdapat
dalam bahan bakar tersebut. Interaksi awal tersebut menyebabkan rangkaian reaksi
oksidasi, aditif ini berfungsi untuk mencegah terjadinya rangkaian reaksi tersebut,
mencegah terbentuknya deposit gum pada komponen sistem bahan bakar avtur yang
disebabkan oleh oksidasi bahan bakar selama penyimpanan dan menghambat
terbentuknya senyawa peroksida dalam bahan bakar avtur. Selain itu, antioksidan
ini berfungsi untuk memperpanjang umur penyimpanan bahan bakar tersebut.
Olefin, jenis hidrokarbon yang paling reaktif, diduga sebagai penyebab
utama terjadinya rekasi oksidasi yang dapat mengakibatkan degradasi bahan bakar
tersebut. Tetapi, bahan bakar straight-run mengandung olefin dalam jumlah yang
sedikit dan juga bahan bakar yang telah melewati proses hydroprocessing. Terlebih,
bahan bakar straight-run mengandung antioksidan alami, maka dari itu jenis bahan
bakar ini memiliki stabilitas oksidasi yang tinggi dan tidak membutuhkan aditif
antioksidan.
Tetapi, proses hydroprocessing yang digunakan untuk menghilangkan
merkaptan dapat menghilangkan kandungan antioksidan alami ini, yang
menghasilkan produk bahan bakar dengan stabilitas rendah. Untuk solusi yang
paling efektif, penambahan senyawa kimia yang dapat berperan sebagai antioksidan
setelah proses hydroprocessing ini sangat tepat. Jenis aditif yang ditambahkan adalah
jenis senyawa fenol dengan batas konsentrasi maksimum 24 mg/L.
b. Icing Inhibitor
Es dapat terbentuk dalam tangki bahan bakar pada kondisi suhu yang rendah
pada ketinggian yang tinggi. Umumnya es ini terbentuk dari air yang terlarut pada
bahan bakar pada saat pengisian bahan bakar ke dalam pesawat tetapi terpisah pada
saat bahan bakar terkena suhu rendah. Kebanyakan pesawat komersial memiliki alat
pemanas pada filter bahan bakar utama untuk melelehkan es yang tersaring. Tetapi,
pesawat militer umumnya tidak memiliki alat pemanas tersebut. Oleh karena itu,
diperlukan zat yang dapat mencegah terjadinya proses pembekuan.
Icing inhibitor pada bahan bakar adalah aditif yang bekerja dengan cara
menurunkan titik beku bahan bakar sehingga kristal tidak akan terbentuk. Satu
satunya aditif icing inhibitro yang diperbolehkan adalah di-ethylene glycol
monomethylether (di-EGME). Senyawa yang serupa, ethylene glycol
monoethylether, diperbolehkan pada bahan bakar pesawat Russia (TS-1).
di-EGME sedikit larut dalam bahan bakar tetapi larut sepenuhnya pada air, sehingga
membutuhkan perlakuan khusus pada penggunaannya. Karena aditif ini tidak larut
sempurna pada bahan bakar, maka penggunaannya harus dalam jumlah yang sedikit
dan proses pencampuran yang optimal untuk meyakinkan bahwa senyawa tersebut
telah larut sempurna dalam bahan bakar, terutama saat dicampurkan pada suhu yang
rendah. Pada praktiknya, aditif ini diinjeksi ke dalam bahan bakar dengan laju alir
yang dikendalikan.
Jika bahan bakar mengandung aditif ini kontak dengan air, maka aditif tersebut akan
terekstraksi ke dalam air dan akan membentuk cairan yang viskos, di mana hal
tersebut tidak diinginkan untuk terjadi. Untuk menghindari hal tersebut, aditif ini
biasanya tidak ditambahkan pada tangki penyimpanan tetapi pada suatu saat pada
pendistribusiannya.
d. Pendeteksi Kebocoran
Gas Tracer A(K) dapat digunakan pada bahan bakar Jet A atau Jet A-1 untuk
membantu dalam mendeteksi kebocoran pada sistem aliran bahan bakar di pesawat.
Gas aditif ini dapat dideteksi pada konsentrasi yang rendah. Gas Tracer A(K)
dicampurkan dalam bahan bakar yang akan ikut mengalir pada sistem alairan bahan
bakar di pesawat. Jika terjadi kebocoran maka sensor pendeteksi gas terebut akan
mengetahui laju kebocoran dan juga lokasinya.
e. Static Dissipator
Karena sifat konduktivitas alami pada bahan bakar yang buruk, potensi
kemungkinan terjadinya bahaya akibat pancaran energi listrik yang terakumulasi
dalam bahan bakar (spark), dibutuhkan zat yang dapat mencegah terjadinya masalah
tersebut. Aditif ini digunakan untuk mengurangi efek berbahaya dari listrik statis
yang dihasilkan oleh pergerakan bahan bakar melalui sistem transfer bahan bakar
dengan cara menigkatkan konduktivitas dari bahan bakar tersebut. Pada saat bahan
bakar telah diberikan aditif ini, bahan bakar tersebut akan memiliki konduktivitas
sebesar 50 hingga 450 CU. Aditif static dissipator yang diperbolehkan adalah
Stadis450, di mana komposisi dari aditif tersebut tidak diketahui secara komersial.
f. Inhibitor Korosi / Peningkat Lubrisitas
Tangki dan sistem perpipaan sistem distribusi bahan bakar jet pada pesawat
biasanya tidak dibuat dengan baja yang telah dilapisi. Inhibitor korosi menjaga air
dan oksigen dalam bahan bakar untuk menyebabkan terjadinya korosi.
Di lain sisi, aditif peningkat lubrisitas digunakan pada bahan bakar pesawat
yang telah melewat proses hydroprocessing sehingga memiliki lubrisitas yang buruk.
Aditif ini mengandung senyawa polar yang membentuk lapisan tipis pada
permukaan peralatan pada sistem aliran bahan bakar pesawat. Senyawa ini biasanya
adalah carboxylic acid, di mana komposisinya tidak diketahui secara komersial. Baik
inhibitor korosi dan peningkat lubrisitas bekerja pada permukaan peralatan pada
sistem aliran bahan bakar di pesawat, sehingga aditif inhibitor korosi juga berperan
sebagai peningkat lubrisitas.
g. Metal Deactivator
Metal deactivator adalah senyawa kimia yang dapat membentuk campuran
stabil antara ion metal spesifik. Metal yang lebih aktif seperti tembaga dan zinc
sangat efektif sebagai katalis reaksi oksidasi yang menyebabkan degradasi pada
bahan bakar sehingga menjadi tidak stabil. Metal metal ini biasanya tidak
diperlukan dalam sistem distribusi bahan bakar pada pesawat. Tetapi, jika bahan
bakar pesawat terkontaminasi dengan metal metal tersebut, maka aditif ini akan
menghambat aktifitas katalitik mereka. Aditif metal deactivator yang diperbolehkan
adalah N,N-disalicylidene-1,2-propane diamine.
Bahan bakar pesawat yang dihasilkan dari kilang minyak dapat berupa bahan
bakar straight-run ataupun bahan bakar yang telah mengalami proses hydroprecess
terlebih dahulu. Kerosene straight-run yang memiliki kandungan sulfur rendah
mungkin memenuhi seluruh spesifikasi bahan bakar pesawat. Tetapi kerosene
straight-run ini biasanya ditingkatkan kualitasnya melalui bebera proses seperti
Merox treating, clay treating dan hydrotreating terlebih dahulu sebelum dapat dijual
sebagai bahan bakar pesawat. Proses blending adalah proses yang bertujuan untuk
mencampurkan hasil proses produksi minyak bumi (pada kasus ini avtur) dengan zat
zat kimia lain untuk meningkatkan kualitas bahan bakar tersebut agar spesifikasinya
sesuai dengan kebutuhan teknologi sekarang.
Dengan berkembangnya teknologi, maka performa bahan bakar pun bisa
semakin ditingkatkan. Berdasarkan perkembangan teknologi dan kebutuhan
karaktersitik bahan bakar pesawat sekarang, zat zat kimi yang ditambahkan pada
proses blending atau yang disebut juga sebagai aditif yang digunakan adalah
antioksidan, icing inhibitor, thermal stabilitor, inhibitor korosi atau peningkat
lubrisitas, pendeteksi kebocoran, static dissipator, biosida dan metal deactivator.
Bahan bakar diesel merupakan salah satu fraksi minyak bumi dengan rentang
atom karbon C8 C18. Di indonesia, bahan bakar ini di sebut sebagai solar.
Kebutuhan solar dalam negeri terus meningkat setiap tahun. Hal ini disebabkan
karena adanya pertumbuhan kendaraan dan industri yang menggunakan diesel
sebagai bahan bakar mesin diesel. Pada gambar berikut akan ditampilkan grafik
peningkatan permintaan solar di Indonesia.
Gambar 5 Jumlah Pasokan dan Permintaan Diesel Oil di Indonesia (juta kiloliter)
Dari Gambar 5 dapat kita lihat bahwa permintaan diesel lebih banyak dari
produksi dalam negeri. Defisit diesel tersebut akan di atasi dengan impor diesel dari
luar negeri. Dan diprediksi bahwa defisit diesel akan mencapai 35 juta kilo liter pada
tahun 2025 jika kapasitas produksi tetap seperti tahun 2012.
Sebagai bahan bakar yang banyak digunakan oleh masyarakat maupun industri
diesel harus memenuhi beberapa spesifikasi. Diesel yang beredar di Indonesia harus
memenuhi spesifikasi yang di tetapkan pemerintah melalui Keputusan Dirjen Migas
Nomor 978.K/10/DJM.S/2013 mengenai Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan
Bakar Minyak Jenis Minyak Solar 48 yang Dipasarkan di Dalam Negeri dan
Keputusan Dirjen Migas nomor 3675 K/24/DJM/2006 mengenai standar dan mutu
(spesifikasi) bahan bakar minyak jenis solar yang dipasarkan dalam negeri untuk
diesel dengan angka setana minimal 51. Spesifikasi diesel pada Keputusan Dirjen
Migas Nomor 978.K/10/DJM.S/2013 yang berubah dari Keputusan Dirjen Migas
nomor 3675 K/24/DJM/2006 adalah sebagai berikut :
Penggunaan FAME (Fatty Acid Methyl Ester) sebagai campuran mengacu pada
Peraturan Menteri ESDM No 25 Tahun 2013.
Kandungan Sulfur batasan 35% m/m setara dengan 3500 ppm, berlaku sampai
tahun 2015.
Kandungan Sulfur batasan 0,30% m/m setara dengan 3000 ppm, berlaku mulai
1 Januari 2016.
Kandungan Sulfur batasan 0,25% m/m setara dengan 2500 ppm, berlaku mulai
1 Januari 2017.
Kandungan Sulfur batasan 0,05% m/m setara dengan 500 ppm, berlaku mulai 1
Januari 2021.
Kandungan Sulfur batasan 0,005% m/m setara dengan 50 ppm, berlaku mulai 1
Januari 2025
Distilasi 90% volume penguapan suhu maksimum 370 derajat celcius.
Gambar 6 Spesifikasi Diesel dengan Angka Setana Minimal 48
Angka Cetane
Angka cetane adalah parameter untuk mengukur waktu delay ignition dari suatu
bahan bakar diesel. Semakin singkat waktu antara injeksi bahan bakar dan waktu
saat terjadi pembakaran merepresentasikan angka setana yang tinggi.
Hidrokarbon dengan kemampuan ignition yang cepat lebih diinginkan.
Kecenderungan yang ada pada jenis hidrokarbon adalah angka setana akan
berkurang dari hidrokarbon jenis paraffin, olefins, naphthenes, iso-parrafin and
aromatics.
Angka setana adalah ukuran dari kualitas pembakaran pada mesin diesel.
Sama seperti angka oktan, angka setana mengukur kecenderungan bahan bakar
untuk melakukan auto ignition pada mesin tes standar. Semakin tinggi angka
setananya maka semakin mudah mesin terbakar. Angka setana adalah
perbandingan antara besarnya kadar volume cetana dalam campurannya dengan
alphamethyl naphthalene. Berdasarkan ASTM D 613, Cetana murni mempunyai
angka cetana sebesar 100, sedangkan alphamethyl naphthalene mempunyai
angka cetana sebesar 0. Pada Gambar 2.14 berikut adalah angka setana dari
beberapa senyawa.
Kandungan Aromatik
Kandungan senyawa aromatik akan menaikkan temperatur dalam silinder mesin
sehingga akan menaikkan emisi NOx. Kebanyakan studi mengindikasikan bahwa
penurunan kandungan aromatik tidak mempunyai efek terhadap emisi dari
hidrokarbon dan PM. Tetapi penurunan kandungan aromatik dari 30% ke 10%
akan mengurangi emisi NOx.
Volatilitas
Karakteristik distilasi dari bahan bakar di deskripsikan sebagai volatilitas. Design
bahan bakar yang baik adalah bahan bakar yang memiliki komponen yang titik
didihnya rendah untuk kemudahan start upmesin saat suhu dingin dan cepat
dalam hal pemanasan. Selain komponen dengan titik didih rendah komponen
dengan titik didih tinggi juga diperlukan untuk menyediakan tenaga dan efisiensi
bahan bakar ketika mesin sudah mencapai suhu operasinya. Jika volatilitas bahan
bakar tinggi ataupun rendah maka akan menghasilkan asap dan deposit karbon.
T95 adalah temperatur dimana 95 % dari senyawa diesel akan terevaporasi
dengan metode standar pengujian ASTM D 86. Penurunan T95 akan mengurangi
emisi NOx sedikit, tetapi meningkatkan emisi hidrokarbon dan CO. Sedangkan
emisi PM tidak berpengaruh.
Kandungan Sulfur
Kandungan sulfur pada diesel akan mengakibatkan emisi PM karena beberapa
dari bahan bakar akan terkonversi menjadi partikulat sulfur pada gas buang.
Fraksi yang terkonversi menjadi PM bervariasi dari satu mesin ke mesin yang
lain. Penurunan kandungan sulfur akan menurunkan emisi PM secara linear.
Karena alasan ini EPA (Environment Protection Agency) membatasi kandungan
sulfur dalam bahan bakar diesel menjadi 15 ppm dimulai pada tahun 2006.
Sedangkan Uni Eropa membatasi kandungan sulfur menjadi 50 ppm pada tahun
2005 dan lebih jauh pada tahun 2009 membatasi kandungan sulfur menjadi 10
ppm, jepang membatasi kandungan sulfur dalam diesel menjadi 10 ppm pada
2007. Di indonesia sendiri batasan maksimal untuk sulfur dalam bahan bakar
solar sangat tinggi yaitu 3500 ppm untuk solar 48 dan 500 ppm untuk solar 51.
Hal ini mengakibatkan beberapa kota besar di Indonesia memiliki kadar sulfur
yang tinggi seperti yang terlihat pada gambar berikut.
Sumber: Pertamina
Ukuran partikulat atau jelaga (PM-10) yang lebih kecil dari 10 m yang
menyebabkan mudah terhirup ke paru-paru bersama udara. Untuk mengurangi laju
polusi udara ini maka perlu dilakukan perbaikan pada mesin diesel dan bahan bakar
solar. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas buang seperti
NOx, SOx, dan partikulat adalah dengan meningkatkan Cetane Number (CN) pada
solar. CN yang tinggi berarti waktu tunda penyalaan lebih singkat. Bahan bakar diesel
(solar) memiliki 3 jenis kategori, yaitu:
Pada dasarnya hydrocarbon penyusun solar dapat dibagi jadi 4 kategori : Paraffin
(Iso Paraffin); Naphtana; Aromatics & Olefin. Paraffin & Napthana merupakan
senyawa jenuh dan mempunyai cetane number tinggi sedangkan senyawa aromatik
olefin merupakan senyawa hydrocarbon tak jenuh dan punya cetane number rendah.
Senyawa tak jenuh ini dijenuhkan dalam suatu reaktor bertemperatur tinggi dgn
menambahkan gas hydrogen (hydrotreating process). Senyawa aromatik akan jadi
naphtana sedang senyawa olefin akan jadi paraffin. Hasilnya solar akan
mempunyai cetane number lebih besar hal ini dikarenakan Cetane number
Napthena 40-70, Aromatics 0-60, Parafin 80-110.
Biodiesel dari minyak kelapa (Coconut Methyl Ester) punya CN hingga 70, dari
Sawit (Palm Methyl Ester) punya CN sampai 65; makin tinggi prosentase
biodieselnya; makin tinggi kenaikan CN nya.
3. Menambahkan aditif
a. Nitrate dan turunannya: senyawa nitrete yang paling banyak dipakai untuk
aditif adalah 2 Ethylhexylnitrate (2 EHN). 500-4000 ppm dari senyawa ini
bisa menaikkan 3-8 angka CN. 2 EHN merupakan additive CN yang paling
banyak dipakai saat ini.
Batch Blending
Pada metode ini, semua komponen dari sebuah produk dan aditif
dicampurkan dalam suatu pipa secara bersamaan, dengan akurasi yang
tepat, pada saat tertentu spesifikasi akhir produk mungkin sudah dapat
diperoleh langsung dari sini. Berbagai metode pengendalian laju aliran
individu untuk masing-masing komponen dengan ketentuan interlock telah
digunakan untuk memastikan hanya materi spesifik yang dimasukkan.
Selain itu, pompa individu diperlukan untuk setiap komponen,
dimana kuantitas dari masing-masing komponen dari campuran harus
akurat didapatkan. Flowmeter dan control valve digunakan untuk mengatur
proporsi komponen, sama halnya dengan yang digunakan untuk parsial in-
line blending, namun tingkat akurasi yang lebih besar diperlukan untuk
metode ini (akurasi 0,25% atau lebih baik yang diharapkan).
Untuk memastikan akurasi lanjutan dari campuran pada berbagai
kondisi operasi, peralatan pencampuran dirancang untuk menyediakan
penyesuaian aliran komponen individu terhadap proporsi total aliran.
Continuous in-line blending ini sangat tepat digunakan untuk kilang besar
yang menghasilkan berbagai jenis produk.
Gambar 13 Skema proses pembuatan lube base stock dengan metode konvensional
Metode hydroprocessing
Gambar 14 Proses pembuatan lube base stock menggunakan proses hydrocracking dan hydrodewaxing
guna menghasilkan lube base stock grup II dan III
Gambar 15 Proses pembuatan lube base stock dimana proses solvent extraction diikuti oleh
hydrotreating dan hydroisomerization dan akan menghasilkan lube base stock grup II dan III
a. Viskositas
Semakin tinggi viskositas, semakin tebal minyak dan tebal lapisan dari
minyak yang menempel ke permukaan. Pada sebuah minyak mentah, semakin
tinggi rentang titik didih dari suatu fraksi semakin besar viskositas fraksi
tersebut.
b. Indeks viskositas (VI)
Tingkat perubahan viskositas terhadap suhu dinyatakan oleh indeks
viskositas (VI) dari minyak. Semakin tinggi VI, semakin kecil perubahan
viskositas terhadap perubahan suhu. VI minyak alami berkisar dari nilai
negatif untuk minyak dari minyak mentah naftenat sekitar 100 untuk minyak
mentah parafin. Aditif, seperti polyisobutylenes dan ester asam
polymethacrylic, sering dicampur dengan lube blending stock untuk
meningkatkan sifat VI dari sebuah produk akhir minyak.
c. Titik tuang
Suhu terendah di mana minyak akan mengalir di bawah kondisi
pengujian standar. Untuk minyak yang digunakan pada suatu motor, titik
tuang yang rendah sangat penting untuk memperoleh kemudahan pada
keadaan awal dan pelumasan yang tepat ketika start-up pada keadaan dingin.
Ada dua jenis titik tuang, titik tuang viskositas dan titik tuang lilin. Titik
tuang Viskositas terjadi secara bertahap ketika suhu diturunkan dan viskositas
minyak meningkat sampai minyak tidak lagi mengalir di bawah kondisi tes
standar. Titik tuang wax terjadi tiba-tiba ketika kristal lilin parafin mengendap
dari larutan dan minyak membeku.
d. Ketahahan oksidasi
Suhu tinggi yang terjadi dalam pembakaran internal pada operasi mesin
dapat menyebabkan oksidasi secara cepat pada minyak. Hal ini terjadi,
terutama pada minyak yang kontak secara langsung dengan kepala piston di
mana suhu bisa berkisar dari 500 sampai 750oF (260 ke 400oC). Oksidasi
menyebabkan pembentukan coke dan material aspal dari minyak dasar parafin
dan lumpur dari minyak dasar naftenat. Aditif antioksidan, seperti senyawa
fenolik dan zinc dithiophosphates ditambahkan ke campuran minyak untuk
menekan oksidasi dan dampaknya.
e. Titik nyala
Titik nyala dari minyak memiliki dampak yang tidak terlalu signifikan
performa mesin dan berguna untuk memberikan indikasi emisi hidrokarbon
atau sumber minyak dalam campuran; misalnya, apakah itu adalah campuran
dari minyak viskositas tinggi dan rendah untuk memberikan viskositas
menengah dan sebagainya. Titik nyala rendah menunjukkan emisi
hidrokarbon yang lebih besar saat digunakan.
f. Titik didih
Semakin tinggi titik didih suatu fraksi, semakin tinggi berat molekul
komponen dan semakin besar viskositas. Rentang titik didih dan viskositas
dari fraksi merupakan faktor utama dalam memilih titik potong stock
campuran minyak pelumas pada unit distilasi vakum.
g. Keasaman
Stock campuran minyak pelumas dari minyak mentah parafin memiliki
stabilitas termal dan oksidasi yang sangat baik dan menunjukkan keasaman
rendah daripada minyak dari minyak mentah naftenat. Jumlah netralisasi
digunakan sebagai ukuran keasaman organik dari minyak; semakin tinggi
angka tersebut, semakin tinggi tingkat keasamannya.
2.4.3. Aditif
Aditif adalah senyawa kimia yang ditambahkan ke minyak pelumas untuk
memberikan sifat khusus pada produk akhir pelumas. Beberapa aditif menambahkan
sifat baru dan sifat yang berguna untuk pelumas; beberapa lainnya meningkatkan
sifat yang sudah ada, sementara beberapa bertindak untuk mengurangi laju perubahan
yang tidak diinginkan terjadi pada produk selama waktu penggunaan.
Selama bertahun-tahun, aditif minyak dapat digunakan untuk memecahkan
berbagai masalah pada mesin, seperti mencegah korosi, kemampuan untuk menjaga
partikel seperti jelaga tersebar, kemampuan untuk mencegah produk pembakaran
asam pada permukaan mesin, dan kemampuan untuk meminimalisir terbentuknya aus
dengan membentuk lapisan kimia pada permukaan mesin.
Gambar 1. 1. Isobutylene polymers dan methacrylate copolymer sebagai aditif pada pelumas
untuk meningkatkan indeks viskositas (sumber: Parkash. 2010)
Stabilitas aditif polimer dalam kondisi geser yang sebenarnya pada mesin diukur
dengan indeks stabilitas geser (SSI). Pengukuran indeks stabilitas geser dilakukan
dengan prosedur berikut: Polimer aditif dilarutkan dalam minyak dan selanjutnya
dipanaskan dari 100 sampai 300 F, biasanya untuk 210 F agar dapat dipompa.
Larutan polimer dipompa ke homogenizer. larutan tersebut diproses pada
homogenisasi tekanan tinggi. Produk jadi ditambahkan ke minyak untuk
mendapatkan kekentalan yang diinginkan.
b. Inhibitor Detergent
Minyak pelumas untuk mesin otomotif modern dirancang tidak hanya untuk
memberikan pelumasan yang memadai pada suhu dan kondisi operasi yang
bervariasi, tetapi juga untuk menjaga mesin tetap bersih dan memberikan
perlindungan terhadap korosi kimia dari produk asam hasil pembakaran. Sifat-sifat
penting ditambahkan ke dalamnya dengan cara menambahkan aditif alkalin yang
disebut sebagai deterjen / dispersan.
Senyawa-senyawa yang ditambahkan berupa senyawa metalorganik umumnya
logam seperti natrium, magnesium atau kalsium sulfonat, salisilat, fenat, thiophenes,
dan fosfonat. basis larut terhadap minyak seperti kalsium sulfonat dan kalsium fenat
juga merupakan aditif yang sangat baik untuk mengontrol pembentukan endapan.
Berikut ini adalah salah satu aditif yang ditambahkan berupa sulfonat
c. Sulfonat
Sulfonat adalah produk dari netralisasi asam sulfat dengan basis logam.
Selama pembuatan minyak putih, lube base stock dicampurkan dengan oleum.
Lumpur yang terbentuk akan dipisahkan dan minyak dinetralkan oleh alkali, dan
kemudian sulfonat terbentuk dalam minyak yang diekstraksi dengan pelarut seperti
isopropil alkohol. Proses ini diulang beberapa kali sampai aromatik benar-benar
hilang. kation logam deterjen sulfonat adalah kalsium, magnesium, dan natrium.
sulfonat yang larut dalam minyak yang mengandung logam lebih dari jumlah
stoikiometri disebut sulfonat dasar, dan mereka membantu dalam menetralisir asam
selama suatu interval waktu yang lebih lama selain bertindak sebagai dispersan dari
kontaminan. sulfonat alkali tanah yang sering digunakan adalah garam logam alkali
tanah, sebaiknya garam magnesium atau kalsium dari asam alkil sulfonat
aromatikdengan berat molekul 400 sampai 700 (Gambar 1.7). Sebuah produk akhir
pelumas mungkin berisi 2 sampai 5 persen massa.
Gambar 17 Strukur dasar barium dionilnaftalen sulfonat, sebuah deterjen logam
d. Dispersan
Tujuan dari dispersan adalah untuk menjaga suspensi produk yang berbahaya
seperti pengotor, bahan bakar, air, produk degradasi pelumas seperti lumpur, pernis,
dan produk oksidasi. Kontaminan akan terikat oleh daya tarik kutub molekul
dispersant guna mencegah dari aglomerasi.
Bahan-bahan ini dapat dikategorikan dalam dua jenis; (1) dispersan polimer
dengan berat molekul tinggi yang digunakan untuk menghasilkan multigrade oil, dan
(2) aditif dengan berat molekul rendah yang digunakan ketika modifikasi viskositas
tidak diperlukan.
Contoh-contoh spesifik dari dispersan seperti mono-type imida dan bis-type
imida (Gambar 1.8). Succinimide polibutena dapat diperoleh dengan mereaksikan
polybutylene suksinat dengan anhidrida maleat. Dispersan ini ditambahkan ke lube
untuk memberikan konsentrasi 0,1 sampai 0,2 persen dalam hal konsentrasi nitrogen
berdasarkan massa total komposisi. Aplikasi yang umum digunakan untuk diesel dan
mesin berbahan bakar bensin, cairan transmisi, cairan power steering, dan beberapa
minyak gear.
Gambar 18 Struktur polybutenyl succinimde type
g. Inhibitor Oksidasi
Fungsi inhibitor oksidasi adalah untuk menghambat kerusakan pelumas terkait
dengan reaksi dengan oksigen. Aditif ini bertindak dengan baik menghancurkan
radikal bebas (chain breaking) atau bereaksi dengan peroksida yang terlibat dalam
mekanisme oksidasi. Di antara antioksidan yang paling banyak digunakan adalah
jenis fenolik seperti 2,6 ditertiary butil fenol [(C4H9)2 C6H2 (OH)]2 CH2, 2,6-di-tert
butil para -cresol (BHT) dll] dan seng dithiophosphates
h. Inhibitor Korosi
Aditif ini bekerja dengan menetralkan asam dan membentuk lapisan pelindung.
Aplikasi yang umum digunakan pada minyak mesin, minyak gear, dan gemuk.
Inhibitor ini harus bekerja dalam pelumas dan pada permukaan atas level cairan. Fasa
uap inhibitor korosi (vpis) menggunakan cara sederhana untuk melindungi komponen
internal terhadap karat di kotak gear, mesin, dan permukaan tertutup lainnya.
i. Aditif Antifoam
Hampir semua pelumas cenderung berbusa karena agitasi dan aerasi yang terjadi
selama penggunaan pelumas. Adanya udara ketika agitasi akan meningkatkan busa
tersebut. Kandungan aditif deterjen dan dispersant juga mendorong terbentuknya
busa. Busa akan memicu terjadinya oksidasi dan mengurangi aliran minyak ke mesin.
Agen antifoam ditambahkan untuk mengurangi busa. Aditif ini bekerja dengan cara
mengurangi tegangan permukaan, yang mempercepat hilangnya busa. Antifoam
biasanya ditambahkan dalam konsentrasi,0005-0,001 persen berat total pelumas.
Bahan kimia yang digunakan adalah polimer silikon (polidimetilsiloksan; viskositas
95.000 untuk 105.000 cst pada 77
j. Depresan Titik Tuang
Aditif depresan titik tuang mencegah congealing minyak pada suhu rendah.
Fenomena ini terkait dengan kristalisasi lilin parafin yang terkandung dalam minyak
dasar pelumas. Untuk memberikan titik tuang yang rendah dari produk pelumas lilin
akan dihilangkan dari umpan selama pembuatan bahanm dasar pelumas oleh pelarut
dewaxing atau proses dewaxing katalitik. Pada keadaan di mana VI improvers seperti
polimeta1.krilat ditambahkan pada formulasii pelumas, tambahan depresan titik tuang
tidak diperlukan.
b. In Line Blending
ILB adalah sistem pencampuran perpipaan menggunakan katup yang
dikendalikan komputer dan pengukur laju alir untuk mencampurkan komponen secara
propotional. 5-6 komponen dapat dicampurkan dan dipanaskan secara bersamaan
kemudian dipindahkan ke tangki. sejumlah kecil aditif dapat ditambahkan secara
otomatis ke dalam blender selama proses terjadi. Jenis blender mampu mengalirkan
produk yang telah homogen langsung menuju tangki produk jadi tanpa adanya
pencampuran lebih lanjut. Keuntungan dari proses ini adalah produksinya yang besar
dan kualitas yang konsiste.
c. DMB (Dissolving Mixer Blender)
Digunakan untuk memproduksi pelumas sintetik dimana bubuk padat dan aditif
cair harus ditambahkan secara merata dan homogen ke dalam minyak. Teknologi
DMB menstabilkan campuran dan mencegah aditif dari reagglomerating.
1. Unit Pengolahan II
Lokasi : Dumai dan Sungai Pakning, Riau
Kapasitas : 170.0 MBSD
Dioperasikan pertama kali pada tahun 1971, berbagai produk bahan bakar Minyak
(BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBBM) telah dihasilkan dari kilang Putri
Tujuh Dumai - Sungai Pakning.
Produk Pertamina UP II yang dapat dinikmati keberadaannya bagi masyarakat
sebagai berikut :
b. Non BBM
Solvent
Green Coke
Liquid Petroleum Gas (LPG)
c. Produk Petrokimia
Produk petrokimia yang dihasilkan unit polypropylene adalah polypropylene,
yang merupakan bahan baku pembuatan plastik.
Polypropylene yang dihasilkan Pertamina RU III terbagi atas empat jenis atau
grade, yaitu:
Film grade (PF), sebagai bahan baku plastik pembungkus makanan, pakaian,
dll.
Yarn grade (PY), sebagai bahan baku plastik filamen, seperti tali, jaring,
karpet, tekstil, dll.
Injection molding grade, sebagai bahan baku plastik untuk peralatan rumah
tangga, parts dari mesin, dll.
Non-standard grade, merupakan plastik yang tidak memenuhi spesifikasi
standar yang ditentukan.
3. Unit Pengolahan IV
f. Paraffinic Oil
Paraffinic oil produksi Kilang PT PERTAMINA (PERSERO) Unit
Pengolahan IV Cilacap adalah proccessing oil dari jenis Paraffinic dengan
komposisi Paraffinic Hydrocarbon, Nepthenic, dan sedikit Aromatic
Hydrocarbon.
g. Paraxylene
h. Slack Wax
i. Toluene
4. Unit Pengolahan V
Lokasi : Balikpapan, Kalimantan Timur
Kapasitas : 260.0 MBSD
Pada awalnya berupa Kilang Balikpapan I untuk mengolah minyak dari sumur
Sanga-sanga. Setelah Perang Dunia II, dibangun Kilang Balikpapan II dengan
jenis Hydroskimming Complex (HSC) dan Hydrocracking Complex (HCC).
Produk yang dihasilkan antara lain: motor gasoline, kerosene, avtur, solar,
minyak diesel, fuel oil, LPG, dan wax.
5. Unit Pengolahan VI
Lokasi : Balongan, Jawa Barat
Kapasitas : 125.0 MBSD
Keberadaan RU VI Balongan sangat strategis bagi bisnis Pertamina maupun bagi
kepentingan nasional. Sebagai Kilang yang relatif baru dan telah menerapkan
teknologi terkini, Pertamina RU VI mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Dengan produk-produk unggulan seperti Premium, Pertamax, Pertamax Plus,
Solar, Pertamina DEX, Kerosene (Minyak Tanah), LPG, Propylene, Pertamina
RU VI mempunyai kontribusi yang besar dalam menghasilkan pendapatan baik
bagi PT Pertamina maupun bagi negara. Selain itu RU VI Balongan mempunyai
nilai strategis dalam menjaga kestabilan pasokan BBM ke DKI Jakarta, Banten,
sebagian Jawa Barat dan sekitarnya yang merupakan sentra bisnis dan
pemerintahan Indonesia.
Kilang BBM Kasim dibangun diatas areal seluas kurang lebih 80 HA. dan
terletak di desa Malabam kecamatan Seget kabupaten Sorong Papua
bersebelahan dengan Kasim Marine Terminal (KMT) Petro China, kurang lebih
90 km sebelah selatan kota Sorong. Kilang tersebut mulai beroperasi sejak Juli
1997 sampai saat ini.
Jenis umpan, produk, unit, dan jenis crude oil yang diolah pada unit pengolahan
di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:
Unit
Pengolahan Umpan Unit Produk Jenis Crude
Destilasi
atmosferis, LPG
destilasi hampa, Mogas
Minas delayed coker, Avtur
Duri hydrocracker, Kerosene
UP-II Lirik unibon, destilate ADO Asphaltene
Pedada hydrotreater, IDO/MDF
Selat Panjang platforming, elpiji IFO/MFO
recovery, pabrik LSWR
hidrogen dan coke Coke
calciner
SPD LPG
TAP Mogas
Ramba/Kuang Destilasi Avigas
Jene atmosferis, Kerosene
Lalang destilasi hampa, Avtur
SLC rekahan termal, ADO Asphaltene-
UP-III
Geragai paraffinic
rekahan katalis, Diesel Oil
Mixed pembuatan aspal, Fuel Oil
SPD/TAP pembuatan wax SLWR
Mixed Crude Solvent
Klamono Raw PP
Destilasi
atmosferis, LPG
destilasi hampa, Gasoline
platforming, Kerosene
hydrotreating, ADO/IDO
Arabian Light
hydrosulfurisasi, IFO
UP-IV Crude Paraffinic
meroxtreating, HVI 60
Mixed Crude
visbreaking, HVI 160
propane HVI 650
deasphalting, Minarex
ekstraksi furfural, Slack Wax
dewaxing MEK
Destilasi LPG
Bekapai/Handil atmosferis, Heavy
Speight, James G. 2007. The Chemistry and Technology of Petroleum. London: CRC
Press.
White, R. 1999. Refining and Blending of Aviation Turbine Fuels. [Journal]. Drug
and Chemical Toxicology, 22(1), 143-15
DAFTAR PERTANYAAN
1. Apakah semakin tinggi volatilitas dari bahan bakar diesel akan semakin
baik? Berapa nilai volatilitas terbaik dari diesel?
Karakteristik distilasi dari bahan bakar di deskripsikan sebagai volatilitas.
Design bahan bakar yang baik adalah bahan bakar yang memiliki komponen
yang titik didihnya rendah untuk kemudahan start upmesin saat suhu dingin
dan cepat dalam hal pemanasan. Selain komponen dengan titik didih rendah
komponen dengan titik didih tinggi juga diperlukan untuk menyediakan
tenaga dan efisiensi bahan bakar ketika mesin sudah mencapai suhu
operasinya. Jika volatilitas bahan bakar tinggi ataupun rendah maka akan
menghasilkan asap dan deposit karbon. T95 adalah temperatur dimana 95 %
dari senyawa diesel akan terevaporasi dengan metode standar pengujian
ASTM D 86. Berdasarkan ASTM D 86 tersebut, untuk diesel dengan angka
cetane minimal 48, memiliki flash point minimal 60oC. Sedangkan untuk
diesel angka cetane minimal 51, memiliki flash point minimal 55oC.
Selain itu, ASTM mengklasifikasikan bahan bakar diesel menjadi tiga
tingkatan berdasarkan penggunaannya, yaitu :
1. Tingkat 1-D
Merupakan bahan bakar yang volatile untuk mesin dengan perubahan
kecepatan dan loading yang berfrekuensi, misalnya untuk kendaraan
bermotor.
2. Tingkat 2-D
Merupakan bahan bakar dengan volatilitas lebih rendah untuk mesin
industri, mesin kapal laut dan lokomotif.
3. Tingkat 4-D
Bahan bakar dengan volatilitas lebih rendah untuk mesin berkecepatan
rendah dan sedang.
2. Apakah ada hubungan antara blending dengan angka cetane pada solar
di Indonesia? Mengapa harga solar di Indonesia lebih murah dibanding
Singapura?
Salah satu tujuan dilakukannya blending adalah untuk meningkatkan angka
cetane dari bahan bakar diesel. Karena angka cetane ini dapat menunjukkan
kualitas pembakaran dari bahan bakar diesel.
1. "Upgrading Process" dari solar yang ada (hasilnya jadi Solar Plus)
Pada dasarnya hydrocarbon penyusun solar dapat dibagi jadi 4 kategori :
Paraffin (Iso Paraffin); Naphtana; Aromatics & Olefin. Paraffin & Napthana
merupakan senyawa jenuh dan mempunyai cetane number tinggi sedangkan
senyawa aromatik olefin merupakan senyawa hydrocarbon tak jenuh dan
punya cetane number rendah. Senyawa tak jenuh ini dijenuhkan dalam suatu
reaktor bertemperatur tinggi dgn menambahkan gas hydrogen (hydrotreating
process). Senyawa aromatik akan jadi naphtana sedang senyawa olefin akan
jadi paraffin. Hasilnya solar akan mempunyai cetane number lebih besar hal
ini dikarenakan Cetane number Napthena 40-70, Aromatics 0-60, Parafin 80-
110.
2. Mencampur dengan Biodiesel
Biodiesel dari minyak kelapa (Coconut Methyl Ester) punya CN hingga 70,
dari Sawit (Palm Methyl Ester) punya CN sampai 65; makin tinggi
presentase biodieselnya; makin tinggi kenaikan CN nya.
3. Menambahkan aditif
a. Nitrate dan turunannya: senyawa nitrete yang paling banyak dipakai untuk
aditif adalah 2 Ethylhexylnitrate (2 EHN). 500-4000 ppm dari senyawa ini
bisa menaikkan 3-8 angka CN. 2 EHN merupakan additive CN yang paling
banyak dipakai saat ini.
b. Peroxides dan turunannya: senyawa peroksida yang paling umum dipakai
Ditertiary butyl peroxide (DTBP) namun penggunaannya masih belum
sebanyak 2 EHN.
c. Vegetable oil + chemical & derivatives : alternatif aditif termasuk BioAdd